Professional Documents
Culture Documents
Sungai Deli yang membelah Kota Medan menanggung beban yang sangat berat
karena masih dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan
industri.
“Beban Sungai Deli terus bertambah. Upaya pengendalian sangat kecil
dibanding tingkat degradasi,” kata Kepala Bidang Bina Tata Lingkungan dan
Amdal Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara, Rosdiana
Simarmata kepada ANTARA di Medan, Minggu.
Menurut dia, sekitar 75 persen pencemaran Sungai Deli disebabkan limbah
domestik, sementara sisanya limbah industri.
Beban yang ditanggung Sungai Deli kian berat karena sampai saat ini belum
tampak adanya kesadaran masyarakat yang mendiami kawasan daerah aliran
sungai (DAS). Warga masih menganggap sungai sebagai tempat pembuangan
sampah.
“Alhasil Sungai Deli kini lebih tampak sebagai tempat pembuangan limbah
raksasa,” tegasnya.
Sungai Deli memiliki panjang 72 kilometer dan berhulu di Kabupaten Tanah
Karo. Sungai itu melintasi Kabupaten Deliserdang, membelah Kota Medan dan
berakhir di Muara Belawan.
Ada ratusan anak sungai yang bermuara di sepanjang aliran sungai itu.
Menurut Rosdiana, pihaknya telah menyusun rencana pengelolaan DAS Deli
terpadu baik jalur hijau sungai dan daerah tangkapan. Pengelolaan sungai Deli
harus dilakukan multi sektor karena ada tiga daerah yang harus terlibat di
dalamnya, yaitu Pemko Medan, Pemkab Deliserdang dan Pemkab Karo.
Namun, menurut dia, yang menjadi tantangan berat di era otonomi adalah ego
sektoral. Idealnya konsep setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus
berwawasan lingkungan.
“Pengelolaan Sungai Deli juga tidak terlepas dari membangun kesadaran
masyarakat bahwa sungai bukanlah tempat sampah tapi sumber kehidupan,”
katanya.
BLH Sumut juga telah mewacanakan septic tank komunal, sehingga ke depan
tidak ada lagi warga yang membuang tinja dan cairan yang mengandung
detergen ke saluran air yang pada akhirnya mengalir ke Sungai Deli. (Ant/m)
MEDAN- Kualitas air Sungai Deli dan Sungai Belawan kian memburuk
dan masuk kategori Klas III. Sementara berdasarkan peraturan
Gubernur No 21/2008 tentang klasifikasi pengelolaan air sungai
menjadi air baku disebutkan, air baku yang layak dikunsumsi harus
mengacu pada Klas I yakni dengan angka maksimal kandungan BOD 2
mg per liter.
Menurutnya, untuk penyelamatan kualitas air dan krisis air pada masa
yang akan datang. Harusnya, pengelola dan penyalur air di Kota
Medan ini melakukan pembenahan dari sisi penyalurannya. Pasalnya,
sekarang ini distribusi air sangat lemah kualitasnya, terbukti seringnya
air mati pada salah satu kawasan. (ril)
Frekuensi banjir di sungai Deli semakin sering terjadi dan bertambah. Banjir
kiriman maupun banjir karena curah hujan tinggi, membuat masyarakat tidak
nyaman, terutama masyarakat yang bermukim di kawasan jalur hijau atau garis
sepadan sungai. Banjir menimbulkan dampak psikologis/ moril dan kerugian
harta/ materil pada masyarakat. Kampung Aur merupakan potret banjir Kota
Medan, setiap kali hujan lebat turun dan banjir kiriman datang wilayah ini akan
kebanjiran, karena kawasan ini merupakan dataran rendah Kota Medan
sepanjang Hulu ke Hilir Mencermati persoalan serius di DAS Deli ini, perlu
dilakukan penelitian sehingga analisis, hasil, kesimpulan dan saran menjadi
langkah dan upaya untuk mengelola RTH di kawasan jalur hijau sungai.
Penelitian dilakukan dengan metodologi kualitatif, teknik penentuam sampel
dilakukan secara Purposive sampling dengan 25 orang warga masyarakat di
lingkungan 2, 3 dan 4. dan untuk mengetahui persoalan DAS Deli secara
konfrehensif maka peneliti juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang
mengundang Wakil Kepala Dinas Pengairan Sumatera Utar, Akademisi, WALHI,
dan Media. Dari kedua pendekatan pengambilan data penelitian ini sangat
berarti untuk mengambil langkah dan solusi terhadap pengelolaan DAS Deli.
Setelah mengetahui permasalahan diseputar pengelolaan RTH di DAS Deli
khususnya Kampung Aur dan data faktual dari masyarakat dan stockholder.
Seandainya kondisi di biarkan begitu saja maka dampak yang dirasakan
masyarakat akan semangkin parah, oleh karenya optimalisasi pengelolaan RTH
di jalur hijau DAS Deli tidak bisa ditawar-tawar, langkah awal pengosongan
pemukiman dari kawasan jalur hijau sungai harus dilakukan, bersinergi dengan
program Pemerintah merelokasi pemukiman di jalur hijau atau pemukiman
ilegal dengan membangun tempat pemukiman yang lebih ramah lingkungan,
tidak selalu trauma dengan banjir berupa pemukiman sehat atau rumah susun
sederhana tampa memberatkan warga, konfensasi yang wajar dan terajangkau
tidak sulit untuk mengajak masyarakat memulai hidup menuju lingkungan yang
ramah dan sehat.
Medan, Kompas - Badan Lingkungan Hidup Kota Medan memeriksa 90 industri,
hotel, dan rumah sakit bulan ini. Pemeriksaan ini dilakukan BLH karena mereka
diduga sebagai penyebab pencemaran di Sungai Deli. Tim pemeriksa akan
membawa pencemar lingkungan ke wilayah hukum.
”Kami sengaja menghadapkan mereka (pencemar) pada aturan hukum. Silakan
berhadapan dengan hukum jika tidak mempunyai sarana instalasi pengolah air
limbah (IPAL),” tutur Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan
Purnama Dewi, Kamis (9/7), ditemui di ruang kerjanya, di Medan.
Dewi mengatakan, penegakan hukum lingkungan ini merupakan kelanjutan
program tahun 2008. Saat itu BLH menemukan 30 rumah sakit dari 59 yang ada
di Kota Medan tidak memiliki IPAL.
”Setelah kami bawa ke persoalan hukum. Saat ini hanya tinggal 10 rumah sakit
yang belum memiliki IPAL. Mereka sedang mengurus pembuatan IPAL,”
katanya.
Indikasi pencemaran di Sungai Deli, tuturnya, berasal dari hasil pengamatan
petugas di lapangan. Di hulu dan tengah sungai ini kualitas air pada kondisi
tercemar sedang. Adapun kualitas air di hulu sungai dalam kondisi tercemar
berat. ”Ini menunjukkan ada yang salah dengan pengelolaan air sungai,”
katanya.
Adapun pemeriksaan di hotel, industri, dan rumah sakit karena dalam
operasionalnya tempat- tempat itu menghasilkan limbah cair. Tempat-tempat ini
bisa menjadi sumber pencemar yang berat menghasilkan limbah fosfat dan
amoniak (NH3). Apalagi aliran limbahnya menuju sungai. BLH Medan, tuturnya,
ingin mengembalikan fungsi sungai ke fungsi sebenarnya. ”Kami tidak ingin
limbah cair ini merusak lingkungan di sekitar aliran sungai,” katanya.
Sasaran
Adapun sasaran penertiban ini meliputi hotel, rumah sakit, dan industri yang
dekat dengan aliran sungai. Untuk sektor industri, tim sengaja menertibkan
industri di luar Kawasan Industri Medan (KIM). Industri di KIM, katanya, sudah
mempunyai sarana pengolah limbah terpadu. Pengolahan limbah di kawasan ini,
katanya, sudah diperiksa oleh tim BLH Sumut.
”Justru industri di luar KIM yang jarang terpantau,” katanya. Sebagian besar,
terutama industri kecil menengah, belum mempunyai sarana pengolah air
limbah. Sejumlah kawasan industri kecil menengah yang akan menjadi sasaran
pemeriksaan di antaranya di sepanjang jalur Medan menuju Belawan dan
kawasan Johor, Medan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumut Syahrul Isman
Sagala merespons positif langkah BLH Medan. Langkah ini, katanya harus terus
diteruskan. Namun, dia meragukan jika sanksi hukum kepada para pencemar
hanya sebatas sanksi administratif. ”Sanksi kepada mereka mesti pidana karena
sudah ada ketentuan hukum yang mengatur,” tutur Syahrul.
Ketentuan hukum yang dimaksud ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam ketentuan ini, diatur tentang
ancaman hukuman pidana bagi pencemar lingkungan di Bab 9 Ketentuan Pidana
Pasal 41 sampai 48.
Dari data BLH Medan, Sungai Deli merupakan satu dari sembilan sungai paling
tercemar di Indonesia. Saat ini daya dukung lingkungan sungai lemah seperti
yang diulas oleh Gindo Maraganti Hasibuan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kota Medan, dalam disertasinya pada program perencanaan wilayah Universitas
Sumatera Utara. Dia menyebut, luas hutan di sepanjang daerah aliran sungai
(DAS) ini tinggal 7,59 persen atau 6.655 hektar dari 48.162 hektar luas DAS.
Tiga bulan mendatang, BLH Medan akan membangun proyek percontohan
berupa pembuatan sarana IPAL di sentra pabrik tahu yang berada di kawasan
Medan Labuhan. (NDY)
Share on Facebook