You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran teologi yang
berkembang. Salah satu pembicaraan penting dalam teologi Islam adalah masalah
perbuatan manusia (af'al ai-'ibad).

Dalam kajian ini dibicarakan tentang kehendak (masyi'ah) dan daya


(istitha'ah) manusia. Hal ini karena setiap perbuatan berhajat kepada daya dan
kehendak. Persoalannya, apakah manusia bebas menentukan perbuatan-
perbuatannya sesuai dengan kehendak dan dayanya sendiri, ataukah semua
perbuatan manusia sudah ditentukan oleh qadha dan qadhar Tuhan? Dalam
sejarah pemikiran Islam, persoalan inilah yang kemudian melahirkan paham
Jabariyah dan Qadariyah.1

BAB II
1
Ahmad Amin, Fajr al-lslam, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut Lebanon, 1969, hal. 285

1
PEMBAHASAN

A. ALIRAN QODARIYAH

1. Latar Belakang

Ditinjau dari segi llmu Bahasa, kata Qadariyah berasal dari kata qadara
yang artinya kemampuan atau kekuatan. Sedang menurut pengertian
terminologi, al-Qadariyah adalah : Suatu kaum yang tidak mengakui adanya
qadar bagi Tuhan. Mereka menyatakan, bahwa tiap-tiap hamba Tuhan
adalah pencipta bagi segala perbuatannya; dia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Golongan yang melawan
pendapat mereka ini adalah al-Jabariyah. 2

2. Sejarah Qodariyah

Latar belakang timbulnya qodariyah ini sebagai isyarat kebijaksanaan


politik Bani Ummayah yang di anggapnya kejam. Tak dapat di ketahui pasti
kapan paham ini timbul dalam sejarah perkembangan teologi Islam, tetapi
menurut keterangan ahli teologi Islam, aliran ini ditimbulkan oleh Ma’abad
al-jauhani dan temannya Ghailan al- Dimasyqidi Irak. Ghailan adalah
seorang orator, maka tidak heranlah jika banyak orang yang tertarik untuk
mengikuti pahamnya.3 Sedangkan Ma’abad adalah seorang seorang tabi’i
yang baik tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-
Rahman ibn al – Asy’as, gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan
bani Umayyah. Dalam pertempuran al- Hajjaj Ma’bad mati terbunuh pada
tahun 80 H.

3. I’tiqod Kaum Qadariyah

2
Ibid., hal. 436
3
Ahmad Amin, toe. Cit. 286

2
Kaum Qodariyah beri’tiqod bahwa perbuatan manusia diciptakan
oleh manusia sendiri dengan qodrat yang telah di berikan tuhan kepadanya
dari mereka lahir ke dunia. Kaum Qodariyah mengemukakan dalil-dalil
‘akal dan dalil-dalil naqal (Quran dan hadist) untuk memperkuat pendirian
mereka, mengapa mereka di beri pahala kalau berbuat baik dan disiksa
kalau berbuat maksiat, padahal yang membuat atau menciptakan hal itu
adalah Allah SWT? dan mereka juga mengatakan kalau tuhan itu tidak adil.

Beberapa dalil yang di kemukakan oleh kaum Qodariyah tanpa


memperhatikan tafsir-tafsir nabi dan sahabat nabi ahli tafsir.

“Bahwasannya Allah tidak bisa merubah nasib suatu kaum, kalau


tidak mereka sendiri yang merubahnya.” (Ar-Ra’d; 11). Kaum Qodariyah
menyatakan pada ayat tadi bahwa Tuhan “ Tidak Bisa” atau “Tidak Kuasa”
merubah nasib manusia kecuali mereka sendiri yang merubahnya. Nampak
jelas sekali bahwa kepercayaan kaum Qodariyah ini sama dengan kaum Mu’
tajillah, hanya perlainannya kaum Mu’tajzillah mengatakan “ Bahwa
pekerjaan manusia yang baik di jadikan Tuhan”. Sedangkan kaum
Qodariyah “ baik dan buruk tidak di jadikan oleh tuhan”.

Fatwa kaum Qodariyah dan Mu’tajzillah ini tidak sesuai dan di


tentang oleh Ahlusunah waljama’ah, yang di imami oleh Imam Abu Hasan
Al-Asy’ari, Kaum Ahlussunnah mengemukakan, Tuhan berfirman dalam
Al-Quran :

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu


perbuat itu".” (As-shaffat : 96). Terang bahwa dalam ayat ini yang
menjadikan mausia dan yang menjadikan pekerjaan manusia adalah
Tuhan, Bukan manusia. Jadi takdir sudah tertulis dalam izal sebelum
manusia di lahirkan,

3
“Dan tidak bisa kamu menghendaki, kecuali kalau dikehendaki
Allah, Tuhan semesta alam” ( QS. At-Takwir : 29)

Dalil-dalil yang di majukan oleh kaum Qodariyah sangat


bertentangan bahkan tidak tepat. Arti yang di kemukakan pada ayatke ll
surat ar Ra’ad itu jelas-jelas salah, bahwa yang benar “Bahwasannya
Tuhan tidak mengambil nikmat yang telah di berikan-Nya kepada
manusia, kecuali kalau mereka sudah merubah, yakni dari tha’at menjadi
durhaka” Contoh : Tuhan telah memberi banyak sekali nikmat, kalau
dengan nikmat ini kita berfoya-foya, membuat segala macam dosa maka
anugrah ini akan di ambilNya. Inilah janji Tuhan.
Qodariyah ini di pelopori oleh Ma’bah Al-Jauhani Al-bisri di tanah Irak.
Beliau juga sebagai seorang yang alim juga tentang Al-Quran dan hadist,
tetapi kemudian ia menjadi sesat dan membuat pendapat-pendapat yang
salah serta batal. Tetapi ia di bunuh oleh Abdul Malik bin Marwan dan di
Sulakan di Damsyik Th 80 H.

Pendapat yang batal sebagai berikut: “Bahwasanya Allah SWT


tidak mengetahui segala apa pun yang di perbuat oleh manusia, dan tidak
pula yang di perbuat oleh manusia itu dengan Qudrat dan Iradat Allah
SWT. Bahkan manusialah yang mengetahui serta mewujudkan segala
yang di amalkannya, itu semuanya dengan kodrat iradat manusia sendiri,
Tuhan sama sekali tidak campur tangan di dalam pembuktian amalan-
amalan itu.”

Kaum muslimin sudah sepakat seluruhnya menghukumi golongan


Qodariyah ini termasuk golongan kafir. Mengapa golongan ini dinamakan
Qodariyah padahal mereka mengingkari Allah SWT? Karena ia
mendustakan Qudrat dan iradrat Allah tetapi yang dipakai dan ditetapkan
adalah Qudrat lradat itu untuk manusia, berarti yang mewujudkan dan

4
menentukan segala sesuatu yang di kerjakan oleh manusia itu adalah
qudrat dan lrodat manusia itu sendiri, sedang Allah tidak campur tangan
dan tidak mengetahuinya. Menurut lmam Nawawi, mazhab yang serupa
dengan itu pada saat ini sudah lenyap sekali dari kalangan umat lslam.

4. Tokoh-tokoh pendiri aliran Qodariyah :

a. Ma’bad Al Juhaini. Seorang tabi’in, generasi kedua sesudah Nabi


Muhammad SAW. Ia pernah belajar dengan Wahsil bin Atha’ (Imam kaum
Mu’tazilah) kepada syeikh Hasan Basri di Basrah. Ia dihukum mati oleh Hajjaj
seorang penguasa di basrah ketika itu karena fatwa-fatwanya yang salah

b. Ghailan Ad Dimasyqi. Penduduk Kota di Masqi (syiria) bapaknya


seorang yang pernah bekerja pada khalifah Usman bin Affan dan Ghailan pun
dihukum mati sama seperti Ma’bad

c. Ibrahim bin Safar An Nazham. Imam paham Qodariyah ini yang besar
juga sebagai imam mu’tazilah ia meninggal pada 211 H

B. ALIRAN JABARIYAH

1. Pengertian

Jabariyah berasal dari kata yabara, berarti memaksa atau terpaksa.


Menurut al-Syahrastani, al-jabr berarti meniadakan perbuatan manusia da-
lam arti yang sesungguhnya (nafy al-fi'l 'an al'abd haqiqah) dan menyan-
darkan perbuatan itu kepada Tuhan.4 Menurut paham ini, manusia tidak
kuasa atas sesuatu. Karena itu, manusia tidak dapat diberi sifat "mampu"
(istitha'ah). Manusia sebagai dikatakan Jahm ibn Shafwan, terpaksa atas
perbuatan-perbuatannya, tanpa ada kuasa (qudrah), kehendak, (iradah), dan
pilihan bebas (al-ikhtiyar). Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia,
sebagaimana perbuatan Tuhan atas benda-benda mati. Oleh karena itu,

4
Syahrastani, AI-Milal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, Beirut, Tanpa tahun, hal. 115

5
perbuatan yang disandarkan kepada manusia harus dipahami secara majazy,
seperti halnya perbuatan yang disandarkan pada benda-benda. Misalnya
ungkapan, "Pohon berbuah, air mengalir, dan batu bergerak.

Al-Syahrastani membagi Jabariyah ke dalam dua kelompok yaitu


Jabariyah ekstrim (al-khalisah) dan Jabariyah moderat (al-Mutawassitah).
Jabariyah ekstrim tidak menetapkan perbuatan kepada manusia sama sekali,
tidak pula kekuasaan atau daya untuk menimbulkan perbuatan. Sementara
Jabariyah moderat mengakui andil manusia atas perbuatannya.5

2. Sejarah Jabariyah

Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum


Islam. Keadaan mereka yang bersahaja dengan lingkungan alam yang
gersang dan tandus, menyebabkan mereka tidak dapat melakukan
perubahan-perubahan sesuai dengan kemauan mereka. Akibatnya, mereka
lebih bergantung pada kehendak alam. Keadaan ini membawa mereka pada
sikap pasrah dan fatalistik.6

Pada masa keadaan keamanan sudah sudah pulih dengan tercapainya


perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu thalib, yang
tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah
mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya dengan bermain politik
yang licik. Ia ingin memasukkan dalam pikiran rakyat jelata bahwa
pengangkatan dirinya sebagai kepala negara dan memimpin umat islam
adalah berdasarkan “ Qodha dan Qodhar/ ketentuan dan keputusan Allah
semata-mata tidak ada unsur manusia.

3. Awal Kemunculan Jabariyah

5
''Harun Nasution, Teologi Islam, Cet, ke 2, Ul Press, Jakarta, 1978, hal. 31
6
Ibid.

6
Pertama kali muncul di Khurasan (Persia), bersamaan munculnya
golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini di pelopori
oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga di sebut Jahmiyah.

Namun pendpat lain mengatakan bahwa orang yang pertama


mempelopori jabariyah adalah Al-Ja’ad bin Dirham. Dia juga di sebut
sebagai orang yang pertama kali menyebut bahwa Al-Quran adalah makhluk
dan sifat-sifat Allah SWT.

4. Tokoh-Tokoh Jabariyah

a. Ja’ad bin Dirham. Ia adalah seorang hamba dari Bani Hakam dan tinggal
di damsyik. Ia di bunuh pancung oleh gubernur kufah yaitu khamid bin
Abdullah El-Qasri.7

b. Jahm bin Shafwan. Ia berasal dari Persia dan meninggal tahun 128 H
dalam suatu peperangan di marwa dengan Bani Umayah.

c. Husain al-Najjar merupakan salah seorang tokoh Jabariah moderat.


Pengikut-pengikutnya dikenal dengan sebutan "Al-Najjariyah".

5. I’tiqod Kaum Jabariyah

Kaum jabariyah beri’tiqod bahwa manusia itu “majbur” (terpaksa)


dalam gerak-geriknya, seperti bulu ayam diudara yang dipermainkan angin,
atau kayu dilaut yang diperminkan ombak, manusia tidak mempunyai daya
upaya, ikhtiar atau “kasab”. 8

Kaum ahlussunnah wal jama’ah berpendapat bahwa semuanya


dijadikan oleh Tuhan, tetapi Tuhan pula yang menjadikan adanya “ikhtiar”
atau “kasab” bagi manusia. Manusia berikhtiar dan manusia berusaha.

7
Jamaluddin al-Qasimi, Tarikh al-Jahmiyah wa al-Mu'tazilah, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1979, hal. 38
8
Ibid

7
Paham “wahdatul wujud” yang bersasal dan berpangkal dari kaum
jabariyah, adalah paham yang sesat lagi menyesatkan, harus dijauhi oleh
orang mu’min dan muslim.

6. Ciri-ciri Ajaran Jabariyah

a. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun. Setiap


perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata-mata Allah yang
menentukannya.

b. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.

c. Ilmu Allah bersifat hudust (baru).

d. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan mahluk ciptaan-
Nya.

e. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah
bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah
semata.

f. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.

g. Bahwa Al-Qur’an adalah mahluk, bukan kalamullah.


Taham bin Shafwan mengatakan bahwa manusia adalah dalam keadaan
terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun untuk
bertindak mengerjakan sesuatu. Allahlah yang menentukan sesuatu itu
kepada seseorang, apa yang dikerjakannya, baik dikehendaki oleh
manusia itu ataupun tidak. Jadi Allah ta’ala-lah yang memperbuat segala
pekerjaan manusia.

8
BAB III

KESIMPULAN

Aliran qodariyah adalah aliran yang berpaham, bahwa perbuatan manusia


diciptakan oleh manusia sendiri dan Tuhan tidak ikut sangkut paut dalam
kehidupan manusia.

Aliran jabariyah adalah aliran yang berpaham, bahwa perbuatan manusia


itu semua dari Allah dan manusia tidak dapat berbuat apapun. “bukanlah engkau
yang melontarkan ketika engkau melontarkan (musuh), tetapi Allahlah yang
melontarkan (mereka).” 9

Dan kedua paham ini merupakan paham yang sesat dan bertentangan
dengan ahlussunnah wal jama’ah.

9
(QS. al-Anfal: 17)

9
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin. 2005. I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. Jakarta : Pustaka


Tarbiyah.
Nasution, Harun. 2008. Teologi Islam. Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta

Hanafi, Ahmad. 1974. Pengantar Teologi Islam. Jakarta : Bulan Bintang

M.A, Asrowi. “Kajian Ilmu Kalam (Qadariah dan Jabariah).” Dari


http://cakrowi.blogspot.com/2010/05/kajian-ilmu-kalam-qadariah-
dan-jabariah.html (diakses pada 21 Maret 2011 )

10

You might also like