You are on page 1of 24

55PENGANGGURAN, INFLASI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH
Diajukan sebagai tugas kelompok Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi

Oleh

HAMBALI
IDAH WAHIDAH
KARINA PUJI FAUZIAH
MEGA PUSPITA SARI
M. FAUZI HIDAYAT
NOVITA AGISTIA SORAYA

( ADMINISTRASI NEGARA-B Semester II )

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010/1431

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, kami telah berhasil menyelesaikan makalah ini,
yang merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi di
jurusan Administrasi Negara.
Kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengangguran, Inflasi dan Kebijakan Pemerintah” ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca guna kesempurnaan
makalah ini.
Atas selesainya penyusunan tugas ini, kami sampaikan rasa terima kasih
yang setulus- tulusnya kepada semua pihak, yang telah memberikan bantuan atau
dorongan, baik moril maupun materil. Rasa terima kasih ini terutama untuk Ibu
Yulia Fithriany Rahmah sebagai dosen pembimbing dan kami sampaikan pula
rasa terima kasih kepada rekan- rekan administrasi Negara B.
Semoga semua amal yang telah diberikan kepada kami mendapatkan
imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata kami berharap, semoga
makalah ini bermanfaat bagi pihak- pihak yang membutuhkannya.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Bandung, April 2010

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………...……………………….....1

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGANGGURAN
A. Pengertian Pengangguran………………………………...……2
B. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran………...…………2
C. Jenis-Jenis Pengangguran………………………………..……2
D. Beberapa Hal Yang Menyebabkan Pengangguran……..……..4

2. INFLASI
A. Pengertian Inflasi……………………………………..……….4
B. Tiga Aspek Penting dalam Definisi Inflasi………………..…..5
C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Inflasi……...….5
D. Indeks Harga Konsumen dan Macam Inflasi…...……………..5
E. Kurva Phillips……………..…………………………………...8
F. Kebijakan Penanggulangan Inflasi…………………..……….10

3. KEBIJAKAN PEMERINTAH
A. Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Kebijakan Moneter.…...11
B. Kebijakan Fiskal………….………………………………….12
C. Kebijakan Moneter………….…………………….………….12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………..……………………………………14
B. Saran……………………………………………..…………………..14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….iii

4
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal terutama yang menjadi
pokok permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka
pertumbuhan positif dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi
adalah indikator pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang
secara bersamaan juga berkaitan dengan kemampuan daya beli.

Inflasi mencerminkan stabilitas harga, semakin rendah nilai suatu inflasi


berarti semakin besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun
masalah inflasi tidak hanya berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan
jasa. Inflasi juga sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli dari
masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung kepada upah riil.
Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan harga dibarengi dengan
kenaikan upah riil.

Masalah ketiga adalah pengangguran. Memang masalah pengangguran


telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara
berkembang seperti di Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan
dengan besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan
besarnya jumlah penduduk.

Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan


modal untuk berinvestasi. Masalah pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi di
negara-negara berkembang namun juga dialami oleh negara-negara maju. Namun
masalah pengangguran di negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan
daripada di negara-negara berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang

5
surutnya business cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi,
masalah ledakan penduduk, ataupun masalah sosial politik di negara tersebut.

Melalui makalah inilah kamimencoba untuk mengangkat masalah


pengangguran dengan segala dampaknya di Indonesia yang menurut pengamatan
kami sudah semakin memprihatinkan terutama ketika negara kita terkena imbas
dari krisis ekonomi sejak tahun 1997 .

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGANGGURAN

A. Pengertian Pengangguran

Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai
64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang
yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa
sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena
sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.

B. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran

Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat


dar prosentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.

Tingkat Pengangguran = Jumlah pengangguran/ Jumlah Angkatan Kerja x 100%

Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain:

a. Penduduk yang relatif banyak


b. Pendidikan dan keterampilan yang rendah
c. Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia
kerja
d. Teknologi yang semakin modern
e. Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan
penghematan-penghematan.
f. Penerapan rasionalisasi

7
g. Adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim
h. Ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan suatu negara

C. Jenis- Jenis Pengangguran

a. Menurut faktor penyebabnya, terbagi atas :

1. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara


yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara
pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.

2. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment

Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang


mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan
pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan
meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang
lebih baik dari sebelumnya.

3. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment

Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya


fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus
nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan
duren yang menanti musim durian.

4. Pengangguran Siklikal

8
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat
imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah
daripada penawaran kerja.

b. Menurut jam kerja, terbagi atas :

1. Pengangguran terbuka adalah pengangguran yang benar-benar terlihat


menganggurnya, tidak ada pekerjaan sama sekali.

2. Setengah pengangguran, terdiri atas pengangguran sukarela (voluntary


unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran suka
rela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karena ingin
mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran duka lara
adalah pengengguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan
namun belum berhasil mendapatkan kerja.

c. Menurut ciri-cirinya, terdiri atas :

1. Pengangguran terbuka

2. Pengangguran tersembunyi

3. Pengangguran musiman

4. Setengah menganggur

D. Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain:

i. Penduduk yang relatif banyak


j. Pendidikan dan keterampilan yang rendah
k. Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia
kerja
l. Teknologi yang semakin modern

9
m. Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan
penghematan-penghematan.
n. Penerapan rasionalisasi
o. Adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim
p. Ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan suatu negara

2. INFLASI

A. Pengertian

Inflasi adalah suatu keadaan di mana terdapat kenaikan harga umum


secara terus-menerus. Jadi bukan harga satu atau dua macan barang saja,
melainkan kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa, dan pula bukan
hanya satu atau dua kali kenaikan harga, melainkan kenaikan haraga secara terus-
menerus.

Untuk mengetahui tinggi rendahnya kenaikan harga atau laju kecepatan


inflasi itu seringkali digunakan indeks harga. Selain iti, untuk meneliti laju inflasi
biasanya macam barang dikelompokkan menjadi kelompok pangan, sandang,
papan dan lain-lain. Semua kelompok barang tersebut mengalami kenaikan harga
yang ditunjukkan oleh kenaikan angka indeks harga masing-masing.

Pembedaan inflasi atas parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari
inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai
pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untuk
berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang menjadi bergairah bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung,
maupun mengadakan investasi.

10
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi
hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau. Dan perekonomian
menjadi lesu, orang banyak tidak bersemangat, menabung, maupun mengadakan
investasi dan produksi. Tabungan akan semakin lenyap, dan digantikan dengan
hoarding, yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang.

Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin


langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda
kenaikannya, tetati justru akan menjadi semakin cepat, dan perekonomian menjadi
semakin parah keadaannya. Nilai uang merosot terus, dank arena itu uang semakin
tidak berharga sehingga begitu diterima terus dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan
semakin memperparah perekonomian.

B. Tiga aspek penting dalam definisi inflasi, yaitu sebagai berikut :

a. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin


saja tingkat harga yang terjadi/actual pada waktu tertentu turun atau naik
dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan
yang meningkat.

b. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus, yang berarti bukan


terjadi pada suatu waktu saja.

c. Mencakup pengertian tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang
meningkat bukan hanya pada satu waktu atau beberapa komoditas saja.

C.Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut


:

a. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk


menghasilkan barang dan jasa

11
b. Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.

c. Kenaikan harga barang impor

d. Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru

e. Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia


tahun 1998. akibatnya angka inflasi mencapai 70%.

D. Indeks Harga Konsumen dan Macam Inflasi

1. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Indeks harga konsumen adalah ukuran rata-rata perubahan harga dari suatu
paket komoditas (commodity basket) dalam suatu kurun waktu tertentu atau
antarwaktu.

Tujuan penghitungan IHK adalah sebagai berikut.

a.Mengetahui perkembangan harga barang dan jasa yang tergantung pada


diagram timbangan IHK.

b.Sebagai pedoman untuk menentukan suatu kebijaksanaan yang akan datang,


terutama di bidang pembangunan ekonomi.

c.Sebagai penghitungan penyesuaian Upah Minimum Kabupaten (UMK)

d.Mempermudah pemantauan supply dan demand khususnya barang


kebutuhan masyarakat yang ada di pasar.

2. Macam Inflasi

1. Berdasarkan laju pertumbuhan Indeks Harga Konsumsi (IHK) atau menurut


berdasarkan parah tidaknya inflasi terbagi atas :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)

12
2. Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)
3. Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)

Pembedaan inflasi atas parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari
inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai
pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untuk
berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang menjadi bergairah bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung,
maupun mengadakan investasi.

Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi
hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau. Dan perekonomian
menjadi lesu, orang banyak tidak bersemangat, menabung, maupun mengadakan
investasi dan produksi. Tabungan akan semakin lenyap, dan digantikan dengan
hoarding, yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang.

Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin


langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda
kenaikannya, tetati justru akan menjadi semakin cepat, dan perekonomian menjadi
semakin parah keadaannya. Nilai uang merosot terus, dank arena itu uang semakin
tidak berharga sehingga begitu diterima terus dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan
semakin memperparah perekonomian.

2. Berdasarkan dari penyebabnya, inflasi terbagi atas :

1. Inflasi permintaan (demand pull inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh
adanya tarikan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga mendorong harga
untuk meningkat. Tarikan permintaan ini biasanya disebabkan oleh adanya
pembelanjaan defisit atau anggaran belanja pemerintah yang defisit
(deficit financing).

13
Gambar 1.1

D1
P S

P1

P0

D1

S D

0 Dx=Sy Dx1=Sx1 X/S.t


Kenaikan Harga karena Tarikan Permintaan

2. Inflasi penawaran (cost push inflation) adalah inflasi yang ditimbulkan karena
desakan kenaikan biaya produksi, terutama kenaikan biaya tenaga kerja atau
upah buruh.

14
Gambar 1.2

S1
P
D S

P1

P0

S1

S D
S D

O Dx1=Sy1 Dx=Sx Y
Kenaikan Harga karena Dorongan
Kenaikan Biaya Produksi

3. Inflasi spiral (spiral inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan
harga yang didorong oleh kenaikan upah, dan diikuti oleh kenaikan harga
lagi, dan diikuti oleh kenaikan upah lagi.

4. Inflasi Impor atau Imported Inflation


Inflasi jenis ini terjadi karena pengaruh inflasi dari luar negeri, yaitu akibat
Adanya perdagangan antar Negara.

15
E. Kurva Phillips

Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran,


yaitu bila tingkat pengangguran tinggi, laju inflasi rendah; sedangkan bila tingkat
pengangguran rendah, laju inflasi tinggi. Keadaan ini pertama kali dikemukakan
oleh A.W. Phillips pada tahun 1958 yang mulanya melukiskan hubungan antara
tingkat perubahan upah dengan tingkat perubahan kesempatan kerja.

Kurva Phillips ini memiliki tiga ciri yaitu :


1. mempunyai lereng yang negatif , sehingga kurva ini turun dari kiri atas ke
kanan bawah.
2. Kurva Phillips mempunyai intersep pada sumbu horizontal pada tingkat
pengangguran natural, di mana pada saat itu tingkat inflasi sama degan
nol.
3. Kurva ini menunjukkan tanggapan tingkat pengangguran terhadap
perubahan tingkat inflasi. Ini ditunjukkan oleh besar kecilnya lereng kurva
Phillips tersebut.

Gambar 1.3

16
Tingkat
Inflasi (%)

Kurva Phillips

O U Pengangguran (%)

Kurva Phillips

Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya, tetapi seperti pendapat
Friedman dan Phelps, bahw kurva Phillips tidak menunjukkan suatu hubungan
jangka panjang yang stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar bila
pengambil keputusan mencoba mempertahankan tingkat pengangguran di bawah
tingkat pengangguran natural, dan sebaliknya bila tingkat pengangguran dibiarkan
berada di atas tingkat pengangguran natural, maka kurva Phillips akan bergeser
ke bawah. Selanjutnya Friedman dan Phelps seperti halnya dengan Phillips sendiri
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan
tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi inflasi akan semakin cepat pada
kenaikan tingkat upah.

17
F. Kebijakan Penanggulangan Inflasi

Menurut kaum Klasik maupun Keynes inflasi tidak hanya berkaitan


dengan uang beredar, tetepi juga dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Oleh karena itu, untuk menanggulangi inflasi yang utama
ialah menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar atau mengurangi
jumlah uang yang beredar. Cara ini dapat di tempuh dengan berbagai kebijakan
sebagai berikut:
1. Kebijakan bertahap (gradual approach) yaitu menghendaki pengurangan
laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Tindakan ini akan
mengurangi laju peningkatan harga, tetapi juga akan menambah tingkat
pengangguran.
2. Kebijakan drastis (cold turkey approach) yaitu menghendaki pengurangan
jumlah uang beredar secara drastis, pengambil kebijakan berusaha
menghilangkan inflasi secara cepat, namun dengan pendekatan ini
peningkatan jumlah pengangguran menjadi lebih besar.
3. Kebijakan penghasilan (income policy) yaitu menghendaki adanya
penekanan tingkat upah secara cepat baik dengan perundang-undangan
atau dengan himbauan. Jadi kebijakan penghasilan adalah kebijakan yang
mencoba mengurangi kenaikan tingkat upah dan tingkat harga secara
cepat.
4. Kebijakan insentif perpajakan (tax incentive plan), dalam kebijakan ini
pemerintah mengenakana pajak tambahan terhadap perusahaan-perusahaan
yang menaikkan tingkat upah, dan justru mengurangi pajak terhadap
perusahaan yang tidak melakukan kenaikan tingkat upah.

18
3. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter umumnya dianggap sebagai


kebijakan untuk mengelola sisi permintaan akan barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. Kedua kebijakan ini menyangkut masalah pengelolaan permintaan
dengan tujuan untuk mempertahankan produksi nasional suatu perekonomian atau
suatu negara yang mendekati kesempatan kerja penuh (full employment) dan juga
mempertahankan tingkat harga barang dan jasa pada tingkat yang sudah tercapai
sekarang. Apabila terdapat kelebihan permintaan di atas penawaran akan dapat
menimbulkan inflasi, sedangkan apabila terdapat kelebihan penawaran di atas
permintaan akan terjadi deflasi dan pengangguran.

Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan dalam perekonomian dengan


menggunakan kebijakan fiskal yaitu dengan cara meningkatkan dan mengurangi
pengeluaran pemerintah dan subsidi, meningkatkan dan mengurangi tingkat pajak,
sedangkan dengan kebijakan moneter pemerintah dapat mengurangi atau
menambah jumlah uang yang beredar, atau dengan campuran dua kebijakan itu
yaitu dengan mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang
beredar secara bersama-sama.
Hubungan antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dapat dilukiskan
pada gambar di bawah ini :

19
Kebijakan
Moneter

Pasar Uang &


Surat Berharga Pendapatan

Tingkat
Bunga
Permintaan
agregat
Pasar Harga barang &
Kebijakan
barang Kesempatan kerja
fiskal

Penawaran
agregat Upah harapan

Pada gambar di atas, dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat


berharga.
2. Kedua pasar tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga,
dan tingkat bunga akan mempengaruhi permintaan agregat.
3. Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat
dan penawaran agregat.
4. Pada gilirannya permintaan agregat dan penawaran agregat itu akan
menentukan keadaan di pasar barang dan jasa.
5. Kondisi pasar barang dan jasa itu akan menentukan tingkat harga dan
pengerjaan dari faktor-faktor produksi.
6. Selanjutnya tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat
pendapatan dan tingkat upah yang diharapkan.
7. Keduanya akan mempunyai umpan balik yaitu terhadap permintaan
agregat, dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran
agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.

20
1.Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah


dengan cara memanipulasi anggaran pendapatan dan belanja negara, artinya
pemerintah dapat meningkatkan atau menurunkan pendapatan negara atau
belanja negara dengan tujuan untuk mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat
pendapatan nasional.

Pada umumnya pemerintah akan berusaha menentukan target belanja


Negara, kemudian menentukan tingkat pendapatannya paling tidak dapat
menutup seluruh anggaran belanja yang telah ditetapkan tersebut. Pada
umumnya sangat sulit bagi negara yang sedang berkembang untuk
menyesuaikan pengeluaran atau belanja negara terhadap pendapatannya. Hal
ini disebabkan oleh adanya pendapatan negara yang umumnya masih sangat
rendah, sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta
membelanjai keperluan lain sangat besar.

Adapun pengeluaran pemerintah itu dapat dibedakan menjadi


pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure), dan
pengeluaran transfer (transfer expenditure) seperti subsidi, bantuan bencana
alam dan sebagainya. Di bagian depan telah disebutkan bahwa dampak dari
kedua macam pengeluaran pemerintah itu tidak sama, karena masing-masing
jenis pengeluaran atau belanja pemerintah itu memiliki koefisien pengganda
yang berlainan, walaupun keduanya memiliki dampak positif terhadap
pendapatan nasional.

21
1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang mempengaruhi permintaan


dan penawaran akan uang guna menjamin kestabilan ekonomi. Adapun
kebijakan moneter ini secara umum dibedakan menjadi kebijakan uang ketat
(tight money policy) dan kebijakan uang longgar (easy money policy).
Selanjutnya instrument dari kebijakan itu dapat dibedakan menjadi tiga
macam instrument yaitu :
a. Kebijakan atau politik pasar terbuka (open market operation)
b. Kebijakan atau politik diskonto (rediscount policy)
c. Kebijakan atau politik deking perbankan (legal reserve requirement)

a) Kebijakan pasar terbuka


Kebijakan moneter dengan pasar terbuka ini digunakan untuk menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara pemerintah dalam hal
ini bank sentral turut serta dalam jual beli surat berharga. Kalau pemerintah
ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka ia membeli surat berharga
di pasar modal. Sedangkan kalau pemerintah bermaksud mengurangi jumlah
uang yang beredar, maka ia menjual surat berharga.

b) Kebijakan diskonto
Dalam kebijakan diskonto ini, pemerintah yaitu bank sentral menentukan
tingkat atau suku bunga kredit terhadap dana yana dipinjam oleh bank-bank
umum dari bank sentral. Kemudian bank umum dalam memberikan kredit
kepada nasabah harus memungut bunga pinjaman pula. Supaya bank umum
tidak menderita rugi maka ia harus memungut bunga dengn suku bung yang
lebihtinggi daripada suku bunga yang dikenakan oleh bank sentral terhadap
bank umum.

22
c) Kebijakan deking atau cadangan perbankan
Bank sentral sebagai banknya bank dapat mengatur bank-bank lain dalam
melakukan usahanya, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan
pengendalian kestabilan ekonomi. Bank umum dalam memberikan kredit
kepada para nasabah harus mengingat ketentuan yang diberikan oleh
pemerintah yaitu bank sentral. Bank umum dalam memberikan kredit harus
dideking dengan sejumlah kekayaan tertentu, seperti emas, valuta asing
sertifikat bank Indonesia dan deposito berjangka dan uang inti.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas mengenai macam dan sebab, serta cara
menanggulangi inflasi, kita telah menahami bahwa inflasi pada tingkat yang
rendah akan berfungsi mendorong perkembangan perekonomian, sedangkan
inflasi pada laju yang tinggi justru akan menghambat perkembangan
perekonomian. Inflasi dapat disebabkan oleh tarikan permintaan yang biasanya
timbul karena meningkatnya anggaran deficit pemerintah, dan dapat pula
dikarenakan oleh meningkatnya biaya produksi karena desakan kenaikan upah
tenaga kerja oleh para organisasi buruh.
Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran,
yaitu bila tingkat inflasi ditekan, tingkat pengangguran meningkat; sebaliknya
bila tingkat pengangguran ditekan tingkat inflasi akan menjadi lebih cepat;
padahal kedua keadaan itu sama-sama tidak menyenangkan bagi masyarakat.
Infalsi yang sudah berkembang cepat perlu ditanggulangi karena akan
merusak struktur perekonomian, dan inflasi dapat ditanggulangi secara cepat,
namun dibarengi dengan timbulnya angka pengangguran yang tinggi, dan
alternative lain inflasi dapat ditanggulangi secara perlahan, tetapi penyembuhan
inflasi menjadi tidak jelas walaupun dibarengi dengan tingkat pengangguran
yang rendah. Tindakan yang diambil dapat dengan mengurangi jumlah uang
yang beredar, dengan himbauan, dan dapat pula dengan insentif perpajakan dan
kebijakan penghematan, atau dengan campuran dari semua kebijakan itu.

24
DAFTAR PUSTAKA

Suparmoko, M. 1991. Pengantar Ekonomika Makro.


BPFE. Yogyakarta

www.google.com

25

You might also like