You are on page 1of 6

PENERAPAN METODE

PEMBELAJARAN KLINIK KEBIDANAN

Dosen Pengajar : Siti Maimunah, MM. Kes.

Oleh :
Kelompok 9

1. Yulia Paramita
2. Yuni Sri Rahayu
3. Micke Indriani S.

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN
UNIVERSITAS KADIRI
T.A. 2010/2011
PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan metoda atau strategi pembelajaran praktek klinik


keperawatan (atau kebidanan) penting sekali apa yang disebut sebagai Supportive
Relationship antara Pembimbing dengan Peserta Didik atau Orientee (bila dalam
konteks penerimaan Perawat atau Bidan sebagai karyawan baru). Supportive
Relationship merupakan kunci utama dalam keberhasilan pembelajaran praktek
klinik. Supportive Relationship dalam hal ini adalah Mentoring.
Mentoring biasa dilaksanakan oleh seorang Mentor, dimana ia berperan secara
khusus, memiliki ikatan personal untuk membantu praktek individu dengan
perkembangan karir mereka (Deane & Campbell, 1985). Seorang mentor membuat
perencanaan karir untuk Mentee-nya dan berperan tidak hanya di klinik. Secara
umum mentor berperan sebagai “helper” bagi mentee-nya.  Fungsi mentor bagi
seorang atau lebih mentee dapat berupa:
1. Advicer (penasihat)
2. Coach (pelatih)
3. Counsellor (konseling)
4. Guide atau networker
5. Role model
6. Sponsor
7. Teacher
8. Resource facilitator
Kompetensi seorang mentor antara lain:
1. memiliki pengetahuan dan pengalaman
2. membangun kekuatan mentee dan memberikan umpan balik yang konstruktif
3. memiliki keterampilan untuk berkomunikasi, konseling, dan pemberian instruksi
4. memberikan informasi dan ketersediaan sumber (informasi)
5. memiliki kemampuan yang baik untuk memberikan penilaian atau evaluasi.
Proses Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran teori dapat berupa pembelajaran teori di kelas, tutorial,


bedah pustaka, jurnal, bedah buku, diskusi presentasi, seminar dan penugasan.
Kegiatan pembelajaran praktik laboratorium untuk mata kuliah keahlian yang
membutuhkan latihan, ketrampilan atau psikomotor. Kegiatan praktik
diselenggarakan di laboratorium atau di lakan praktik. Praktik laboratorium
merupakan kegiatan terstruktur yang ditunjang dengan alat dan bahan habis pakai di
laboratorium.
Praktik laboratorium difokuskan pada pendalaman materi atau lanjutan
praktik yang merupakan updating ketrampilan yang telah dimiliki berdasarkan konsep
evidence based. Selain itu juga peserta didik dilatih untuk pengambilan keputusan
klinik pada kasus kebidanan atau dengan probandus dan pasien langsung. Proses
pembelajaran dilakukan dengan menekankan pada learning by group serta latihan
individual menggunakan daftar tilik dan penuntun belajar. Diharapkan peserta didik
dapat mencapai tingkat proficient pada model.
Praktik klinik difokuskan pada perubahan-perubahan praktik klinik
berdasarkan evidence based, pendalaman ketrampilan klinik kebidanan dan lanjutan
praktik pada ruang lingkup patologi kebidanan dan spesialistik dengan konsep praktik
mandiri, kolaburasi dengan mitra kerja, mengenal tehnologi kebidanan dan mampu
melaksanakan prosedur diagnosis kebidanan, serta merujuk jika berada pada layanan
klinik tingkat primer. Pengalaman peserta didik diperoleh dari situasi nyata di lahan
praktik, ditunjang dengan kemampuan komunikasi konseling, bermitra dengan
spesialis kebidanan dan anak. Dalam kegiatan praktik disertai alat penuntun belajar
dan alat evaluasi.
Pada pelaksanaan praktik peserta didik dibagi menjadi menjadi beberapa
kelompok kecil, masing-masing kelompok dibimbing oleh pembimbing dari Jurusan
Kebidanan dan lahan praktik. Setiap peserta didik ditugaskan membuat laporan kasus
praktik dan dokumentasi asuhan kebidanan. Pada akhir setiap unit lahan praktik atau
unit kompetensi praktik dilakukan kegiatan seminar kasus kebidanan sesuai kasus
critical yang ditemui dan dilakukan evaluasi praktik klinik di lahan praktik oleh
pembimbing.
4.3 Konseling tentang Pencegahan Infeksi dan Imunisasi
4.3.1 Pencegahan Infeksi
Infeksi neonatus pada bayi sering dijumpai, apalagi di daerah pedesaan dengan
persalinan dukun beranak. Menghadapi keadaan demikian bidan harus mampu mengatasi
dan segera melakukan rujukan sehingga bayi mendapat pengobatan yang cepat dan tepat.
Penyakit ini dapat terjadi melalui :
1. Infeksi antenatal
Terjadi sejak masih dalam kandungan
2. Infeksi intranatal
Terjadi saat berlangsungnya persalinan
3. Infeksi postnatal
Terjadi setelah bayi berada diluar kandungan
A. Gejala klinis infeksi pada bayi :
1. Malas minum
2. Bayi tertidur
3. Tampak gelisah
4. Pernafasan cepat
5. Berat badan cepat menurun
6. Terjadi diare dengan segala manifestasinya
7. Panas badan bervariasi dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
8. Pergerakan aktifitas bayi mulai menurun
9. Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar
dan lien (hepatosplenogemeli), purpura (bercak darah dibawah kulit), dan kejang-
kejang.
B. Cara atau upaya pencegahan infeksi
Menurut Depkes RI (2000), berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah
infeksi pada bayi baru lahir yaitu :
1. Pencegahan infeksi pada tali pusat
Merawat tali pusat untuk menjaga luka tetap bersih. Jangan mengoleskan bahan atau
ramuan apapun ke tali pusat. Perawatan tali pusat dilakukan dengan membungkus tali
pusat memakai kasa steril dan kering.
2. Pencegahan infeksi pada kulit
Kontak kulit bayi dan ibu sedini mungkin setelah lahir menyebabkan terjadinya
kolonisasi mikro organisme ibu yang cenderung bersifat non pathogen, dan juga
antibodi yang terkandung di dalam air susu ibu. Disamping itu lakukan rawat gabung
ibu dan bayi dapat menghilangkan bahaya bayi terkena infeksi silang
3. Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
Segera setelah lahir kedua mata bayi diberi salep mata tetrasiklin 1% atau salep mata
eritromisin 0,5% dalam 1 jam setelah lahir. Upaya profilaksasi untuk gangguan pada
mata tidak akan efektif jika pemberiannya lewat 1 jam pertama.
4. Pencegahan infeksi saluran pernafasan
Dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi tidak boleh dibawa berpergian
keluar, di rumah hubungan dengan orang dewasa harus sedikit mungkin. Jika salah
satu anggota keluarga ada yang menunjukkan tanda-tanda flu atau pilek, Ia tidak
boleh mengurus bayi atau perlengkapan bayi sampai benar-benar sembuh.
Biasanya anak-anak di rumah harus diajari agar tidak memegang bayi, terutama bayi
hanya boleh dipegang atau dicium pada kakinya dan tidak boleh pada tangan atau
mukanya. Kebersihan itu sendiri sangat diperlukan untuk mencegah infeksi pada
bayinya. Ketelitian ibu untuk mencuci tangan sebelum memegang bayi dan
kebersihan akan pakaiannya dan pakaian bayi amat penting

4.3.2 Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
terhadap penyakit tertentu. Manfaat imunisasi adalah untuk menurunkan morbiditas,
mortalitas dan cacat serta mungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu
daerah atau negeri.
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit
infeksi tertentu. Sesuai dengan KEP.KONICA (Kongres Nasional Ilmu Kesehatan
Anak) Imunisasi dapat diberikan pada :
(1) Anak sehat
(2) Anak pilek
(3) Anak batuk tanpa sesak
(4) Anak diare < dari 6x
(5) Anak kurang gizi ringan
Jenis imunisasi yang diberikan pada bayi neonatus:
(1) Vaksin BCG
Vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG
diberikan 1 kali sebelum umur 2 bulan (depkes 0-12 bulan). BCG ulang tidak
diberikan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan intrakutan didaerah insersio m. deltoideus dengan dosis untuk
bayi < 1 tahun sebanyak 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Pada bayi perempuan dapat
disuntikkan di paha kanan atas.
(2) Vaksin DPT
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit difteria,
pertusis, dan tetanus dalam waktu yang bersamaan. Imunisasi dasar vaksin DPT dapat
diberikan setelah berusia 2 bulan sebanyak 3x (DPT I, DPT II, DPT III) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
demam, nyeri, bengkak lokal, abses steril, syok dan kejang.
(3) Vaksin Hepatitis B
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B.
Imunisasi ini diberikan 25
sedini mungkin segera setelah bayi lahir. Imunisasi dasar diberikan 3x dengan jarak
waktu satu bulan antara suntikan 1, 2, dan 5 bulan antara suntikan 2 dan 3. Imunisasi
ulang diberikan 5 th setelah imunisasi dasar. Efek samping berupa efek lokal (nyeri
ditempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada
saluran cerna) yang akan hilang beberapa hari.
(4) Vaksin Polio
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Imunisasi dasar vaksin polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, dan IV) dengan interval
tidak kurang 4 minggu. Vaksin ini diteteskan 2 tetes (0,1 ml) langsung ke mulut anak
atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
(5) Vaksin Campak
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Imunisasi campak dianjurkan satu dosis pada umur 9 bulan atau lebih. Vaksin
disuntikkan subkutan dalam sebanyak 0,5 ml. Efek samping yang mungkin terjadi
berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis, dan gejala kataral serta ensefalitis
(jarang)

You might also like