You are on page 1of 35

BAB VII

HIPOTESIS KORELATIF

Pada tabel uji hipotesis, terdapat enam uji hipotesis korelatif yang akan anda pelajari.
Anda dapat memilih uji hipotesis korelatif yang tepat dengan berpedoman pada tabel sebagai
berikut.

Tabel 7.2 Pemilihan hipotesis korelatif


Variabel 1 Variabel 2 Uji Korelasi
Nominal Nominal Koefisien kontingensi, Lambda
Nominal Ordinal Koefisien kontingensi, Lambda
Ordinal Ordinal Spearman, Gamma, Somers’d
Ordinal Numerik Spearman
Numerik Numerik Pearson

Dalam benak Anda, mungkin timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut.


1. Apa persamaan dan perbedaan uji korelasi koefisien kontingensi dengan Lambda?
Persamaan:variabelnyaadalah varoiabel nominal,
Kedua uji tersebut digunakan untuk menguji korelasi dua variabel di mana salah satu
variabelnya adalah variabel nominal.

Perbedaan:
Uji korelasi koefisien kontingensi digunakan untuk menguji korelasi antara dua variabel yang
setara sedangkan uji korelasi Lambda untuk dua variabel yang tidak setara.(laki-laki dan
perempuan)

2. Apa persamaan dan perbedaan uji korelasi Spearman dengan uji Korelasi Gamma dan
Somers’d
Persamaan:
Keduanya digunakan untuk uji korelasi antara variabel ordinal dengan ordinal.

Perbedaan:
 Uji Spearman digunakan juga untuk uji korelasi antara variabel numerik dengan ordinal.
 Uji Spearman digunakan juga sebagai alternatif uji Pearson, jika syarat uji Pearson tidak
terpenuhi.
 Uji korelasi Gamma dan Somers’d digunakan untuk uji korelasi variabel ordinal dengan
ordinal di mana kategori variabel ordinal tersebut “sedikit” sehingga dapat dibuat suatu
tabel silang B x K.

Apa perbedaan uji korelasi Gamma dan Somers’d?


Uji korelasi Gamma digunakan untuk menguji korelasi antara dua variabel yang setara
sedangkan uji korelasi Somers’d untuk dua variabel yang tidak setara.

3. Bagaimana interpretasi hasil uji korelasi?


Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah
korelasinya. Panduan lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7.3 Panduan Interpretasi hasil uji hipotesis berdsarkan


Kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi

No. Parameter Nilai Interpretasi


1. Kekuatan 0,00 – 0,199 Sangat lemah
Korelasi (r) 0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat

2. Nilai p P < 0,05 Terdapat korelasi


yang bermakna
antara dua variabel
yang diuji
P > 0,05 Tidak terdapat
korelasi yang
bermakna antara dua
variabel yang diuji
3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin
besar nilai satu
variabel semakin
besar pula nilai
variabel lainnya
- (negatif) Berlawanan arah.
Semakin besar nilai
satu variabel,
semakin kecil nilai
variable lainnya

LATIHAN 1
UJI KORELASI PEARSON
(HIPOTESIS KORELATIF NUMERIK DISTRIBUSI NORMAL)

Kasus :
Anda ingin mengetahui korelasi antar skor depresi dengan skor ansietas. Dirumuskan
pertanyaan sebagai berikut : “Adakah korelasi antara skor depresi dengan skor ansietas?”

Uji apakah yang mungkin digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut?


Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah sebagai
berikut.

Tabel 7.4 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai


Dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban
1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah skor
depresi (numerik) dengan skor ansietas
(numerik)
2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif
3. Menentukan masalah skala variabel Numerik
Kesimpulan :
Uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat.
Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman
(uji nonparametrik)

Bagaimana melakukan uji korelasi dengan SPSS?


Langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Memeriksa syarat uji parametrik : distribusi data harus normal (wajib).
2. Bila memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson.
3. Bila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka diupayakan untuk
melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal.
4. Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji korelasi Pearson.
5. Jika distribusi data hasil transformasi tidak normal, maka dipilih uji alternatifnya (uji
korelasi Spearman).

1. Uji normalitas
 Bukalah file pearson
 Lihat terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada.
 Lakukanlah uji normalitas untuk data variabel depresi dan variabel ansietas. Prosedur
yang dilakukan sama dengan prosedur yang telah Anda pelajari pada Bab II, Bab III
dan Bab IV.

Bagaimakah hasilnya?
Output SPSS
Bila Anda melakukan prosedur dengan benar, maka Anda akan mendapatkan hasil sebagai
berikut :

Interpretasi
a. Bagian pertama adalah statistik deskriptif untuk variabel skor ansietas dan skor depresi.
Ingat prinsip bahwa Anda harus selalu mempelajari deskripsi variabel sebelum
melangkah pada proses selanjutnya.
b. Sesuai dengan kesepakatan, Anda menggunakan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk
menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Apakah data mempunyai distribusi
yang normal?
Pada uji Test of Normality Kolmogorov-Smirnov, baik skor ansietas maupun skor depresi
mempunyai nilai p = 0,078. Oleh karena nilai p > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan
kedua kelompok data mempunyai distribusi normal.

2. Melakukan uji Pearson


Untuk melakukan uji Pearson, lakukanlah langkah-langkah berikut.
 Analyze  Correlate  Bivariate.
 Masukkan depresi dan ansietas ke dalam kotak variables.
 Pilih uji Pearson pada kotak Correlation Coefficients.
 Pilih Two tailed pada Test of Significance.

 Proses telah selesai. Klik OK.

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Interpretasi
Dari hasil di atas, diperoleh nilai sig 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi antara
skor depresi dan skor ansietas adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson sebesar 0,862
menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat.

LATIHAN 2
UJI KORELASI SPEARMAN
(HIPOTESIS KORELATIF NUMERIK DISTRIBUSI TIDAK NORMAL)

Kasus :
Anda ingin mengetahui korelasi antara skor gangguan somatik dengan skor gangguan
sosial. Dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : “Adakah korelasi antara skor gangguan
somatik dengan skor gangguan sosial?”

Uji hipotesis apakah yang akan Anda gunakan?


Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut.
Bagaimana melakukan uji korelasi dengan SPSS?
Langkahnya adalah sebagai berikut.

Tabel 7.5 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai


Dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban
1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah skor
gangguan somatik (numerik) dengan skor
gangguan sosial (numerik)
2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif
3. Menentukan masalah skala variabel Numerik
Kesimpulan :
Uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat.
Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman
(uji nonparametrik)

1. Memeriksa syarat uji parametrik : distribusi data harus normal (wajib).


2. Bila memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson.
3. Bila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka diupayakan untuk
melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal.
4. Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji korelasi Pearson.
5. Jika distribusi data hasil transformasi tidak normal, maka dipilih uji alternatifnya pilih uji
korelasi Spearman.

1. Uji normalitas
 Bukalah file spearman
 Lihat terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada.
 Lakukanlah uji normalitas untuk data variabel somatic dan variabel social.
Bagaimakah hasilnya?
Bila Anda melakukan prosedur dengan benar, maka Anda akan mendapatkan hasil sebagai
berikut.

Interpretasi
a. Bagian pertama adalah statistik deskriptif untuk variabel somativ complaint dan skor
social problem. Ingat prinsip bahwa Anda harus selalu mempelajari deskripsi variabel
sebelum melangkah pada proses selanjutnya.
b. Sebagaimana kesepakatan, Anda menggunakan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk
menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Pada uji Test of Normality
Kolmogorov-Smirnov, baik skor somatic complaint maupun skor social problem
mempunyai nilai p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan
kedua kelompok data mempunyai distribusi tidak normal.

2. Melakukan transformasi
3. Menguji hasil transformasi
4. Melakukan uji Spearman
Untuk melakukan uji Spearman, lakukanlah langkah-langkah berikut.
 Analyze  Correlate  Bivariate.
 Masukkan somatic dan social ke dalam kotak Variables.
 Pilih uji Spearman pada kotak Correlation Coefficients.
 Pilih Two tailed pada Test of Significance.

 Proses telah selesai. Klik OK.

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Interpretasi
Dari hasil di atas, diperoleh nilai Significancy 0,000 yang menunjukkan bahwa
korelasi antara gangguan somatik dengan gangguan sosial adalah bermakna. Nilai korelasi
Spearman sebesar 0,351 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi
yang lemah.

LATIHAN 3
UJI KORELASI GAMMA DAN SOMERS’D
(HIPOTESIS KORELATIF ORDINAL TABEL B X K)

Kasus :
Anda ingin mengetahui korelasi antara tingkat penilaian responden terhadap mutu
pelayanan penawaran (buruk, sedang, baik) dengan mutu pelayanan rumah sakit (buruk,
sedang, baik). Dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : “Adakah korelasi antara tingkat
penilaian pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan dengan mutu pelayanan rumah
sakit?”

Uji hipotesis apa yang akan Anda gunakan?


Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut.

Tabel 7.6 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai


dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban
1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah mutu
pelayanan keperawatab (kategorik
ordinal) dengan mutu pelayanan rumah
sakit (kategorik ordinal)
2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif
3. Menentukan masalah skala variabel Kategorik ordinal
Kesimpulan :
Terdapat tiga pilihan uji korelasi, yaitu korelasi Spearman, Gamma dan Somers’d. Anda
memilih untuk melakukan uji korelasi Gamma dan Somers’d karena korelasi yang akan
diuji adalah korelasi antar variabel ordinal yang penyajiannya dalam bentuk silang 3 x 3.

Bagaimana melakukan uji korelasi Gamma dan Somers’d dengan SPSS?


 Buka file gamma.
Pelajari terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada pada
file tersebut.
Lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut.
 Analyze  Descriptive Statistics  Crosstabs.
 Masukkan variabel p3 ke dalam rows.
 Masukkan variabel p4 ke dalam Columns.
 Aktifkan kotak Statistics.
 Pilih Gamma dan Somers’d.

 Proses telah selesai. Klik OK.

Bagaimanakah hasilnya?

Interpretasi
1. Output pertama (crosstab) menyajikan tabel silang antara mutu pelayanan keperawatan
dengan mutu layanan rumah sakit.
2. Output kedua (directional measures) menyajikan hasil uji Somers’d. Hasil uji Somers’d
Anda pakai jika salah satu variabel Anda anggap sebagai variabel bebas sedangkan
variabel yang lain sebagai variabel tergantung.
Jika Anda menganggap bahwa mutu pelayanan rumah sakit sebagai variabel bebas, maka
nilai yang Anda pergunakan adalah hasil uji Somers’d bari ke dua. Anda membaca bahwa
besar korelasinya adalah 0,028 yang menunjukkan bahwa korelasinya sangat lemah.
3. Output ketiga (symmetric measures) menyajikan hasil uji Gamma. Anda menggunakan
uji Gamma bila kedudukan dua variabel setara (tidak ada variabel bebas dan tergantung).
Pada uji Gamma diperoleh nilai korelasi sebesar 0,052 yang menunjukkan bahwa korelasi
sangat lemah.

LATIHAN 4
UJI KORELASI KOEFISIEN KONTINGENSI DAN LAMBDA (HIPOTESIS KORELATIF
DAN KATEGORIK)

Kasus:
Anda ingin mengetahui korelasi antara perilaku merokok (merokok dan tidak
merokok) dengan status fertilitas seorang pria (tidak subur dan subur). Anda merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat korelasi antara perilaku merokok
dengan status fertilitas seorang pria?”

Uji hipotesis apa yang akan Anda pilih?


Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut.

Tabel 7.7 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai


Dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban
1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah statu s
fertilitas pria (kategorik nominal) dengan
perilaku merokok (kategorik nominal)
2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif
3. Menentukan masalah skala variabel kategorik nominal
Kesimpulan :
Terdapat dua pilihan uji, yaitu uji korelasi koefisien kontingensi dan lambda. Anda
memilih uji lambda karena kedudukan dua variabel tidak setara, di mana perilaku
merokok sebagai variabel bebas dan infertilitas sebagai variabel tergantung.

Prosedur uji korelasi Lambda


 Buka file Lambda.
Pelajari terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada pada
file tersebut.
Lakukanlah prosedur sebagai berikut.
 Analyze  Descriptive statistics  Crosstabs.
 Masukkan perilaku merokok ke dalam Rows (karena bertindak sebagai variabel bebas).
 Masukkan variabel status fertilitas ke dalam Colums (karena bertindak sebagai variabel
terikat).

 Klik kotak Statistics.


 Pilih Lambda pada kotak Nominal.

 Nominal untuk melanjutkan proses selanjutnya.


 Proses telah selesai. Klik Continue, klik OK.

Output SPSS
Interpretasi hasil
a. Output pertama menggambarkan tabel silang antara perilaku merokok dengan status
fertilitas.
b. Output kedua menyajikan hasil uji Lambda. Hasil uji Lambda Anda pakai jika salah satu
variabel Anda anggap sebagai variabel bebas sedangkan variabel yang lain sebagai
variabel terikat.
c. Jika Anda menganggap bahwa status fertilitas sebagai variabel terikat, maka nilai yang
Anda pergunakan adalah hasil uji Lambda baris kedua. Anda membaca bahwa besar
korelasinya adalah 0,222 yang menunjukkanbahwa korelasinya lemah.
BAB VIII
PENGANTAR ANALISIS MULTIVARIAT

Tujuan
1. Pembaca mampu menjelaskan dua analisis multivariat yang banyak digunakan dalam
bidang kedokteran dan kesehatan.
2. Pembaca mampu menjelaskan langkah-langkah analisis multivariat.

A. Pendahuluan
Tahap analisis data pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga tahap. Ketiga tahap
tersebut adalah deskriptif, analisis bivariat, dan analisis multivariat. Deskriptif berbicara
tentang gambaran suatu variabel, analisis bivariat berbicara tentang hubungan antara banyak
variabel bebas dengan suatu variabel terikat. Suatu penelitian mungkin hanya menggunakan
analisis deskriptif saja (penelitian deskriptif). Penelitian lainnya mungkin cukup
menggunakan analisis deskriptif dan bivariat, misalnya pada uji klinis. Penelitian lainnya
mungkin memerlukan analisis lengkap, mulai dari analisis deskriptif sampai dengan
multivariat, misalnya pada penelitian analisis observasional seperti kasus kontrol dan kohort.
Bagian ini akan menjelaskan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan analisi multivariat.
Langkah-langkah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS dapat dibaca pada Bab X,
XI, dan XII.

B. Jenis analisis multivariat


Terdapat dua analisis multivariat yang sering digunakan dalam penelitian kedokteran
dan kesehatan, yang analisis regresi logistik dan analisis regresi linier. Pemilihan kedua
analisis tersebut ditentukan oleh skala pengukuran variabel terikatnya. Bila variabel
terikatnya berupa variabel kategorik, maka regresi yang digunakan adalah analisis regeresi
logistik. Bila variabel terikatnya berupa variabel numerik, maka regresi yang digunakan
adalah analisis regresi linier.

Regresi logistik : bila variabel terikatnya


berupa variabel kategorik

Analisis
Multivariat

Regresi linier : bila variabel terikatnya


berupa variabel numerik

C. Langkah-langkah analisis multivariat


Langkah-langkah analisis multivariat adalah sebagai berikut.
1. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisis multivariat. Variabel yang
dimasukkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat
mempunyai nilai p < 0,25.
2. Melakukan analisis multivariat. Analisi multivariat baik regresi logistik maupun regresi
linear dibagi menjadi 3 metode, yaitu enter, forward, dan backward. Ketiga metode ini
akan memberikañ hasil yang sama namun prosesnya berbeda. Metode enter dilakukan
secara manual sedangkan metode forward dan backward secara otomatis. Pada metode
forward, pertama-tama, software secara otomatis akan memasukkan variabel yang paling
berpengaruh kemudian memasukan variabel berikutnya yang berpengaruh tetapi ukuran
kekuataanya lebih rendah daripada variabel pertama. Proses akan berhenti ketika tidak
ada lagi variabel yang dapat dimasukkan ke dalam analisis. Pada metode backward,
software secara otomatis akan memasukkan semua variabel yang terseleksi untuk
dimasukkan ke dalam multivariat. Secara bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan
dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat
dikeluarkan dari analisis. Metode enter dapat dilakukan menyerupai metode forward dan
backward, akan tetapi prosesnya dilakukan secara manual, tidak otomatis.

Contoh kasus:
Variabel terikat suatu penelitian adalah variabel Z. (Sedangkan variabel bebasnya
adalah variabel A, B, C, D, E, F, G, dan H. Pada analisis bivariat, variabel yang mempunyai
nilai p < 0,25 adalah variabel A, B, C, D, dan E. Dengan demikian, kelima variabel inilah
yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Setelah dilakukan analisis multivariat,
variabel yang berpengaruh terhadap variabel Z adalah variabel A, B, dan C dengan urutan
kekuatan adalah A, B, lalu C. Variabel yang paling tidak berpengaruh terhadap variabel Z
adalah variabel E. Ilustrasi apabila analisis dilakukan secara forward, backward dan enter
adalah sebagaj berikut.
Dengan metode forward analisi multivariat secara otomatis akan memasukkan
varjabel A, kemudian variabel B, dan diakhiri variabel C. Analisis berhenti sampai di sini.
Dengan metode backward analisis multivariat, secara otomatis akan memasukkan variabel A,
B, C, D, dan E. Kemudian variabel E dikeluarkan dari analisis diikuti oleh variabel D.
Analisis berhenti sampai di sini.
Dengan metode entetr peneliti memasukan variabel A, B, C, dan E. Peneliti melihat
hasil bahwa variabel E adalah variabel yang paling tidak bermakna Oleh karena itu, pada
analisis berikutnya peneliti memasukan variabel A, B, C, dan D saja. Hasil dari analisis,
variabel D adalah variabel yang paling tidak bermakna Selanjutnya, peneliti melakukan
analisis lagi dengan memasukkan variabel A, B, dan C. Hasil dari analisis ini adalah baik
variabel A, B, dan C berpengaruh kepada variabel Z dengan kekuatan pengaruh dan yang
paling besar adalah A, B lalu C. Analisis berhenti sampai di sini.
Tabel 8.1. Perbandingan metode forward, backward, dan enter
Variabel yang dimasukkan Otomatis Manual
Forward Backward Enter
ke dalam analisis
Langkah 1 A A, B, C, D, E A, B, C, D, E
Langkah 2 A, B A, B, C, D A, B, C, D
Langkah 3 A, B, C A, B, C A, B, C

3. Melakukan intenpretasi hasil. Beberapa hal yang dapat diperoeh dari analisis multivariat
adalah sebagai berikut.
a. Variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat diketahui dari nilai p masing-
masing variabel.
b. Urutan kekuatan hubungan dari variabel-variabel yang berpengaruh terhadap variabel
terikat. Pada regresi logistik urutan korelasi diketahui dari besarnya nilai OR.
Sedangkan untuk regresi linier urutan kekuatan hubungannya diketahui dari besarnya
nilai r (koefisien korelasj)
c. Model atau rumus untuk memprediksikan variabel terikat. Pada regresi logistik,
rumus umum yang diperoleh adalah :
p = 1/(1+e-y)
di mana
p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian (misalnya penyakit)
c = bilangan natural = 2,7
y = konstanta + a1x1 + a2x2 + …. + aixi
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas

Sedangkan pada regresi linier, rumus umum yang diperoleh adalah :


y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi
di mana
y = nilai dari variabel terikat
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas

4. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis multivariat. Pada analisis regresi
logistik, kualitas rumus yang diperoleh dinilai dengan melihat kemampuan diskriminasi
dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai Area Under Curve (AUC) dengan
metode Receiver Operating Curve (ROC) sementara kalibrasi dengan metode Hosmer and
Lameshow. Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai AUG
semakin mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik jika
mempunyai nilai p > 0,05 pada uji Hosmer and Lameshow.
Kualitas dan rumus yang diperoleh pada regresi linier dinilai dengan melihat nilai
diskriminasi dengan melihat nilai R2 dan kalibrasinya dengan melihat hasil uji ANOVA.
Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai R 2 semakin
mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik apabila nilai p
pada uji ANOVA < 0,05.

5. Menilai syarat atau asumsi. Pada regresi linier terdapat asumsi linieritas, normalitas,
independensi, homogenitas, dan multikolinieriti.
BAB IX
UKURAN KEKUATAN HUBUNGAN RASIO ODDS
(RO) DAN RISIKO RELATIF (RR)

Tujuan
1. Pembaca mampu menjelaskan berbagai jenis ukuran kekuatan hubungan.
2. Pembaca mampu melakukan prosedur mencari kekuatan hubungan dengan menggunakan
SPSS dan melakukan interpretasi yang benar.

Sebelum membahas analisis multivariat, ada baiknya terlebih dahulu kita bahas mengenai
ukuran kekuatan hubungan. Pemahaman terhadap tema ini akan memudahkan kita dalam
memahami analisis multivariat.
Ukuran bias dilihat dengan menggunakan odds (RO), risiko relatif (RR), dan
koefisien korelasi. Pada analisis bivariat, RO dan RR digunakan pada analisi komparatif
kategorik sementara koefisien korelasi digunakan pada analisis korelatif. Ro digunakan pada
desain kasus control sementar kohort digunakan pada desain kohort. Bagaimana cara
memperoleh koefisien korelasi telah dibahas pada Bab VII. Pada bagian ini, akan ditunjukkan
bagaimana cara memperoleh nilai RO dan nilai RR.

Contoh kasus :
Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara kadar hepatomegali dengan terjadinya
syok pada pasien anak yang mengalami demam berdarah dengue. Desain penelitian yang
digunakan adalah kasus kontrol. Data penelitian sudah dikumpulkan dan disimpan dengan
nama data_oddrasio. Uji hipotesis apa yang sesuai dengan masalah ini? Bagaimana mengukur
kekuatan hubungannya dan berapakah besar kekuatan hubugannya?

Jawab :
Variabel hepatomegali dan terjadinya syok termasuk variabel kategorik, maka uji hipotesis
yang digunakan adalah Chi-Square. Apabila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat, maka
akan digunakan uji alternatifnya, yaitu uji Fisher. Besarnya kekuatan hubungan diketahui dari
parameter nilai RO karena desain yang digunakan adalah kasus kontrol.
Langkah-langkah uji hipotesis dan memperoleh nilai OR dengan menggunakan SPSS
sama dengan apa yang sudah dibahas pada Bab V. Perbedaannya adalah pada pilihan risk
yang harus dipilih untuk mendapatkan nilai RO.
 Buka file data_rasioodds.
 Klik Analyze.
 Klik Descriptive statistics.
 Klik Crosstabs.
 Masukkan syok ke dalam Column.
 Masukkan hepatomegali ke dalam Row(s).
 Klik kotak Statistic, pilih Chi-Square di sebelah kiri atas dan Risk di kanan bawah.
 Klik kotak Cell, pilih Column pada Percentages.
 Klik Continue dan OK.

Akan didapatkan hasil sebagai berikut.

Interpretasj
1. Dari semua pasien yang menderita syok, sebanyak 56,3% mengalami hepatomegali.
Sedangkan dari semua pasien yang tidak syok, hanya 26,6% yang mengalami
hepatomegali.
2. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi-Square, dengan nilai p sebesar 0,001.
Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara hepatomegali dengan
syok.
3. Korelasi yang digunakan adalah RO (lihat baris pertama pada risk estimate) yaitu sebesar
3,55 dengan IK 95% 1,59-7,91 Artinya, pasien dengan hepatomegali mempunyai
kemungkinan 3,55 kali untuk mengalami syok dibandingkan dengan pasien yang tidak
hepatomegali Nilai RO sebesar 3,55 dapat juga diinterpretasikan bahwa probabilitas
pasien yang mengalami hepatomegali untuk menderita syok adalah sebesar 78%.

Dari manakah angka 78% diperoleh?


Probabilitas dapat dihitung apabila kita mengetahui berapa besar nilai RO-nya, yaitu
dengan rumus:
P = RO/(1÷RO)
Dengan demikian,
bila RO = 1, maka probabilitas = 50%
bila RO = 2, maka probabilitas = 66,6%
bila RO = 3, maka probabilitas = 75%
bila RO = 3,55 maka probabilitas = 78%

Beberapa catatan:
1. Besar nilai RO dan RR bisa dihitung secara manual.
Rumus nilai RO adalah ad/bc sementara rumus nilai RR adalah a/(a+b) : c/(c+d). Cobalah
hitung nilai RO dan RR dari tabel di atas secara manual! Nilai a, b, c, dan d dapat
diketahui dengan melihat tabel berikut.

Syok Total
Ya Tidak
Hepatomegali Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Total a+c b+d N

2. Rumus umum untuk membaca RO dan RR adalah sebagai berikut.


Perbandingan kemungkinan kategori atas dibandingkan dengan kategori bawah untuk
mengalami kolom kiri adalah sebesar ??? Pada kasus di atas, kemungkinan kategori atas
(hepatomgali) dibandingkan dengan kategori bawah (tidak hepatomegali) untuk
mengalami kolom kiri (syok) adalah sebesar 3,55.

Variabel terikat Total


Kolom kiri (ya) Kolom kanan (tidak)
Faktor Risiko Kategori atas (ya)
Hepatomegali
Kategori bawah (tidak)
*hepatomegali “ya” disebut sebagai kategori atas, hepatomegali “tidak” disebut sebagai
kategori bawah, dan syok ya” disebut sebagal kolom kiri, maka syok “tidak” disebut sebagai
kolom kanan.

3. Sebagai konsekuensi dari interpretasi poin 2, pemberian kode saat melakukan entry data,
kode hepatomegali harus lebih.kecil daripada tidak hepatomegali, misalnya 1 untuk
hepatomegali, dan 2 untuk tidak hepatomegali. Begitu juga kode syok harus lebih kecil
daripada tidak syok, misalnya 1 untuk syok, dan 2 untuk tidak syok.
4. Pada kasus ini persentase dibuat bentuk kolom, bukan bentuk baris. Hal ini karena desain
penelitian adalah desain kasus kontrol. Apabila desain penelitian adalah kohort, maka
persentase dibuat bentuk baris seperti tabel berikut.
BAB X
ANALISIS REGRESI LOGISTIK

Tujuan
Pembaca mampu melakukan prosedur regresi logistic dengan SPSS dan melakukan
interpretasi yang benar.

Kasus :
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai
predictor terjadinya syok pada pasien anak demam berdarah. Variabel yang diteliti adalah
jenis kelamin, perdarahan, trombositopenia, hemokonsentrasu, dan hepatomegali pada saat
pasien masuk perawatan. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Data
disimpan dalam file dengan nama data_regresilogistik.

Tabel 10.1 Keterangan variabel, kategori variabel, dan skala pengukuran.

Variabel Skala Pengukuran Kategori Variabel


1. syok 1. ya Kategorik
2. tidak
2. syok_reg 1. ya Kategorik
0. tidak
3. jenis kelamin 1. Laki-laki Kategorik
2. Perempuan
4. perdarahan 1. positif Kategorik
2. negatif
5. trombosit 1. ≤ 50.000 / µl Kategorik
2. ≥ 50.000 / µl
6. hematrokit 1. ≥ 42% Kategorik
2. ≤ 42%
7. hepatomegali 1. ya Kategorik
2. tidak

Keterangan:
Pada data di atas terdapat dua variable syok dengan kode yang berbeda. Variabel syok
dengan kode 1 dan 2 akan digunakan untuk analisis bivariat sementara variable syok dengan
kode 1 dan 0 akan digunakan untuk analisis multivariat.

Pertanyaan:
1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat? Bagaimana hasil analisis
bivariat tersebut?
2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?
3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!
4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?
5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?
6. Lakukanlah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS!
7. Setelah dilakukan analisis multivariat:
a. variabel apa saja yang berpengaruh.terhadap syok? Bagaimana kekuatan
hubungannya?
b. apa persamaan yang diperoleh?
c. bagaimana aplikasi dan persamaan yang diperoleh untuk memprediksi probabilitas
syok pada pasien
8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh baik diskriminasi maupun dari segi
kalibrasi?

Marilah kita jawab pertanyaan di atas satu demi satu.


1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat? Uji hipotesis untuk analisis
bivariat adalah uji Chi-Square atau uji Fisher karena semua analisis bivariat yang
dilakukan termasuk ke dalam analisis komparatif kategorik tidak berpasangan.
2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?
Parameter kekuatan bubunan yang digunakan adalah nilai rasio odds (RO) karena
penelitian menggunakan desain kasus kontrol.
3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!
Lakukanlah analisis Chi-Square dan carilah nilai RO-nya untuk tiap-tiap variabel
sebagaimana dapat dilihat pada Bab V dan Bab IX. Apakah hasil yang Anda peroleh
sama dengan tabel berikut?

Tabel 10.2 Analisis bivariat variabel jenis kelamin, perdarahan,


Hepatomegali, trombosit, dan hematokri, dengan syok

Kata ref pada tabel di atas adalah singkatan dan referensi, yang berarti pembanding.
Untuk jenis kelamin, pembandingnya adalah perempuan, artinya kita membandingkan
laki-laki terhadap perempuan. Untuk perdarahan, pembandingnya adalah tidak
perdarahan, artinya kita membandingkan pasien yang mengalami perdarahan terhadap
pasien yang tidak mengalami perdarahan. Pada umumnya, yang dijadikan sebagai
pembanding adalah kategori yang dianggap tidak berisiko.

4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?


Analisis multivariat yang akan digunakan adalah regresi logistik karena variabel
terikatnya adalah variabel kategorik dikotom.
5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?
Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah variabel yang
pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Variabel tersebut adalah perdarahan,
hepatomegali, hematokrit, dan trombosit.
6. Lakukanlah analisis regrësi logistik dengan menggunakan SPSS!
 Klik Analiyze  Regression  Binary logistic.
 Masukan variabel syok (untuk analisis multivariat: syok_reg) ke dalam Dependent
Variable.
 Masukan semua variabel independen ke dalam Covariate.
 Pilih metode Backward LR pada pilihan metode.

 Aktifkan kotak options.


 Pilih CI for exp(B). Pilih Hosmer-Lameshow goodness-of-fit.

 Klik Continue.
 Aktifkan kotak Save.
 Pilih Probabilitas.

 Klik Continue.
 Aktifkan kotak Categorical. Pindahkan semua variabel kategorik dari Covariates ke
Categorical Covariates. Pada saat pemasukan data, kode 2 menjadi
pembanding/reference, maka yang menjadi pembanding pada penelitian ini adalah
last. Dengan demikian tidak perlu merubah apapun pada Reference Category.
Catatan : Bila yang menjadi pembanding adalah kode 1, maka kotak first harus
dipilih, lalu kliok kotak Change.
 Klik Continue.

 Perhatikan pada masing-masing variabel saat ini telah ada tulisan (cat) setelah nama
variabel.
 Proses sudah selesai. Klik OK.

Pada output, periksalah: Dependent Variable Encoding, Categorical Variable Coding,


Variable in the Equation, dan Hosmer and Lameshow test.

Dependent Variable Encoding dan Categorical Variables Coding dilihat untuk memeriksa
kembali apakah sistem pengkodean sudah benar.
Pada Dependent Variable Encoding, tidak syok diberi kode 0, sementara syok diberi kode 1.
Hal ini sudah benar karena pada regresi logistik, kategori yang akan diprediksikan harus
diberi kode 1.

Pada Categorical Variables Codings, hematokrit ≤ 42%, trombosit > 50.000/µl, hepatomegali
(tidak), dan perdarahan (tidak) diberi kode 0. Perhatikan bahwa pada saat mengisi data,
kategori tersebut mempunyai kode 1. Akan tetapi, pada saat analisis regresi logistik, kode
tersebut diganti menjadi 0. Kategori hematokrit > 42%, trombosit < 50.000/µl, hepatomegali
(ya), dan perdarahan (ya) diberi kode 1. Perhatikan bahwa pada saat mengisi data, kategori
tersebut mempunyai kode 2 akan tetapi, pada saat analisis regresi logistik, kode tersebut
diganti menjadi 1. Perubahan kode ini secara otomatis dilakukan oleh software karena pada
saat melakukan perintah analisis regresi logistik, kita melakukan prosedur categorical dan
seterusnya.

Variables in the Equation untuk melihat hasil akhir analisis multivariat.

Dengan metode backward, terdapat dua langkah untuk sampai pada hasil akhir. Pada langkah
pertama, dimasukkan semua variabel. Pada angkah pertama ini, variabel trombosit
mempunyai nilai p (sig) paling besar atau mempunyai nilai RO paling mendekati 1 sehingga
variabel trombosit tidak lagi tercantum pada langkah ke-2.

7. Interpretasi hasil regresi logistik


a. Variabel yang berpengaruh terhadap syok adalah perdarahan, hepatomegali, dan
hematokrit. Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai OR (EXP{B}). Kekuatan
hubungan dari yang terbesar ke yang terkecil adalah hepatomegali (OR = 3,43),
perdarahan (RO = 3,28), dan hematokrit (OR = 3,11).
b. Persamaan didapatkan adalah:
y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi.
y = -2,675 + 1,189 (perdarahan) + 1,233 (hepatomegali) + 1,137 (hematokrit)
Nilai konstanta dan nilai koefisien untuk setiap variabel tersebut dapat dilihat pada
kolom B. Nilai variabel bebas dapat dilihat pada Categorical Variable Coding.
Perdarahan bernilai 1 jika “ya” dan bernilai 0 jika “tidak”. Hepatomegali bernilai 1
jika “ya” dan bernilai 0 jika “tidak”. Hematokrit bernilai 1 jika “> 42%” dan bernilai 0
jika “d ≤ 42%”.
c. Aplikasi dan persamaan yang diperoleh adalah untuk memprediksi probabilitas seorang
pasien untuk mengalami syok dengan menggunakan rumus:
p = 1/(1+e-y)
di mana
p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian (misalnya penyakit)
e = bilangan natural = 2,7
y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas

Contoh 1
Seorang pasien DBD dirawat tanpa perdarahan, tidak mengalami hepatomegali, dan
hematokrit ≤ 42%. Berapakah probabilitas pasien untuk mengalami syok? Probabilitas
pasien untuk mengalami syok dapat dihitung dengan persamaan berikut.
y = -2,675 + 1,189 (perdarahan) + 1,233 (hepatomegali) + 1,137 (hematokrit)
y = -2,675 + 1,189 (0) + 1,233 (0) + 1,137 (0)
y = -2,675
dengan demikian, probabilitasnya adalah:
p = 1/(1+e-y) = 1/(1+2,7-(-2,675)) = 1/(1+2,72,675) = 0,065
Dengan demikian, probabilitas pasien untuk menderita syok adalah 6,5%.

Contoh 2
Seorang pasien DBD dirawat dengan perdarahan, mengalami hepatomegali, dan
hematokrit > 42%. Berapakah probabilitas pasien untuk mengalami syok? Probabilitas
pasien untuk mengalami syok dapat dihitung dengan persamaan berikut.

y = -2,675 + 1,189 (perdarahan) + 1,233 (hepatomegali) + 1,137 (hematokrit)


y = -2,675 + 1,189 (1) + 1,233 (1) + 1,137(1)
y = -2,675 + 1,189 + 1,233 + 1,137 = 0,884
dengan demikian, probabilitasnya adalah:
p = l/(l+e-y) = l/(1+2,7-(0,884)) = 0,706
Dengan demikian, probabilitas pasien untuk menderita syok adalah 70,6%.

8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh, baik dari segi diskriminasi maupun
dan segi kalibrasi?
a. Menilai kualitas persamaan yang diperoleh berdasarkan parameter kalibrasi.
Nilai kalibrasi dapat dilihat dari Hosmer and Lameshow Test.

Nilai p pada Hosmer and Lameshow Test adalah sebesar 0,585. Artinya, persamaan
yang diperoleh mempunyai kalibrasi yang baik.
b. Menilai kualitas persamaan yang diperoleh berdasarkan parameter diskriminasi.
Lihatlah kembali data. Pada kolom terakhir, terdapat variabel baru yang bernama
PRE_1. Variabel ini merupakan hasil dari perintah Probability pada kotak Save pada
saat melakukan analisis multivariat. Variabel ini merupakan prediksi terjadinya syok
pada masing-masing subjek penelitian yang berguna untuk melihat nilai diskriminasi
persamaan dengan metode ROC. Langkah-langkah adalah sebagai berikut.
 Pilih Graph, pilih ROC.
 Masukan syok_reg (kode 1 dan 0) ke dalam State Variable. Masukan angka 1 ke
dalam value of State Variable.
 Masukan variabel PRE_1 ke dalam Test Variable.
 Pilih semua kotak yang terdapat pada menu Display.

 Proses sudah selesai. Klik OK.


 Pada output, diperoleh hasil sebagai berikut.

Nilai diskriminasi dapat diketahui dengan melihat nilai Area Under the Curve (AUC).
Nilai AUC adalah sebesar 74%. Apakah nilai AUC ini cukup memuaskan?
Memuaskan atau tidaknya nilai AUC, dapat ditentukan secara klinis atau secara
statistik. Secara klinis, peneliti yang menentukan berapa nilai AUC minimal yang
dianggap memuaskan yang nilainya akan sangat bervariasi bergantung pada substansi
yang diteliti. Apabila secara klinis peneliti tidak dapat menentukan nilai AUC
minimal yang memuaskan, maka penentuannya dapat dilakukan secara statistik. Pada
umumnya, interpretasi secara statistik adalah seperti yang tercantum pada tabel
berikut.

Tabel 10.3 Interpretasi nilai AUC

Nilai AUC Interpretasi


> 50% - 60% Sangat lemah
> 50% - 60% Lemah
> 50% - 60% Sedang
> 50% - 60% Kuat
> 50% - 60% Sangat Kuat

BAB XI
ANALISIS REGRESI LINIER

Tujuan
Pembaca mampu melakukan prosedur regresi linier dengan SPSS dan melakukan interpretasi
yagg benar.

Kasus :
Seorang peneliti ingin mengetahui cara yang lebih sederhana untuk menghitung nilai bersihan
kreatinin. Selama ini, untuk menghitung bersihan kreatinin, seorang dokter harus menampung
urine selama 24 jam. Menampung urine selama 24 jam terkadang tidak efisien karena dokter
memerlukan nilai bersihan kreatinin lebih cepat dari 24 jam. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui cara memprediksi nilai bersihan kreatinin dengan menggunakan variabel
kreatinin serum sesaat, berat badan, dan usia pasien. Data disimpan dalam file dengan nama
data_regrelinier.

Variabel Skala pengukuran Satuan


1. Bersihin kreatinin Numerik ml/menit
2. Berat badan Numerik kg
3. Usia Numerik tahun
4. Kadar kreatinin serum Numerik mg/dl

Pertanyaan :
1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat?
2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?
3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!
4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?
5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?
6. Lakukanlah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS!
7. Setelah dilakukan analisis multivariat:
a. Variabel apa saja yang berpengaruh terhadap bersihan kreatinin? Bagaimana urutan
kekuatan hubungannya?
b. apa persamaan yang diperoleh?
c. bagaimana aplikasi dari persamaan yang diperoleh untuk memprediksi bersihan
kreatinin pasien?
8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh?
Jawab:
1. Uji hipotesis untuk analisis bivariat adalah korelasi pearson.
2. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah koefisien korelasi.
3. Analisis bivariat dengan menggunakan SPSS. Lakukanlah analisis Pearson dan carilah
r untuk tiap-tiap variabel sebagaimana dapat dilihat pada. Bab VII. Apakah hasil yang
Anda peroleh sama dengan tabel berikut?

4. Analisis multivariat yang akan digunakan adalah regresi linier karena variabel
terikatnya adalab variabel dengan skala peugukuran numerik
5. Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi linier adalah. variabel yang
pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Variabel tersebut adalah umur dan
kreatinin serum.

6. Analisis regresi linier dengan menggunakan SPSS.


 Klik Analyze  Regression  Linier.
 Masukan variabel bersihan kreatinin ke dalam Dependent.
 Masukan semua vaniabel independen ke dalam Independent
 Pilih metode Backward pada pilihan metode.
 Proses sudah selesai. Klik OK.
 Pada output, periksalah Coefficients.
7. Interpretasi basil regresi linier.

a. Variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi bersihan kreatinin adalah


variabel kreatinin dengan korelasi sebesar -0,963 (lihat kolom beta).

b. Persamaan didapatkan adalah:


y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi.
Bersihan kreatinin = 118,663 - 49,510 (kreatinin serum) Nilai konstanta dan nilai
koefisien untuk variabel tersebut dapat dilihat pada kolom B.
c. Aplikasi dan persamaan yang diperoleh adalah untuk memprediksi nilai bersihan
kreatinin dengan rumus. Bersihan kreatinin 118,663 – 49,510 (kreatinin serum)

Contoh:
Kreatinin serum seorang pasien adalah sebesar 1,2 mg/dl. Berapakah prediksi nilai
bersihan kreatinin pasien? Dengan menggunakan rumus di atas, kita bisa
memprediksikan nilai bersihan kreatinin pasien tersebut.
Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510 (kreatinin serum)
Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510(1,2) = 59,221 ml/menit
Meniläi kualitas persamaan yang diperoleh.
Kualitas persamaan hasil analisis regresi linier dapat dinilai dengan melihat hasil uji
ANOVA dan Model Summary.
Suatu persamaan dikatakan layak untuk digunakan bila nilai p pada uji ANOVA <
0,05. Pada uji ANOVA ini, nilai p adalah sebesar < 0,001. Dengan demikian, rumus
yang digunakan layak untuk digunakan.

Pada Model Summary, lihatlah nilai Adjusted R Square. Nilai ini mempunyai arti
berapa besar nilai (persen) persamaan yang diperoleh mampu menjelaskan bersihan
kreatinin. Semakin mendekati 100%, maka persamaan yang diperoleh semakin baik.
Pada Model Summary

di atas, Adjusted R Square adalah sebesar 92,3%, artinya persamaan yang diperoleh
mampu menjelaskan bersihan kreatinin sebesar 92,3%. Sebesar 7,7% sisanya,
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

BAB XII
MENILAI SYARAT REGRESI LINER (1)

Tujuan
Pembaca mampu melakukan pengecekan syarat regresi liner dengan menggunakan SPSS dan
melakukan interpretasi yang tepat.

Pada Bab XI telah diuraikan bagaimana melakukan uji regresi linier, bagaimana melakukan
interpretasi, dan menilai kualitas hasil yang diperoleh. Sebenarnya, ada satu tahap yang harus
dilakukan pada analisis regresi linier, yaitu mengecek apakah syarat regresi linier terpenuhi
atau tidak. Apabila syarat regresi linier terpenuhi, maka kita bisa melakukan regresi linier.
Syarat regresi linier dibahas setelah pembahasan regresi linier adalah untuk memudahkan
pemahaman.
Memahami logika persamaan regresi
Untuk memahami syarat regresi linier, kita perlu memahami logika persamaan regresi linier
terlebih dahulu. Syarat regresi linier dapat diketahui dari persamaanya. Pada Bab XI, kita
telah mendapatkan persamaan regresi sebagai berikut.
Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510(kreatinin serum)

Kita mengetahui bahwa kreatinin serum bukanlah satu-satunya variabel yang bisa
memprediksikan bersihan kreatinin, sehigga rumus yang lengkap adalah sebagai berikut.

Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510(kreatinin serum) + penjelasan lainnya. Penjelasan


lainnya ini sering kali disebut dengan istilah residu atau error.

Dalam bahasa matematika, persamaan tersebut ditulis:


Y = 118,663 – 49,510*a + residu
Dalam bahasa matematika yang umum lagi,
y = β0 + β1a + residu

Bila terdapat banyak variabel independen, bahasa matematikanya adalah :


y = β0 + β1a1 + β2a2 + β3a3 + ... + residu

Tabel 12.1 Syarat regresi linier


Komponen Syarat Kata kunci Cara mendeteksi
Variabel independen Hubungan variabel Linier Membuat grafik scatter plot antara variabel
dan dependen independen dan independen dengan variabel dependen.
dependen harus linier Scatter harus berada di sekitar garis diagonal.
Residu Residu mempunyai Normal Membuat grafik histogram dari residu atau
distribusi yang dengan uji normalitas. Histogram dari residu
normal harus berdistribusi normal. Uji normalitas
mempunyai nilai p > 0,05
Residu Residu mempunyai Mean = 0 Membuat statistik deskripsi dari residu. Mean
rerata sebesar 0 residu harus = 0
Residu-variabel Residu tidak Independen Membuat korelasi antara residu dengan
independen mempunyai korelasi variabel independen atau dengan uji Durbin-
yang kuat dengan Watson. Korelasi residu dengan var
variabel independen independen harus < 0,8. Nilai Durbin Watson
sekitar 2.
Residu-variabel Variabel dari residu Konstan Membuat scatter plot antara standardized
independen konstan residual dengan standardized predicted value
Variabel Independen Tidak ada korelasi Autokorelasi Membuat korelasi antara variabel independen
yang kuat antara atau dengan collinierity diagnostic. Korelasi
variabel independen antara variabel independen harus < 0,8. Nilai
tollerance pada collinierity diagnostic > 0,4.

Pengujian syarat regresi linier dengan menggunakan SPSS


Bukalah kembali file data_regresilinier. Lakukan prosedur sebagaimana yang dilakukan pada
Bab XI. Tambahan perintahnya adalah pada pilihan kotak Save.
 Buka data_regresilinier.
 Klik Analyze  Regression  Linier.
 Masukkan variabel kreatinin ke dalam Dependent.
 Masukkan semua variabel independen ke dalam Independent.
 Pilih metode Backward pada pilihan metode.
 Klik kotak Save. Pilihlah Unstandardized dan Standardized pada Predicted values dan
Residual seperti gambar berikut.

 Proses sudah selesai. Klik Continue dan OK.

Output yang diperoleh sama dengan output pada Bab XI. Perbedaannya adalah pada
Data View dan Variable View. Karena perintah save tadi, maka pada data terdapat variabel
baru yang bernama PRE_1 (Unstandardized Predicted Value), RES_1 (Unstandardized
Residual), ZPR_1 (Standardized Predicted Value), dan ZRE_1 (Standardized Residual).
Dengan menggunakan variabel baru tersebut, marilah kita periksa satu-persatu apakah
syarat regresi linier terpenuhi atau tidak:

Pengujian 1: Hubungan variabel terikat dengan variabel bebas harus linier


Untuk mengetahui syarat ini terpenuhi atau tidak, kita perlu membuat scatter plot antara nilai
prediksi dengan nilai observasi. Dalam hal ini scatter antara PRE_1 dengan bersihan
kreatinin. Lakukanlah langkah sebagai berikut.
 Pilih Graphs.
 Pilih Interactive.
 Pilih Scatterplot.
 Masukan PRE_1 ke aksis y.
 Masukkan bersihan kreatinin ke aksis x.

 Pilih Fit, pada Method pilih Regression.

 Proses sudah selesai, klik OK.


 Pada output, akan diperoleh hasil sebagai berikut.

Dengan melihat grafik scatter ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa syarat linieriti telah
terpenuhi.

Pengujian 2: Residu berdistribusi normal dan mean residu = 0 Langkah-langkah ini telah
Anda pelajari pada Bab II buku ini, yaitu mengenai cara mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Silahkan Anda lakukan langkah-langkah sebagaimana yang dipelajari pada
Bab II. Pada output, akan diperoleh hasil sebagai berikut.

Pengujian 3: Residu mempunyal varian yang konstan


Untuk mengetahui apakah residu mempunyai varian yang konstan, lakukanlah langkah-
langkah berikut.
 Pilih Graphs.
 Pilih Interactive.
 Pilih Scatterplot.
 Masukan Standardized Residual ke aksis y.
 Masukkan Standardized Predicted Value ke aksis x.

 Klik OK. Akan diperoleh hasil sebagai berikut.

Dari grafik tersebut, terlihat bahwa scatter tidak membentuk pola tertentu. Dengan demikian,
syarat varian yang konstan terpenuhi.
Pengujian 4: Residu dan variabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat dan
antarvariabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat
Cara melakukan uji korelasi telah Anda pelajari pada Bab VII buku ini. Lakukanlah langkah-
langkah tersebut. Anda akan memperoleh hasil sebagai berikut.

Dengan melakukan prosedur pengujian syarat regresi linier di atas, dapat kita simpulkan
bahwa syarat regresi linier terpenuhi.

Tabel 12.2 Hasil pengujian syarat regresi linier


Komponen Syarat Hasil Pengujian Kesimpulan
Variabel bebas dan Hubungan variabel Scatter harus berada di Terpenuhi
terikat independen dan dependen sekitar garis diagonal
harus linier
Residu Residu mempunyai Test shapiro wilk, p > Terpenuhi
distribusi yang normal 0,05
Residu Residu mempunyai rerata Mean = 0 Terpenuhi
sebesar 0
Residu-variabel Residu tidak mempunyai Korelasi residu dengan Terpenuhi
independen korelasi yang kuat dengan variabel independen < 0,8
variabel independen
Residu-variabel Residu mempunyai varian Varian konstan scatter Terpenuhi
independen yang konstan tidak mempunyai pola
tertentu
Variabel independen Tidak ada korelasi yang Korelasi antara variabel Terpenuhi
kuat antara variabel independen < 0,8
independen

You might also like