Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PARADIGMA KUALITATIF DAN PARADIGMA
KUANTITATIF
Berdasarkan aspek filosofi yang mendasarinya penelitian secara garis besar dapat
dikategorikan menjadi dua macam, yaitu penelitian yang berdasarkan penelitian atau
paradigma filsafat positivisme dan aliran filsafat postpositivisme. Apabila penelitian yang
dilakukan memiliki tujuan akhir menemukan kebenaran, maka ukuran maupun sifat
kebenaran antara kedua paradigma filsafat tersebut berbeda satu dengan yang lain. Pada
aliran paradigma positivisme ukuran kebenarannya dalah frekuensi tinggi atau sebagaian
besar dan bersifat probalistik. Jika dalam sample benar maka kebenaran tersebut
mempunyai peluang berlaku juga untuk populasi yang lebih besar.
Pada filsafat postpositivisme kebenaran didasarkan pada asensi (sesuai dengan
hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistic. Pengertian fakta maupun dalam
filsafat positivisme dan postpositivisme juga memiki cakupan yang berbeda. Dalam
positivisme fakta dan adapt terbatas pada sesuatu yang empiri sensual, sedangkan dalam
postpositivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa yang ada di balik yang
empiric sensual (fenomena dan nomena).
Kedua aliran filsafat tersebut mendasari bentuk penelitian yang berbeda satu
dengan yang lain. Aliran positivisme dalam penelitian berkembang menjadi penelitian
dengan paradigma kuantitatif. Sedangkan aliran postpositivisme dalam penelitian
berkembang menjadi penelitian dengan paradigma kualitatif.
Dalam kamus Standar Lengkap Inggris-Indonesia; Dhanny R. Cyssco, penerbit
buana Ilmu Populer, kualitatif berasal dari kata “kualitas” atau “quality” yang berarti
mutu, sifat, cirri-ciri. Berarti jika kita berbicara tentang kualitatif, berarti kita berbicara
mengenai hal-hal yang bersifat mutu, ciri-ciri dan sifat sesuatu atau seseorang. Jika kita
berbicara tentang sebuah sebuah pakaian, jelas kita berbicara tentang mutu, sifat, dan ciri-
ciri dari pakaian tersebut. Apakah pakaian tersebut terbuat dari bahan yang biasa dan
memiliki model yang biasa-biasa saja atau sebuah pakaian yang terbuat dari bahan
berkualitas, memiliki model yang mengikuti trend, dan dijahit dengan rapi sehingga dapat
terlihat indah bagi yang menggunakan pakaian tersebut. Di sini kita tidak berbicara
berapa banyak baju yang harus dijadikan contoh dalam pembicaraan, karena setiap
pakaian memiliki cirri-ciri, sifat, dan mutu tersendiri. Walaupun sepintas tampak mirip,
sehingga kita dapat mengatakan bahwa semua pakaian itu sama, tetapi jika diperhatikan
secara seksama pasti terdapat banyak perbedaan-perbedaan dan deviasi karakter yang
membuktikan bahwa setiap pakaian walaupun terbuat dari bahan yang sama dan di buat
dengan cara yang sama, tak satupun yang memiliki cirri-ciri, sifat, dan mutu yang sama.
Demikian pula jika kita berbicara mengenai manusia sebagai bahan pembicaraan kajian.
Meskipun mereka kembar, dipastikan tak satu pun yang memiliki sifat, cirri-ciri, dan
mutu yang sama.
Berangkat dari hal tersebut, maka Paradigma Kualitatif memandang suatu obyek
(subyek) lebih kepada sifat dan ciri-ciri yang melekat pada obyek (subyek) tersebut.
Berbeda dengan Paradigma Kuantitatif yang lebih melihat kepada jumlah obyek dan
cenderung menggeneralisasikan sesuatu, Paradigma Kualitatif tidak mengenal
generalisasi dan sangat menghargai keunikan setiap obyek (subyek) yang diamati.
Rachmat Krisyantono dalam Teknik Praktis Riset Komunikasi, bahwa dalam paradigma
kualitatif yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalam (kualitas) data, dan bukan
banyaknya (kuantitas) data. Lebih lanjut Krisyantono menyebutkan bahwa setiap riset
yang menggunakan paradigma kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Sedangkan Bogdan
dan Taylor dalam Metodologi Penelitian Kualitatif karya Lexy J. Moleong, Penerbit
Rosda, menyebutkan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Pakar lain, Denzin dan Lincoln menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada (wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Moleong sendiri
secara simple mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analitis statistikatau
acar kuantifikasi lainnya.
Sementara sebuah asumsi mengatakan bahwa dalam paradigma kualitatif,
semakin subyektif sebuah penelitian, maka semakin objektif penelitian tersebut. Hal ini
yang menunjukkan ukuran obyektivitas penelitian kualitatif ditentukan oleh tingkat
subyektivitas peneliti. Peneliti merupakan bagian dari instrument penetian, berbeda
dengan paradigma kuantitatif dimana peneliti terpisah dari obyek yang ditelitinya.
Dengan demikian, jelas bahwa riset-riset atau penelitian yang mengusung
paradiigam kualitatif memiliki cirri-ciri kedalaman/eksploratif (Krisyantoro), deskriptif
(Bogdan & Taylor), alamiah (fenomenologis), interpretative (Denzin dan Lincoln), non
kuantitatif (Moleong), dan Subyektif (Kuswarno).