You are on page 1of 11

PENGANTAR EKONOMI ISLAM

I. Konsep Dasar Ekonomi Islam

I.1. Pengertian Ekonomi Islam

Islam adalah agama yang Kaaffah (komprehensif)). Tidak ada satu pun dimensi

kehidupan manusia baik yang berkaitan dengan hubungannya dengan sang khalik

(Hablumminallah) maupun hubungan antar manusia (Hablumminannas) melainkan Islam

memberikan aturan yang sangat lengkap dan jelas. Aturan-aturan tersebut harus direalisasikan

oleh setiap individu jika ia ingin mendapatkan kebahagiaan yang hakiki (al-falah).

Seiring dengan hancurnya komunisme serta ambruknya kapitalisme menghadapi

persoalan-persoalan kemanusiaan khususnya di bidang ekonomi yang ditandai dengan terjadinya

resesi global di negara-negara yang menganut sistem kapitalis. maka Islam dianggap bisa

menjadi solusi alternatif (bahkan satu-satunya alternatif –pen) bagi pemecahan masalah-masalah

yang dihadapi oleh umat manusia. Oleh karena itu kajian ekonomi Islam atau terkadang disebut

juga ekonomi Syariah menjadi keniscayaan bagi umat Islam, bahkan bagi seluruh umat manusia

sekalipun dengan mengesampingkan latar belakang keyakinan mereka.

Menurut Haron, kata ekonomi pertama kali digunakan pada tahun 1440 M, berasal dari

Bahasa Perancis abad pertengahan economie atau berasal dari Bahasa Latin Oeconomia. Atau

juga berasal dari bahasa Yunani, oikonomia yang berasal dari kata oikonomos yang berarti

mengatur atau menjaga1. Sedangkan dalam Bahasa Arab padanan kata ekonomi adalah al-

iqtishad yang berasal dari kata alqashdu artinya adalah konsisten, adil dan tidak berlebihan.

Pengertian ekonomi menurut terminologi para ekonomi barat sebagaimana yang dikemukakan

1
Haron Sudin dan Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance and Banking System, Selangor, Mc Graw-Hill Sdn. Bhd,
2009, hal 2
oleh Samuelson dan Wiiliam S. Nordhaus adalah “Economies is the study of the use of limited

resources to produce valuable commodities and distribute them to different people 2” yang berarti

ekonomi adalah suatu studi tentang penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk menghasilkan

komoditas yang bernilai dan mendistribusikannya kepada semua orang.

Jika kata ekonomi diakhiri dengan kata Islam maka makna ekonomi memiliki makna

yang lain. M. Akram Khan mengatakan : “Islamic economics aims the study of human falah

(well-being) achieved by organizing the resources oft the earth on the basic of cooperation and

participation3” artinya : Ekonomi Islam bermakna studi berkait dengan bagaimana mencapai

kebahagiaan manusia dengan cara mengorganisasi seluruh sumber yang ada di muka bumi

dengan berdasarkan pada asa kebersamaan dan partisipasi bersama.

Kursyid Ahmad memberikan definisi yang lebih spesifik lagi :”Islamic economics is a

systematic effort to thy to understand the economic’s problem and human behavior in the

relation to the problem from an Islamic perspective 4” Ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha

sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara

relasional dalam prespektif Islam”.

Dua pengertian di atas sudah cukup memberikan gambaran yang jelas bahwa dalam

ekonomi Islam yang menjadi standar adalah tata nilai yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,

sehingga ekonomi dalam Islam tidak dianggap sebagai sesuatu yang bebas dari nilai

sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang barat terhadap ekonomi. Justeru, nilai-nilai Islam

harus menjadi inti dari perekonomian. Menurut Siddiqi, Filosopi ekonomi Islam berdasarkan

kepada asas kebebasan, kesetaraan, keadilan dan kerjasama yang merupakan manifestasi doktrin

2
Haron Sudin dan Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance and Banking System, Selangor, Mc Graw-Hill Sdn. Bhd,
2009, hal 4
3
Nurul Huda, et. Al. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis, Jakarta, Kencana Pernada Media Grup, 2008, hal 1
4
Ibid, hal 2.

2
utama dalam Islam yaitu Tauhid. Dengan merealisasikan nilai-nilai tersebut akan membuat hidup

ini baik dan indah5.

Disamping itu, dari segi tujuan ekonomi dalam Islam bukan saja semata meraih

kemakmuran secara ekonomi (dimensi fisik semata) tetapi lebih jauh dari itu yaitu al-falah

(kebahagiaan yang paripurna) baik di dunia maupun di akhirat.

I.2. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam

Menurut Nurul Huda , et al. ada tiga asas ekonomi Islam6:

1. Semua yang ada di dalam semesta ini adalah mutlak milik Allah. Manusia hanyalah

khalifah yang diberi amanah untuk mengelola sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh-

Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Najm: 31

           
     4
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya
Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah
mereka kerjakan dan memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan
pahala yang lebih baik (syurga)”
2. Untuk dapat melaksnakan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia wajib tolong

menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan

untuk beribadah kepada Allah.

3. Beriman kepada hari akhirat, yang merupakan asas penting dalam suatu sistem ekonomi

Islam karena dengan keyakinan ini tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali

sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh

Allah SWT

5
Muhammad Nejatullah Siddiq, Economics An Islamic Approach, Lahore, Shirkat Printing Press, 2001, hal 16
6
Nurul Huda et al, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis, Jakarta, Prenada Media Group, 2008, hal 3 - 4

3
Tiga hal tersebut, menjadi pegangan dalam melakukan kegiatan ekonomi, baik yang

berkaitan dengan alokasi sumber daya, produksi barang dan jasa maupun pendistribusian hasil

serta kemakmuran yang menjadi tiga pilar ekonomi pada umumnya.

II. Faktor-Faktor Ekonomi Menurut Islam

Dalam kajian ekonomi, ada tiga pembahasan yang paling krusial sebagaimana yang

dikemukakan oleh para ekonom. Ketiga hal tersebut adalah; alokasi sumber daya, produksi dan

distribusi. Ketiga-tiganya perlu dikaji lebih dalam agar kita bisa dengan utuh memahami

pandangan Islam terhadap ketiga faktor ekonomi tersebut

II.1. Pengalokasian Sumber Daya

Dalam kajian ekonomi makro alokasi sumber daya merupakan hal yang sangat penting

dan krusial, hanya saja para ekonom tidak memiliki kata sepakat berkaitan dengan berapa jumlah

alokasi sumber daya ekonomi termasuk juga para ekonom muslim. Namun demikian ada dua hal

yang disepakati yakni tanah (land) serta tenaga kerja (labor). Dua aspek ini yang penulis kira

sangat penting untuk dibahas menurut sudut pandang ekonomi Islam. Karena selama ini paham

kapitalisme sudah mengakar kuat dalam paradigma pemikiran manusia pada umumnya termasuk

umat Islam. Inilah yang mengakibatkan terjadinya eksplotiasi berlebihan terhadap sumber-

sumber ekonomi, rusaknya ekosistem serta tatanan sosial masyarakat sekarang ini.

A. Tanah (Land)

Tanah yang dimaksud adalah segala hal yang disediakan oleh Allah bagi kesejahteraan

umat manusia. Dalam kaitan hal tersebut, Islam memberikan aturan tersendiri :

Pertama : Allah pemilik mutlak apa yang ada di alam semesta ini, manusia hanya diberi amanah

untuk memanfaatkan apa yang ada untuk kesejahteraan umat manusia

4
Kedua: Islam mengakui kepemilikan multijenis (multitype ownership), yakni Islam mengakui

bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta (individu), Negara atau campuran.

Adanya konspep kepemilikan multijenis ini tiada lain untuk menjamin keadilan agar tidak ada

proses penzaliman segolongan manusia terhadap yang lainnya7. Oleh karena itu, cabang-cabang

ekonomi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti energy, air dan barang

tambang harus dikelola oleh Negara.

Dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang tersedia, Islam memberikan aturan-aturan

tertentu agar keberadaannya dapat memberikan multimanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.

Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama: Sumber-sumber daya dipergunakan untuk kepentingan semua bukan kepentingan

segelintir orang atau kelompok tertentu

Kedua; Setiap orang harus mencari sumber daya dengan cara yang benar dan jujur sesuai.

Ketiga; Meskipun sudah diupayakan dengan benar namun hal tersbut harus juga disesuaikan

menurut prasyarat keumatan

Keempat; tidak seorang pun berhak untuk menyia-nyiakan apalagi mengahancurkan sumber

daya alam yang ada, semuanya harus dimanfaat serta diberdasyakan untuk kesejahteraan umat

manusia

B. Tenaga Kerja

Islam adalah agama yang sangat menganjurkan kepada umatnya untuk mandiri dan

memiliki pekerjaan sehingga dengan demikianakan memiliki izzah atau kehormatan. Prilaku

berpangku tangan, malas dan tidak memiliki keinginan untuk bekerja tidak sesuai dengan nilai-

nilai agama Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seseorang yang membawa tali kemudian

dating dengan seikat kayu bakar dan menjulanya sehingga Allah menjaga kehormatan dirinya,
7
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007, hal 42

5
lebih baik daripada seseorang yang meminta-minta, lalu mereka memberinya atau tidak” (HR.

Bukhori)

Dalam teori ekonomi, keberadaan para pekerja adalah sesuatu yang sangat penting.

Karena meskipun sumber daya alam melimpah tetapi sumber daya manusianya atau labor-nya

terbatas maka tidak akan mungkin cukup menghasilkan produksi yang bermanfaat bagi umat

manusia.

Transaksi ketenagakerjaan dalam hukum Islam termasuk dalam kategori sewa menyewa

atau al-ijarah. Islam membolehkan seseorang bekerja dengan memberikan jasanya kepada orang

lain atapun sebaliknya mengontrak orang lain untuk bekerja kepadanya. Untuk mengindari

persoalan-persolan yang terjadi antara orang yang bekerja (labor) dan para pengusaha

(employee) Islam sudah jauh-jauh hari memberikan arahan berkait dengan hal tersebut untuk

menjamin kedua belah pihak

Pertama: Pengusaha dan tenaga kerja adalah sederajat. Hanya saja tugas dan kewajiban masing-

masing berbeda. Pengusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mengelola perusahan sedangkan

tenaga kerja bekerja semaksimal mungkin untuk menciptakan keuntungan bagi perusahaan

Kedua; Kesepakatan kontrak ketenagakerjaan dalam pandangan Islam harus jelas serta betul-

betul dipahami oleh kedua belah pihak. Untuk menghindari konflik yang akan terjadi Islam

mensyaratkan bahwa dalam kontrak kerja harus mencantumkan dengan jelas8 :

a. Bentuk kerja yang dimaksud di sini adalah deskripsi pekerjaan yang akan

dilaksanakan. Jenis-jenis pekerjaan yang haram tidak boleh dilakukan oleh seorang

muslim

b. Masa kerja.

8
M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, Bogor, Al-Azhar Press, 2009 hal 195 - 199

6
c. Upah. Kompensasi transaksi ketenagakerjaan (ijarah) berupa upah atau gaji harus

dengan jelas tercantum dalam akad. Hal tersebut sebagaimana sabda Nabi

Muhammad SAW : “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang

pekerja maka hendaknya dia memberitahukan upahnya kepadanya” (HR. An-Nasai)

d. Tenaga yang tercurahkan

Ketiga, hak-hak para tenaga kerja harus segera ditunaikan sebagaimana yang telah disepakati.

Dalam pandangan Islam sikap pengusaha yang menunda-nunda pembayaran padahal sanggup

dianggap tindakan dzalim (‫)مطل الغني ظلم‬

II.2. Produksi dalam Pandangan Islam

Produksi adalah suatu proses yang sudah ada sejak keberadaan manusia pertama di bumi

ini. Produksi sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Agar produksi ini bentul-betul

memberikan manfaat bagi umat manusia, Islam memberikan atauran-aturan tertentu untuk

dijadikan arahan (guidance) dalam menjalankan aktivitas produksi. Berikut ini ada beberapa

aturan mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain :

1. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami9

Sejak dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran

dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Produksi barang

dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius

diharamkan. Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah dan

tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan dan tabdzir

2. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan

Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan

lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain
9
Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami,Yogyakarta, Jalasutra, 2003, hal. 156

7
itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas. Jadi

produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (stock holders) saja, tapi juga

masyarakat secara keseluruhan (stake holders). Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi

bagi keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan

utama kegiatan ekonomi.

3. Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.

Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk

pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian

optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupunmanusia. Sikap

tersebut dalam Al-Qur’an sering disebut sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat

Allah. Hal ini akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan sekedar efisiensi, tetapi

secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam

kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.

Kegiatan produksi dalam perspektif Islam bersifat alturistik sehingga produsen tidak

hanya mengejar keuntungan maksimum saja. Produsen harus mengejar tujuan yang lebih luas

sebagaimana tujuan ajaran Islam yaitu falah di dunia dan akhirat. Kegiatan produksi juga harus

berpedoman kepada nilai-nilai keadilan dan kebajikan bagi masyarakat. Prinsip pokok produsen

yang Islami yaitu : 1. memiliki komitmen yang penuh terhadap keadilan, 2. memiliki dorongan

untuk melayani masyarakat sehingga segala keputusan perusahaan harus mempertimbangkan hal

ini , 3. optimasi keuntungan diperkenankan dengan batasan kedua prinsip di atas.

8
II.3. Distribusi Dalam Pandangan Islam

Keadilan adalah salah satu pilar pilosofi Ekonomi Islam. Adanya penumpukan kekayaan

di satu kelompok, sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan demikian pula pemerataan

sosial yang sering didengungkan oleh marksisme tidak sesuai dengan nilai-nilai ekonomi Islam.

Ajaran Islam adalah Wasathaa (pertengahan). Ia mengakui hak-hak individu tetapi juga Islam

menganjurkan agar adanya distribusi yang adil kepada mereka yang kurang beruntung.

Karena kecenderungan manusia yang sangat mencintai harta 10, maka Allah sendiri yang

mengatur distribusi kekayaan agar betul-betul bisa mencermikan rasa keadilan bagi seluruh umat

manusia. Jika aturan tentang distribusi dilakukan dengan baik dan benar sebagaimana yang Allah

perintahkan, maka akan menghasilkan dampak yang positif yang luar bisa. Dampak positif itu

antara lain adalah :

 Dalam konsep Islam perilaku distribusi masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses

kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu

distribusi dalam Islam akan menciptakan kehidupan yang saling menghargai dan

menghormati antara satu dengan yang lain, karena antara satu dengan yang lain tidak

akan sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain.

 Seorang muslim akan akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-

barang yang merusak masyarakat, misalnya minuman keras, pembajakan, hal-hal yang

mengandung unsur riba dan pornografi dan lain-lain. Karena dalam Islam bukan hanya

pengoptimalisasian dampak kemampuan manusia tetapi juga pengaruh terhadap perilaku

pengkomsusi.

 Negara bertanggung jawab atas mekanisme distribusi dengan mengedepankan

kepentingan umum daripada kepentingan kelompok atau pribadi.


10
Lihat firman Allah SWT surat Al-Fajr ayat 20 : “Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan berlebih”

9
 Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas public yang

berhubungan dengan masalah pengoptimalisasi distribusi pendapatan, seperti; sekolah,

rumah sakit dan lapangan kerja.

Dalam hal distribusi harta antar sesama individu, Islam membuat aturan tersendiri agar

distribusi itu betul-betul terjadi dengan adil dan tidak berputar pada segelintir orang. Aturan-

aturan tersebut antara lain: zakat, infak, shadaqah, wakaf, hadiah, hibah dan yang lainnya.

Ekonomi berbasis kedermawanan yang merupakan bagian penting dalam ekonomi Islam adalah

solusi bagi problemantika ekonomi yang tidak mampu ditanggulangi oleh para ekonom barat

dengan pemikiran kaptitalismenya11.

III. Kesimpulan

Islam adalah agama yang sempurna, seluruh sendi kehidupan manusia diatur secara

lengkap, elegan dan utuh dengan nilai-nilai yang bersendikan kepada doktrin tauhid agar

manusia bisa menggapai falah di dunia dan akhirat

Aktivitas ekonomi adalah sisi kehidupan manusia yang mendapatkan perhatian penting

dalam ajaran Islam hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya ayat maupu hadis nabi yang

membahas maslah ekonomi. Di tengah-tengah hancurnya system ekonomi marksisme dan

kolapsnya kapitalisme, Islam diharapkan bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan problematika

yang dihadai umat manusia.

Dengan pilosopi kebebasan, kesetaraan, keadalian dan kerjasama yang berlandaskan

kepada tauhid sebagai patokan dasar ekonomi Islam, kita harus yakin bahwa Islam bisa menjadi

solusi tepat untuk menyelesaikan persoalan-persolan ekonomi yang gagal dipecahkan oleh

sistem-sistem hasil pemikiran manusia.


11
Hendri Tanjung, The Failure Of Economics theories, http://www.thejakartapost.com/news/2009/02/04

10
Daftar Pustaka

Anto, Hendrie, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta, Jalasutra, 2003

Bukhori, Muhammad bin Ismail, Al-Jami’us Shahiih Al-Mukhtashar, Beirut, Daar Ibnu Katsier,

1987

Chapra, M. Umar, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta, Gema Insani Press, 2000

Hafiduddin, Didin dan Hendri Tanjung, Manajemn Syariah Dalam Praktik, Jakarta, Gema Insani

Press, 2003

Haron, sudin and Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance and Banking System, Selangor,

Mc. Graw Hilld Sdn. Bhd, 2009

Huda, Nurul, et al, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis, Jakarta: Kencana, 2008

Karim, Adiwarman Azwar, Ekonomi Mikro Islami: Edisi Tiga, Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2007

Nawawi, Ismail, Ekonomi Islam: Prespektif teori, Sistem dan Aspek Hukum, Surabaya: Putra

Media Nusantara, 2009

Siddqi, Muhammad Nejatullah, Economics An Islamic Approach, Lahore, Shirkat, Printing

Press, 2001

Tanjung, Hendri The Failure Of Economics theories,

http://www.thejakartapost.com/news/2009/02/04

Yusanto, M Ismali dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, Bogor, Al-Azhar Press, 2009

11

You might also like