You are on page 1of 12

Pengumpulan Sampel Darah

Posted by Riswanto  on Sunday, December 13, 2009


Labels:  Pengumpulan Spesimen

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomyyang berarti proses


mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah,
yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau
nadi. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy
sering dikaitkan dengan venipuncture.

PENGAMBILAN DARAH VENA

Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil


dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat
dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak
memungkinkan, vena chepalicaatau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture
pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan
arteri brachialis dan syaraf median.

Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat
dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-
hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.

Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :


 Lengan pada sisi mastectomy
 Daerah edema
 Hematoma
 Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
 Daerah bekas luka
 Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
 Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi
lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.

Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual
dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan menggunakan
tabung vakum (vacutainer).

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan darah vena adalah :

 Pemasangan turniket (tali pembendung)


o pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan
kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
o melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
 Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan masukknya
udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
 Penusukan
o penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga
dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga
berpotensi menyebabkan hematoma.
o tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah
bocor dengan akibat hematoma
 Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat
kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika
dilakukan penusukan.

Bilirubin Serum
Posted by Riswanto  on Wednesday, December 23, 2009
Labels:  Tes Kimia Darah

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses
pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari
perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju
hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat
sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase.

Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan
diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang
melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam
sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering
dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin
harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena
itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati)
atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu
menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah.

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit
(hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.
Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran
empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.

Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan
sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim disebut kenikterus.
Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan
kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl.
Kenikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan
bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode
pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas warna
azobilirubin.

Nilai Rujukan

DEWASA : total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl

ANAK : total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

BAYI BARU LAHIR : total : 1 – 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Masalah Klinis

Bilirubin Total, Direk

 PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis, sirosis hati,

mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat :


antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin,
tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid),
alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),
barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat,
metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
 PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin),

penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek

 PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria,

anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi,


hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
 PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi
kadar bilirubin.

 Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.

 Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

 Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen
empedunya akan menurun.

 Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.

Bahan bacaan :

1. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short
Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990.
2. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Edisi 2,
Tangerang, 2008.
3. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk.,Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992.
4. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC,
Jakarta, 2007.
5. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi
Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.

SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)


Posted by Riswanto  on Sunday, December 13, 2009
Labels:  Tes Kimia Darah
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal
dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler,
kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST
akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark.
SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar
SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase),
LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan
tetap demikian dalam waktu yang lama.

SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis
menggunakan fotometer atau spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry
analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis

Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :

 Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard,
kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
 Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia jantung,
gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
 Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium
tremeus, cerebrovascular accident (CVA)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST


 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
SGOT/AST
 Hemolisis sampel darah
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin,
kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin
(asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi
(metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam
(Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat
dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.

Bahan bacaan :

1. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
2. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta,
2007.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Cabang Jakarta, SI Units : Tabel Konversi
Sisten Satuan SI – Konvensional dan Nilai Rujukan Dewasa – Anak Parameter
Laboratorium Klinik, Jakarta, 2004.
4. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
5. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of
Pathology Tests, Griffin Press Ltd., Netley, Australia, 1990.

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)


Posted by Riswanto  on Sunday, December 13, 2009
Labels:  Tes Kimia Darah

SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak
ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam
jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes
SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada
proses kronis didapat sebaliknya.

SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis
atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis

Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :

 Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat
atau kimia)
 Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu
ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
 Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
 Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar
 Hemolisis sampel
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol,
morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin
(Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral
(progestin-estrogen), lead, heparin.
 Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.
Bahan bacaan :

1. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, edisi 9, cetakan ke-1, EGC, Jakarta, 1992.
2. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, EGC, Jakarta,
2007.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Cabang Jakarta, SI Units : Tabel Konversi
Sisten Satuan SI – Konvensional dan Nilai Rujukan Dewasa – Anak Parameter
Laboratorium Klinik, Jakarta, 2004.
4. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi
Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
5. The Royal College of Pathologists of Australasia, Manual of Use and Interpretation of
Pathology Test, Griffin Press Ltd., Netley, Australia, 1990.

Gangguan Faal (Fungsi) Hati Yang Sering Ditanyakan


Oleh Penderita
Oleh : Prof. dr. Suwandhi Widjaja, Sp.PD, Ph.D 

Penderita sering memperlihatkan kepada dokter hasil laboratorium yang mencatat adanya gangguan
faal hati, kemudian meminta penjelasan dari hasil laboratorium bahkan memohon pengobatan atas
gangguan faal hati tersebut.
Sebagai seorang dokter klinis kita tidak boleh lupa bahwa pertanyaan penderita itu sebenarnya
mengacu pada diagnosis penyakit saya itu apa sebenarnya! Untuk bisa menjawab pertanyaan tadi
dengan jitu, kita harus mengetahui bagaimana riwayat penyakitnya, simptomatologi serta riwayat
yang relevan dengan kondisi klinisnya. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan, termasuk obat
tradisionil, eksposisi dengan zat kimia/makanan juga perlu diperhatikan. Permeriksaan fisik untuk
mencari tanda penyakit hati kronis seperti palmar erithema, jaundice, spider nevi dansebagainya
sangat membantu dalam menganalisis hasil laboratorium tadi. Harus diingat bahwa kelainan faal
hati, dapat juga dijumpai pada penyakit-penyakit lain diluar penyakit hati, misalnya penyakit
kelenjar thyroid, payah jantung dan payah ginjal. Karena itu, kita memerlukan pemeriksaan
penunjang lainnya sehingga dapat memberikan kesimpulan dari hasil laboratorium tadi. 
Faal Hati yang sesungguhnya.
Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian kanan atas. Organ
ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari semua metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah,
kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat vital. Selain itu, juga merupakan tempat
pembentukan dan penyaluran asam empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran
(degradasi) hormon-hormon steroid seperti estrogen. 
Pada jaringan hati, terdapat sel-sel Kupfer, yang sangat penting dalam eliminasi organisme asing
baik bakteri maupun virus. Karena itu untuk memperlihatkan adanya gangguan faal hati, terdapat
satu deretan tes yang biasanya dibuat untuk menilai faal hati tersebut. Perlu diingat bahwa semua
tes kesehatan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang berlainan, maka interpretasi dari hasil
tes sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Tes Faal Hati       
Karena faal hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal hatipun beraneka ragam sesuai
dengan apa yang hendak kita nilai.
Untuk fungsi sintesis seperti protein, zat pembekuan darah dan lemak biasanya diperiksa albumin,
masa protrombin dan cholesterol. Fungsi ekskresi/transportasi, diperiksa bilirubin, alkali fosfatase.
∂-GT. Kerusakan sel hati atau jaringan  hati, diperiksa SGOT(AST), SGPT(ALT). Adanya
pertumbuhan sel hati yang muda (karsinoma sel hati), alfa feto protein. Kontak dengan virus
hepatitis B yaitu; HBsAg, AntiHBs, HBeAg, anti HBe, Anti HBc, HBVDNA, dan virus hepatitis C yaitu;
anti HCV, HCV RNA, genotype HCV. 
Secara umum ada 2 macam gangguan faal hati.
1.      Peradangan umum atau peradangan khusus di hati yang menimbulkan kerusakan jaringan atau
sel hati.
2.      Adanya sumbatan saluran empedu. 
Aneka macam hasil tes faal hati yang terganggu.
        Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan virus
hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea,
astheniadan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta ∂-GT
antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama dan bilirubin
dapat meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat.  (lihat table 1) 
        Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal hati
seperti Bilirubindirect/indirect dapat meningkat biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis
kolestatik,bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai
normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis
kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila terjadi hepatitis
fulminan maka rasio albumin globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang ( lihat
tabel2)
        Tes faal hati pada sumbatan saluran empedu. Bilirubin direct/indirect dapat tinggi sekali (>20
mg%), terutama bila sumbatan sudah cukup lama. Peningkatan SGOT dan SGPT biasanya tidak
terlalu tinggi, sekitar kurang dari 4 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat sekali dapat
lebih dari 5 kali nilai normal. Kolesterol juga meningkat  (lihat table 3). 
        Tes faal hati pada perlemakan hati (fatty liver). Albumin/globulin dan Bilirubin biasanya masih
normal. SGOT dan SGPT meningkat sekitar 2 sampai 3 kali nilai normal demikian juga ∂-GT
danalkalifosfatase meningkat sekitar ½ sampai 1 kali dari nilai normal . Kadar triglyserida dan
kolesterol juga terlihat meninggi. Kelainan ini sering pada wanita dengan usia muda/pertengahan,
gemuk dan biasanya tidak ada keluhan atau mengeluh adanya perasaan tak nyaman pada perut
bagian kanan atas. Pada kasus perlemakan hati yang primer maka semua pertanda hepatitis C
harus negatif. (lihat tabel 4)
Adanya pertanda hepatitis virus dalam darah penderita. 
        Penderita hepatitis A akut atau baru sembuh dari hepatitis A, ditandai dengan IgM anti HAV
yang positif. Sedang IgG anti HAV positif sering ditemukan pada anak atau orang dewasa dari
negara berkembang dengan sanitasi lingkungan yang jelek. Ini menandakan penderita pernah
terinfeksi virus hepatitis A dimasa lalu. Karena itu prevalensi IgG HAV dapat dipakai sebagai indeks
sanitasi lingkungan suatu negara.
Sembuh dari infeksi Hepatitis B, ditandai dengan menghilangnya HBsAg dan timbulnya anti HBs.
Sedang IgM Anti HBc pos, berarti baru (recent) terinfeksi dengan hepatitis B. 
Hepatitis B yang menahun.
1.      Hepatitis kronis fase replikatip/toleran. Ditandai dengan HBsAg+, HbeAg+, HBVDNA+
( kuantitatif dapat >105 copy/ml). Tapi Faal hatinya normal.
 
2.      Hepatitis kronis reaktif aktif (necro-inflamatory stage). Ditandai dengan HBsAg+, HBeAg+,
HBVDNA+ (kuantitatif dapat >105 copy/ml). Tapi Faal hati nya Abnormal, terutama SGOT/PT
tinggi (>3X nilai normal), albumin/globulin biasanya masih normal, bilirubin dapat menigkat
sedikit (< dari 3 mg%)
 
3.      Hepatitis khronis B mutant. Disini HBsAg+, HBeAg negatif, tetapi anti HBe+,  dan HBV DNA+.
Liver fungsinya terganggu. Biasanya penderita ini, mempunyai penyakit hati yang lebih berat.
 
4.      Hepatitis inaktif/integratif. HBsAg+, Anti HBe+, HBV DNA negatif atau dibawah < 10 3 copy/ml
dan faal hatinya normal.
 
5.      Sirosis hati B, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat (< dari 5 mg%), SGOT>
SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT
dapat normal. HBsAg+, HBeAg/anti HBe  dapat  positif. HBV-DNA seringnya sudah negatif.
Hepatitis C
1.      Sembuh dari hepatitis C, ditandai dengan anti HCV+, HCV-RNA – (negatif), faal hati yang
normal.
2.      Hepatitis C kronik, ditandai dengan Anti HCV+, HCV-RNA +,  faal hati sebagian terbesar
terganggu, tapi bisa normal pada sebagian kecil penderita.
3.      Sirosis hati C, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat( < dari 5mg%), SGOT >
SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT
dapat normal. Anti HCV dan HCV-RNA positif.
Genotype hepatitis. 
Pada hepatitis B ada 8 genotipe dan diberi nama abjad A sampai dengan H. Di Indonesia terutama
genotipe B dan C. Hepatitis C ada 6 genotipe dan diberi nama angka 1 sampai 6. Dalam satu
genotipe ada dibagi lagi menjadi sub-genotipe dan tambahan huruf kecil dari a sampai c. Di
Indonesia yang terbanyak adalah genotipe 1b. (> 65%)
Kelainan faal hati yang tidak specific 
          Hal ini biasanya terjadi pada penderita penyakit hati yang telah mempengaruhi fungsi dari
organ lain seperti ginjal, paru jantung dsb. Dalam hal seperti ini, gambaran klinis serta pemeriksaan
penunjang seperti USG, CT scan dan ERCP (Endoscopy Retrograde Cholangio Pancreatography) atau
bahkan biopsi hati biasanya diperlukan untuk menegakan diagnosisnya.
Hasil laboratorium faal hati yang normal pada penderita penyakit hati yang menahun. 
          Penderita kronik hepatitis B pada yang fase replikatif, inaktif/integratif sering menunjukan
hasil laboratorium yang normal. Juga pada penderita hepatitis C (dengan HCV-RNA+), juga dapat
menunjukan tes faal hati yang normal. Pada penderita sirosis hati yang kompensata juga sering
mempunyai tes faal hati yang normal. Pada sirosis hati yang sudah lanjut sering kita mendapatkan
kadar SGPT/SGOT normal, hal ini terjadi karena jumlah sel hati pada sirosis berat sudah sangat
kurang sehingga kerusakan sel hati relatif sedikit. Tapi kadar bilirubin akan terlihat meninggi dan
perbandinganalbumin/globulin akan terbalik. Bila kita cermati lebih teliti maka kadar SGOT akan
lebih tinggi SGPT.
Pelaporan hasil petanda hepatitis virus secara kuantitatif dan kualitatif.
1.      Hepatitis B. 
Pemeriksaan kualitatif selalu lebih sensitif dari pada pemeriksaan kuantitatif. Cara pemeriksaan
kuantitiatif hepatitis B dikerjakan dengan bermacam cara dan tiap cara mempunyai sensitivitas
tertentu dan juga pelaporannya dapat memakai satuan tertentu. Lihat tabel 5. Hasil kuantitiatif
hepatitis B diatas 105 copy/ml dianggap batas untuk diobati.
2.      Hepatitis C. 
Juga pemeriksaan kualitatif lebih sensitif dari kuantitatif. Ada bermacam cara pemeriksaan
kuantiatif HCV dan mempunyai rentang sensitivitas yang berbeda. Hasil kuantitatif dari 1 cara
pemeriksaan kuantitatif HCV,  tidak dapat disamakan hasilnya dengan pemeriksaan HCV dengan
cara yang lain.Tabel 6
Penyakit yang jarang tapi menunjukan gangguan  faal hati

Penyakit thyroid/kelenjar gondok.
Penyakit hati auto immune (AIH)
Wilson disease
Alpha-1-antitrypsisn deficiency
Celiac disease
Muscle disorders

You might also like