You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di
penuhi seorang manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan dengan
adanya sistem pencernaan atau traktus gastrointestinal yang merupakan salah satu
sistem yang mendukung tubuh manusia. Sistem pencernaan atau gastrointestinal
terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut, esofagus, gaster, colon dan anus.
Sistem pencernaan akan terganggu apabila salah satu atau beberapa organ
pencernaan terjadi inflamasi, kerusakan, maupun ketidaknormalan. Salah satu
gangguan pencernaan yang paling sering dijumpai dan diderita masyarakat adalah
gastritis atau di masyarakat umum sering disebut dengan penyakit maag atau
dalam istilah kesehatan dikenal dengan gastritis.
Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat
maupun dalam bangsa penyakit dalam. Kurang tahunya dan cara penanganan yang
tepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering
menyebutnya dengan penyakit maag. Gastritis merupakan salah satu yang paling
banyak dijumpai klinik penyakit dalam pada umumnya. Masyarakat sering
menganggap remeh panyakit gastritis, padahal ini akan semakin besar dan parah
maka inflamasi pada lapisan mukosa akan tampak sembab, merah, dan mudah
berdarah.
Penyakit gastritis sering terjadi pada remaja, orang-orang yang stres,
karena stres dapat meningkatkan produksi asam lambung, pengkonsumsi alkohol
dan obat-obatan anti inflamasi non steroid. Gejala yang timbul pada penyakit
gastritis adalah rasa tidak enak pada perut, perut kembung, sakit kepala, mual,
lidah berlapis. Penyakit gastritis sangat menganggu aktifitas sehari -hari, karena
penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak enak pada perut. Selain dapat
menyebabkan rasa tidak enak, juga menyebabkan peredaran saluran cerna atas,
ulkus, anemia kerena gangguan absorbsi vitamin B 12. Ada berbagai cara untuk
mengatasi agar tidak terkena penyakit gastritis dan untuk menyembuhkan gastritis
agar tidak menjadi parah yaitu dengan banyak minum kurang lebih 8 gelas/hari,
istirahat cukup, kurangi kegiatan fisik, hindari makanan pedas dan panas dan
hindari stres.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat di dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah histologi dan fisiologi lambung?
2. Apa dan bagaimanakah penyakit gastritis itu?
3. Bagaimanakah pertahanan lapisan mukosa lambung?
4. Bagaimanakah pembaruan dan pemulihan lapisan mukosa lambung?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui histologi dan fisiologi lambung.
2. Untuk mengetahui penyakit gastritis itu.
3. Untuk mengetahui pertahanan lapisan mukosa lambung.
4. Untuk mengetahui pembaruan dan pemulihan lapisan mukosa lambung.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lambung
1. Anatomi Lambung
Lambung merupakan organ muskular yang berbentuk menyerupai huruf J
yang berfungsi menerima dan mencampur makanan dari esofagus dengan cairan
lambung dan mendorong makanan ke usus kecil. Makanan memasuki lambung
dari esofagus dengan melewati otot berbentuk cincin yang disebut sfingter yang
dapat membuka dan menutup sehingga berfungsi mencegah makanan kembali ke
esofagus (Lestari, 2008). Lambung memiliki panjang sekitar 25 cm dan 10 cm
pada saat kosong, volume 1-1,5 liter pada dewasa normal. Terletak persis di
bawah diafragma, terdiri dari kardia, fundus, korpus, antrum dan pylorus (Aiache,
et al, 1993).

Gambar 1. Gaster (Ventriculus) dan Doudenum Proksimal.


A. Permukaan luar C. Permukaan dalam.
Anak panah melalui canalis pyloricum

Sel-sel yang melapisi lambung mensekresikan tiga komponen penting,


yaitu mukus, HCl, dan prekursor pepsin. Mukus yang dihasilkan oleh sel mukus
menyelaputi sel-sel yang melapisi lambung sebagai perlindungan terhadap
kerusakan oleh enzim dan asam. Rusaknya lapisan mukus misalnya oleh infeksi
Helicobacter pylori atau karena aspirin, dapat menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada ulser lambung. Asam klorida yang dihasilkan oleh sel parietal
menyediakn lingkungan asam yang dibutuhkan pepsin untuk menguraikan
protein, serta sebagai penghalang masuknya infeksi bakteri. Sekresi asam
lambung distimulasi oleh impuls syaraf, gastrin (hormon yang dilepaskan
lambung), dan histamin. Sedangkan chief cell yang ditemukan di bagian paling
dalam dari kelenjar lambung menghasilkan enzim pencernan pepsinogen yang
kemudian diubah menjadi pepsin (Berkow, 1997).
2. Histologi Lambung
Lambung adalah reservoar untuk menampung makanan dan
pengolahannya oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa. Pada keadaan kosong
volume lumennya hanya 50-75 mL, namun pada saat makan kapasitasnya dapat
mencapai lebih dari 1,2 liter. Volume sekret yang dihasilkan seharinya berkisar
antara 500 sampai 1000 mL, paling banyak saat mencerna makanan. Getah
lambung yang bening tanpa warna mengandung mukus, air, HCl, dan enzim
pepsin. Sekresi asam mempertahankan lingkungan intern yang optimal untuk
proteolisis oleh pepsin yang paling aktif pada pH 2 (Fawcett, 2002).
Lambung secara histologis terdiri atas empat lapisan yang tersusun dari
dalam ke luar yakni lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan
lapisan serosa (Price dan Wilson, 2006) .
a. Lapisan Mukosa
Lapisan mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan-lipatan
longitudinal, disebut juga rugae. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan, yakni
epitel, lapisan propria, dan muskularis mukosa. Pada epitel permukaannya
menekuk dengan kedalamaan berbeda ke dalam lamina propria membentuk sumur
lambung (gastric pits). Lamina propria tersusun atas jaringan pengikat longgar
diselingi otot polos dan sel-sel limfoid. Juga terdapat muskularis mukosa, yakni
lapisan yang memisahkan mukosa dan submukosa yang masih merupakan lapisan
otot polos (Junquiera dan Carneiro, 2003) .
Mukosa lambung mempunyai satu lapis epitel silinder yang berlekuk-
lekuk (foveolae gastricae), tempat bermuaranya kelenjar lambung yang spesifik.
Kelenjar pada daerah cardiac dan pylorus hanya memproduksi mukus, sedangkan
kelenjar pada daerah corpus dan fundus memproduksi mukus, asam klorida dan
enzim proteolitik. Karena itu pada kelenjar corpus dan fundus ditemukan 3 jenis
sel, yaitu sel yang memproduksi mukus yaitu sel mukus, sel yang menghasilkan
HCl yaitu sel parietal, sel yang menghasilkan enzim proteolitik yaitu sel epitel
mukosa (Sukirno, 2008).
Lamina propria terdiri atas anyaman serat retikuler dan kolagen, serta
sedikit elastin. Juga anyaman fibrosa yang mengandung limfosit, eosinofil, sel
mast, dan sel plasma. Kontraksinya berhubungan dengan pengeluaran sekret pada
mukosa (Bloom dan Fawcett, 2002) .
Lapisan muskularis mukosa terdiri atas lapisan otot polos tipis yang
tersusun sirkuler di bagian dalam serta lapisan longitudinal di bagian luar
(Eroschenko, 2003) .
Kelenjar-kelenjar lambung yang terdapat pada daerah kardia mencakup
5% dari keseluruhan wilayah yang terdapat kelenjar lambung dan mengandung
mukus dan sel-sel endokrin. Kebanyakan kelenjar lambung (75%) ditemukan di
dalam mukosa oksintik dan mengandung mucous neck, parietal, chief, endocrine,
dan enterochromaffin cells. Kelenjar-kelenjar pyloric berada pada daerah antrum,
kelenjar-kelenjar ini mengandung mucous dan endocrine cells (termasuk gastrin
cells). Parietal cell, disebut juga oxyntic cell, lebih sering ditemukan pada bagian
leher lambung, atau pada isthmus, atau disebut juga kelenjar oksintik. Kelenjar
oksintik terletak pada bagian korpus dan fundus lambung, meliputi 75% bagian
proksimal lambung sementara kelenjar pilorik terletak pada bagian pilorik
lambung (Del Valle, 2005).
b. Lapisan submukosa
Lapisan submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini
memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Pada lapisan ini
banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Price dan
Wilson, 2006).
c. Lapisan muskularis
Lapisan muskularis tersusun atas tiga lapis otot polos. Bagian luar tersusun
atas lapisan longitudinal, bagian tengah tersusun atas lapisan sirkuler, dan bagian
dalam tersusun atas lapisan oblik (Price dan Wilson, 2006) .
d. Lapisan serosa
Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan
muskularis. Merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari
peritonium visceralis. Jaringan ikat yang menutupi peritonium visceralis banyak
mengandung sel lemak (Eroschenko, 2003).

Gambar 2. Gambaran histologis lambung normal (Sumber: Junqueira and


Carneiro, Basic Histology, a text and atlas)

B. Gastritis
Secara sederhana gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang sampai saat
ini masih sering dijumpai (Hirlan dan Tarigan, 2007).
Kasus gastritis dapat hanya superficial yang berarti belum begitu bahaya
namun bila berlangsung lama dapat menyebabkan atrofi mukosa lambung, dapat
juga dalam beberapa kasus menjadi sangat akut dan berat dengan ekskoriasi
ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri. Penelitian
menunjukkan bahwa gastritis banyak disebabkan oleh infeksi bakterial dan
beberapa berasal dari bahan yang dimakan yaitu alkohol dan aspirin. Hal ini
bersifat sangat merusak sawar mukosa lambung, yaitu mukosa kelenjar dan
sambungan epitel yang rapat (tight junctions) diantara sel pelapis lambung
(Guyton dan Hall, 1997).
Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficialis
akut dan gastritis atrofik kronis (Price dan Wilson, 2006).
a. Gastritis Superficialis Akut
Gastritis akut biasanya bersifat jinak. Penyebab penyakit ini adalah
endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin (OAINS). Destruksi sawar
mukosa lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang menyebabkan
cedera. Pada gastritis superficialis didapatkan gambaran mukosa tampak
memerah, edema, ditutupi oleh mukus yang melekat serta sering disertai erosi
kecil dan perdarahan. Gastritis akut mereda bila agen penyebab dihilangkan.
Penggunaan penghambat Histamin 2 (H2) dapat mengurangi sekresi asam, antasid
dapat menetralkan asam yang tersekresi, sehingga mempercepat penyembuhan
(Price dan Wilson, 2006) .
Gastritis akut berupa peradangan akut mukosa lambung yang bersifat
sementara. Peradangan ini bisa disertai perdarahan mukosa. Pada keadaan yang
lebih berat dapat dijumpai terlepasnya permukaan epitel mukosa (erosi). Gastritis
akut dengan erosi yang berat merupakan penyebab utama perdarahan
gastrointestinal akut (Betty, 2007). Patogenesis gastritis akut masih belum
diketahui dengan jelas karena mekanisme normal dari proteksi mukosa lambung
tidak diketahui dengan jelas secara menyeluruh, Keadaan ini sering dihubungkan
dengan penggunaan obat-obatan seperti NSAIDs (Non-sfero idal Anti-
inflammatory Drugs), peminum alkohol yang berlebihan, perokok berat,
kemoterapi, uremia, infeksi sistemik (seperti Salmonellosis), stres berat (trauma,
luka bakar, operasi), iskemik dan shok, usaha bunuh diri dengan asam dan basa
keras, trauma mekanik (intubasi nasogastrik) serta pada keadaan paska
gasterktomi distal dengan refluks cairan empedu (Betty, 2007).
Pada gastritis akut bisa mengakibatkan gangguan pada lapisan mukosa
lambung; rangsangan sekresi asam dengan difusi balik ion Hidrogen ke epitel
permukaan penurunan produksi bufer bikarbonat oleh sel epitel permukaan,
penurunan aliran darah mukosa serta kerusakan langsung terhadap epitel (Betty,
2007). Gejala tergantung pada beratnya perubahan anatomi lambung.
Pada gastritis akut mungkin tidak menunjukkan gejala secara menyeluruh,
keluhan bisa berupa nyeri epigastrik dengan adanya mual dan muntah sampai
hematemesis, melena dan mampu menimbulkan kehilangan darah secara fatal.
Penyebab utama hematemesis terutama dijumpai pada peminum alkohol. Pada
pasien dengan arthritis rematoid yang menggunakan aspirin, hampir 25% pasien
kadang-kadang mengalami serangan gastritis akut dengan perdarahan yang
tampak atau tersembunyi. Resiko perdarahan lambung yang ditimbulkan oleh
penggunaan obat NSAIDS tergantung pada dosis obat yang digunakan, dimana
resiko ini meningkatkan komplikasi pada pasien dengan penggunaan obat dalam
jangka waktu panlang (Betty, 2007).
b. Gastritis Atrofik Kronis
Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai
kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan
permukaan mukosa menjadi rata. Ada dua jenis, pertama gastritis kronis tipe A,
merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel
parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan chief
cell dapat menurunkan sekresi asam dan meningkatnya kadar gastrin. Kedua
adalah gastritis kronik tipe B atau disebut juga gastritis antral karena umumnya
mengenai daerah antrum dan lebih sering terjadi. Penyebab utamanya adalah
Helicobacter pylori (H.pylori). Selain itu dapat juga disebabkan oleh alkohol,
merokok, dan refluk empedu.
Gastritis atrofi yang berupa penipisan lapisan mukosa lambung ini ditandai
dengan hilangnya kelenjar karena jejas mukosa yang berulang dan kronis.
Gambaran awal atrofi berupa fokus yang multipel (Multifokal Atrophic Gastritis)
pada daerah peralihan antrum dan korpus di daerah kurvatura minor. Bila
berlangsung kronis akan mengenai seluruh antrum, namun korpus hanya relatif
sedikit. Hilangnya kelenjar dapat diakibatkan oleh erosi atau tukak pada mukosa
yang disertai rusaknya lapisan kelenjar, proses radang kronik dan kerusakan yang
terjadi sedikit demi sedikit ("piecemeal'). Pada umumnya regenerasi dapat melalui
berbagai jalur diferensiasi, Pada daerah yang mengalami regenerasi menghasilkan
gambaran kelenjar metaplasi ‘pseudo-pilorik' (pada korpus) dan metaplasia
intestinal. Prevalensi dan beratnya atrofi pada pasien gastritis meningkat sesuai
dengan meningkatnya umur. Faktor makanan tertentu dapat mempengaruhi
keadaan ini seperti konsumsi garam berlebihan, makanan diasap, nitrit,
nitrosamin. Nitrosamin dapat dirubah menjadi nitrit, yang membantu kolonisasi
an-aerobik bakteri ini dalam suasana hiprokhlorhidria lambung. Konsumsi
sayuran dan buah-buahan antioksidan vitamin C, E, p-karoten dan selenium dapat
mencegah perkembangan gastritis atrofi (Betty, 2007).
Pada gastritis tipe ini juga didapatkan adanya tanda-tanda peradangan,
mukosa tampak kemerahan, edema, dan tampak sebukan sel-sel radang. Sering
pula terjadi erosi dan perdarahan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis
dan tukak pada lambung adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif dan
faktor defensif. Faktor agresif meliputi asam lambung, pepsin, refluks asam
empedu, nikotin, OAINS, kotikosteroid, dan kuman Helicobacter pylori. Sedang
yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa, sel epitel
permukaan, prostaglandin, fosfolipid/surfaktan, musin, mukus, bikarbonat,
motilitas, impermeabilitas mukosa terhadap ion hidrogen, dan regulasi pH intrasel
(Simadibrata, 2005).

C. Pertahanan lapisan mukosa pada lambung


Terdapat sistem pertahanan yang rumit pada lambung untuk melindungi
lapisan mukosa dari kerusakan dan memperbaiki kerusakan yang ada. Beberapa
substansi yang dapat merusak lapisan mukosa lambung selain HCl dan pepsin,
adalah obat-obatan, minuman alkohol, dan infeksi bakteri (Del Valle, 2005). Pada
keadaan normal, terjadi keseimbangan antara kecepatan sekresi cairan lambung
dengan mekanisme pertahanan sawar mukosa lambung (Guyton dan Hall, 2006).
Pertahahan mukosa lambung berupa lapisan mukus-bikarbonat, yang memberikan
barier fisikokimia terhadap molekul-molekul dengan berbagai tingkatan termasuk
ion-ion H+ (Silbernagl dan Lang, 2000).
Mukus adalah hasil sekresi dalam sebuah sistem regulasi dari permukaan
epithelial gastroduodenal. Mukus ini mengandung air (95%) dan campuran dari
lipid dan glikoprotein. Mucin pada mukus merupakan unsur penting terdiri atas
glikoprotein, dalam kombinasinya dengan fosfolipid, membentuk lapisan
hidrofobik dengan asam-asam lemak yang berada sepanjang menuju ke dalam
lumen dari membran sel. Mucous gel berfungsi seperti sebuah nonstirred water
layer yang menahan difusi ion-ion dan molekul-molekul seperti pepsin (Silbernagl
dan Lang, 2000).
Bikarbonat, merupakan hasil sekresi dari permukaan sel-sel epithelium
dari gastroduodenal mukosa ke dalam mucous gel, yang dapat membentuk sebuah
keadaan pH 1-2 pada permukaan lumen lambung dan pH 6-7 pada sepanjang
lapisan permukaan sel-sel epithelium lambung (Silbernagl dan Lang, 2000).
Sekresi bikarbonat distimulasi oleh Ca 2+, prostaglandins, persarafan kolinergik,
dan keasaman lumen. Permukaan sel-sel epitelium memberikan garis pertahanan
lanjutan yang melewati faktor-faktor yang kuat, seperti produksi mucus, transport
ionik dari sel-sel epitel yang menjaga pH dalam intracellular dan produksi
bikarbonat, dan intracellular tight junctions (Del Valle, 2005).

D. Pembaruan dan pemulihan


Mukosa lambung memiliki kemampuan luar biasa dalam memelihara
keutuhan epitel setelah cedera superfisial. Sel-sel mukosa lambung dengan cepat
diganti yang baru dan sel-sel yang baru bergeser keatas menggantikan sel-sel
superfisial yang lepas kedalam lumen. Pemulihan terjadi dengan migrasi sel-sel
dari dalam foveola melalui proses yang umum disebut restitusi mukosa lambung.
Migrasi epitel merupakan mekanisme pemulihan cepat setelah cedera kimiawi,
suhu, hiperosmolar yang tidak sampai merusak lamina basal. Pada saat terjadi
kerusakan, sepertiga bagian bawah epitel yang masih baik, dirangsang untuk
bermigrasi diatas lamina basal bagian yang rusak dari epitel permukaan.
Kemudian lamina basal ditutupi selapis tipis sel-sel gepeng atau kuboid, yang
selanjutnya bertambah tinggi dan memperoleh kembali aktivitas sekresinya
(Fawcett, 2002).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Lambung merupakan salah satu organ pencernaan yang terletak di bawah
esofagusyang berbentuk seperti huruf J yang dilengkapi dengan sel mukus,
sel, parietal dan chief sel yang bertugas mensekresikan berbagai enzim
pencernaan.
2. Penyakit gastritis adalah radang atau inflemasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung.
3. Pertahanan lapisan mukosa lambung berupa mukus-bikarbonat, yang
memberikan barier fisikokimia terhadap molekul-molekul dengan berbagai
tingkatan termasuk ion-ion H+.
4. Mukosa lambung memiliki kemampuan luar biasa dalam memelihara
keutuhan epitel setelah cedera superfisial. Sel-sel mukosa lambung dengan
cepat diganti yang baru dan sel-sel yang baru bergeser keatas menggantikan
sel-sel superfisial yang lepas kedalam lumen.

B. Saran
1. Menambah lebih bayak refernsi guna memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai penyakit gastritis ini.
2. Berdasarkan isi dari makalah kebiasaan makan dan minuk yang tidak sehat
dapat mempengaruhi kesehatan lambung, untuk itu perlu perhatian khusus
terhadap pola makan untuk menjaga kesehatan lambung.
DAFTAR RUJUKAN

Aiache, J.M., Devissaguet, J., dan Hermann, A.M.G. (1993). Biofarmasi. Edisi II.
Penerjemah: Widji Soeratri. Surabaya: Airlangga University Press.

Berkow, R. 1997. The Merck Manual of Medical Information. New York: Pocket
Books Health.

Bloom dan Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 9. Jakarta : EGC,

Del Valle J. 2005. Peptic Ulcer Disease and Related Disorder. Harrison, T. R.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw-
Hill,

Eroschenko V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi
9. Jakarta: EGC,

Fawcett D. W. and Bloom. 2002. Buku Ajar Histologi. ed. XII. Alih bahasa: Jan
Tambayong. Jakarta: EGC

Guyton A.C. and Hall J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th.
Philadelphia: Elsevier Inc.

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC,

Hirlan dan Tarigan P . 2006. Buku Aja Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FK UI,

Junqueira L. E. dan Carneiro J. 1995. Histologi Dasar. Alih Bahasa: Adj Dharma.
Jakarta: EGC

Lestari, Dwi P. 2008. Uji Toleransi Lambung Terhadap Fero Sulfat yang
Diberikan Dalam Cangkang Kapsul Alginat Pada Penderita Anemia
Defisiensi Besi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, USU. Medan

Price S. A. dan Wilson L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit. Jakarta : EGC,

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1991). Patofisiologi. Penerjemah: Adji


Dharma.Edisi II. Jakarta: EGC.

Silbernagl S. and Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. 5th ed. Stuttgart:
Thieme,

Simadibrata, M. 2005. Kelainan saluran cerna sebagai efek samping obat anti
inflamasi non steroid. Acta Medica Indonesiana.
Soedeman, W. dan Soedeman, T.M. (1995). Patofisiologi Soedeman: Mekanisme
Penyakit. Edisi VII. Jilid I. Jakarta: Hipokrates.

Sukirno. 2008. Saluran Pencernaan http://sukirno


sukirno.blogspot.com/2008/12/lambung-manusia.html Diakses pada tanggal
14 Februari 2011
GASTRITIS
(RADANG/INFLAMASI MUKOSA LAMBUNG)

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas pada MK Fisiologi Lanjut

Oleh
Kelompok 2 Kelas A
Ermin (100341507512)
Rudi Yulianto (100341507521)
Nur Rohman Hadi (100341507522)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FEBRUARI 2011

You might also like