You are on page 1of 6

Dec 10, '07 10:19 PM

Bagaimana Cara Memilih Pemimpin Dalam Islam?


for everyone

Cara Sahabat Umar Memilih Khalifah Penggantinya.

Yang pasti bukan dengan demokrasi (demos= rakyat, kratos=kekuasaan). Karena prinsip
demokrasi tidaklah sesuai dengan prinsip Islam, dalam Islam tidak mengenal istilah "vox
populi vox dei", suara rakyat adalah suara Tuhan. 

Berkenaan dengan tata cara pemilihan kepala pemerintahan, berikut ini adalah kisah
bagaimana sahabat Umar ketika mengakhiri jabatannya melakukan pemilihan khalifah
pengganti dirinya.

Ketika khalifah Umar sedang kritis setelah ditikam oleh Abu Lu’lu, seorang Majusi, budak
dari Mughirah bin Syu’bah, ketika sedang memimpin sholat Subuh, maka beliau ditanya oleh
sebagian orang Sahabat.

Mereka berkata: Berwasiatlah, wahai Amirul Mukminin, carilah pengganti.

Ia menjawab: Saya tidak mendapatkan orang yang lebih berhak dengan urusan ini daripada
sekumpulan orang yang ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meninggal dunia
beliau meridhai mereka. Kemudian Umar menyebut nama Ali, Utsman, Zubair, Thalhah,
Sa’d, dan Abdurrahman. [HR Bukhari]

Beliau kemudian menunjuk Ibnu Umar sebagai saksi dan tidak diperbolehkan melakukan
campur tangan dalam urusan ini (yakni ikut sebagai calon pengganti Umar, Subhanallah,
demikian wara’nya Umar sehingga melarang anaknya sendiri untuk ikut dalam pemilihan
kekhalifahan).

Keenam sahabat tersebut, adalah para pembesar sahabat, dan mereka adalah orang-orang
yang ’alim terhadap ilmu agama dan pemerintahan. Belakangan inilah yang kemudian
dikenal dengan majelis Syura, yakni majelis yang beranggotakan para ahli ilmu untuk
masalah pemerintahan.

Bagaimana jalannya pemilihan khalifah selanjutnya?

Masih dalam hadits riwayat Imam Bukhari dalam bab keutamaan sahabat Utsman,
diceritakan proses pemilihan tersebut.

Ketika selesai dikuburkan, berkumpullah sekawanan orang tersebut.


Abdurrahman berkata,”Jadikanlah urusan (pilihanmu)kepada tiga orang dari kamu.”

Zubair menjawab,”Aku menjadikan pilihanku kepada Ali.”

Thalhah berkata,”Sungguh aku menjadikan pilihanku kepada Utsman.”

Sa’d berkata:”Aku menjadikan pilihanku kepada Abdurrahman bin Auf.”

Kemudian Abdurrahman berkata:”Siapapun (dari) kamu yang terlepas dari urusan pilihan
ini, maka kami akan menjadikan urusan kepemimpinan kepadanya, semoga Allah dan Islam
akan mengawasinya.

Lalu terdiamlah kedua orang tua itu (pent. Ali dan Utsman).

Abdurrahman berkata,”Apakah kalian hendak menjadikan urusan kepemimpinan kepadaku?


Semoga Allah mengawasiku agar aku tidak lengah memilih kalian yang paling utama.”

Mereka berdua menjawab,”Ya.”

Kemudian ia (Abdurrahman) memegang tangan salah satunya, lalu berkata,”Engkau


mempunyai ikatan keluarga dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan lebih
dahulunya pengetahuanmu dalam (masalah) Islam, semoga Allah mengawasimu. Bila aku
menjadikanmu seorang amir tentu kamu akan berlaku adil dan bila aku menjadikan Utsman
sebagai amir, tentu kamu akan mendengarkan dan mentaatinya.”

Kemudian ia menyendiri bersama yang lainnya, lalu berkata (seperti yang telah disebutkan).
Dan ketika ia mengambil sumpah (janji), maka ia berkata,” Angkatlah tanganmu wahai
Utsman.” Lalu ia membai’atnya, lalu Ali dan penduduk kampung masuk lalu membai’atnya.

[HR Bukhari]

*****

Jadi ketika Umar radhiyallahu anhu memilih enam orang sahabat untuk menentukan siapa
pengganti dirinya, maka keenam orang ini kemudian berkumpul untuk menentukan siapa
diantara mereka yang akan menjadi pengganti Umar.

Abdurrahman kemudian mengajukan usul agar 3 (tiga) orang dari 6 (enam) orang ini mundur
dari kandidat. Ini adalah siyasah syar’iyah, dimana dengan mundurnya 3 orang akan
memperkecil potensi friksi yang akan terjadi diantara mereka. Maka mundurlah Zubair,
Thalhah dan Sa’d bin Abi Waqqash, masing-masing memberikan dukungan kepada Ali,
Utsman dan Abdurrahman dengan satu suara.

Kemudian Abdurrahman berkata kepada Ali dan Utsman, siapa diantara mereka yang mau
mengindurkan diri dari pencalonan. Ternyata keduanya diam saja. Abdurrahman kemudian
bertanya apakah mereka berdua mewakilkan dirinya untuk melakukan pemilihan? Maka
sepakat keduanya memberikan kewenangan kepada Abdurrahman bin Auf untuk memilih
antara Ali dan Utsman (karena dengan demikian Abdurrahman sekaligus mengundurkan diri
dari pemilihan).

Baru kemudian pilihan dijatuhkan kepada Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam
sejarah Islam.

Demikianlah prosesi pemilihan khalifah ketiga yang dilakukan oleh Umar dengan memilih
enam orang pembesar sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya.

Kita juga mengenal cara pemilihan langsung oleh khalifah yang diganti dengan menunjuk
langsung penggantinya, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq kepada
Umar bin Khattab radiyallahu anhuma.

Dan patut dicatat, bahwa sistem pemerintahan dalam kekhalifahan ini berlangsung sesuai
dengan umur dari sang khalifah yang artinya tidak diganti melainkan jika si pemimpin ini
sudah menemui batas usianya/wafat.

Mudah-mudahan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita akan bagaimana


pelaksanaan mencari pemimpin ummat sepeninggal Nabi dan para Sahabatnya ridwanullah
alaihim ajma’in.

Wallahu a’lam

Tags: pemimpin, islam


Prev: Dosa Anda Selama 2 Tahun Akan Dihapuskan, Mau?
Next: Ketika Nilai Matematika Itu 100.
http://thetrueideas.multiply.com/journal/item/980

Friday, July 31, 2009


Bagaimana Cara Memilih Pemimpin Dalam Islam

Cara Sahabat Umar Memilih Khalifah Penggantinya.


Yang pasti bukan dengan demokrasi (demos= rakyat, kratos=kekuasaan). Karena prinsip
demokrasi tidaklah sesuai dengan prinsip Islam, dalam Islam tidak mengenal istilah "vox
populi vox dei", suara rakyat adalah suara Tuhan.
Berkenaan dengan tata cara pemilihan kepala pemerintahan, berikut ini adalah kisah
bagaimana sahabat Umar ketika mengakhiri jabatannya melakukan pemilihan khalifah
pengganti dirinya.

Ketika khalifah Umar sedang kritis setelah ditikam oleh Abu Lu’lu, seorang Majusi, budak
dari Mughirah bin Syu’bah, ketika sedang memimpin sholat Subuh, maka beliau ditanya oleh
sebagian orang Sahabat.

Mereka berkata: Berwasiatlah, wahai Amirul Mukminin, carilah pengganti.

Ia menjawab: Saya tidak mendapatkan orang yang lebih berhak dengan urusan ini daripada
sekumpulan orang yang ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meninggal dunia
beliau meridhai mereka. Kemudian Umar menyebut nama Ali, Utsman, Zubair, Thalhah,
Sa’d, dan Abdurrahman. [HR Bukhari]

Beliau kemudian menunjuk Ibnu Umar sebagai saksi dan tidak diperbolehkan melakukan
campur tangan dalam urusan ini (yakni ikut sebagai calon pengganti Umar, Subhanallah,
demikian wara’nya Umar sehingga melarang anaknya sendiri untuk ikut dalam pemilihan
kekhalifahan).

Keenam sahabat tersebut, adalah para pembesar sahabat, dan mereka adalah orang-orang
yang ’alim terhadap ilmu agama dan pemerintahan. Belakangan inilah yang kemudian
dikenal dengan majelis Syura, yakni majelis yang beranggotakan para ahli ilmu untuk
masalah pemerintahan.

Bagaimana jalannya pemilihan khalifah selanjutnya?

Masih dalam hadits riwayat Imam Bukhari dalam bab keutamaan sahabat Utsman,
diceritakan proses pemilihan tersebut.

Ketika selesai dikuburkan, berkumpullah sekawanan orang tersebut.

Abdurrahman berkata,”Jadikanlah urusan (pilihanmu)kepada tiga orang dari kamu.”


Zubair menjawab,”Aku menjadikan pilihanku kepada Ali.”
Thalhah berkata,”Sungguh aku menjadikan pilihanku kepada Utsman.”
Sa’d berkata:”Aku menjadikan pilihanku kepada Abdurrahman bin Auf.”

Kemudian Abdurrahman berkata:”Siapapun (dari) kamu yang terlepas dari urusan pilihan ini,
maka kami akan menjadikan urusan kepemimpinan kepadanya, semoga Allah dan Islam akan
mengawasinya.

Lalu terdiamlah kedua orang tua itu (pent. Ali dan Utsman).

Abdurrahman berkata,”Apakah kalian hendak menjadikan urusan kepemimpinan kepadaku?


Semoga Allah mengawasiku agar aku tidak lengah memilih kalian yang paling utama.”

Mereka berdua menjawab,”Ya.”


Kemudian ia (Abdurrahman) memegang tangan salah satunya, lalu berkata,”Engkau
mempunyai ikatan keluarga dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan lebih dahulunya
pengetahuanmu dalam (masalah) Islam, semoga Allah mengawasimu. Bila aku
menjadikanmu seorang amir tentu kamu akan berlaku adil dan bila aku menjadikan Utsman
sebagai amir, tentu kamu akan mendengarkan dan mentaatinya.”

Kemudian ia menyendiri bersama yang lainnya, lalu berkata (seperti yang telah disebutkan).
Dan ketika ia mengambil sumpah (janji), maka ia berkata,” Angkatlah tanganmu wahai
Utsman.” Lalu ia membai’atnya, lalu Ali dan penduduk kampung masuk lalu membai’atnya.

[HR Bukhari]

*****
Jadi ketika Umar radhiyallahu anhu memilih enam orang sahabat untuk menentukan siapa
pengganti dirinya, maka keenam orang ini kemudian berkumpul untuk menentukan siapa
diantara mereka yang akan menjadi pengganti Umar.

Abdurrahman kemudian mengajukan usul agar 3 (tiga) orang dari 6 (enam) orang ini mundur
dari kandidat. Ini adalah siyasah syar’iyah, dimana dengan mundurnya 3 orang akan
memperkecil potensi friksi yang akan terjadi diantara mereka. Maka mundurlah Zubair,
Thalhah dan Sa’d bin Abi Waqqash, masing-masing memberikan dukungan kepada Ali,
Utsman dan Abdurrahman dengan satu suara.

Kemudian Abdurrahman berkata kepada Ali dan Utsman, siapa diantara mereka yang mau
mengindurkan diri dari pencalonan. Ternyata keduanya diam saja. Abdurrahman kemudian
bertanya apakah mereka berdua mewakilkan dirinya untuk melakukan pemilihan? Maka
sepakat keduanya memberikan kewenangan kepada Abdurrahman bin Auf untuk memilih
antara Ali dan Utsman (karena dengan demikian Abdurrahman sekaligus mengundurkan diri
dari pemilihan).

Baru kemudian pilihan dijatuhkan kepada Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam
sejarah Islam.

Demikianlah prosesi pemilihan khalifah ketiga yang dilakukan oleh Umar dengan memilih
enam orang pembesar sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya.

Kita juga mengenal cara pemilihan langsung oleh khalifah yang diganti dengan menunjuk
langsung penggantinya, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq kepada
Umar bin Khattab radiyallahu anhuma.

Dan patut dicatat, bahwa sistem pemerintahan dalam kekhalifahan ini berlangsung sesuai
dengan umur dari sang khalifah yang artinya tidak diganti melainkan jika si pemimpin ini
sudah menemui batas usianya/wafat.

Mudah-mudahan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita akan bagaimana


pelaksanaan mencari pemimpin ummat sepeninggal Nabi dan para Sahabatnya ridwanullah
alaihim ajma’in.

Wallahu a’lam
posted by Adeeba Abdullah @ 4:48 AM   0 Comments

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

About Me

Name: Adeeba Abdullah

View my complete profile

Previous Posts
 Bila Amar Ma'ruf Nahi Munkar Diabaikan
 Perjuangan Muallaf 2
 Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya
 Bersyahadat Setelah 8 Tahun Baca Al-Quran
 Berlaku Adil pada Anak
 Abu Hanifah Yang Taat [Kisah Teladan]
 Kejujuran Sang Imam [kisah teladan]
 Cahaya yang tak pernah padan [kisah teladan]
 Etika Yang diajarkan dalam Islam
 Siapa Musuh Islam Yang Sebenarnya

Subscribe to
Posts [Atom]

http://go2islam.blogspot.com/2009/07/bagaimana-cara-memilih-pemimpin-dalam.html

You might also like