You are on page 1of 5

Pengelolaan sungai adalah pembinaan sungai yang meliputi usaha pemanfaatan

adalah penggunaan dan pengembangan dan konservasi berupa perlindungan


dan pengendalian sungai yang merupakan bagian dari pengelolaan sungai, yang
mana tujuannya dari pengelolaan sungai adalah untuk memperoleh tata
pengaturan air agar dapat memberikan suatu manfaat yang maksimal untuk
memenuhi berbagai kepentingan bagi kesejahteraan masyarakat.
Adapun faktor-faktor yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat adalah :
alur sungai, debit sungai dan elevasi muka air sungai. Pengaturan alur sungai
suatu pekerjaan yang tidak mudah bahkan ada kekurangannya dan ketidak
berhasilan yang antara lain karena keterbatasan pengetahuan kita pada bidang
teknik sungai serta pengenalan sifat-sifat sungai. Pengaturan alur sungai sungai
harus dilakukan dengan hati-hati di dasari oleh ilmu pengetahuan. Untuk
mengetahui perubahan berangsur-angsur pada bangunan maupun sungainya.
Pengaturan alur sungai berupa pengendalian dasar sungai (stream bed control)
dan pengaturan alur sungai (alignmen control). Pekerjaan pengaturan arah alur
sungai dan penstabilan alur sungai pekerjaan ini dapat dilakukan dengan
membuat bangunan serta pemantauan diantaranya dengan pembuatan
bangunan pengendali dasar sungai, penggalian ambal alam, pembuatan
pengaruh arus.
a. Pembetulan dan penstabilan alur sungai
Untuk memperbaiki alur sungai, dengan mengatur penampang dan
kedalaman alur untuk tujuan pengandalian dan kebutuhan navigasi.
Pengaturan arah alur ( alignment control), perencanaan pengaturan arah alur
sungai yang lurus dengan penampang yang beraturan (seragam) adalah
tidak stabil bila sedikit saja mengalami gangguanakan terjadi pembelokan
(meander) dari alur bawahnya, terbentuk gosong-gosong endapan sediment.
b. pengaturan dasar sungai
Berubahnya debit aliran sungai dan elevasi yang telah di sebabkan oleh
adanya pergerakan material dasar sungai alluvial. Perubahan ini cenderung
menyebabkan mengarah terjadinya agradasi dan degradasi pada jangka
panjang, maka di buat pengendalian dasar sungai. Kesetimbangan dasar
sungai pada penampang memanjang ditentukan oleh kesetimbangan antara
besarnya sediment dengan kapasitas angkutan sungai terhadap sediment.
Degradasi dasar sungai dapat dipengaruhi oleh :

Sungai Deli yang membelah Kota Medan menanggung beban yang sangat berat
karena masih dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan
industri.
“Beban Sungai Deli terus bertambah. Upaya pengendalian sangat kecil
dibanding tingkat degradasi,” kata Kepala Bidang Bina Tata Lingkungan dan
Amdal Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara, Rosdiana
Simarmata kepada ANTARA di Medan, Minggu.
Menurut dia, sekitar 75 persen pencemaran Sungai Deli disebabkan limbah
domestik, sementara sisanya limbah industri.
Beban yang ditanggung Sungai Deli kian berat karena sampai saat ini belum
tampak adanya kesadaran masyarakat yang mendiami kawasan daerah aliran
sungai (DAS). Warga masih menganggap sungai sebagai tempat pembuangan
sampah.
“Alhasil Sungai Deli kini lebih tampak sebagai tempat pembuangan limbah
raksasa,” tegasnya.
Sungai Deli memiliki panjang 72 kilometer dan berhulu di Kabupaten Tanah
Karo. Sungai itu melintasi Kabupaten Deliserdang, membelah Kota Medan dan
berakhir di Muara Belawan.
Ada ratusan anak sungai yang bermuara di sepanjang aliran sungai itu.
Menurut Rosdiana, pihaknya telah menyusun rencana pengelolaan DAS Deli
terpadu baik jalur hijau sungai dan daerah tangkapan. Pengelolaan sungai Deli
harus dilakukan multi sektor karena ada tiga daerah yang harus terlibat di
dalamnya, yaitu Pemko Medan, Pemkab Deliserdang dan Pemkab Karo.
Namun, menurut dia, yang menjadi tantangan berat di era otonomi adalah ego
sektoral. Idealnya konsep setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus
berwawasan lingkungan.
“Pengelolaan Sungai Deli juga tidak terlepas dari membangun kesadaran
masyarakat bahwa sungai bukanlah tempat sampah tapi sumber kehidupan,”
katanya.
BLH Sumut juga telah mewacanakan septic tank komunal, sehingga ke depan
tidak ada lagi warga yang membuang tinja dan cairan yang mengandung
detergen ke saluran air yang pada akhirnya mengalir ke Sungai Deli. (Ant/m)

TIDAK kurang dari 50 industri yang berada di sepanjang aliran Sungai


Deli, Sumatra Utara, langsung membuang limbah mereka ke sungai
itu. Akibatnya, air sungai tercemar sangat parah. Selain itu, juga
terdapat 58 titik tumpukan sampah sepanjang aliran Sungai Deli mulai
dari hulu hingga hilir. Ini menyebabkan sedimentasi di dasar Sungai
Deli juga tenis bertambah.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut Wan Hidayati


mengatakan limbah-limbah ini yang menyebabkan air Sungai Deli
tercemar mulai hulu sampai ke hilir. Dalam air itu ditemukan zat-zat
logam, seperti CU dan amoniak. Termasuk juga limbah-lim-bah
organik yang diduga berasal dari limbah domestik dan hotel yang
berada di sepanjang aliran Sungai Deli. Di hilir su-ngai, ditemukan
limbah TSP akibat proses erosi.

Bagi perusahaan yang membuang limbah tersebut akan dikenai sanksi


sesuai dengan peraturan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. "Kita terus berusaha menanggulangi
pencemaran Sungai Deli. Saat ini ki ta beru paya membentuk UPT
khusus Sungai Deli dan Belawan agar lebih fokus menangani sungai
itu," ujarnya, kemarin.

Pengelolaan Sungai Deli dan Belawan harus mengacu ke prinsip tivo


river one management sehingga penyelesaiannya bisa dilakukan
dengan satu tindakan. "Misalnya, untuk pendangkalan air sungai
diperlukan alat-alat berat dari Dinas PU. Nantinya, kita akan bekerja
sama dengan PU," katanya.

Untuk pengolahan sampah.pihaknya sudah berkoordinasi dengan


Pemko Medan untuk membangunn sanitary landfill di tempat
pembuangan sampah akhir Narno Bintang, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang. "Kita akan meminta agar sampah dipisahkan.
Tapi Karena tidak adanya pengolahan, sampah yang sudah dipisahkan
akhirnya tercampur lagi," ujarnya.

Sementara itu, ribuan warga yang bermukim di sekitar areal


pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan mengalami kesulitan
air bersih setelah tercemarnya sungai dan sumur warga. Menurut
informasi, ribuan warga yang bermukim di daerah penghasil batu bara
di Kabu paten Tapin mengeluhkan kondisi tercemarnya air sungai dan
sumur warga. (YN/DY/N-2)

50 Industri Buang Limbah ke Sungai Deli. TIDAK kurang dari 50


industri yang berada di sepanjang aliran Sungai Deli, Sumatra Utara,
langsung membuang limbah mereka ke sungai itu. Termasuk juga
limbah-lim-bah organik yang diduga berasal dari limbah domestik dan
hotel yang berada di sepanjang aliran Sungai Deli. Sementara itu,
ribuan warga yang bermukim di sekitar areal pertambangan batu bara
di Kalimantan Selatan mengalami kesulitan air bersih setelah
tercemarnya sungai dan sumur warga.

MEDAN- Kualitas air Sungai Deli dan Sungai Belawan kian memburuk
dan masuk kategori Klas III. Sementara berdasarkan peraturan
Gubernur No 21/2008 tentang klasifikasi pengelolaan air sungai
menjadi air baku disebutkan, air baku yang layak dikunsumsi harus
mengacu pada Klas I yakni dengan angka maksimal kandungan BOD 2
mg per liter.

Sementara hasil penelitian Laboratorium Badan Lingkungan Hidup


(BLH) Sumut, kualitas air di Kota Medan yang bersumber dari air
Sungai Deli dan Sungai Belawan yakni di hulu Sungai Belawan masuk
dalam Klas In sedangkan untuk di hilir seperti di kawasan Hamparan
Perak masuk Klas III.
Sedangkan untuk kawasan Delitua masuk dalam Klas I dan di wilayah
Medan Deli masuk Klas III. “Bisa saja kualitasnya terus menurun, bila
kegiatan industri di sekitar bantaran sungai

terus mempengaruhi air sungai,” kata Kepala Laboratorium Bapedalda


Sumut, Dr Wan Hidayati MSi, kemarin (15/4).

Disebutkannya, di wilayah hilir masuk dalam Klas III karena ada


sebanyak 50 kegiatan industri dan 27 kegiatan industri di Sungai
Belawan. Bila dikaitkan kepada limbah domestik cair ada 44 juta ton
per hari masuk ke Sungai Deli dan 6,5 juta ton per hari masuk ke
Sungai Belawan.
Wakil Ketua DPRD Medan, Ikrimah Hamidy menegaskan berdasarkan
Perda No 14/2009 tentang pengelolaan air bawah tanah, ada
disebutkan dalam satu pasalnya setiap pengelola air bawah tanah dan
kegiatan industri yang berada di bantaran sungai diharuskan
melakukan konservasi. “Hal ini untuk mempertahankan sumber daya
air yang ada di Kota Medan,”tegasnya.

Menurutnya, untuk penyelamatan kualitas air dan krisis air pada masa
yang akan datang. Harusnya, pengelola dan penyalur air di Kota
Medan ini melakukan pembenahan dari sisi penyalurannya. Pasalnya,
sekarang ini distribusi air sangat lemah kualitasnya, terbukti seringnya
air mati pada salah satu kawasan. (ril)
Frekuensi banjir di sungai Deli semakin sering terjadi dan bertambah. Banjir
kiriman maupun banjir karena curah hujan tinggi, membuat masyarakat tidak
nyaman, terutama masyarakat yang bermukim di kawasan jalur hijau atau garis
sepadan sungai. Banjir menimbulkan dampak psikologis/ moril dan kerugian
harta/ materil pada masyarakat. Kampung Aur merupakan potret banjir Kota
Medan, setiap kali hujan lebat turun dan banjir kiriman datang wilayah ini akan
kebanjiran, karena kawasan ini merupakan dataran rendah Kota Medan
sepanjang Hulu ke Hilir Mencermati persoalan serius di DAS Deli ini, perlu
dilakukan penelitian sehingga analisis, hasil, kesimpulan dan saran menjadi
langkah dan upaya untuk mengelola RTH di kawasan jalur hijau sungai.
Penelitian dilakukan dengan metodologi kualitatif, teknik penentuam sampel
dilakukan secara Purposive sampling dengan 25 orang warga masyarakat di
lingkungan 2, 3 dan 4. dan untuk mengetahui persoalan DAS Deli secara
konfrehensif maka peneliti juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang
mengundang Wakil Kepala Dinas Pengairan Sumatera Utar, Akademisi, WALHI,
dan Media. Dari kedua pendekatan pengambilan data penelitian ini sangat
berarti untuk mengambil langkah dan solusi terhadap pengelolaan DAS Deli.
Setelah mengetahui permasalahan diseputar pengelolaan RTH di DAS Deli
khususnya Kampung Aur dan data faktual dari masyarakat dan stockholder.
Seandainya kondisi di biarkan begitu saja maka dampak yang dirasakan
masyarakat akan semangkin parah, oleh karenya optimalisasi pengelolaan RTH
di jalur hijau DAS Deli tidak bisa ditawar-tawar, langkah awal pengosongan
pemukiman dari kawasan jalur hijau sungai harus dilakukan, bersinergi dengan
program Pemerintah merelokasi pemukiman di jalur hijau atau pemukiman
ilegal dengan membangun tempat pemukiman yang lebih ramah lingkungan,
tidak selalu trauma dengan banjir berupa pemukiman sehat atau rumah susun
sederhana tampa memberatkan warga, konfensasi yang wajar dan terajangkau
tidak sulit untuk mengajak masyarakat memulai hidup menuju lingkungan yang
ramah dan sehat.
Medan, Kompas - Badan Lingkungan Hidup Kota Medan memeriksa 90 industri,
hotel, dan rumah sakit bulan ini. Pemeriksaan ini dilakukan BLH karena mereka
diduga sebagai penyebab pencemaran di Sungai Deli. Tim pemeriksa akan
membawa pencemar lingkungan ke wilayah hukum.
”Kami sengaja menghadapkan mereka (pencemar) pada aturan hukum. Silakan
berhadapan dengan hukum jika tidak mempunyai sarana instalasi pengolah air
limbah (IPAL),” tutur Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan
Purnama Dewi, Kamis (9/7), ditemui di ruang kerjanya, di Medan.
Dewi mengatakan, penegakan hukum lingkungan ini merupakan kelanjutan
program tahun 2008. Saat itu BLH menemukan 30 rumah sakit dari 59 yang ada
di Kota Medan tidak memiliki IPAL.
”Setelah kami bawa ke persoalan hukum. Saat ini hanya tinggal 10 rumah sakit
yang belum memiliki IPAL. Mereka sedang mengurus pembuatan IPAL,”
katanya.
Indikasi pencemaran di Sungai Deli, tuturnya, berasal dari hasil pengamatan
petugas di lapangan. Di hulu dan tengah sungai ini kualitas air pada kondisi
tercemar sedang. Adapun kualitas air di hulu sungai dalam kondisi tercemar
berat. ”Ini menunjukkan ada yang salah dengan pengelolaan air sungai,”
katanya.
Adapun pemeriksaan di hotel, industri, dan rumah sakit karena dalam
operasionalnya tempat- tempat itu menghasilkan limbah cair. Tempat-tempat ini
bisa menjadi sumber pencemar yang berat menghasilkan limbah fosfat dan
amoniak (NH3). Apalagi aliran limbahnya menuju sungai. BLH Medan, tuturnya,
ingin mengembalikan fungsi sungai ke fungsi sebenarnya. ”Kami tidak ingin
limbah cair ini merusak lingkungan di sekitar aliran sungai,” katanya.
Sasaran
Adapun sasaran penertiban ini meliputi hotel, rumah sakit, dan industri yang
dekat dengan aliran sungai. Untuk sektor industri, tim sengaja menertibkan
industri di luar Kawasan Industri Medan (KIM). Industri di KIM, katanya, sudah
mempunyai sarana pengolah limbah terpadu. Pengolahan limbah di kawasan ini,
katanya, sudah diperiksa oleh tim BLH Sumut.
”Justru industri di luar KIM yang jarang terpantau,” katanya. Sebagian besar,
terutama industri kecil menengah, belum mempunyai sarana pengolah air
limbah. Sejumlah kawasan industri kecil menengah yang akan menjadi sasaran
pemeriksaan di antaranya di sepanjang jalur Medan menuju Belawan dan
kawasan Johor, Medan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumut Syahrul Isman
Sagala merespons positif langkah BLH Medan. Langkah ini, katanya harus terus
diteruskan. Namun, dia meragukan jika sanksi hukum kepada para pencemar
hanya sebatas sanksi administratif. ”Sanksi kepada mereka mesti pidana karena
sudah ada ketentuan hukum yang mengatur,” tutur Syahrul.
Ketentuan hukum yang dimaksud ialah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam ketentuan ini, diatur tentang
ancaman hukuman pidana bagi pencemar lingkungan di Bab 9 Ketentuan Pidana
Pasal 41 sampai 48.
Dari data BLH Medan, Sungai Deli merupakan satu dari sembilan sungai paling
tercemar di Indonesia. Saat ini daya dukung lingkungan sungai lemah seperti
yang diulas oleh Gindo Maraganti Hasibuan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kota Medan, dalam disertasinya pada program perencanaan wilayah Universitas
Sumatera Utara. Dia menyebut, luas hutan di sepanjang daerah aliran sungai
(DAS) ini tinggal 7,59 persen atau 6.655 hektar dari 48.162 hektar luas DAS.
Tiga bulan mendatang, BLH Medan akan membangun proyek percontohan
berupa pembuatan sarana IPAL di sentra pabrik tahu yang berada di kawasan
Medan Labuhan. (NDY)
Share on Facebook

You might also like