You are on page 1of 7

Sutikno

April 28th, 2009

Fermentasi Tempe
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat
definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan
anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk
yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana ,
melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh
ragi, dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia:

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai:

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi
umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik
pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang
dihasilkan.

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan
lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh.
oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak
berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.

Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji
kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti
menganggap bahwa Rhizopus sp merupakanjamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh
pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat
dipergunakan oleh tubuh.

Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada
penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4,
sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur.
Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur
lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk
pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.

Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks


protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan
merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati
yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total
nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut
dan kadar asam amino bebas.

Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri
Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah bakteri berbentuk kokus, gram
positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora,
bisa tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30°C dibawah kondisi
aerob. Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan).

Adanya bakteri Micrococcus sp. pada proses fermentasi tempe tidak terlepas
dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji
kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman
kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor
lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu,
air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.

KANDUNGAN TEMPE

1. Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan
terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty
acids, PUFA) meningkat jumlahnya.

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan
kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai).
Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum,
sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

2. Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak
(vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis
vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam
pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan
nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga
tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan
kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat
sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14
kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin
ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella
pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe
kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan
adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan
vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.

3. Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi,
tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang
mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-
mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk
dimanfaatkan tubuh.

4. Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya
vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan
tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe,
di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi
isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam
kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe
oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung
antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya
dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa
genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan
payudara.

KHASIAT TEMPE
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses
penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes
melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare,
penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah
dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di
dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik
untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut
sebagai makanan semua umur.

Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara
kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam
amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan
dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi
dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan
diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan
menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala
flatulensi (kembung perut).

CARA PEMBUATAN TEMPE KEDELAI

1. Biji kedelai yang telah dipilih/dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air yang bersih
selama 1 jam.
2. Setelah bersih, kedelai direbus dalam air selama 2 jam.
3. Kedelai kemudian direndam 12 jam dalam air panas/hangat bekas air perebusan supaya
kedelai mengembang.
4. Berikutnya, kedelai direndam dalam air dingin selama 12 jam.
5. Setelah 24 jam direndam seperti pada butir 3 dan butir 4 di atas, kedelai dicuci dan
dikuliti (dikupas).
6. Setelah dikupas, kedelai direbus untuk membunuh bakteri yang kemungkinan tumbuh
selama perendaman.
7. Kedelai diambil dari dandang, diletakkan di atas tampah dan diratakan tipis-tipis.
Selanjutnya, kedelai dibiarkan dingin sampai permukaan keping kedelai kering dan
airnya menetes habis.
8. Sesudah itu, kedelai dicampur dengan laru (ragi 2%) guna mempercepat/merangsang
pertumbuhan jamur. Proses mencampur kedelai dengan ragi memakan waktu sekitar 20
menit. Tahap peragian (fermentasi) adalah tahap penentu keberhasilan dalam membuat
tempe kedelai.
9. Bila campuran bahan fermentasi kedelai sudah rata, campuran tersebut dicetak pada
loyang atau cetakan kayu dengan lapisan plastik atau daun yang akhirnya dipakai sebagai
pembungkus. Sebelumnya, plastik dilobangi/ditusuk-tusuk. Maksudnya ialah untuk
memberi udara supaya jamur yang tumbuh berwarna putih. Proses
percetakan/pembungkus memakan waktu 3 jam. Daun yang biasanya buat pembungkus
adalah daun pisang atau daun jati. Ada yang berpendapat bahwa rasa tempe yang
dibungkus plastik menjadi “aneh” dan tempe lebih mudah busuk (dibandingkan dengan
tempe yang dibungkus daun).
10. Campuran kedelai yang telah dicetak dan diratakan permukaannya dihamparkan di atas
rak dan kemudian ditutup selama 24 jam.
11. Setelah 24 jam, tutup dibuka dan campuran kedelai didinginkan/diangin-anginkan selama
24 jam lagi. Setelah itu, campuran kedelai telah menjadi tempe siap jual.
12. Supaya tahan lama, tempe yang misalnya akan menjadi produk ekspor dapat dibekukan
dan dikirim ke luar negeri di dalam peti kemas pendingin.

TEMPE NON KEDELAI

v     Tempe dari Biji Saga Pohon

Salah satu tanaman alternatif yang dapat digunakan dalam pembuatan tempe adalah tanaman
Saga pohon (Adenanthera pavonina). Tanaman tersebut merupakan pohon tahunan asli Asia
Tenggara, India, dan Cina Selatan (Ria tan, 2001). Saga pohon (Adenanthera pavonina) berbeda
dengan Saga rambat (Abrus precatorius) yang mengandung racun. Saga pohon memiliki biji
yang lebih besar berwarna merah terang, dengan batang pohon yang tinggi, dan daun yang lebih
kecil.

Saga pohon mampu memproduksi biji kaya protein serta memiliki ongkos produksi yang murah.
Hal tersebut karena penanaman Saga pohon tidak memerlukan lahan khusus karena bisa tumbuh
di lahan kritis, tidak perlu dipupuk atau perawatan intensif. Selain itu, hama dan gulmanya
minim sehingga tidak memerlukan pestisida, jadi bersifat ramah lingkungan karena dapat
ditanam bersama tumbuhan lainnya. Kandungan protein yang terdapat pada biji Saga pohon
tersebut juga lebh besar bila dibandingkan dengan kedelai dan beberapa tanaman komersil
lainnya.

Biji Saga pohon

Di dalam biji Saga pohon terkandung sejumlah protein, yaitu (2,44 g/100g), lemak (17,99 g/100
g), dan mineral, diambil dari perbandingan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi makanan
pokok. Mengandung gula yang rendah (8,2 g/100 g), tajin (41,95 g/100 g), dan zat penyusun
lainnya adalah karbohidrat (Pasific Island Ecosistems at Risk).

Kandungan anti nutrisi yaitu methionine dan cystine, yang merupakan jenis asam amino yang
terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan total asam yang mengandung lemak, yaitu asam
linoceic dan oleic mengandung 70,7 %.

Jumlah asam lemak bebas yang terkandung pada Saga pohon relative tinggi terutama peroksida
dan saponification yang terkandung senilai 29,6 mEqkg dan 164,1 mgKOHg, hal ini
menunjukkan suatu kemiripan kandungan minyak pada makanan. Dapat disimpulkan bahwa biji
Saga pohon menghadirkan suatu sumber potensi minyak dan protein yang bisa mengurangi
kekurangan sumber protein nabati. (Sumber: Pasific Island Ecosistems at Risk).

Tempe Saga yang terbentuk

Kelebihan tempe Saga dibandingkan tempe dari kedelai, yaitu:

a.           Tempe dari biji Saga pohon lebih lembut daripada tempe dari kedelai.

b.          Tempe Saga tidak cepat menjadi tempe busuk dan dapat disimpan selama 2 minggu di
dalam lemari es.

c.           Daya tahan biji Saga pohon jauh lebih kuat dan tahan lama dari biji kedelai karena biji
Saga pohon dilindungi oleh kulit yang keras dan kedap air.

v     Tempe berbahan dasar legume

Tempe berbahan dasar legume mencakup tempe kacang kedelai, tempe koro benguk (dari biji
koro benguk, Mucuna pruriens L.D.C. var. utilis, berasal dari sekitar Waduk Kedung Ombo),
tempe gude (dari kacang gude, Cajanus cajan), tempe gembus (dari ampas kacang gude pada
pembuatan pati, populer di Lombok dan Bali bagian timur), tempe kacang hijau (dari kacang
hijau, terkenal di daerah Yogyakarta), tempe kacang kecipir (dari kacang kecipir, Psophocarpus
tetragnolobus), tempe koro pedang (dari Canavalia ensiformis), tempe lupin (dari lupin, Lupinus
angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus vulgaris), tempe kacang
tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe kara wedus (dari Lablab purpures),
tempe kara (dari kara kratok, Phaseolus lunatus, banyak ditemukan di Amerika Utara), dan
tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa, terkenal di sekitar Malang).

v     Tempe berbahan dasar non-legume

Tempe berbahan dasar non-legume mencakup tempe mungur (dari biji mungur,
Enterolobium samon), tempe bongkrek (dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, terkenal di
daerah Banyumas), tempe garbanzo (dari ampas kacang atau ampas kelapa, banyak ditemukan di
Jawa Tengah), tempe biji karet (dari biji karet, ditemukan di daerah Sragen, jarang digunakan
untuk makanan), dan tempe jamur merang (dari jamur merang).

KONTAMINASI PADA TEMPE

Bakteri dan ragi sudah lama diduga ikut serta dalam fermentasi tempe. Terikatnya
mikroorganisme tersebut dapat terjadi selama proses pengolahan, terutama sesudah perebusan
menjelang inokulasi, karena semula diduga bahwa perebusan mematikan semua bakteri yang
tumbuh selama perendaman. Kontaminasi tersebut dapat berasal dan peralatan dan bahan
pembungkus, dan luar atau ditularkan oleh para pekerja. Disamping itu bakteri dan ragi dapat
pula mencemari tempe selama pemasaran (tanpa ikut serta dalam proses fermentasi).

Keikutsertaan bakteri dalam proses pembuatan tempe memang tidak dapat dihindari meskipun
tempe dibuat secara higienis dalam laboratorium dan dengan menggunakan inokulum kultur
murni, kontaminasi akan selalu terjadi oleh spora bakteri yang berasal dari kedelai. Karena
dengan pertimbangan bahwa pemanasan bertekanan atau pada suhu tinggi dalam waktu yang
lama selama perebusan akan merusak tekstur kedelai, spora bakteri dan kedelai tidak akan mati.
Spora ini akan tumbuh dan berbiak selama proses fermentasi oleh jamur tempe.

Penelitian baru menunjukkan bahwa bakteri kontaminan dalam fermentasi tempe bukan hanya
oleh bakteri berspora. Dijumpai pula bakteri asam laktat dan Enterobactericeae berasal dari
kontaminan kedelai yang tumbuh dan berbiak selama perendaman dan tidak terbunuh akibat
perebusan kedelai selama 30 menit mendidih. Diduga berbagai senyawa yang terekstrak dari biji
kedelai, kemudian larut dan terdispersi dalam air rebusan melindungi bakteri kontaminan dan
kematian akibat perebusan.

You might also like