You are on page 1of 76

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bermunculannya para kompetitor baru dalam persaingan bisnis perbankan,

mengakibatkan posisi tidak aman bagi setiap perusahaan yang telah ada sebelumnya.

Untuk dapat menjaga kontinuitas usahanya, masing-masing perusahaan harus mampu

menciptakan strategi inovatif dalam menentukan langkah-langkah menggebrak pasar,

salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas layanan yang nantinya diindikasikan

berdampak pada kepuasan nasabah bahkan mendorong mereka merekomendasikan pada

rekannya untuk memakai produk atau jasa perusahaan. Pelayanan adalah faktor kunci

untuk menandakan kesuksesan sebuah bank, Namun memberikan pelayanan yang baik

tidak semudah menyediakan fasilitas-fasilitas bank. Untuk dapat memberikan pelayanan

yang baik diperlukan perhatian yang detail untuk setiap unsur-unsur yang berhubungan

dengan kontak nasabahnya.

Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi

mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh

diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan berkembang, Persaingan yang semakin

ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah lembaga penyedia jasa/layanan untuk selalu

memanjakan konsumen/pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik.

1
Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa dari perusahaan

yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003). Namun

dalam penyaluran layanan jasa, terkadang terjadi gap antara persepsi dan harapan

konsumen. Kesenjangan inilah yang merupakan faktor krusial penyebab tidak

terpenuhinya kepuasan konsumen dan diindikasikan berdampak pada Word of Mouth

negatif.

Gummesson (dalam Tjiptono dan Chandra, 2005) menekankan bahwa jasa

merupakan sesuatu yang bisa dipertukarkan namun kerapkali sulit dialami atau dirasakan

secara fisik. Sejalan dengan itu, Kotler (2003) menyatakan jasa adalah setiap tindakan

atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada

esensinya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya

dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik. Ada empat karakteristik jasa

yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasarannya, yaitu tidak berwujud,

tidak terpisahkan, bervariasi, dan mudah lenyap. Ada dua pihak yang terlibat dalam

proses jasa/pelayanan, yaitu penyedia layanan (pelayan) dan konsumen (yang dilayani).

Menurut Wahyuddin dan Muryati (2001), dalam pelayanan yang disebut konsumen

(customer) adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh

organisasi atau petugas dari organisasi pemberi layanan tersebut.

Banyak akademisi dan peneliti yang sepakat bahwa kepuasan pelanggan

merupakan ukuran spesifik untuk setiap transaksi, situasi atau interaksi (encouter) yang

bersifat jangka pendek, sedangkan kualitas jasa merupakan sikap yang dibentuk dari

evaluasi keseluruhan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang (Parasuraman, et

al., 1985; Hoffman & Bateson, 1997).

2
Bisnis perbankan merupakan bisnis jasa yang berdasarkan pada asas kepercayaan

sehingga masalah kualitas layanan menentukan dalam keberhasilan usaha. Kualitas

layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang

diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service)

(Kotler, 2000).

Perusahaan perbankan merupakan jenis perusahaan jasa dimana kontak dengan

pelanggan sangatlah besar, karyawan dapat berfungsi sebagai pelengkap dari usaha-usaha

promosi perusahaan. Mengingat karyawan yang berperan intens dalam proses transfer

jasa untuk mengkomunikasikan benefits atau manfaat jasa, tentunya disertai upaya untuk

membentuk persepsi yang baik terhadap kualitas jasa yang diberikan yang nantinya

diharapkan berdampak pada kepuasan pelanggan dan word of mouth positif.

Dengan melakukan suatu survey nasabah yang berhubungan dengan kualitas jasa

pelayanan setiap bank akan dapat mengetahui dengan jelas bagian mana saja yang

memerlukan perbaikan dan peningkatan yang pada akhirnya akan meningkatkan atau

membangun hubungan dengan pelanggan (customer relationship), menciptakan

kebertahanan pelanggan (customer retention), menghasilkan pelanggan rujukan

(customer referral) dan memperoleh perbaikan pelanggan (customer recovery).

Berkaitan dengan hal tersebut perlulah dilakukan suatu study mengenai kualitas

jasa yang dipersepsikan oleh nasabah. Mendengar apa yang diinginkan konsumen

merupakan hal yang penting dalam memformulasikan strategi pemasaran perusahaan

(Kertajaya, 2000)

3
Secara khusus penulis memilih PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk cabang

Padang sebagai objek penelitian karena BNI 46 merupakan salah satu Badan Usaha Milik

Negara yang mendapatkan kepercayaan dari banyak nasabahnya dan merupakan salah

satu perusahaan perbankan yang memiliki manajemen yang baik, serta meraih banyak

penghargaan atas komitmen dan pelayanan yang diberikan. Penelitian ini mengamati

hubungan kualitas pelayanan yang diberikan terhadap kepuasan konsumen (nasabah)

dan keinginan mereka untuk merekomendasikan BNI 46 cabang Padang pada rekan

mereka yang lain. Hal ini penting sebagai acuan dalam pembenahan pelayanan agar dapat

memberikan kepuasan optimal dan meningkatkan profitabilitas perusahaan.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah membatasi ruang lingkup penelitian agar lebih terfokus pada

faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan sehingga ulasan menjadi spesifik.

Berdasarkan banyaknya permasalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Dimensi-dimensi apa yang perlu diprioritaskan dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan?

2. Bagaimana pengaruh kualitas jasa yang diberikan pihak BNI 46 cabang Padang

terhadap kepuasan nasabahnya?

3. Bagaimana pengaruh kualitas jasa yang diberikan pihak BNI 46 terhadap word of

mouth nasabah?

4
1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian berdasarkan perumusan masalah diatas adalah:

1. Mengetahui dimensi-dimensi yang perlu diprioritaskan dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Melihat pengaruh kualitas jasa yang diberikan pihak BNI 46 cabang Padang

terhadap kepuasan nasabahnya.

3. Mengetahui pengaruh kualitas jasa yang diberikan pihak BNI 46 cabang Padang

terhadap word of mouth nasabahnya.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yan dilakukan, diperoleh berbagai manfaat yang diharapkan

berguna bagi berbagai pihak.

Manfaat bagi penulis:

- Sebagai masukan pengetahuan bagi penulis tentang kualitas layanan perbankan.

- Memperluas wawasan penulis dari penerapan ilmu yang telah diperoleh dalam

perkuliahan.

Manfaat bagi perusahaan:

- Memberi masukan pada perusahaan dalam menyusun strategi bersaing industri

perbankan.

- Sebagai acuan bagi perusahaan untuk mengembangkan kualitas layanan jasa

berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan.

5
Manfaat bagi akademisi

- Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kualitas

dan kinerja bank dalam menentukan tingkat kepuasan nasabahnya.

- Memberikan referensi yang berguna tentang pemenuhan kualitas layanan jasa

perbankan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk meneliti hubungan service quality yang dilakukan

Bank Negara Indonesia cabang Padang, terhadap kepuasan dan keinginan nasabahnya

untuk merekomendasikan bank tersebut (word of mouth) .

Penelitian ini dilakukan di wilayah padang, Sumatera Barat dengan objek

penelitian adalah responden yang menjadi nasabah BNI 46 cabang Padang.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam peneltian ini terdiri dari 6 bab yang saling berkaitan,

bab-bab tersebut terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai masalah yang melatar belakangi penelitian, rumusan

masalahnya, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan

melalui studi literatur, yang akan digunakan sebagai kerangka yang

6
bersumber dari buku-buku, dan informasi terkait yang didapat dari media

elektronik.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang membahas mengenai

tahapan-tahapan diantaranya lokasi penelitian, sampel dan populasi,

instrument penelitian, operasional variabel, pengukuran variabel, metode

pengumpulan data, dan pengolahan data untuk keperluan pembahasan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan gambaran umum tentang analisis tehadap hasil pengolahan

data-data yang diperoleh serta pembahasan terhadap hasil pengolahan data

tersebut.

BAB V PENUTUP

Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan-kesimpulan dari

penelitian-penelitian yang dilakukan beserta saran yang dipergunakan

untuk perbaikan selanjutnya.

7
Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pemasaran Jasa

Bisnis dan pemasaran pada saat ini mengalami pergeseran, dari sebelumnya

berorientasi pada sektor manufaktur ke arah orientasi yang lebih luas dengan melibatkan

pula aspek jasa atau layanan (Tjiptono dan Chandra, 2005). Peran pemasaran jasa

semakin diakui seiring dengan perubahan orientasi bisnis, konsep jasa pun kian banyak

diadopsi berbagai organisasi baik pemanufakturan maupun organisasi jasa seperti

perbankan.

Gronroos (2000) menegaskan bahwa setiap perusahaan (pemanufaktur maupun

organisasi jasa, beroperasi dalam pasar konsumen maupun pasar industrial) perlu

mempertimbangkan persepsi jasa (service perspective) dalam strategi bersaingnya.

Kini sektor jasa berperan signifikan dalam perekonomian dunia. Di negara maju

seperti Amerika Serikat, sektor jasa berkontribusi terhadap sekitar 80% Produk Domestik

Bruto(PDB) dan lebih dari 50% total pengeluaran konsumen dibelanjakan untuk jasa

(Clark & Rajaratnam, 1999; Etzel et al, 2001)

8
Gronroos (2000) mendefinisikan jasa yang berorientasi pada aspek proses atau

aktivitas:

”Jasa adalah proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas intangible yang

biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan

karyawan jasa atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa,

yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”

Secara garis besar klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria pokok

(Lovelock, 1987):

1. Segmen pasar

2. Tingkat Keberwujudan

3. Keterampilan penyedia jasa.

4. Tujuan organisasi jasa.

5. Regulasi.

6. Tingkat Intensitas karyawan

7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan.

Jasa memiliki empat karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan

berdampak pada strategi mengelola dan memasarkanya, keempat karakteristik tersebut

dinamakan paradigma IHIP (Lovelock dan Gummesson, 2004) :

1. Intangibility

jasa merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance)

atau usaha (Berry, 1980).

2. Heterogeneity/Varibility/Inconsistency

bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output Inseparability

9
3. Perishability

Artinya jasa merupakan komuditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan

untuk pemakaian ulang diwaktu datang, dijual kembali, atau dikembalikan

(Edgett dan Parkonson, 1993)

Penambahan elemen layanan berpeluang untuk memperkokoh relasi dengan nasabah,

cara yang dapat ditempuh antara (Tjiptono dan Chandra, 2005):

• Mengembangkan jasa/layanan baru.

• Mengaktifkan elemen jasa/layanan yang sudah ada namun cenderung bersifat

tersembunyi (hidden services) dalam relasi bisnis.

• Mengubah komponen barang menjadi elemen jasa dalam relasi pelanggan.

• Value-driven leadership.

• Strategic focus.

• Excutional excellence.

• Control of destiny.

• Trust-based relationship.

• Investment in employee success.

• Acting small.

• Brand cultivation.

• Generosity.

10
2.1.2 Kualitas Jasa ( Service Quality )

Kotler (2000) mengatakan bahwa kualitas adalah keseluruhan dari ciri serta sifat

dari produk atau pelanggan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan

kebutuhan yang dinyatakan tersirat.

Kualitas jasa berkontribusi pada peningkatan daya saing berkesinambungan bagi

organisasi. Dalam bisnis jasa, sikap dan layanan karyawan merupakan elemen krusial

yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas jasa yang dihasilkan dan dipersepsikan

pelanggan.

Dalam bisnis jasa terdapat beberapa dimensi yang dapat diterapkan, Beberapa

para ahli mengemukakannya dengan versi yang berbeda, masing-masing teori relevan

untuk konteks tertentu. Salah satu diantara dimensi kualitas jasa yang paling populer dan

sering dipakai dalam penelitian adalah metode yang dikemukakan oleh Parasuraman,

Zeithaml & Berry (1988), mereka mengemukakan lima dimensi utama kualitas jasa yang

disususun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya, dimensi-dimensi tersebut

diantaranya:

1. Reliabilitas (reliabilility), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa melakukan kesalahan

apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya tanggap (responsiveness), berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan para

karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka,

serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan

jasa secara cepat.

11
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan yang mampu menumbuhkan

kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan

rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan

selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang

dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.

4. Empati (empathi), berarti perusahaan memahami masalah pelanggannya dan

bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal

kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

5. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan

dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

Kelima dimensi yang disebut SERVQUAL ini merupakan suatu model dan standar

format daftar pertanyaan untuk mengetahui persepsi konsumen dan evaluasi atas berbagai

jenis jasa dan penyedia jasa. Instrumen SERVQUAL digunakan untuk memperoleh

opini-opini responden tentang apa yang seharusnya penyedia jasa lakukan (harapan

responden) dan yang benar-benar diberikan penyedia jasa (persepsi responden terhadap

kinerja perusahaan).

Model SERVQUAL dikembangkan dengan maksud untuk membantu para manajer

dalam menganalisis sumber masalah kualitas jasa dan memahami cara-cara memperbaiki

kualitas jasa (Tjiptono dan Chandra, 2005). Model ini diilustrasika pada gambar 2.1:

12
Gambar 2.1
Model Konseptual SERVQUAL

PELANGGAN
Komunikasi Pengalaman
Gethok Tular Masa Lalu
Kebutuhan Pribadi

Jasa Yang
Diharapkan

Gap 5

Jasa Yang
Dipersepsikan

PEMASAR
Gap 4
Penyampaian Komunikasi
Jasa Eksternal Kepada
Pelanggan

Gap 3

Spesifikasi
Gap 1 Kualitas Jasa

Gap 2

Persepsi Manajemen Atas


Harapan Pelangganggan

Sumber: Zeithaml, et al ,1990.

13
Garis putus-putus horizontal memisahkan dua fenomena utama: bagian atas

merupakan fenomena yang berkaitan dengan pelanggan dan bagian bawah mengacu pada

fenomena perusahaan atau penyedia jasa. Selain dipengaruhi pengalaman masa lalu,

kebutuhan pribadi pelanggan, dan komunikasi gethok tular, jasa yang diharapkan,

(ekspected service), juga dipengaruhi aktivitas komunikasi pemasaran perusahaan.

Sementara itu jasa yang dipersepsikan pelanggan (perceived service) merupakan hasil

dari serangkaian keputusan dan aktivitas internal perusahaan. Persepsi manajemen

terhadap ekspektasi pelanggan memandu keputusan menyangkut spesifikasi kualitas jasa,

yang harus diikuti perusahaan dan diimplementasikan dalam penyampaian jasa kepada

pelanggan. Pelanggan mengalami proses produksi dan penyampaian jasa sebagai

komponen kualitas berkaitan dengan proses (process-related quality) dan solusi teknis

yang diterima melalui proses tersebut sebagai komponen kualitas berkaitan dengan hasil

(outcome- related quality). Komunikasi pemasaran bisa mempengaruhi perceived service

dan ekspected service.

Lima gap utama yang digambarkan oleh Leonard L Berry, A. Pasuraman, dan

Valerie A. Zeithaml, merupakan penyebab kegagalan dalam penyampaian jasa.

digambarkan oleh Tjiptono dan Chandra (2005) sebagai berikut:

1. Gap 1, gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap).

Ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan

terhadap kualitas jasa secara tidak akurat.

2. Gap 2, gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan

spesifikasi kualitas jasa (standar gap). Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas

jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas.

14
3. Gap 3, Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap).

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak terpenuhi oleh kinerja dalam

proses produksi dan penyampaian jasa.

4. Gap 4, gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communications

gap). Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas

komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para

pelanggan.

5. Gap 5, Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service

gap). Hal ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa

yang diharapkan.

Kelima dimensi kualitas jasa utama yang dijabarkan ke dalam masing-masing atribut

rinci, dikemukakan oleh Parasuman, et al (1994). dapat dilihat secara rinci pada tabel 2.1

15
Tabel 2.1

Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL

No DIMENSI ATRIBUT
1. Reliabilitas 1. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan.
2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa
pelanggan.
3. Menyampaikan jasa secara benar sejak pertama
kali.
4. Menyampaikan jasa sesuai waktu yang dijanjikan.
5. Menyimpan catatan atau dokumen tanpa
kesalahan.
2. Daya Tanggap 6. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian
waktu penyampaian jasa.
7. Layanan yang segera atau cepat bagi pelanggan.
8. Kesediaan untuk membantu pelanggan.
9. Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan.
3. Jaminan 10. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan.
11. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu
melakukan transaksi.
12. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.
13. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan
pelanggan.
4. Empati 14. Memberikan perhatian individual kepada para
pelanggan.
15. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara
penuh perhatian.
16. Sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan
pelanggan.
17. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan.
18. Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman.
5. Bukti fisik 19. Peralatan modern.
20. Fasilitas yang berdaya tarik visual.
21. Karyawan yang berpenampilan rapi dan
profesional.
22. Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya
tarik visual.
Sumber: Diadaptasi dari Parasuman, et al. (1994)

16
Setiap perusahaan harus benar-benar memahami sejumlah faktor potensial yang bisa

menyebabkan buruknya kualitas jasa, Tjiptono dan Chandra (2005) mengungkapkan

beberapa diantaranya:

1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan.

Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa diproduksi

dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Hal ini kerapkali membutuhkan kehadiran

dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa. Konsekuensinya,

berbagai macam persoalan dan ketidaksesuaian bisa saja terjadi dalam interaksi

antara penyedia jasa dan pelanggan.

2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi.

Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula

menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang

dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: upah rendah,

kurangnya pelatihan, tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi, dan lain-lain.

3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai.

Karyawan front-line merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa. Agar

mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dari fungsi-

fungsi utama manajemen. Dukungan tersebut bisa berupa peralatan, pelatihan

keterampilan maupun informasi.

4. Gap Komunikasi.

Komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalin kontak dan relasi dengan

pelanggan. Bila terjadi gap komunikasi, maka bisa timbul penilaian atau persepsi

negatif terhadap kualitas jasa.

17
5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama.

Pelanggan merupakan individu unik dengan preverensi, perasaan dan emosi

masing-masing. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelanggan

bersedia menerima jasa yang seragam (standardized service). Pada umumnya

pelanggan lebih menginginkan jasa yang bersifat personal.

6. Perluasan atau pengembangan jasa secara berlebihan.

Tambahan secara berlebihan terhadap jasa yang telah ada, tidak berarti menambah

peluang pertumbuhan bisnis, tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah

seputar kualitas jasa. Seringkali pelanggan mengalami kebingungan membedakan

variasi penawaran jasa. Seringkali pelanggan mengalami kebingungan

membedakan variasi penawaran jasa. Situasi ini bisa dijumpai dalam jasa kartu

seluler, jasa perbankan, asuransi dan seterusnya.

7. Visi bisnis jangka pendek.

Visi jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang yang sedang dibentuk untuk

jangka panjang. Visi jangka pendek tersebut diantaranya, orientasi pada

pencapaian target penjualan dan laba tahunan, penghematan biaya sebesar-

besarnya, peningkatan produktivitas tahunan, dll.

18
Upaya penyempurnaan kualitas jasa berdampak signifikan terhadap budaya organisasi

secara keseluruhan, oleh karena itu faktor-faktor dalam peningkatan kualitas jasa

haruslah dipertimbangkan secara cermat. Ada delapan faktor-faktor utama dalam

penyempurnaan kualitas jasa yang diungkapkan oleh Tjiptono dan Chandra (2005),

faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa.

2. Mengelola ekspektasi pelanggan.

3. Mengelola bukti kualitas jasa.

4. Mendidik konsumen tentang jasa.

5. Menumbuh kembangkan budaya kualitas.

6. Menciptakan automating quality

7. Menindak lanjuti jasa.

8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa.

Kualitas harus direbut apabila ingin mempertahankan atau mendapatkan competitive

advantage dalam dunia persaingan yang hari demi hari semakin ketat. Dengan

mengetahui ukuraran service quality maka perusahaan diharapkan akan menciptakan

strategi-strategi agar kualitas jasa yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan

konsumen, dengan demikian perusahaan akan mampu meningkatkan daya saingnya.

19
Groonros yang dikutip oleh Tjiptono (1996) membagi komponen utama kualitas jasa

atas tiga bagian antara lain:

1. Technical Quality

Merupakan komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima

pelanggan. Parasuraman yang dikutip Tjiptono (1996) membagi komponen utama

kualitas jasa Technical Quality ini atas dua bagian, antara lain:

a. Search Quality

Merupakan kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli

atau mengkonsumsi suatu jasa.

b. Experience Quality

Merupakan kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan.

2. Functional Quality

Adalah komponen kualitas jasa yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian

jasa tersebut.

3. Coorporate Image

Merupakan profil, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

Mengacu pada teori-teori diatas maka konsep kualitas jasa merupakan suatu daya

tanggap dari jasa yang diharapkan pelanggan terhadap jasa yang diberikan perusahaan.

Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi

pelanggan (Kotler, 1997). Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan

persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan persepsi pelanggan.

20
2.1.3 Pemasaran Berorientasi Pelanggan.

Banyak konsep yang dicetuskan para ahli ekonomi yang pada intinya menekankan

pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini (current customers) sebagai cara yang lebih

efektif untuk membangun bisnis yang profitable. Mereka mencetuskan pentingnya

custumer lifetime value, di mana semakin lama sebuah perusahaan mampu

mempertahankan seorang pelanggan, semakin profitable pelanggan tersebut bagi

perusahaan. Tjitono dan Chandra (2005) mengungkapkan bahwa semakin lama seseorang

pelanggan membeli produk atau jasa dari perusahaan tertentu, semakin tergantung

pelanggan tersebut pada produk dan jasa bersangkutan, serta semakin kecil kemungkinan

pelanggan tersebut tergoda untuk beralih keperusahaan lain yang menawarkan harga yang

lebih murah. Selain itu, seiring dengan peningkatan loyalitas pelanggan, mereka yang

loyal juga berpeluang menjadi media promosi bagi perusahaan bersangkutan, dengan cara

menyebarluaskan komunikasi gethok tular positif yang mendorong teman, saudara

maupun rekan kerjanya untuk membeli produk atau jasa dari perusahaan yang sama.

Kotler et al (2002) menyebutkan enam alasan mengapa suatu institusi perlu

mendapatkan loyalitas pelangganya:

1. Pelanggan loyal akan memberi keuntungan besar pada konstitusi.

2. Biaya untuk mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar.

3. Pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya

juga dalam urusan lainnya.

4. Biaya operasi institusi menjadi efisien jika memiliki banyak pelanggan loyal.

5. Pelanggan lama telah memiliki banyak pengalaman positif dengan institusi.

6. Pelanggan loyal akan selalu membela institusi.

21
Perhatian dan upaya pemasaran yang difokuskan pada pelanggan saat ini adalah

untuk memaksimumkan kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa yang dihasilkan.

Tjiptono dan Chandra (2005) menguraikan beberapa langkah perusahaan dalam

memasarkan produk yang berorientasi pelanggan:

• Relationship Marketing

Berry (1983) mendefinisikan relationship marketing sebagai “menarik,

mempertahankan, dan meningkatkan relasi pelanggan”.

Banyak para ahli yang mengemukakan bahwa melayani dan menjual produk atau jasa

pada pelanggan yang telah ada sama pentingnya dengan mendapatkan pelanggan baru.

Dalam paper klasiknya Berry (1983) mengemukakan lima strategi utama RM yang bisa

digunakan secara simultan:

- Core service strategi, yakni merancang dan memasarkan jasa inti (core service)

yang bisa mendasari bertumbuhnya relasi pelanggan.

- Relationship customization, yaitu mengadaptasi jasa atau layanan yang

ditawarkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik pelanggan

individual.

- Service augmentation, yakni menambahkan layanan-layana ekstra pada jasa

utama untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dari penawaran para pesaing.

- Relationship pricing, yaitu menggunakan harga sebagai insentif untuk menjalin

relasi jangka panjang.

- Internal Marketing, yakni menciptakan iklim organisasi yang bisa memastikan

bahwa staf layanan yang tepat menyampaikan jasa secara tepat.

22
Relationship marketing menyebabkan adanya kerjasama berupa hubungan

mutualisme antara pelanggan dan perusahaan, sehingga pelanggan merasa mempunyai

keterikatan pada produk atau jasa yang dihasilkan, hal inilah yang secara otomatis

menimbulkan loyalitas pada pelanggan.

• Aftermarketing

Vavra (1994) menekankan pentingnya aktivitas pemasaran dan komunikasi setelah

pembelian, khusunya dalam rangka memberikan after-purchase reassurance (agar

konsumen yakin bahwa keputusan yang dilakukannya benar-benar bijaksana) dan

membangun loyalitas merek.

Menurut Vavra, after marketing bisa dicapai melalui tujuh aktivitas spesifik:

1. Membentuk dan memperbarui Custumer Information File (CIF)

2. Menyususn “cetak biru” kontak pelanggan (service blue printing).

3. Menganalisis setiap balikan dari pelanggan, baik itu berupa kritik, saran, maupun

keluhan pelanggan.

4. Melakukan survei kepuasan pelanggan secara rutin.

5. Memformulasikan dan mengelola progaram pemasaran terintegrasi.

6. Menyelenggarakan program atau event pelanggan.

7. Mengidentifikasi dan merebut kembali para mantan pelanggan (lost customers).

23
2.1.4 Pengertian dan Konsep Kepuasan Pelanggan.

Perusahaan banyak menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan

pelanggan, salah satunya adalah memastikan kualitas produk dan jasa mereka memenuhi

hararapan konsumen. Pemenuhan harapan akan menciptakan kepuasan bagi konsumen,

oleh karena itu kepuasan pelanggan menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan

manajemen. Organisasi bisnis dan non bisnispun berlomba-lomba mencanangkannya

sebagai tujuan strategiknya. Kotler menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah

tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan

dibandingkan dengan harapannya, sedangkan wilkie mendefinisikan kepuasan pelanggan

sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu

produk atau jasa (Tjiptono, 1997).

Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa kepuasan merupakan tingkat perasaan

konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Menurut

Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan

yang puas. Kadang kala konsumen membandingkan kinerja produk aktual dengan

ekspektasi pra pembelian. Tjiptono (2005) menyatakan apabila kinerja aktual lebih besar

atau sama dengan ekspektasi, maka pelanggan akan puas. Sebaliknya, jika kinerja aktual

lebih rendah dibandingkan ekspektasi, maka konsumen akan tidak puas.

24
Santos dan Boote (2003) mengidentifikasi empat tipe keadaan afektif purna beli

dalam tabel 2.2 dan tabel 2.3

Tabel 2.2
Mengidentifikasi Empat Tipe Keadaan Afektif Purna Beli

Ekspektasi/ Cognition
Situasi Afektif
Persamaan Performance

AP>EP Diskonfirmasi Positif Delight

AP>EP Diskonfirmasi Positif


Kepuasan

Delight/acceptable
Positive
/
ZOI Indifference AP=EP Simple Confirmation
Kepuasan/ketidak
puasan

Negative Indifference
AP<EP Diskonfirmasi Negatif Acceptance

Diskonfirmasi Negatif Ketidakpuasan


AP< EP

Catatan : AP = Perceived Actual Performance; EP= Ekspected Performance; ZOI=

Zone of Indifference.

Sumber : Santos & Boote (2003)

25
Tabel 2.3
Keadaan Afektif dan Hierarki Ekpektasi

KONDISI DEFINISI KONDISI AFEKTIF DALAM HAL ZONE OF


AFEKTIF BATAS-BATAS EKSPEKTASINYA INDIFFERENCE
Delight Diantara ideal dan desired Di luar
Kepuasan Di antara desired dan predicted Di dalam
Acceptance Diantara predicted dan minimum tolerable Di dalam
Ketidakpuasan Diantara minimum tolerable dan worst imaginable Di luar
Sumber: Santos dan Boote (2003)

(Engel,1990; Dikutip dari Tjiptono dan Chandra 2005) mengartikan kepuasan

sebagai evaluasi purna beli, dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan

ketidak puasan pelanggan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan

pelanggan.

Kepuasan pelanggan harus selalu dijaga dan ditingkatkan, hal ini penting karena

berkaitan dalam pembentukan kepercayaan dan reputasi perusahaan dimata pelanggan.

Hal inilah yang nantinya dapat membentuk loyalitas pelanggan terhadap perusahaan.

Untuk menjaga kepuasan pelanggan tersebut, maka salah satu hal yang harus

diperhatikan adalah dengan memberikan pelayanan jasa optimal terhadap para

pelanggannya.

Ketidakpuasan konsumen terhadap suatu jasa pelayanan karena tidak sesuai

dengan yang diharapkan dapat berdampak negatif terhadap keberhasilan jasa pelayanan

tersebut (Engel, 1995; dikutip dari Tjiptono dan Chandra, 2005 ). Perusahaan banyak

menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan konsumennya, salah satunya adalah

memastikan kualitas produk dan jasa memenuhi harapan konsumen.

26
Pemenuhan harapan akan menciptakan kepuasan bagi konsumen. Kotler (1996)

mengungkapkan prilaku yang terjadi sebagai dampak dari terpenuhinya harapan

konsumen:

1. Melakukan pembelian ulang.

2. Mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain.

3. Kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing.

4. Membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama.

Kepuasan konsumen merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan

konsumen baik dari segi dana maupun sumber daya manusia (Schnaars, 1991).

Beberapa strategi yang dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan

pelanggan adalah:

• Relation Marketing (Mc Kenna, 1991) yaitu strategi dimana transaksi

pertukaran antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah

penjualan selesai. Relationship marketing berdasar pada :

1. Fokus customer retention

2. Orientasi manfaat produk

3. Orientasi jangka panjang

4. Layanan pelanggan yang sangat diperhatikan dan ditekankan

5. Komitmen terhadap konsumen yang sangat tinggi.

6. Kualitas yang merupakan perhatian sangat tinggi.

27
• Strategi Supervisor Customer Service (Schnaars, 1991)

Strategi ini menawarkan strategi yang lebih baik daripada pesaing.

Perusahaan atau organisasi yang menggunakan strategi ini harus harus memiliki

dana yang cukup besar dan kemampuan SDM yang unggul, serta memiliki usaha

yang gigih agar tercipta suatu pelayanan yang menawarkan customer service yang

lebih baik akan membebankan harga yang lebih tinggi daripada produk atau jasa

yang dihasilkan.

• Strategi Unconditional Guarantees (Hart, 1998) atau extra ordinary

guarantees.

Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan konsumen

yang akhirnya menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa

dan kinerja perusahaan.

• Strategi penanganan keluhan yang efisien (Schnaars, 1991).

memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengubah konsumen yang

tidak puas (unsatisfied customer) menjadi konsumen yang puas (satisfied

customer) terhadap produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan.

Pelanggan kerapkali tidak memahami apa yang bisa diharapkan atau bahkan keliru

mempersepsikan aspek-aspek yang dapat diharapkan dari sebuah jasa. Karena kualitas

jasa dan kepuasan pelanggan ditentukan oleh kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi

ekspektasi pelanggan. Ekspektasi pelanggan dibentuk dan didasarkan pada sejumlah

faktor, seperti pengalaman berbelanja dimasa lalu, opini teman dan kerabat, serta

informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaingnya (Kotler, et al., 2004). Mudia

28
dan Cottam (1999) menggambarkan penyebab utama tidak terpenuhinya ekspektasi

pelanggan pada gambar 2.2:

Gambar 2.2
Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Ekspektasi Pelanggan

Pelanggan Keliru
Mengkomunikasikan Jasa
yang Diinginkan

Pelanggan Keliru Ekspektasi Kinerja Buruk Karyawan


Menafsirkan Sinyal (Harga, tidak Perusahaan jasa
Positioning, dll.) terpenuhi

Miskomunikasi Miskomunikasi Penyedia


Rekomendasi Gethok Tular Jasa oleh Pesaing.

Sumber: Cottam (1999)

Untuk tetap mempertahankan pelanggannya, penyedia jasa harus berupaya

maksimal dalam mengelola faktor-faktor penyebab tidak terpenuhinya ekspektasi

pelanggan diatas, diantaranya dengan membangun berbagai strategi dalam merespon tiap-

tiap faktor tersebut, sehingga pelanggan tidak terkecewakan.

29
2.1.5 Komunikasi Gethok Tular (Word of Mouth)

Peranan iklan dalam menilai kualitas jasa dapat dioptimalkan dengan melakukan

word of mouth, proses word of mouth akan semakin terpercaya bila berupa komentar

konsumen yang telah mengkonsumsi dan mengalami proses jasa (service delivery) jasa

tersebut (David h. Maister, 1997)

Word of mouth ( komunikasi gethok tular) menurut word of mouth Marketing

Association (WOMMA) dalam MIX 2007, adalah usaha pemasaran yang memicu

konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual

produk/merek kita kepada pelanggan lain. Sedangkan Khasali (2003) mengartikan word

of mouth sebagai sesuatu hal yang dibicarakan banyak orang. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa word of mouth merupakan pernyataan (secara personal maupun non

personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi penyedia jasa kepada

pelanggan. Word of Mouth biasanya lebih kredibel dan efektif, karena yang

menyampaikannya adalah orang-orang yang dapat dipercayai pelanggan, diantaranya

para ahli, teman, keluarga, rekan kerja dan publisitas media massa. Disamping itu, word

of mouth juga cepat diterima sebagai referensi, karena pelanggan jasa biasanya sulit

mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau dirasakannya sendiri (Tjiptono dan

Chandra, 2005). Percakapan yang terjadi diantara orang-orang tanpa disadari yang

memaparkan suatu produk atau jasa bisa menjadi suatu iklan gratis bagi suatu

perusahaan. Pemaparan tersebut bisa berupa image positif atau negatif dari pengalaman

yang dirasakan dalam mengkonsumsi suatu produk atau jasa, yang imbasnya akan

30
menimbulkan dampak signifikan terhadap produk dan jasa tersebut untuk dipilih oleh

para konsumen.

Khasali (2003), mengatakan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat mulut, yaitu

masyarakat yang lebih menggunakan mulutnya dalam berkomunikasi daripada tangan

dan matanya untuk menulis dan membaca. Menurut Global Consumer Study 2007 dalam

Putri (2007), menunjukan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran lima besar negara

dimana word of mouth dianggap iklan yang paling credible. Dari 47 negara didunia,

Indonesia menempati peringkat 3. diposisi pertama dan kedua ada Hongkong dan

Taiwan. Kemudian 5 besar lainnya juga negara Asia yaitu India dan Korea Selatan.

Masih berdasarkan survey, ternyata lima negara tersebut juga yang mengandalkan

rekomendasi dari orang lain mengenai suatu brand. Dari seluruh responden di dunia,

mayoritas menjawab bahwa rekomendasi dari konsumen lain adalah salah satu bentuk

iklan yang paling dipercaya.

Strategi word of mouth berkaitan erat dengan references group. Kelompok yang

dijadikan sumber referensi oleh konsumen ini terdiri dari teman-teman, tetangga,

perkumpulan dan keluarga. Dalam memutuskan membeli, konsumen biasanya

mengandalkan opini dari kelompok referensi daripada informasi dari iklan atau tenaga

penjual (Sumarmi, 2008).

Zeithaml & Bitner (2003) mengungkapkan strategi dalam word of mouth ini,

diantaranya:

• Mendorong word of mouth recommendation dalam periklanan dengan memanfaatkan

pemimpin opini (opinion leaders)

• Mengidentifikasi para influencer.

31
• Menggunakan insentif bagi para pelanggan saat ini untuk mendorong mereka agar

bersedia menyampaikan hal-hal postif mengenai jasa perusahaan.

Menurut Rosen (2000), menyatakan bahwa enam unsur yang harus dimiliki suatu

produk untuk menghasilkan word of mouth secara positif dan terus menerus diantaranya:

1. Poduk tersebut harus membangkitkan tanggapan emosional.

2. Produk atau merek tersebut harus memberikan efek sesuatu yang delight

atau excitement. Berarti produk harus mampu memberikan sesuatu yang melebihi

dari ekspektasi konsumen.

3. Produk tersebut harus mempunyai sesuatu yang dapat mengiklankan

dirinya sendiri atau memberikan inspirasi seseorang untuk menanyakan hal

tersebut.

4. Suatu produk menjadi lebih powerfull bila penggunanya banyak.

5. Produk tersebut harus compatible dengan produk lainnya, khususnya dapat

diaplikasikan di produk yang mengandalkan teknologi.

6. Pengalaman konsumen menggunakan produk pertama kali. Sekali

konsumen kecewa, mereka tidak akan menggunakan produk anda lagi dan mereka

akan bertindak seperti teroris.

Berdasarkan penelitian mengenai metode penciptaan word of mouth oleh

Diamond Management & Technologi Consultan dalam Mix (2007), terdapat beberapa

bentuk word of mouth antara lain:

1. Buzz marketing, menggunakan kegiatan hiburan atau berita yang bagus supaya

orang membicarakan brand kita.

32
2. Evangelist marketing, para penyebar berita (evangelist), pembicara atau

relawan yang menjadi pemimpin dalam penyebaran aktivitas secara aktif atas nama

anda.

3. Community Marketing, membentuk atau mendukung ceruk komunitas (niche

community) yang dengan senang hati membagi ketertarikan mereka terhadap brand,

menyediakan alat, konten, dan informasi untuk mendukung komunitas tersebut.

4. Conversation creation, iklan yang menarik atau e-mail lucu, hiburan untuk

memulai aktivitas WOM.

5. Influencer marketing, mengidentifikasi komunitas kunci dan opinion leader

yang dengan senang hati menciptakan produk dan mempunyai kemampuan untuk

mempengaruhi orang lain.

6. Cause Marketing, memberikan dukungan untuk program social melalui

pengumpulan dana untuk mendapatkan respek dan dukungan dari orang-orang yang

mempunyai concern yang sama dengan perusahaan.

7. Viral Marketing, menciptakan pesan yang menghibur dan informatif, yang

didesain untuk disebarkan secara eksponensial melalui media elektronik atau e-

mail.

8. Grassroots marketing, mengatur dan memotivasi relawan untuk terlibat secara

personal atau lokal.

9. Brand blogging, menciptakan blog dan berpartisipasi dalam blogsphere, dalam

semangat keterbukaan, komunikasi transparant, berbagi informasi nilai yang yang

mungkin dibicarakan komunitas blogs.

33
10. Product seeding, menempatkan produk yang tepat ditangan yang tepat, pada

waktu yang tepat pula, menyediakan informasi atau sample untuk individu

berpengaruh.

11. Referral program, menciptakan alat bagi pelanggan yang puas agar mereka

merekomendasikan produk yang sama pada teman-temannya.

Dalam dekade terakhir ini fenomena word of mouth tidak dapat dihindari para

pemasar, karena keberadaannya bisa membawa image negative atau positif terhadap

merek atau jasa. Pendapat Iput dalam Iput Says (2007), ketika seseorang konsumen

mengeluarkan uang untuk mengkonsumsi suatu produk atau jasa, ia secara langsung juga

mengkonsumsi sebuah experience, yang kemudian memberi efek persepsi, dan berakhir

pada suatu tingkat kepuasan emosional. Kepuasan emosional inilah yang menghasilkan

sebuah word of mouth, yang mungkin sering muncul tanpa sengaja, namun sebenarnya

bisa direncanakan dengan strategi yang tepat.

Sebenarnya implikasi word of mouth terhadap para pemasar antara lain mereka

akam terfokus pada kepuasan pelanggan. Menurut putri (2007), jika pelanggan puas

tentunya mereka akan mempromosikan word of mouth. Selain berfokus kepada kepuasan

pelanggan, pengelola juga bisa mengelola aktivitas word of mouth dengan cara-cara:

1. Conversation tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan dengan

suatu merek, baik pembicaraan offline maupun online.

2. Menciptakan komunitas dengan ketertarikan/bidang yang sama.

3. Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk bertindak

mewakili brand tersebut.

34
4. Memberikan pelayanan yang superior, sehingga menciptakan kepuasan

pelanggan.

5. Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan dan berhubungan dengan orang

lain melalui blog.

6. Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang besar pengaruhnya

dalam sebuah social network dan bekerjasama dengan mereka.

Word of mouth positif terbentuk dari kepuasan yang dialami konsumen setelah

mengkonsumsi produk, hal ini dapat menjadi suatu alternative promosi bagi perusahaan,

kepuasan yang dirasakan konsumen akan menimbulkan image positif terhadap produk,

sehingga tanpa diarahkan konsumen akan menceritakan pengalamannya kemana saja,

dimana saja dan kapan saja. Sebaliknya, word of mouth negative yang terbentuk dari

perasaan kecewa atau ketidakpuasan yang dirasakan konsumen, akan menjadi penyerang

untuk menjatuhkan image produk atau perusahaan.

2.1.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian tedahulu dilakukan oleh Arasli et al (2003), yaitu studi perbandingan

tentang kualitas pelayanan bank di Turki dan Yunani, yang menyimpulkan adanya

pengaruh positif yang signifikan dari service yang diberikan kedua bank tehadap

kepuasan konsumen, dan kepuasan konsumenlah yang mempengaruhi word of mouth

positif dari nasabah.

Sejalan dengan itu, penelitian Davidow (2003) tentang dampak WOM pada

responden mahasiswa Haifa University menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap proses

35
penanganan komplen meninmbulkan word of mouth positif dan melahirkan niat

pembelian ulang.

Ting (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Further Probing of Higher Order

In Satisfaction Construct: The Case of Banking Institution in Malaysia. Juga

mengungkapkan adanya hubungan positif antara kepuasan dan word of mouth.

Word of mouth juga berdampak besar dalam dunia kesehatan, Smoldth (1998)

dalam surveinya menemukan bahwa tujuh dari sepuluh orang dewasa mencari informasi

rumah sakit dari keluarga dan orang terdekat, dan 6 dari 10 orang memilih rumah sakit

mereka berdasar rekomendasi tersebut. 76% responden juga memilih dokter yang

familiar daripada tidak, 72% memilih rumah sakit yang familiar daripada tidak.

Penelitian tentang service quality perbankan dilakukan oleh Almossawi (2001).

Almossawi melakukan penelitian tentang criteria bank berdasarkan pendapat dari

mahasiswa Bahrain, hasilnya ditemukan bahwa faktor-faktor utama yang mendorong

mahasiswa untuk menabung disebuah bank antara lain; reputasi, ketersediaan tempat

parkir, pegawai yang friendly, dan ketersediaan ATM.

Walker (2001) mengidentifikasi hubungan tiga hal potensial dalam industri yaitu

affective commitment, high sacrifice commitment, dan service quality dengan word of

mouth yang dibagi menjadi dua kategori yaitu WOM praise dan WOM activity,. Dari

penelitian tersebut diketahui bahwa service quality mempunyai dampak positif pada

WOM praise, namun tidak terlalu signifikan pada WOM activity terutama pada usaha

salon, WOM activity bahkan berdampak negative pada dokter hewan.

36
Penelitian Halstead (2002) menemukan hubungan antara word of mouth negative

pada ketidakpuasan yang dialami konsumen, konsumen yang tidak puas selain

menyuarakan komplen pada penjual juga kepada pelanggan yang lain.

2.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3

Skema Kerangka Pemikiran

Service Quality Customer Satisfaction


X Y1

Service Quality X Word of Mouth


Y2

2.3 Hipotesis Penelitian

37
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan serta penelitian terdahulu maka hipotesis yang

bisa dibentuk adalah,

H1: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas jasa yang diberikan

pihak BNI 46 cabang Padang dengan tingkat kepuasan yang dirasakan nasabahnya.

H2: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas jasa yang diberikan

pihak BNI 46 cabang Padang dengan word of mouth nasabahnya.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di BNI 46 Cabang Padang, dengan membagikan kuesioner

untuk diisi para responden yang menjadi nasabah BNI 46 cabang Padang.

3.2 Populasi dan Sampel

Dalam Penelitian ini, populasi diambil dari beberapa sampel nasabah BNI 46

cabang Padang yang berlokasi di kota Padang dengan kriteria telah lebih dari dua tahun

menjadi nasabah.

3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Judgement sampling (Kuncoro,

2003) yaitu peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa

karakteristik anggota sampel yang disesuaikan terhadap maksud penelitian. Sampel yang

dipilih adalah 100 responden dengan kriteria telah menjadi nasabah BNI 46 cabang

Padang selama lebih dari dua tahun, jangka waktu sebagai nasabah menjadi pertimbangan

karena kurangnya experience yang didapat oleh nasabah dapat menyebabkan persepsi

yang tidak akurat kebenarannya.

39
3.4 Teknik Pengumpulan Data.

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Data Primer

Dengan menyebarkan kuesioner pada para responden yang menjadi sasaran

penelitian.

2. Data Sekunder

Yaitu berupa data-data yang telah diolah terlebih dahulu oleh pihak-pihak terkait,

dalam pengumpulan data ini penulis juga mempelajari buku-buku, literatur, jurnal, artikel

dari internet dan skripsi-skripsi para lulusan mahasiswa fakultas ekonomi.

3.5 Variabel Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul:

”Analisis Pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction dan Word of Mouth

pada Bank BNI 46 Cabang Padang”

Dipakai beberapa variabel, diantaranya:

a. Variabel Bebas (Independen) : Service Quali ty

b. Variabel Terikat (Dependen) : 1. Customer Satisfaction

2. Word of Mouth.

40
3.6 Operasional Variabel

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Skala
Variabel Definisi Indikator
Pengukuran
Word of Mouth (WOM) Ukuran tingkat layanan 5 pertanyaan Likert
yang diberikan terhadap mengenai reliabilitas
pemenuhan ekspektsi perusahaan, 4
pelanggan. pertanyaan mengenai
daya tanggap
perusahaan, 4
pertanyaan mengenai
jaminan perusahaan.
5 pertanyaan
mengenai empati
perusahaan, 4
pertanyaan mengenai
bukti fisik
perusahaan.

Customer Satisfaction Tingkat perasaan 1 Pertanyaan Likert


konsumen yang diperoleh mengenai customer
setelah konsumen satisfaction (perasaan
melakukan atau puas atau tidak puas.)
menikmati sesuatu.
Word of Mouth Pernyataan (secara 1 pertanyaan Likert
personal maupun non mengenai word of
personal) yang mouth (keinginan
disampaikan oleh orang nasabah untuk
lain selain organisasi merekomendasikan
penyedia jasa kepada perusahaan)
pelanggan

41
3.7 Pengukuran variabel

Jawaban setiap item instrumen menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial (Sugiyono: 2004). Dengan Skala Likert, maka variabel yang akan diukur

dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai

titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau

pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert lima point

mempunyai nilai dari sangat negatif sampai sangat positif.

3.8 Analisis Data

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner.

Pengolahan dari data yang didapat. Pengukuran kualitas jasa pada model SERVQUAL

didasarkan pada skala muti item yang dirancang untuk mengukur persepsi nasabah, serta

gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa. Skor SERVQUAL yang

dipakai dalam penelitian ini adalah berdasarkan persepsi yang dirasakan nasabah yang

kemudian dihubungkan dengan metode regresi linier berganda untuk setiap pernyataan

pada pertanyaan customer satisfaction dan word of mouth. Analisis yang digunakan

adalah analisis regresi linier berganda sebagai berikut:

Y1 = a + b1 x1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 + b 4 x4 + b 5 5 x 5 + e

Y 2 = a + b1 x1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 + b 4 x4 + b 5 x 5 + e

42
Dimana :

Y 1 = Customer Satisfaction

Y 2 = Word of Mouth

a = Konstanta

b = Angka koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan atau penurunan

variabel independent (tangible, emphaty, reliability, responsivness, dan

assurance).

x = Kinerja pelayanan perusahaan yang terdiri dari variabel tangible, emphaty,

reliability, responsivness, dan assurance.

Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen yaitu tangible (x

1 ), emphaty (x 2 ), reliability (x 3 ), responsivness (x 4 ), dan assurance(x 5 )

menjelaskan variabel dependen dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi berganda (R

2
). Untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel

dependen digunakan uji simultan F-test. Untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-

masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen

digunakan uji parsial dengan T-Test.

BAB IV

43
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dari pengolahan data dengan

menggunakan program SPSS 14.0, dimana digambarkan karakteristik responden, statistik

deskriptif, hasil dari analisa yaitu hasil uji validitas dan realibilitas serta hasil pengujian

dengan menggunakan uji simultan F-test untuk mengetahui pengaruh variabel secara

keseluruhan dan uji parsial T-test untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independent terhadap variabel dependen secara parsial Hasil uji tersebut juga dilengkapi

dengan analisis-analisis yang menjelaskan pembahasan dari perolehan data yang diolah.

Penelitian ini dilakukan terhadap 150 responden yang merupakan nasabah BNI 46 cabang

Padang. Dari jumlah kuesioner yang disebar, tidak terdapat missing data. Hal ini berarti

bahwa responden mengisi semua kuesioner.

4.1 Deskripsi Karakteristik Data Responden

Penulis mengolah data dari sejumlah pertanyaan (kuesioner) yang berkaitan

dengan tanggapan responden yang diperoleh dari hasil penelitian yang melibatkan 150

responden. Responden merupakan nasabah BNI 46 cabang Padang dengan ketentuan

telah menjadi nasabah BNI 46 cabang Padang sekurang-kurangnya dua tahun,

pertimbangan waktu tersebut untuk memastikan experience yang dirasakan nasabah

adalah bukan suatu kebetulan. Dari data yan diperlukan terlihat responden memiliki usia,

latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda-beda.

Dari jumlah total 150 orang responden yang telah didata, berikut

penjelasan/deskripsi karakteristik data seluruh responden :

44
Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Responden
Usia
Jumlah %
< 25 tahun 29 orang 19.3

25 tahun – 30 tahun 57 orang 38.0

31 tahun – 35 tahun 26 orang 17.3

36 tahun – 40 tahun 9 orang 6.0

> 40 tahun 29 orang 19.3


Jumlah Total 150 orang 100 %
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan

Dari data yang digambarkan pada tabel 4.1, terlihat karakteristik responden

berdasarkan usia, responden terbesar pada usia antara 25 tahun hingga 30 tahun yaitu

sebanyak 57 Responden (38 %), Sementara itu responden dengan persentase jumlah

terkecil adalah responden yang berusia antara 36 tahun hingga 40 tahun yaitu sebanyak 9

orang responden (6%).

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir.

Responden
Pendidikan Terakhir
Jumlah %

45
SMP atau sederajat 4 orang 2.7

SMA atau sederajat 46 orang 30.7

Diploma 43 orang 28.7

Sarjana 54 orang 36.0

Pasca Sarjana 3 orang 2.0


Jumlah Total 150 orang 100 %

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan 2008

Pada tabel 4.2 Terlihat adanya perbedaan karakteristik responden untuk

pendidikan terakhir yang ditempuhnya. Persentase terbesar didominasi oleh responden

dengan pendidikan terakhir Sarjana yaitu sebanyak 54 orang responden ( 36%),

sedangkan persentasi terkecil adalah responden dengan latar belakang pendidikan Pasca

Sarjana sebanyak 3 orang ( 2.0 %)

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Responden
Pekerjaan
Jumlah %
Mahasiswa 29 orang 19.3

Pegawai Negeri Sipil 35 orang 23.3

46
ABRI / POLRI 1 orang 0.7

Karyawan Swasta 41 orang 27.3

Wirausaha 25 orang 16.7

Pensiunan 10 orang 6.7

Lainnya 9 orang 6.0


Jumlah Total 150 orang 100 %

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan 2008

Tabel 4.3 diatas merupakan gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis

pekerjaan yang mereka tekuni. Secara keseluruhan, responden untuk penelitian ini

didominasi oleh karyawan swasta sebanyak 41 responden (27,3%). 9 orang berprofesi

diluar Pegawai Negeri Sipil, ABRI / POLRI, karyawan swasta, wirausaha dan pensiunan,

Sementara dari 150 responden ditemukan hanya 1 orang yang bekerja sebagai ABRI /

POLRI.

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Perbulan

Responden
Pendapatan Perbulan
Jumlah %
< Rp.500.000 10 orang 6.7

Rp.500.000 - Rp.1.000.000 39 orang 26.0

Rp.1.000.000 - Rp.3.000.000 90 orang 60.0

Rp.3.000.000 - Rp.5.000.000 10 orang 6.7

47
Rp.5.000.000 1 orang 0.7
Jumlah Total 150 orang 100 %

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan 2008

Tabel 4.4 menunjukan gambaran karakteristik responden berdasarkan pendapatan

perbulan yang mereka peroleh. Secara umum, pendapatan perbulan responden lebih

banyak berkisar Rp.1.000.000 hingga Rp.3.000.000 yaitu sebanyak 90 responden (60%).

Untuk persentase responden terkecil adalah responden dengan tingkat pendapatan lebih

dari Rp.5.000.000 perbulan, dimana dari 150 responden hanya terdapat 1 orang

responden (7%)

Tabel 4.5

Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Menjadi Nasabah BNI 46

Responden
Alasan Menajadi Nasabah
Jumlah %
Pelayanan yang memuaskan 24 orang 16.0

Rekomendasi dari orang lain 30 orang 20.0

Nama BNI 46 yang sudah terkenal 44 orang 29.3

Lokasi yang strategis dan mudah dicapai 40 orang 26.7

Bunga yang kompetitif 12 orang 8


Jumlah Total 150 orang 100 %

Sumber : Hasil Penelitian Lapangan 2008

48
Dari data yang digambarkan pada tabel 4.5, terlihat klasifikasi karakteristik

responden berdasarkan alasannya menjadi nasabah BNI 46 cabang Padang, pada tabel

tersebut terlihat sebagian besar responden menjadi nasabah BNI 46 cabang Padang atas

dasar alasan Nama BNI 46 yang sudah terkenal yaitu sebanyak 44 orang atau 29.3%,

sedangkan frekuensi alasan responden menjadi nasabah BNI 46 cabang Padang yang

paling sedikit adalah dikarenakan bunga yang kompetitif, yaitu hanya 12 orang atau

berkisar 8 %.

4.2 Statistik Deskriptif

Penggambaran statistik deskriptif disini dimaksudkan untuk melihat rata-rata

nilai mean untuk tiap dimensi ataupun indikator dari variabel yang dibahas, sehingga

nantinya didapatkan arah kecenderungan dimensi atau indikator yang mana dari variabel

yang paling berpengaruh. Statistik deskriptif untuk tiap variabel tergambar pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.6

Statistik Deskriptif Service Quality, Customer Satisfaction dan Word of Mouth

Variabel Minimum Maximum Mean


I. Service Quality

Tangible (Bukti Fisik) 2,00 5,00 3.7383

1,00 5,00 3,5160

49
b. Reliability (Konsistensi Kerja 1,00 5,00 3,3883

dan Kepercayaan) 1,00 5,00 3,6517

1,00 5,00 3,2022


Responsibility (Daya Tanggap)

Assurance (Jaminan)

Empati (Kemampuan Memahami Pelanggan)


II. Customer Satisfaction

a. Indikator a 1.00 5.00 3.63

b. Indikator b 1.00 5.00 3.59

c. Indikator c 1.00 5.00 3.49

d. Indikator d 1.00 5.00 3.65

e. Indikator e 1.00 5.00 3.42


III. Word of Mouth

a. Indikator a 1.00 5.00 3.37

b. Indikator b 1.00 5.00 3.46

c. Indikator c 1.00 5.00 3.21

d. Indikator d 2.00 5.00 3.30

e. Indikator e 1.00 5.00 3.27


Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 14.0

Dari table 4.6 diatas, digambarkan nilai minimum, maximum dan mean untuk

dimensi maupun indikator dari variable-variabel yang diuji. Secara keseluruhan, nilai

minimum adalah sebesar 1.00 (sangat tidak setuju) dan maksimum sebesar 5.00 (sangat

setuju). Namun untuk dimensi Tangible (bukti fisik) dari variabel service quality dan

indikator word of mouth nilai minimum yang diperoleh adalah 2.00 (tidak setuju).

Untuk variable Service Quality, secara berurutan dari dimensi yang mempunyai

nilai tertinggi adalah ” Tangible”, “Assurance”, “Reliability”, “Responsibility”, dan

“Emphaty”. Dari data terlihat bahwa pihak BNI 46 memiliki Tangible (bukti fisik)

dengan nilai mean yang tinggi dari service quality yang diberikan pihak BNI 46.

50
Sementara itu, variable customer satisfaction yang terdiri dari 5 indikator dalam

bentuk pertanyaan (lihat lampiran kuesioner), secara berurutan indicator yang memiliki

nilai tertinggi adalah indikator d, indikator a, indikator b, indikator c, dan yang terendah

adalah indikator e.

Untuk variable word of mouth yang juga terdiri dari 5 indikator dalam bentuk

pertanyaan (lihat lampiran kuesioner), secara berurutan indicator yang memiliki nilai

tertinggi adalah indikator b, indikator a, indikator d, indikator e dan terakhir indikator c.

4.3 Analisis dan Pembahasan

4.3.1 Hasil Analisis Data

4.3.1.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana instrument yang

digunakan benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiono, 2004). Alat ukur

yang dapat digunakan dalam pengujian validitas suatu kuesioner adalah angka hasil

korelasi antara skor hasil pernyataan responden terhadap informasi dalam kuesioner.

Untuk uji validitas dalam penelitian ini digunakan analisis faktor. Analisis faktor adalah

analisis struktur hubungan (korelasi) diantara sejumlah variable dengan menggunakan

51
suatu dimensi. Bila korelasi diantara sejumlah variable dengan menggunakan suatu

dimensi. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 keatas, maka faktor

tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor itu dapat

disimpulkan bahwa instrument tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik (Sugiono,

2004).

Tabel 4.7

Hasil Uji Validitas

Instrumen R hitung r kritis Keputusan


I. Service Quality

1. Tangible a 0.364 0,3 Valid

b 0.526 0,3 Valid

c 0.399 0,3 Valid

d 0.468 0,3 Valid

2. Reliability a 0.495 0,3 Valid

b 0.625 0,3 Valid

c 0.625 0,3 Valid

52
d 0.604 0,3 Valid

e 0.495 0,3 Valid

3. Responsibility a 0.395 0,3 Valid

b 0.522 0,3 Valid

c 0.523 0,3 Valid

4. Assurance a 0.558 0,3 Valid

b 0.500 0,3 Valid

c 0.627 0,3 Valid

5. Emphaty a 0.525 0,3 Valid

b 0.486 0,3 Valid

c 0.633 0,3 Valid

d 0.668 0,3 Valid

e 0.608 0,3 Valid

Instrument r hitung r kritis Keputusan


III. Word of Mouth

a 0.389 0,3 Valid

b 0.571 0,3 Valid

c 0.548 0,3 Valid

d 0.401 0,3 Valid

e 0.373 0,3 Valid


II.Customer Satisfaction

a 0.650 0,3 Valid

b 0.657 0,3 Valid

c 0.653 0,3 Valid

d 0.664 0,3 Valid

53
e 0.605 0,3 Valid
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 14,0

Dari data yang digambarkan pada table 4.7, diketahui nilai validitas masing-

masing item pernyataan dari dimensi-dimensi variabel yang ada. Suatu pertanyaan

dikatakan valid apabila nilai r kritisnya > 0.3. Pada pertanyaan yang dinyatakan valid,

nilai r hitung tertinggi ditemukan pada item pertanyaan d untuk dimensi emphaty pada

variabel service quality yaitu sebesar 0.668, Sementara itu, nilai r hitung terendah

ditemukan pada item pertanyaan a untuk dimensi tangibility yaitu sebesar 0.364.

4.3.1.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil

pengukuran suatu instrumen apabila instrumen itu digunakan lagi sebagai alat ukur suatu

objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya

suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur

dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang

benar dari sesuatu yang diukur (Triton,2006)

Dalam konteks penulisan ini, reliabilitas instrumen yang digunakan diuji dengan

menggunakan koefisien alpha Cronbach. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha

Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Dimana, instrumen

dikatakan relibel apabila memiliki nilai alpha > 0.6

Tabel 4.8

Hasil Uji Reliabilitas

54
Instrumen Nilai Alpha Nilai Kritis Keputusan
I. Service Quality

a. Tangible 0.655 0,6 Reliabel

b. Reliability 0.789 0,6 Reliabel

c. Responsibility 0.712 0,6 Reliabel

d. Assurance 0.740 0,6 Reliabel

e. emphaty 0.793 0,6 Reliabel


II. Customer Satisfaction 0.840 0,6 Reliabel
III. Word of Mouth 0.696 0.6 Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 14.0

Berdasarkan data yang diyunjukan pada tabel 4.8 diatas, Semua item dari

dimensi yang ada dinyatatakan reliabel karena memiliki nilai alpha > 0.6.

4.4 Hasil Pengujian Hipotesis

Pada penelitian mengenai service quality dan pengaruhnya terhadap customer

satisfaction dan Word of Mouth, dilakukan uji simultan dengan menggunakan F-Test dan

T-Test.

Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini :

Ho : µ 1 = µ 2 atau µ 1 - µ 2 = 0

Ha : µ 1 ≠ µ 2 atau µ 1 - µ 2 ≠ 0

Dengan pengambilan keputusan :

- Jika t hitung < t tabel ( α ) maka Ho ditolak

- Jika t hitung > t tabel ( α ) maka Ho diterima

- Jika t hitung < t tabel ( α ) maka Ha diterima

- Jika t hitung > t tabel ( α ) maka Ho ditolak

55
4.4.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan

variabel independen menjelaskan variabel dependen. Untuk regresi linier berganda

digunakan R square yang sudah disesuaikan (Adjust R Square), karena sudah disesuaikan

dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian.

4.4.1.1 Koefisien Determinasi Customer Satisfaction

Tabel 4.9

Koefisien Determinasi Customer Satisfaction

Adjusted R Std. Error of

Model R R Square Square the Estimate


1 .748(a) .560 .545 .38825
a Predictors: (Constant), Rata_Empati, Rata_Reliability, Rata_Tangibility, Rata_Responsibility,

Rata_Assurance

b Dependent Variable: Rata_Satisfaction

56
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS 14.0

Dari tabel dapat diketahui bahwa Adjusted R Square bernilai 0.545 atau 54.5%

dari tangible, emphaty, reliability, responsivness, dan assurance yang mempengaruhi

terciptanya customer satisfaction, sedangkan sisanya yaitu 0.455 atau 45.5% dijelaskan

oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dari tabel juga

diketahui besarnya kesalahan standar error of the estimate sebesar 0.38825

4.4.1.2 Koefisien Determinasi Word of Mouth

Tabel 4.10

Koefisien Determinasi Word of Mouth

Adjusted Std. Error of

Model R R Square R Square the Estimate


1 .413(a) .171 .142 .52304
a Predictors: (Constant), Rata_Empati, Rata_Reliability, Rata_Tangibility, Rata_Responsibility,

Rata_Assurance

b Dependent Variable: Rata_WOM

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS 14.0

Dari tabel dapat diketahui bahwa Adjusted R Square bernilai 0.142 atau hanya

14.2% dari tangible, emphaty, reliability, responsivness, dan assurance yang

mempengaruhi terciptanya word of mouth, sedangkan sisanya yaitu 0.858 atau 85.8%

dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dari

tabel juga diketahui besarnya kesalahan standar estimate sebesar 0.52304

57
4.4.2 Uji Simultan dengan F-Test

Uji simultan dengan F-Test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-

sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-Test dalam penelitian ini

menunjukan variabel Independen (Service Quality) secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen. Hasil F-Test dalam penelitian ini menunjukan variabel

independen (Service Quality) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel

dependen (Customer Satisfaction dan Word of Mouth) jika P-Value (Pada kolom sig.)

lebih kecil dari level of significant yang ditentukan.

Dari hasil uji inilah maka dapat diketahui apakah hipotesis yang dikemukakan

diterima ataupun ditolak.

Alternative Hypothesis pada penelitian ini yaitu:

a. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara service quality yang

diberikan oleh pihak BNI 46 cabang Padang terhadap customer

satisfaction yang dirasakan nasabahnya.

58
Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara service quality yang diberikan

oleh pihak BNI 46 cabang Padang terhadap customer satisfaction yang

dirasakan nasabahnya.

b. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara service quality yang

diberikan oleh pihak BNI 46 cabang Padang terhadap word of mouth yang

terbentuk diantara nasabahnya.

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara service quality yang diberikan

oleh pihak BNI 46 cabang Padang terhadap word of mouth yang terbentuk

diantara nasabahnya.

4.4.2.1 Hasil Uji Simultan dengan F-Test Untuk Pengaruh Service Quality terhadap

Customer Satisfaction dan Word of Mouth.

Tabel 4.11

Uji Simultan dengan F-Test Untuk Pengaruh Service Quality terhadap Custumer Satisfaction

ANOVA(b)

Sum of

Model Squares df Mean Square F Sig.


1 Regression 27.611 5 5.522 36.635 .000(a)
Residual 21.706 144 .151
Total 49.316 149
a Predictors: (Constant), Rata_Empati, Rata_Reliability, Rata_Tangibility,

Rata_Responsibility, Rata_Assurance

b Dependent Variable: Rata_Satisfaction

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 14.0

Tabel diatas menunjukan P-Value sebesar 0.000 < 0.05 artinya data tersebut adalah

signifikan. Dari hasil output tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen

59
(Service Quality) yang diukur pada dimensi tangible, emphaty, reliability,

responsibility,y dan assurance mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan bila

diuji secara bersama-sama terhadap variable dependen customer satisfaction.

Tabel 4.12

F-Test untuk pengaruh Service quality terhadap Word of Mouth.

ANOVA(b)

Sum of

Model Squares Df Mean Square F Sig.


1 Regression 8.108 5 1.622 5.927 .000(a)
Residual 39.395 144 .274
Total 47.503 149
a Predictors: (Constant), Rata_Empati, Rata_Reliability, Rata_Tangibility,

Rata_Responsibility, Rata_Assurance

b Dependent Variable: Rata_WOM

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 14.0

Tabel hasil pengolahan SPSS antara variabel independen service quality terhadap

variabel dependen word of mouth diatas menunjukan P-Value sebesar 0.00 < 0.05 artinya

data yang telah diolah adalah signifikan. Dari hasil output tersebut dapat disimpulkan

bahwa variabel independen (service quality) yang diukur pada dimensi tangible,

emphaty, reliability, responsibility, dan assurance mempunyai pengaruh yang positif dan

signifikan bila diuji bersama-sama terhadap word of mouth.

60
4.4.2.2 Pembahasan Hasil Uji Simultan F-Test

Dari hasil pengujian simultan dengan F – Test yang telah dilakukan , dapat ditarik

kesimpulan bahwa variabel service quality yang terdiri dari dimensi tangible (bukti fisik),

Reliability (konsistensi kerja dan kepercayaan), responsibility (daya tanggap), Assurance

(jaminan) dan emphaty (Kemampuan memahami nasabah) yang diberikan oleh BNI 46

cabang Padang memiliki pengaruh yang signifikan bagi terciptanya customer satisfaction

nasabahnya ataupun terbentuknya word of mouth diantara mereka. Hasil uji hipotesis

membuktikan nilai P – Value dari hasil uji antara service quality terhadap customer

satisfaction dan word of mouth adalah lebih kecil dari 0.05 yang artinya kedua hipotesis

dalam landasan teori ini diterima:

H1: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas jasa yang

diberikan pihak BNI 46 cabang Padang dengan tingkat kepuasan yang

dirasakan nasabahnya.

H2: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas jasa yang

diberikan pihak BNI 46 cabang Padang dengan word of mouth nasabahnya.

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian – penelitian terdahulu baik itu

dilakukan di Indonesia ataupun di luar negeri, walaupun demikian hasil uji dengan

61
menggunakan F – Test belum mengungkapkan seberapa besar relevansi hubungan

variabel independent dan dependen secara parsial.

4.4.3 Uji Parsial dengan T-Test

T-Test bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel

independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen. Nilai dari uji T-Test

dapat dilihat dari P-Value (pada kolom sig.) pada masing-masing variabel Independen,

jika P-Value lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, maka variabel

independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

4.4.3.1 Hasil Uji Parsial dengan T-Test Untuk Pengaruh Service Quality terhadap

Customer Satisfaction.

Tabel 4.13

Uji Parsial dengan T-Test Untuk Pengaruh Service Quality terhadap Cuatomer

Satisfaction.

Coefficients(a)

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) .283 .259 1.093 .276
Rata_Tangibility .125 .084 .111 1.489 .139
Rata_Reliability .198 .081 .197 2.454 .015
Rata_Responsibility .180 .079 .179 2.285 .024
Rata_Assurance .273 .085 .260 3.206 .002

62
Rata_Empati .157 .059 .186 2.655 .009
a Dependent Variable: Rata_Satisfaction

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 14.0

Tabel diatas menunjukan besarnya pengaruh masing-masing variable independent

secara individual (parsial) terhadap variabel dependen, yaitu:

a. Tangible

Tangible memiliki nilai P-Value 0.139 > 0.05 yang berarti tidak signifikan, maka

Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan pengaruh

yang signifikan antara dimensi tangible terhadap customer satisfaction.

b. Reliability

Reliability memiliki nilai P-Value 0.015 < 0.05 yang berarti signifikan, maka

Ha diterima dan Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ditemukan pengaruh yang

signifikan antara dimensi reliability terhadap customer satisfaction.

c. Responsibility

Responsibility memiliki nilai P-Value 0.024 < 0.05 yang berarti signifikan, maka

Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa ditemukan pengaruh yang

signifikan antara dimensi responsibility terhadap customer satisfaction.

d. Assurance

Assurance memiliki nilai P-Value 0.002 < 0.05 yang berarti signifikan, maka

Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa ditemukan pengaruh yang

signifikan antara dimensi Assurance terhadap customer satisfaction.

e. Emphaty

63
Emphaty memiliki nilai P-Value 0.009 < 0.05 yang berarti signifikan, maka Ho

ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa ditemukan pengaruh yang

signifikan antara dimensi Emphaty terhadap customer satisfaction.

4.4.2.2 Hasil Uji Parsial dengan T-Test Untuk Pengaruh Service Quality terhadap

Word of Mouth.

Tabel 4.14

Uji Parsial dengan T-Test Untuk Pengaruh Service Quality terhadap Word of Mouth.

Coefficients(a)

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients
Mode Std.

l B Error Beta T Sig.


1 (Constant) 1.989 .349 5.706 .000
Rata_Tangibility .157 .113 .142 1.388 .167
Rata_Reliability .280 .109 .283 2.572 .011
Rata_Responsibil
.158 .106 .160 1.485 .140
ity
Rata_Assurance .002 .115 .002 .020 .984
Rata_Empati .123 .080 .148 1.546 .124
a Dependent Variable: Rata_WOM

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 14.0

64
Tabel diatas menunjukan besarnya pengaruh masing-masing variable independent

secara individual (parsial) terhadap variabel dependen, yaitu:

a. Tangible

Tangible memiliki nilai P-Value 0.167 > 0.05 yang berarti tidak signifikan, maka

Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan pengaruh

yang signifikan antara dimensi tangible terhadap word of mouth.

b. Reliability

memiliki nilai P-Value 0.011 < 0.05 yang berarti signifikan, maka Ho ditolak dan

Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa ditemukan pengaruh yang signifikan

antara dimensi reliability terhadap word of mouth.

c. Responsibility

Responsibility memiliki nilai P-Value 0.140 > 0.05 yang berarti tidak signifikan,

maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan

pengaruh yang signifikan antara dimensi responsibility terhadap word of mouth.

d. Assurance

Assurance memiliki nilai P-Value 0.984 > 0.05 yang berarti tidak signifikan,

maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan

pengaruh yang signifikan antara dimensi assurance terhadap word of mouth.

e. Emphaty

Emphaty memiliki nilai P-Value 0.124 > 0.05 yang berarti tidak signifikan, maka

Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan pengaruh

yang signifikan antara dimensi emphaty terhadap word of mouth.

65
4.4.2.3 Persamaan Pada Model Regresi

Berdasarkan output SPSS diatas pada tabel 4.11 dan 4.12 maka dapat dirumuskan

persamaan regresi sebagai berikut:

Pengaruh Service Quality terhadap Customer Satisfaction :

Y = 0.283 + 0.125 X 1 + 0.198 X 2 + 0. 180 X 3 + 0.273 X 4 + 0.157 X 5

Interpretasi :

a.Jika segala sesuatu pada dimensi tangible, emphaty, reliability, responsibility, dan

assurance dianggap konstan maka nilai customer satisfaction adalah sebesar 0.283

atau 28,3 persen.

b. Jika terjadi peningkatan service quality pada dimensi tangible sebesar 0.01 atau

1% maka customer satisfaction akan meningkat 0.125 atau sebesar 12.5 %.

c.Jika terjadi peningkatan service quality pada dimensi reliability sebesar 0.01 atau

1% maka customer satisfaction akan meningkat sebesar 0.198 atau sebesar 19.8 %

d. Jika terjadi peningkatan service quality pada dimensi responsibility sebesar 0.01

atau 1% maka customer satisfaction akan meningkat sebesar 0.180 atau 18%.

e.Jika terjadi peningkatan service quality pada dimensi assurance sebesar 0.01 atau

1% maka customer satisfaction akan meningkat sebesar 0.273 atau 27.3%.

f. Jika terjadi peningkatan service quality pada dimensi Emphaty sebesar 0.01 atau 1%

maka customer satisfaction akan meningkat sebesar 0.157atau 15.7%.

66
Pembahasan

Berdasarkan hasil Analisis Pengaruh Service Quality terhadap Customer

Satisfaction dan Word of Mouth nasabah BNI 46 cabang Padang, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa customer satisfaction dipengaruhi secara positif dan signifikan

oleh service quality yaitu pada dimensi, reliability, responsibility, assurance, dan

emphaty. Keempat dimensi tersebut berpengaruh pada customer satisfaction dan sangat

berperan dalam membentuk keputusan nasabah untuk tetap memilih BNI 46 sebagai

tempat mereka berinvestasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka kinerja pelayanan

pada dimensi tersebut harus lebih ditingkatkan oleh pihak BNI 46 cabang Padang agar

dapat mempertahankan bahkan meningkatkan customer satisfaction yang dirasakan

nasabah BNI 46 cabang Padang. Semakin tinggi service quality yang diberikan pihak

BNI 46 cabang Padang untuk nasabahnya, semakin tinggi pula satisfaction yang

dirasakan nasabahnya, tingginya kepuasan nasabah berbanding lurus dengan benefit dan

profit yang akan didapat perusahaan, sebaliknya kemerosotan dari customer satisfaction

akan berdampak pada turunnya performa perusahaan.

67
Pengaruh Service Quality terhadap word of mouth :

Y = 1.989 + 0.157 X 1 + 0.280 X 2 + 0. 158 X 3 + 0.002 X 4 + 0.123 X 5

Interpretasi untuk pengaruh service quality terhadap word of mouth, tidak

dijabarkan secara parsial karena, hanya satu dari lima dimensi service quality yang

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap word of mouth nasabahnya, yaitu dimensi

reliability (keandalan), sedangkan empat dimensi yang lain tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap terbentuknya word of mouth diantara para nasabahnya. Dimensi

reliability yang meliputi kemampuan karyawan bekerja dengan terampil dan cekatan,

penanganan masalah dan keluhan yang ditanggapi dengan cepat, pelayanan jasa sesuai

dengan waktu yang ditentukan, serta kemudahan dalam prosedur. Sehingga dapat

disimpulkan pengaruh dimensi service quality terhadap word of mouth tidaklah terlalu

kuat.

68
4.5 Implikasi Penelitian

Penelitian ini memberikan sumbangan untuk pihak manajemen dan perusahaan

BNI 46 cabang Padang menyangkut customer satisfaction dan word of mouth

nasabahnya. Berdasar hasil yang diperoleh dari penelitian diatas, maka terdapat beberapa

implikasi penelitian diantaranya:

1. Service quality yang diberikan oleh pihak bank BNI 46 cabang Padang yang

terdiri dari 5 dimensi yaitu tangible, emphaty, reliability, responsibility, dan

assurance berpengaruh besar pada terciptanya customer satisfaction, sehingga

dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas jasa yang diberikan pihak bank harus

benar-benar menjadi prioritas karena service quality yang diberikan pihak bank

itu sendirilah pada dasarnya akan yang menciptakan experience bagi nasabahnya

sehingga mereka dapat menyimpulkan perasaan puas ataupun tidak puas, yang

nantinya akan berpengaruh pada continuitas juga profit yang didapat perusahaan.

2. Sebaliknya, kelima dimensi sevice quality yang terdiri dari dimensi tangible,

emphaty, reliability, responsivness, dan assurance yang diberikan oleh pihak BNI

46 cabang Padang memiliki pengaruh yang tidak terlalu besar terhadap

terciptanya word of mouth dikalangan para nasabah. Service quality dari pihak

BNI 46 cabang Padang hanya menciptakan sedikit pembicaraan dari mulut

kemulut para nasabahnya yang dalam hal ini diharapkan dapat menjadi media

promosi untuk merekomendasikan BNI 46 cabang Padang sebagai alternatif

pilihan untuk berinvestasi.

3. Jika diteliti secara terpisah, dari kelima dimensi pada sevice quality yang terdiri

dari dimensi tangible, emphaty, reliability, responsibility, dan assurance yang

69
diberikan oleh pihak BNI 46 cabang Padang, dimensi Tangible (bukti fisik) yang

dimiliki BNI 46 cabang Padang tidak berpengaruh positif terhadap customer

satisfaction nasabahnya, hal ini mungkin disebabkan peralatan dan teknologi yang

dimiliki bank BNI 46 cabang Padang pada umumnya sama dengan competitor

lainnya, begitu juga dengan daya tarik fasilitas, penampilan karyawan, serta

materi-materi yang berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual, dinilai tidak

begitu berbeda dengan bank lainnya, sehingga para nasabah tidak merasakan

experience yang menambah nilai kepuasan yang dirasakanya pada dimensi

tangible yang diberikan pihak BNI 46 cabang Padang sewaktu berhubungan

dengan institusi. Maka peningkatan dimensi Tangible perlu dilakukan oleh pihak

BNI 46 cabang Padang guna menambah nilai bagi institusinya dengan

memberikan kepuasan pada nasabahnya khususnya pada dimensi tangible (bukti

fisik).

4. Berdasarkan penelitian terpisah (parsial), empat dari lima dimensi service quality

yaitu reliability (konsistensi kerja dan kepercayaan), responsibility (daya

tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty (Kemampuan memahami nasabah)

memiliki pengaruh positif terhadap customer satisfaction, pengaruh terbesar

adalah pada dimensi responsibility, sehingga dapat disimpulkan BNI 46 cabang

Padang memiliki keandalan dalam menginformasikan pelanggan tentang

kepastian waktu penyampaian jasa, kecepatan layanan bagi nasabah, kesediaan

untuk membantu nasabah, dan kesiapan untuk merespon permintaan nasabah.

70
5. Dari hasil penelitian terpisah (parsial) pada pengaruh service quality yang terdiri

dari dimensi tangible, emphaty, reliability, responsivness, dan assurance terhadap

word of mouth hanya dimensi reliability yang memiliki pengaruh positif. Dimensi

reliability (konsitensi kerja dan kepercayaan) yang meliputi kesesuaian

penyediaan jasa yang dijanjikan, keandalan dalam penanganan masalah jasa

nasabah, penyampaian jasa secara benar, penyampaian jasa sesuai dengan waktu

yang dijanjikan, serta penyimpanan catatan/ dokumen tanpa kesalahan memiliki

pengaruh terhadap word of mouth nasabahnya. Hal ini berkemungkinan terjadi

dikarenakan reliability adalah salah satu dimensi yang sensitif bagi nasabah,

kesalahan dalam salah satu indikator reliability akan berdampak besar pada

rusaknya kepercayaan nasabah yang imbasnya akan dikomunikasikan dari mulut

ke mulut pada pihak lain sehingga menciptakan image negatif bagi perusahaan,

sebaliknya bila dimensi reliability (konsistensi kerja dan kepercayaan)

disampaikan secara benar dan sesuai harapan nasabah akan menciptakan word of

mouth positif. Nasabah akan memberikan informasi baik tentang bank BNI 46

pada pihak lain tentang pengalamannya terhadap konsistensi kerja dan

kepercayaan BNI 46 pada pihak lain yang nantinya akan menciptakan image

positif bagi perusahaan bahkan dapat menjadi sarana periklanan untuk

merekomendasikan BNI 46 sebagai pilihan untuk berinvestasi.

6. Penelitian terpisah (parsial) untuk pengaruh service quality yang terdiri dari

dimensi tangible, emphaty, reliability, responsibility, dan assurance terhadap

word of mouth tidak berpengaruh pada empat dimensi, yaitu tangible (bukti fisik),

responsivness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty ( kemampuan

71
memahami nasabah). Keempat dimensi tersebut tidak menimbulkan keinginan

nasabah untuk membicarakannya kepada pihak lain baik itu berupa komunikasi

positif ataupu negatif.

7. Persaingan dalam dunia perbankan kian meningkat, saat ini persaingan perbankan

tidak lagi hanya pada bunga yang kompetitif tapi bagaimana membangun

kepercayaan nasabah dengan memperhatikan seluruh aspek yang menarik minat

nasabah khususya pada setiap dimensi service quality yang nantinya berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan nasabah, bahkan berimplikasi pada terciptanya word

of mouth yang dapat membangun image positif bahkan negatif perusahaan.

72
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan.

Kian meningkatnya persaingan dalam industri perbankan telah mengerahkan

bisnis jasa perbankan mencari cara yang menguntungkan untuk mendiferensiasikan diri

mereka terhadap pesaing. Salah satu strategi yang dapat menunjang keberhasilan bisnis

dalam sektor perbankan adalah berusaha menawarkan service quality yang baik yang

akan berpengaruh terhadap customer satisfaction dan word of mouth nasabahnya.

Kinerja dan layanan inilah yang akan berdampak pada performance perusahaan.

Pelayanan terhadap nasabah harus menjadi perhatian bagi organisasi mengingat

dampaknya pada kepuasan nasabah dan word of mouth yang bisa terbentuk diantara

mereka. Kepuasan nasabah harus ditata untuk eksistensi perusahaan atau organisasi,

kepuasan nasabah diindikasikan dapat mendorong nasabah untuk bersikap loyal terhadap

produk-produk perusahaan, dan ini tentu saja sangat penting untuk kelangsungan

perusahaan, mengingat mencari nasabah baru memerlukan biaya yang lebih besar

dibandingkan mempertahankan nasabah yang sudah ada. Selain itu, word of mouth

diantara para nasabah diupayakan positif untuk menjual dan merekomendasikan produk

kepada nasabah lain, fenomena word of mouth diyakini bisa mendorong bergabungnya

nasabah lain, mempengaruhi komunitas, efisien karena tidak memerlukan budget yang

besar (low cost), bisa menciptakan image positif bagi perusahaan, dan bisa menyentuh

emosi konsumen.

73
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis mengenai analis pengaruh service

quality terhadap customer satisfaction dan word of mouth pada nasabah BNI 46 cabang

Padang, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari hasil penilitian regresi linier berganda menggunakan koefisien determinasi

dengan melihat R square yang sudah disesuaikan (adjust R square), diketahui

bahwa kemampuan pengaruh variable independent service quality yang terdiri

dari 5 dimensi yaitu tangible (bukti fisik), reliability (konsistensi kerja dan

kepercayaan), responsibility (daya tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty

(kemampuan memahami nasabah) memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap

terciptanya customer satisfaction. Ini berarti sangat penting bagi perusahaan untuk

menjaga dan terus meningkatkan kualitasnya dibidang jasa. Sedangkan untuk

pengaruh kelima dimensi service quality terhadap word of mouth nasabah BNI 46

tidaklah terlalu kuat, sebagian besar word of mouth dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain diluar service quality. Namun demikian, bentuk komunikasi dari mulut ke

mulut oleh nasabah, meski dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi akan

berdampak pada terbentuknya image positif ataupun negatif bank tersebut setelah

pembicaraan atau komunikasi tentang bank dilakukan.

2. Hasil penelitian dengan menggunakan F-Test, juga relevan dengan determinasi R

square, dimana hasil pengolahan data menujukan hubungan yang signifikan

antara kelima dimensi service quality yang terdiri dari tangible, reliability,

responsibility, assurance, dan emphaty baik itu terhadap customer satisfaction

dan word of mouth nasabahnya.

74
3. Hasil uji parsial dengan T-Test menunjukan terdapat empat dimensi dari kelima

dimensi service quality yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan

nasabah, yaitu reliability, responsibility, assurance, dan emphaty dan tidak

berpengaruh untuk tangible. Sedangkan untuk variabel word of mouth, hanya

dimensi reliability yang berpengaruh terhadap terbentuknya word of mouth.

4. Pengaruh terbesar dari kelima dimensi service quality terhadap customer

satisfaction adalah pada dimensi Assurance, sedangkan pengaruh terbesar

terhadap terbentuknya word of mouth adalah pada dimensi reliability.

75
5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian yang Akan Datang

Penelitian ini memberikan gambaran umum mengenai pengaruh service quality

terhadap customer satisfaction dan word of mouth, penelitian masih sangat terbatas,

dimana jumlah responden sebanyak150 responden belum dapat mewakili populasi dari

sebagian besar nasabah BNI 46 cabang Padang. Begitu juga dalam pengambilan sampel,

penulis belum dapat memperhatikan peluang yang sama dalam populasi, sampel yang

diambilpun tidak rata untuk berbagai tingkatan (segmentasi), baik dari segi usia, latar

belakang pendidikan, profesi, pendapatan ataupun alasan responden untuk menjadi

nasabah BNI 46.

Topik yang dibahas pada penelitian ini hanya melihat pengaruh service quality

terhadap variable customer satisfaction dan word of mouth saja, tentunya masih banyak

variable lain yang dapat dikaji dari service quality, tidak hanya dari sudut pandang

variable customer satisfaction dan word of mouth. Oleh karena itu, mungkin pada

penelitian berikutnya dapat memperhatikan variable-variabel lain yang berhubungan

dengan service quality sehingga lebih memberikan gambaran nyata tentang keseluruhan

pengaruh service quality terhadap berbagai aspek.

76

You might also like