You are on page 1of 46

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

EVOLUSI ARSITEKTUR
(J.F. Hamah Sagrim)

Dalam analisis ini kami menggunakan metode evolusi sehingga dilakukan analisis dalam evolusi
arsitektur Tradisional ke Moderen. Evolusi arsitektur lahir dari sebuah kesadaran berwacana
sebagai bagian dari proses berarsitektur. Tujuan mengemukakan evolusi arsitektur ini untuk sebagai
suatu konsep dalam menganalisis, pengamati, peneliti, mencari, menemukan dan mendata,
perkembangan arsitektur. Selain itu, Evolusi arsitektur ini tidak lain merangkum tulisan-tulisan yang
mengetengahkan beragam isu arsitektur dari berbagai sudut pandang perkembangannya. Semuanya
bertujuan untuk memperkaya wacana dalam berarsitektur, baik terkait dengan mengalami arsitektur,
membuat arsitektur dan mempertanyakan arsitektur. Eksplorasi teori dan metoda desain menjadi inti
wacana dalam usulan analisis kami ini, yang mendukung praktek desain arsitektur berbasis riset dan
teori melalui eksplorasi tanpa batas untuk mengetahui perkembangan dari awal hingga bentuk yang
lain. Evolusi arsitektur berupaya menjembatani perkembangan dan perubahan arsitektur dengan
berlandaskan teori dan praktek dalam berarsitektur, serta mengungkap secara jelas proses perubahan
arsitektur dari batas antara arsitektur dan bukan arsitektur. Selamat berwacana!
A. Evolusi Arsitektur Jawa – dari vernakular ke Tradisional
Setiap lokasi di muka bumi pasti
memiliki spesifikasi tertentu, penyelesaian
masalah desain arsitektur juga spesifik untuk
setiap lokasi. Contoh di pulau madura adalah
salah satu penyelesaian masalah desain
arsitektur di daerah pesisir. Tentunya
penyelesaian ini akan berbeda jika terjadi di
daerah hutan datar, daerah pegunungan
kering, daerah pegunungan subur, daerah di
kaki gunung, daerah di lereng gunung, dan
sebagainya. Sketsa berikut memperlihatkan
evolusi serupa yang terjadi untuk arsitektur Gambar : 3. Evolusi Arsitektur Jawa.
Jawa. SumberPutu Mahendra. Dikomposisikan oleh
Tentunya evolusi arsitektur yang terjadi Peneliti 2010
di pulau Sumatra akan memiliki perbedaan.
Begitu pula dengan kota medan, wilayah minang, wilayah sunda, pulau Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Nusa Tenggara, Papua, dan lain-lain. Semuanya memiliki ciri tersendiri yang perlu digali
oleh putra-putra terbaik dari daerahnya. Arsitek-arsitek nusantara yang adiluhung membawa jiwa
leluhur kita.
Sudah barang tentu pada saat ini ilmu teknik bangunan dan arsitektur demikian majunya.
Berbagai filosofi, langgam, bahan, struktur dan konstruksi baru sudah demikian memusingkan arsitek

1
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

nusantara masa kini. Tatanan dan aturan tradisional dengan berbagai keunikan cara dan penamaan
elemen konstruksi merupakan tambahan permasalahan baru bagi arsitek masa kini yang ingin
bereksplorasi dengan ke-nusantara-an. Justru kerumitan inilah yang membuat arsitektur nusantara
semakin dijauhi karena memang sulit didekati.
Perlu formula baru yang dapat membuang segala kesulitan ilmu arsitektur “import” yang
memusingkan. Perlu pemahaman baru agar order nusantara tetap dapat diterapkan dengan lebih
sederhana dalam berarsitektur. Perlu semangat baru agar arsitektur nusantara dapat menjadi produk
“eksport” yang membanggakan. Akhirnya memang perlu niat bersih dari arsitek nusantara untuk
dapat bekerjasama dengan meminggirkan setiap keaslian.
1) Arsitektural dalam Perkembangan Evolusinya
Evolusi arsitektur adalah proses perubahan pada seluruh bentuk aliran arsitektur dari bentuk
semula menjadi bentuk yang baru, dan evolusi arsitektur mempelajari bagaimana evolusi ini
terjadi pada perkembangan arsitektur. Dalam setiap bentuk perkembangan arsitektur, mewarisi
aliran khas arsitektural yang dimiliki oleh suku bangsa tertentu melalui proses membangun dan
mendesain bentuk. Perubahan bentuk ini dapat kita katakana sebagai suatu proses mutasi atau
proses perpindahan bentuk arsitektural. Proses mutasi atau perpindahan bentuk arsitektural ini
dimaksud bahwa bentuk arsitektural itu tetap dipertahankan atau mengalami perubahan total.
Pada bentukkan ini, jika tidak dipertahankan maka akan muncul bentuk-bentuk aliran arsitektur
baru pada pengembangan suatu bentuk gaya arsitektural. Pada populasi suatu arsitektur
tradisional, beberapa nilai dan filosofis serta alirannya akan menjadi lebih dikenal secara umum,
bila tetap dipertahankan, akan tetapi yang lainnya akan hilang jika tidak dipertahankan. Unsur-
unsur arsitektur yang menjadi akibat daripada keberlangsungan perubahan bentuk arsitektur akan
lebih berkemungkinan berakumulasi pada bentuk suatu aliran arsitektural yang tidak fasih
dikembangkan (hilang). Proses ini disebut sebagai seleksi arsitektural, yang mana didorong oleh
bentuk dan keindahan “estetika”. Proses assimilasi bentuk arsitektural itu terjadi akibat keinginan
manusia yang bersemangat untuk memiliki suatu bentuk bangunan rumah yang berbeda, indah
dan estetis, mengikuti aliran bentuk lain yang baginya sesuai namun sebenarnya tidak bernilai
bagi budayanya. Keinginan semacam inilah akhirnya menghasilkan banyak jumlah populasi
bentukkan gaya arsitektur asing semakin berkembang di suatu kawasan tanpa memperdulikan
keterwarisan khasanah khas setempat. ini merupakan fakta tambahan mengenai perkembangan
arsitektur yang mendukung dasar-dasar ilmiah seleksi arsitektural itu. Gaya dorong seleksi
arsitetktur dapat terlihat dengan jelas pada populasi yang terisolasi, seperti Arsitektur Joglo di
Jogja dan Solo, Arsitektur Halit-Mblo Chalit di Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, Arsitektur Honai
di Wamena Papua, Arsitektur Tongkonan, Arsitektur Meru, dan arsitektur nusantara lainnya di
Indonesia yang kini terdesak oleh proses ilmiah seleksi arsitektur. Selain itu, terjadinya proses
ilmiah seleksi arsitektural ini juga dipengaruhi oleh alam atau juga disebut sebagai seleksi alam.
Bentuk perkembangan arsitektur yang dibentuk oleh seleksi alam dapat dilihat pada skematika
perkembangan bentuk rumah mulai-mula. Para ahli antropologi bersepakat bahwa, perkembangan
hidup manusia mula-mula mempunyai tempat hunian pertama pada Bandar pohon, selanjutnya
menggunakan lubang batu atau Goa, kemudian mulai membentuk sebuah shelter, kemudian
membentuk suatu rumah tanpa dinding, dan kemudian melengkapinya dengan dinding,
selanjutnya hingga bentuk moderen. Moderen di sini tidak membicarakan bentuk lokalitas, akan
tetapi berkaitan dengan industrialisasi, yang mana memaksa manusia untuk berkecimpung dalam
2
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

paham materialistik. Kaitan materialistik dengan arsitektural ini adalah pengembangan dan
pembangunan arsitektural dari bentuk sederhana yang berubah menjadi bentuk moderen yang
dipengaruhi oleh material bangunan. Yaitu bentuk sederhana yang tadinya menggunakan bahan-
bahan sederhana yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar menjadi terputuskan dengan pola
pengembangan bangunan rumah dengan menggunakan bahan industrial, seperti senk, semen,
paku, dan yang lain sebagainya. Inilah yang kami sebut sebagai tahapan evolusi bahan arsitektur.
Untuk memperkuat ide tentang evolusi arsitektur, maka kita akan uraikan secara tahap demi
setahap perubahan arsitektural ditinjau dari evolusi bentuk bangunannya:
Gambar 4. Siklus Evolusi Hunian dan Evolusi Arsitektur. Sumber Analisis Peneliti-2011

ALAM SEBAGAI
SEBAB MANUSIA
MENCIPTAKAN
TEMPAT TINGGAL
(ARSITEKTUR) DAN
MANUSIA SEBAGAI
SEBAB TERJADINYA
EVOLUSI
ARSITEKTUR

Gambar. 5
Skematika pemikiran Evolusi Perubahan pada bangunan arsitektur

Manusia pasrah dan takluk Manusia mencipta. Manusia Manusia mulai berionvasi. Manusia
erhadap alam dan Alam mulai sadar dan menaklukkan mulai dewasa dalam berpikir.
menyediakan hunian bagi alam. Manusia mengenal bahan Manusia mulai mengembangkan
manusia. Bandar pohon dan goa bentuk arsitektur dari tradisional
bangunan dan menciptakan
sebagai hunian – Sumber Analisis menjadi moderen – Sumber Analisis
hunian. Sumber Analisis Peneliti Peneliti-2011
Peneliti- 2011 2011
3
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

a) Tahapan Awal – Manusia dan Alam


Secara rinci urutan pada gambar diatas menjelaskan
bahwa manusia pada mulanya bersifat pasrah dan tunduk kepada
alam. Lihat gambar ke satu, bentuknya hampa dan berwarna
hitam, artinya tahapan ini manusia belum mampu berpikir
tentang siapa dirinya (blind) buta. Tahapan ini dapat kita
simpulkan sebagai tahapan dimana akal dan logika manusia
belum berfungsi. Tahapan ini juga manusia belum mampu
mengelola alam disekitarnya sebagai sesuatu yang bermanfaat
baginya. Manusia memanfaatkan segala sesuatu yang disediakan Gambar. 6. Manusia dan
oleh alam. Pada tahapan ini, merupakan tahapan dimana alam – dikomposisikan
manusia hidupnya berpindah-pindah. Mereka akan beristirahat oleh peneliti, 2010
pada siang hari jikalau mereka merasa lelah, dan juga pada
malam hari mereka akan beristirahat, karena gelap. Inilah tahapan dimana perkembangan tanpa
akal dan logika, bahkan pe-rasa-an juga belum matang. Manusia yang hidup pada zaman ini,
selalu bepergian tanpa arah tetapi tujuan utamanya adalah berburu dan mencari perburuan.
Manusia pada zaman ini belum mengetahui apa itu dingin dan panas secara nalar, melainkan
mereka harus bersentuhan langsung dengan objek, karena akal dan logika mereka belum
berfungsi. Tahapan ini merupakan tahapan un-undagi, atau tahapan kehidupan manusia bukan
pencipta.
b) Tahapan Kedua Manusia Menaklukkan Alam
Tahapan kedua, merupakan tahapan dimana manusia mulai menyadari dirinya. Tahapan ini
merupakan tahapan dimana manusia mulai menaklukkan alam. Pada zaman ini, manusia mulai
menyadari betapa penting dirinya, sehingga ia harus meyelamatkan diri serta mengamankan
dirinya seperti binatan buas, matahari, hujan dan angin. Manusia mulai menciptakan sesuatu yang
bisa melindungi dirinya, yaitu shelter dan seterusnya hingga menjadi suatu bangunan rumah.
Selain rumah sebagai tempat tinggal, ia juga menciptakan alat-alat yang dipakai untuk pertahanan
hidup serta alat-alat berburu, seperti; kapak batu, pisau dan tombak. Pada tahapan ini, dapat kita
sebut sebagai tahapan dimana akal mulai berkembang tanpa logika. Manusia pada zaman ini
tergolong manusia undagi, atau manusia pencipta. Zaman ini merupakan zaman dimana manusia
mulai hidup menetap dengan mencari makanan dan menyimpan makanan (food and gatering).
Tahapan ini, merupakan tahapan dimana manusia mulai meramu dan memanfaatkan alam di
sekitarnya untuk kebutuhan sehari-hari. Zaman inilah zaman dimana arsitektur mulai dikenal.
Bahan-bahannya merupakan bahan alami, seperti ranting pohon, dedaunan, dan tali, yang mana
merupakan hasil kreasi daripada akal. Manusia berusaha melepaskan dirinya dari taklukkan alam,
yaitu dari pemikiran untuk menjadikan sesuatu yang tiada menjadi ada (ex nihilo) dan ini sangat
tradisional, atau sederhana. Dalam proses inilah kekentalan pola hidup manusia yang sebenarnya
terlihat. Warna hitam pada gambar kedua menggambarkan manusia mula-mula atau primitif,
sedangkan warna kuning dan bentuk simbol panah melengkung menggambarkan kesadaran
akalnya yang belum sempurna, artinya masih kaku atau pemikirannya masih membelok dan
belum terarah. Warna kuning dan simbol panah artinya manusia zaman itu sudah menyadari diri
dan mulai mencipta, namun pemikirannya belum terarah sebagaimana sibol pana yang membelok

4
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

dan tidak terarah, atau dapat kita katakan bahwa pemikirannya belum matang karena ia hanya
menggunakan akal tanpa logika.
c) Tahapan Ketiga Manusia Mulai Berinovasi
Tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia sudah matang dalam pola pikirnya. Artinya,
pada tahapan ini manusia sudah menggunakan akal dan logika, sehingga ia mulai berinovasi.
Sebagaimana pada gambar ketiga, inovasi disimbolkan dengan warna. Berbagai warna disini
menggambarkan bahwa akal dan logika semakin berkembang dan memberikan ide tentang suatu
nuansa baru yang dapat diterima.
Tahapan inilah merupakan tahapan dimana kreasi manusia semakin pesat dan terjadilah
revolusi. Yang mana revolusi itu sendiri datang dari kreasi akal dan logika manusia. Tahapan ini
merupakan tahapan dimana mengakibatkan perubahan signifikan dan pengaruh yang mengglobal,
ketika terjadinya revolusi industri yang mengakibatkan perkembangan industri dan melahirkan
teknologi mutakhir sehingga mempengaruhi unsur-unsur kebudayaan setiap suku bangsa di dunia
menjadi terubahkan.
Tahapan inovasi ini dapat kita sebutkan sebagai tahap pencerahan teknologi industrialisasi,
karena segala sesuatu yang tadinya diolah dan diramu dengan teknologi sederhana, kini
dikerjakan oleh industri dan teknologi. Disinilah terjadi evolusi bahan bangunan, yaitu dari bahan
bangunan arsitektural yang diramu melalui dedaunan, tali, dan ranting, kini tergantikan dengan
bahan industri seperti senk, paku dan semen, serta besi. Inilah proses evolusi perubahan bahan
bangunan. Dengan terjadinya evolusi bahan bangunan, maka dengan sendirinya mempengaruhi
bentukkan arsitektural dan menyurutkan nilai-nilai daripada arsitektural dan manusia itu sendiri.
Evolusi arsitektur juga terjadi karena alam, dan suatu bentuk arsitektur dipengaruhi oleh
alam karena bentuk arsitekturalnya terisolir atau tidak dikembangkan. Hal ini diakibatkan oleh
karena geografi maupun mekanisme lain yang mengakibatkan perubahan arsitektural itu.
Walaupun dalam waktu yang cukup lama, bentuk arsitektur yang terisolasi ini akan menjadi
aliran baru. Maksud daripada terisolir disini diakibatkan karena perpindahan penduduk suatu
etnis dengan budaya yang berbeda dan hidup dan berasimilasi dengan etnis yang lain dengan
budayanya yang lain, dank arena ia sendiri dan dipengaruhi oleh budaya luar itu, sehingga
pandangan dan wawasan kebudayaannya terisolir. Karena merasa bahwa ia berada pada geografis
dan budaya yang berbeda, sehingga ia harus mengembangkan bentukkan arsitektur yang bukan
khasnya. Proses semacam ini dapat kita pahami sebagai Arsitektural evolusioner.
2) Evolusi Arsitektur Melalui Seleksi Alam
Perkembangan mula-mula arsitektur dipengaruhi oleh alam. Pada mulanya, manusia mulai
dengan segera setelah sadar tentang dirinya dan menciptakan sebuah tempat untuk melindungi dirinya
karena dipengaruhi oleh alam. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa, manusia zaman ini terinspirasi
oleh alam. Segala sesuatu yang dilakukannya sebagai suatu bentuk daripada seleksi alam. Dasar
pengamatan yang memperkuat seleksi alam ini adalah:
1. Manusia menggunakan Bandar pohon untuk berlindung dari hujan dan terik matahari.
Artinya matahari dan hujan sebagai sesuatu yang fenomenal sehingga menusia mulai
menggunakan akalnya untuk mengamankan diri.
2. Manusia menggunakan goa atau ceruk-ceruk batu sebagai tempat melindungi diri dari
matahari dan hujan serta angin. Matahari, hujan, dan angin sebgai fenomena alam.
5
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

3. Manusia mulai menciptakan shelter, atau rumah untuk melindungi diri dari matahari, hujan,
angin, dan menjadikannya sebagai tempat yang tetap. Persoalannya bila dianalisis secara
acak balik, Bandar pohon tidak memberikan kenyamanan yang baik, berikutnya goa boleh
dikatakan sebagai tempat yang aman untuk melindungi diri, namun goa juga difungsikan
oleh binatang untuk melindungi diri, karena manusia merasa terganggu akhirnya ia mulai
menciptakan rumah/shelter untuk melindungi dirinya. Menurut kami, pada zaman inilah
akal manusia itu mulai bertumbuh. Mungkin karena setiap kali terbentur oleh ketidak
bersahabatnya alam, maka akal mulai bertumbuh. Sebagaimana dalam ilmu falac megatakan
bahwa semakin kita berada pada konidisi kritis, akal dan logika kita akan bekerja untuk
memberikan solusi yang baik untuk keselamatan kita.
3. Evolusi Arsitektur Melalui Seleksi Moderen
Kita akan bersepakat Bahwa tiap-tiap aliran arsitektur dibentuk oleh pemikiran manusia dan
nenek moyang yang suku bangsa yang tidak sama, Gagasan evolusi arsitektur melalui seleksi
moderen ini disusun melalui pengamatan-pengamatan berikut:
• Jika seluruh bentuk khas aliran arsitektur tradisional berhasil dikembangkan, maka aliran
arsitektur tersebut akan meningkat secara tidak terkendali.
 Aliran arsitektur tersebut akan tetap dari tahun ke tahun.
 Sumber daya manusia dan kemampuan mengembangkannya terbatas.
 Tiada dua gaya arsitektural suatu aliran yang persis mirip satu sama lainnya (proses
penggabungan dua bentuk aliran arsitektural).
 Banyak variasi bentuk nuansa arsitektural dalam suatu bangunan yang diciptakan dan
diwariskan kepada keturunan selanjutnya sebagai konsep moderen.
 Terjadinya pergeseran bentuk arsitektur akibat inovasi dan kreasi yang dipengaruhi oleh
teknologi seperti iklan TV, Koran, Majalah, dll.
Kita akan simpulkan bahwa, oleh karena aliran arsitektur tertentu mampu dipertahankan dan
dikembangkan, sehingga akan bertambah dan semakin bertambah lebih banyak daripada yang tidak
dikembangkan. Ini merupakan suatu faktor utama yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
dan kematian suatu bentuk. Sebenarnya sangat jelas terlihat bahwa terdapat persaingan untuk suatu
bentuk arsitektur sebagai khasanah budaya yang ingin bertahan hidup, walaupun hanya beberapa
bentuk aliran arsitektur tradisional di belahan dunia yang dapat bertahan hidup pada tiap generasi.
Keeksistensian dan Keberlangsungan hidup suatu budaya (arsitektur) tidaklah didasarkan pada
kebetulan belaka. Namun, keberlangsungan hidup bergantung pada sifat-sifat tiap individu manusia
sebagai pemiliknya, dan sifat-sifat ini dapat membantu ataupun menghalangi keberlangsungan hidup
dan perkembangan arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional yang beradaptasi dengan baik
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tetap eksist dan bisa dikembangkan menjadi lebih
banyak. Namun dikhawatirkan bahwa kemampuan beradaptasi yang tidak setara dari suatu budaya
dapat menyebabkan perubahan perlahan dalam suatu bentuk unsur budaya (arsitektur). Sifat-sifat
yang membantu suatu unsur budaya terutama unsur arsitektur bertahan hidup dan berkembang akan
berakumulasi dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya. Sebaliknya, sifat-sifat yang
menghalangi keberlangsungan hidup suatu unsur budaya arsitektur dan berkembang, akan
menghilang.

6
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Pengamatan terhadap variasi pada arsitektur dan kebudayaan merupakan dasar-dasar teori seleksi
moderen. Kita akan mencatat bahwa bentuk-bentuk arsitektur tradisional di seluruh dunia ini
mempunyai variasi bentuk, baik strukturnya yang menarik, hingga pada filosofisnya. Akan tetapi akan
terjadi suatu penyeleksian melalui teknologi, yang mana secara tidak sadar bahwa manusia
berhadapan dengan suatu ide dan otak yang ditawarkan melalui teknologi berupa media elektronik
dan media cetak, yang mana mempu merasuk dan mensubtitusikan pemikiran khasnya yang berkaitan
dengan nuansa kebudayaannya, sehingga tergantikan oleh sesuatu yang kelihatannya baru namun
tidak bermakna apa-apa pada dirinya.
Kita akan melihat bahwa evolusi arsitektur bergantung sepenuhnya oleh manusia. Artinya,
arsitektur tradisional itu menjadi berkembang, atau tidak bergantung pada manusianya. Arsitektur
merupakan salah satu unsure kebudayaan, yang merangkunl symbol-simbol kebudayaan seperti seni,
religi, filosofis, dll. Kita akan melihat bahwa, perjalanan social budaya suatu suku bangsa itu seperti
sebuah pohon, yang mana manusia sebagai akarnya, dan semua unsure kebudayaan yang terjadi itu
seperti batang pohon dan ranting-rantin ini menggambarkan suatu keutuhan bersama. sedangkan
ujung cabang pohon mewakili kehidupan modern yang berevolusi dari tradisional itu sendiri. Dengan
demikian, maka kita dapat bersepakat bahwa semua unsur kebudayaan pada suatu wilayah kehidupan
tertentu adalah suatu sistem yang utuh dan membentuk serta memberikan nilai tersendiri bagi manusia
yang ada dan ini berarti bahwa semua unsur kebudayaan haruslah berasal dari suatu kehidupan yang
mengalami beberapa bentuk proses atau sebut saja proses "evolusi dengan modifikasi".
1) Sintesis Evolusi Arsitektur Moderen
Sintesis evolusi arsitektur moderen merupakan gabungan dari beberapa aliran arsitektur yang
berkutat pada pemahaman arsitektural evolusioner. Dalam perkembangan moderen ini, terdapat
usaha untuk menggabungkan aliran arsitektural, misalnya seperti arsitektur asia eropa, arsitektur
fengshui dan colonial dll. menjadi satu kesatuan model aliran arsitektur moderen. Penerapan
prinsip-prinsip estetika dan filosofis serta aliran arsitektur dari suatu unsur tertentu dengan unsur
arsitektur yang lain ke dalam bentuk arsitektur yang baru ini, akan mengubah pemahaman dan
nilai. Hal ini dipahami sebagai suatu proses-proses evolusi pada arsitektur. Jika hal ini dapat
dilakukan, maka Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa bentuk-bentuk arsitektur sebagai
sekelompok aliran yang saling kawing ataupun yang berpotensi dapat dikawingkan atau dapat
dimodifikasi, yang secara reproduktif terisolasi dari bentukkan lainnya. Sintesis evolusi
arsitektur modern menekankan pentingnya bentuk arsitektur tradisional sebagai satuan
evolusioner, peran pusat seleksi adalah manusia sebagai sang orator dalam mekanisme proses
paling penting dalam evolusi ini. Kita akan bersepakat bahwa, perubahan dan kematian suatu
aliran arsitektur yang dianggap sebagai identitas bangsa yang besar merupakan akumulasi
perubahan kecil dalam periode waktu yang panjang.
2) Koevolusi Arsitektur
Koevolusi arsitektur adalah proses dari dua atau lebih bentuk aliran arsitektur yang
mempengaruhi proses evolusi arsitektur yang satu sama lainnya. Menurut hipotesis kami, bahwa
Semua bentuk arsitektur dipengaruhi oleh manusia disekitarnya, sebagai pelaku budaya, yang
mana terdapat bukti-bukti bahwa, unsur-unsur atau wujud arsitektur yang ditentukan oleh budaya
pada tiap aliran arsitektur secara langsung disebabkan oleh interaksi langsung antara individu
tertentu yang berbudaya lain dengan dua atau lebih individu dengan budaya yang berbeda.

7
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Contoh kasus koevolusi arsitektur yang terdokumentasikan dengan baik adalah hubungan
antara Peneybaran Hindu-Buddha, Islam, dan penjajahan kolonial di Indonesia terutama di
Yogyakarta. Dimana para penjajah memanfaatkan kekuatannya untuk memperoleh tanah
sehingga mampu mendirikan bangunan seperti candi, Masjid dan arsitektur colonial. Keberadaan
bentukkan arsitektural Hidnu-Buddha, Islam dan colonial ini memberikan suatu nuansa asing
pada tatanan budaya Kejawaan. Akhirnya individual Jawa, kini berada pada dualism nuansa
arsitektural. Artinya disisi awal, mereka berada pada nuansa monolit Kejawen, dengan nuansa
arsitektural Joglo yang kelihatannya sederhana, hormat, dan sangat ramah ini menjadi seperti
telah mendapat penantang baru, yaitu arsitektural Hindu-Buddha dengan gaya Piramid, colonial
dengan gaya monumental serta dilengkapi dengan estetika dan lengkungan bentuk, Islam dengan
Bentuk Kubah. Akibatnya, masyarakat Jawa mulai berasimilasi dan mulai berkeinginan yang
tidak sejalan dengan nuansa kejawaannya, kini terjadi dualime pikiran dalam mendirikan rumah.
Malahan saat sekarang ini mereka lebih bersemangat mendirikan rumah dengan gaya-gaya asing.
Koevolusi arsitektur seperti ini tidak menandakan bahwa Penguasa Jawa, Hindu-Buddha,
Islam dan Kolonial memilih untuk berperilaku secara altruistik, melainkan perilaku ini
disebabkan oleh perubahan budaya yang kecil pada kebudayaan jawa, Hindu-Buddha, Islam dan
Kolonial yang menguntungkan satu sama lainnya. Keuntungan yang didapati ini memberikan
kesempatan yang lebih besar agar peninggalan budaya ini diwariskan kepada generasi
selanjutnya. Seiring dengan berjalannya waktu, mutasi arsitektural di Jawa yang berkelanjutan,
mulai menciptakan hubungan seperti yang kita saksikan sekarang pada peninggalan budaya asing.
3) Seleksi Arsitektur Secara Buatan
Seleksi arsitektur secara buatan adalah koomodifikasi terkontrol yang diterapkan pada suatu
bentuk aliran arsitektur. Manusia sebagai arsiteknya dan menentukan aliran arsitektur mana
ataupun simbol filosofis mana yang akan diadopsi sebagai unsur dalam kreasi bentuk arsitektur
buatannya, sehingga manusia atau sang arsitek mampu menentukan makna pada bangunan
tersebut yang telah diramu menjadi bentuk yang estetis untuk diturunkan kepada generasi
selanjutnya. Proses seleksi arsitektur secara buatan ini memiliki pengaruh yang besar terhadap
evolusi arsitektur secara global. Contohnya, para arsitek moderen telah berhasil mempersatukan
unsur arsitektur yang berbeda menjadi suatu nuansa aliran arsitektur baru yang terkontrol.
Kita dapat menemukan bentuk-bentuk arsitektural semacam ini pada daerah-daerah jajahan,
dan juga kebanyakan kaum arsitektur moderen mulai melakukan koomodifikasi arsitektur untuk
mencari suatu bentuk yang baru. Walaupun pada suatu bangunan yang kita temukan ternyata
merupakan suatu bentuk aliran arsitektur yang digabungkan dari unsur arsitektur asia dan eropa,
akan tetapi keduanya merupakan akibat evolusi arsitektur secara buatan dari beberapa unsur dan
filosofis yang di modifikasikan oleh manusia.
4) Arsitektur Alopatrik
Arsitektur alopatrik terjadi karena adanya penghalang materi seperti kekuasaan, Materi
{uang, tanah, alam dan sebagainya}. Penghalang ini memisahkan sebuah konsep dari konsep
aslinya yang berarti memotong aliran-aliran arsitektur dari suatu unsur budaya. Setelah terisolasi,
akhirnya penguasa, atau orang yang berkuasa, mempunyai uang dan tanah akan membentuk
suatu nuansa arsitektur baru, termasuk sebagai penjajah budaya yang mampu memberikan suatu
nuansa yang membedakannya dari aliran arsitektur setempat. Contoh arsitektur kolonial, di
8
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Yogyakarta, berdiri megah dan monumental karena didukung oleh materi, uang, bahkan di zaman
itu, merupakan zaman kekuasaan kolonial Hindia Belanda sebagai penjajah di Indonesia. Contoh
lain secara lokal bahwa, di pulau Jawa kebanyakan dibatasi sesuai strata, bahwa yang dapat
dengan mampu mendirikan bentuk arsitektur nDalem adalah kasta menengah dll. Karena
memiliki materi yang cukup dan kekuasaan. Dengan terjadinya hambatan semacam ini, maka
terjadilah berbagaimacam bentuk aliran arsitektur yang berada di Pulau Jawa, bersama-sama
dengan arsitektur tradisional jawa sebagaimana yang kita jumpai. Adanya keaneka ragaman
arsitektur ini dipengaruhi oleh berbagai macam hal, misalnya seperti; Kasta/kedudukan,
Geografi/alam, materi dan kepemilikan tanah.
5) Arsitektur Simpatrik
Arsitektur simpatrik adalah terbentuknya gaya arsitektur baru dalam suatu wilayah tanpa
adanya penghalang (barrier). Perkembangan arsitektur ini dapat terjadi karena adanya isolasi
pengembangan arsitektur moderen yang mencegah perkembangan aliran arsitektur tradisional
(arsitektur Jawa) di wilayah kebudayaan Jawa, arsitektur Halit, di wilayah Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua, arsitektur Honai di Wamena Papua, arsitektur tongkonan, arsitektur meru dll.
Arsitektur alopatrik adalah terbentuknya bentuk gaya arsitektur baru dalam satu wilayah karena
adanya penghalang sehingga mencegah aliran khas arsitektural didalam wilayah sendiri.
Arsitektur Parapatrik adalah terbentuknya gaya arsitektur baru dalam suatu wilayah karena
adanya perkawinan antar dua budaya yang berdekatan.
4. Fenomena Arsitektur Indonesia di Era Globalisasi – kritik dan saran
Ketika negara-negara menjadi satu dalam kesatuan yang kokoh, maka pada saat ini akan terjadi
pertukaran kebudayaan yang sangat cepat dan luar biasa pengaruhnya kepada perkembangan
Arsitektur. Misalnya pada saat pertama era globalisasi maka akan terjadi suatu fenomena yang tidak
kita duga sebelumnya, dimana segala hal yang menyangkut kehidupan manusia akan begitu dominan
didalam pemecahan bentuk dari suatu bentuk dan ruangan.
Pada saat orang sudah mulai kehilangan identitas diri dalam berkarya, maka yang akan terjadi
ialah semua orang akan mempunyai suatu selera yang hampir sama yaitu suatu bentuk yang
sederhana, tetapi mampu memenuhi segala kebutuhan hidup mereka dari mulai tidur, bekerja,
bersantai bahkan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Ketika suatu negara merasa bahwa ciri kenegaraannya sudah tidak bisa dipertahankan lagi, maka
yang akan terjadi adalah suatu bentuk arsitektur yang didominasi oleh pemenuhan kebutuhan utama
dalam kehidupannya, dan yang pertama akan terlihat adalah bagaimana mereka mulai mengolah
pemikiran yang sifatnya tidak individualis lagi tetapi lebih mengarah pada kebersamaan dengan
lingkungannya karena disanalah mereka akan merasa bahwa ternyata di dunia ini tidak hanya ada satu
bentuk arsitektur yang selama ini dia yakini, tetapi begitu banyak ragam arsitektur yang pada akhirnya
akan menjadi suatu bentuk yaitu bentuk globalisasi “Globalized style”.
Melihat fenomena diatas, lalu apa yang akan terjadi di Indonesia dimana kita harus mempunyai
kebanggan pada bentuk arsitektur tradisional kita dan harus berusaha menjadikannya menjadi
arsitektur dunia, karena kalau tidak, bagaimana cara kita memasuki globalisasi. Untuk mengetahui apa
dan bagaimana arsitektur kita nanti, sebaiknya kita menelusuri dulu Arsitektur tradisional kita.
Pertama, bahwa didalam kehidupan masyarakta Indonesi,a sudah terjadi beberapa perbedaan yang
mencirikan bahwa di Indonesia terdapat banyak sekali beragam suku bangsa, dimana mereka
9
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

mempunyai adatistiadat dan kebiasaan yang hampir sama tetapi berbeda dalam pengungkapannya dan
selalu menyatu didalam kebhinekaan itu. Kedua, apabila sebuah budaya lahir, itu berarti bangsa
tersebut adalah suatu bangsa yang memiliki kebudayaan yang mencerminkan pola pikir ataupun
kebiasaan hidup masyarakatnya. Ketiga, didalam perjalanan hidup, banyak bangsa Indonesia
mengalami degradasi kebudayaan, karena begitu kuatnya pengaruh kehidupan barat, sehingga banyak
sekali penduduk Indonesia yang merasa bahwa kehidupan jaman dulu atau yang kita sebut tradisional
sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman (kuno), sehingga mereka lebih menyukai
segala sesuatu yang berbau luar negeri. Keempat, didalam perenungan, seorang empu gandring
Indonesia akan menjadi suatu negara yang sangat kuat dan hebat karena pada saat itu kerajaan
Majapahit begitu kuat sehingga didalam perenungannya, negara itu akan menjadi negara besar
sehingga banyak hal yang harus dipertahankan demi menjaga keutuhan kehidupan tradisional kita,
dan hal ini membuat perkembangan arsitektur kita menjadi sangat terhambat bahkan cenderung
berhenti tidak dapat berkembang lagi. Kelima, apabila kita menelusuri arah kemana kita akan pergi
nanti, maka kita akan melihat suatu arah yang tidak pasti dan tidak jelas, karena kita dihadapkan pada
berbagai macam pilihan perjalanan yang membuat kita tidak dapat memutuskan arah yang sesuai
dengan keinginan kita sebagai orang Indoneisa, dan ketika suatu perubahan yang sangat drastis terjadi
maka kita semua akan merasa kaget dan sedih, karena ternyata kita melangkah kearah masa depan
yang tidak mencerminkan tradisi kita lagi.akibatnya kehilangan identitas budaya termasuk didalamnya
Arsitektur tradisional ikut hilang.
Inilah fenomena yang akan kita hadapi nanti, lalu apa yang harus kita lakukan, apakah mulai
sekarang kita menghapus saja ciri kearsitekturan kita, atau kita membiarkan sesuatu terjadi secara
alami tanpa harus ada yang diperjuangkan ataupun dipertahankan? Memang bagaikan, buah
simalakama yang harus kita telan begitu saja, namun apa yang terjadi nanti karena kita tidak
mempunyai kekuatan untuk dapat mempertahankan tradisi kita pada era globalisasi nanti. Lalu
bagaimana nasib kita sebagai bangsa Indonesia ini? Apakah akan menyerah pada keadaan atau
berjuang mempertahankan sesuatu yang sudah mendekati dan pasti akan hilang.
Disinilah letaknya renungan kita sekarang. Bagaimana kita harus bersikap dan bagaimana kita
harus berbuat, karena hati nurani kita tidak dapat dibohongi bahwa kita harus tetap mempertahankan
ciri budaya kita dalam dunia arsitektur. Kita tidak ingin penjajahan bentuk baru menjajah kita lagi .
Kita tidak ingin arsitektur kita dijajah oleh arsitektur bangsa lain. Kita tidak ingin negara kita menjadi
negara gado-gado karena tidak lagi terlihat budaya asli kita mendominasi kehidupan bangsa
Indonesia. Jadi apa yang harus kita perbuat, karena sepertinya tidak ada pilihan yang dapat kita
jadikan patokan kita melangkah? Analisanya begini, Apabila kita membuat suatu keputusan bulat
untuk tetap mempertahankan Ciri arsitektur budaya kita, maka kita akan dihadapkan pada beberapa
kendala besar yaitu :
a. Arsitektur tradisional. Kita tidak dapat mengadopsi dengan baik segala hal yang berbau
teknologi modern, karena arsitektur tradisional kita berangkat dari suatu pandangan
kehidupan religius yang sama sekali tidak memperhatikan adanya teknologi moderen.
Apabila kita memaksakan kehendak terhadap bentuk arsitektur tradisional dengan
memaksakan segala unsur yang berbau moderen kedalamnya, maka yang akan terlihat adalah
bentuk yang sangat memprihatinkan karena sudah tidak jelas lagi dominasi budayanya.

10
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

b. Dalam pembentukan pola hidup. Bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemikiran kuno,
yaitu bahwa kehidupan kita sudah ada yang mengatur dan kita tidak usah terlalu meyakini
bahwa kita sendiri dapat mengatur kehidupan kita, jadi janganlah membuat suatu hal yang
akan merusak citra kehidupan tadi dan jangan pula mencoba merubah sesuatu yang sudah
diciptakan menjadi kehidupan kita, karena hal itu akan membuat kita tidak bahagia dan hal
ini juga merupakan suatu penolakan pada takdir kehidupan kita. Pola ini sangat tradisional
dan Merupakan sesuatu yang tidak pernah sejalan dan akur dengan sosial budaya moderen.
c. Jika didalam pemikiran bangsa Indonesia sekarang tidak lagi dipengaruhi oleh hal-hal yang
berbau kepasrahan kepada yang mengatur “yang Diatas”, maka kita akan dihadapkan pada
hal-hal yang sifatnya lebih kepada sesuatu yang tidak jelas acuannya, karena begitu
banyaknya hal yang tidak dapat kita cerna begitu saja, seperti halnya perkembangan
teknologi yang kadang-kadang tidak dapat kita pakai apabila kita benturkan pada masalah
pola hidup kita, dan hal ini akan membuat pola pikir kita menjadi tidak begitu terarah dengan
jelas lagi. Kemana kita akan mengarah dan kemana kita akan pergi dan kemana kita akan
menetapkan diri.
Begitu banyak hal-hal diluar jangkauan pikiran kita yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi
dan juga begitu banyak masalah yang muncul pada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan arsitektur Indonesia.
Seperti kata pepatah kuno yang mengatakan bahwa hidup tidak akan pernah berhenti apabila kita
sendiri tidak menghentikannya atau memang kita sudah saatnya berhenti karena sudah takdir. Apakah
pepatah ini akan kita kaitkan dengan kehidupan Arsitektur Tradsional kita ataukah kita akan terus
berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan keberadaannya? Tentu saja
jawabannya tidak mudah, dan memang tidak akan pernah mudah, karena keputusan apapun yang
diambil kita harus melihat berbagai kasus dan problem yang muncul yang berpengaruh didalam
kehidupan bangsa Indonesia ini dan yang paling penting adalah bagaimana kita menyikapi pengaruh
yang datang yang diakibatkan oleh perkembangan bilateral dan perkembangan politik yang sangat
berpengaruh pada pola kehidupan dan pola pikir masyarakat Indonesia, dan ini sangat berakibat pada
perkembangan arsitekturnya.
Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya dan kira-kira kemana akan kita arahkan arsitektur
Tradisional Nusantara dimasa depan nanti. Yang bisa kita lakukan mungkin Pertama, kita harus
melakukan suatu penelitian yang mencangkup gambaran awal terjadinya arsitektur tradisional di
masing-masing daerah Nusantara yang tentu saja sangat penting sebagai acuan awal darimana kita
akan mulai berpijak Kedua, kajian berikut adalah bagaimana arsitektur pada jaman itu dijadikan
sebagai arsitektur tradisional kenapa bukan arsitektur Indonesia saja atau arsitektur jaman Belanda
atau jaman Majapahit. Ketiga, apabila kita telah mendapatkan bagaimana kita memulai dan
bagaimana kita mengetahui arsitektur kita pada jaman dulu maka kita dapat melihat bagaimana hal itu
bisa menjadi suatu patokan untuk kita, apakah benar bahwa arsitektur yang kita kenal sebagai
arsitektur tradisional itu adalah benar sesuai dengan tuntutan jaman waktu itu, atau apakah arsitektur
tradisional hanya menggambarkan suatu pola kehidupan masyarakat pada jamannya. Keempat, kalau
melihat lebih jauh kebelakang lagi, maka kita akan melihat suatu fenomena yang agak menyimpang
dari apa yang kita lihat sekarang, dimana sekarang ini arsitektur tradisional se-olah-olah merupakan
barang mati yang tidak bisa kita tawar lagi dan tidak bisa kita kembangkan lagi. Fenomena tersebut

11
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

barangkali sebagai sesuatu yang membuat kita dapat melihat dari suatu perubahan yang sangat
drastis, dari pola kerajaan yang serba gemerlap dan serba menjadi suatu pola kehidupan rakyat yang
serba sederhana, dan sepertinya dikuasai oleh suatu peradaban yang sangat bertumpu pada kehidupan
keagamaan. Kelima, jika kita mencoba menelusuri lebih jauh maka kita akan menemukan bahwa
peradaban bangsa Indonesia sudah sangat maju pada zaman kerajaan Majapahit dulu, dan dilanjutkan
dengan zaman kerajaan Sriwijaya sehingga kalau kita sekarang ini begitu terpukau oleh datangnya
arsitektur luar yang kelihatannya sangat modern atau sangat teknologis, maka hal ini sebenarnya akan
membuat hati kita teriris pilu karena jaman dulu kita begitu hebat keluar, namun sekarang kita begitu
terjepit oleh pengaruh luar. Keenam, jika dalam pandangan sempit kita seolah-olah tidak berdaya
menghadapi pengaruh kemajuan jaman yang dicirikan oleh kemajuan teknologi, maka dalam
pandangan yang lebih luas kita seharusnya bangga dengan pengaruh kita terhadap perkembangan
peradaban pada jaman dulu.
Dari keenam faktor diatas, yang masih selalu menjadi perhatian adalah bahwa kita harus tetap
mempertahankan arsitektur tradisional kita walaupun sebenarnya sudah sangat tidak mungkin lagi
untuk bisa bertahan dalam era globalisasi nanti. Pertanyaannya adalah; kita akan apakan arsitektur
tradisional kita ini, akan kita ganti dengan sesuatu yang baru atau akan kita bina dan kembangkan
sehingga mampu bersaing dengan arsitektur luar dan mampu kita jual keluar Indonesia sehingga
arsitektur Indonesia mempunyai nama dan pengaruh didalam perkembangan arsitektur dunia.
Arsitektur Indonesia, apakah ada di Negara kita ini? Kalau ada bagaimana bentuk dan
filosofinya dan kalau tidak ada kenapa sampai tidak ada padahal kita sangat bangga dengan berbagai
macam bentuk bangunan yang menggambarkan ciri dari tiap daerah yang katanya sangat dikagumi
oleh turis mancanegara. Dilihat dari letak dan posisi negara Indonesia, maka kita sangat strategis bagi
aliran sirkulasi perdagangan maupun dari segi keamanan dunia karena negara kita terletak pada
bagian yang mempunyai akses paling mudah untuk belahan dunia utara dan selatan yang artinya bagi
perkembangan budaya Indonesia sangat rawan terhadap pengaruh yang dibawa oleh mereka yang
akan memakai jalur ini yaitu bangsa-bangsa yang akan membina suatu hubungan bilateral dengan
negara dibelahan bumi yang lain.
Mereka yang akan melalui jalur ini tanpa disengaja maupun disengaja akan membawa dampak
yang cukup kuat terhadap budaya Indonesia yang memang sudah rawan terhadap budaya luar. Tetapi
kalau kita simak lebih jauh, ternyata apa yang kita khawatirkan bahwa akan terjadi pengaruh yang
akan berakibat merosotnya nila budaya kita, tidak pernah akan terjadi karena begitu kuatnya adat
setempat sehingga budaya luar agak sulit berkembang dan hal ini adalah merupakan suatu potensi
yang luar biasa bagi ketahanan negara kita terhadap pengaruh budaya asing.
Masuknya budaya asing yang ternyata sulit dibendung, justru karena akibat perkembangan
teknologi yang sangat cepat sehingga informasi ataupun gambaran pola kehidupan yang sepertinya
sangat menyenangkan tertangkap oleh masyarakat luas dari mulai kota besar sampai ke pedesaan
terpencil dan ini tidak bisa dicegah lagi karena kita tidak bisa menghindar dari perkmbangan ini.
Akibatnya kita sudah bisa terka bahwa sebagian masyarakat kita tidak bisa lagi bertahan dengan
budaya nenek moyangnya yang dinilai sudah ketinggalan jaman atau sudah kuno, dan inilah cikal
bakal dari lunturnya budaya bangasa kita.
Arsitektur adalah bagian dari ekspresi budaya masyarakat karena sangat berkaitan dengan pola
pikir dan pola hidup penggunanya sehingga didalam perkembangannya sangat terlihat perubahan

12
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

dalam bentuk, tata letak ruang dan perabotan serta peralatan lain yang dibutuhkan. Jadi, apabila kita
akan mempertahankan arsitektur tradisional kita yang diharapkan menjadi ciri khas budaya kita,
budaya yang akan kita pertahankan, karena sangat jelas terlihat akibat dari perkembangan teknologi
yang merambah begitu cepat pada setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Lalu bagaimana kita
dapat mempertahankan Arsitektur Indonesia, kalau kenyataanya Arsitektur Indonesia itu tidak ada
karena yang sekarang selalu didengungkan adalah arsitektur tropis dan kalau bicara arsitektur tropis
ternyata bukan kita saja yang memakai thema seperti itu, karena selain negara Indonesia masih
banyak negara yang terletak didaerah tropis. Apakah Arsitektur Indonesia itu identik dengan
Arsitektur Tradisional Papua, Maybrat, Imian, Sawiat, Sunda, Jawa, Bali, Sumba dan daerah-daerah
lain, atau memang arsitektur Indonesia ini terdiri dari arsitektur arsitektur yang mempunyai ciri
kedaerahan. Selama ini Arsitektur Indonesia hanya dikaji dan ditulis dengan bahsa ilmiah yang
kedengarannya sangat filosofis dan sangat tidak dimengerti oleh orang awam karena belum pernah
ada yang mencoba membuat bentuk yang jelas mengenai arsitektur Indonesia. Seorang arsitek luar
pernah mencoba membuat disain banguna perkantoran yang katanya merupakan jelmaan dari filosofi
arsitektur Indonesia dan yang terlihat adalah permainan bentuk atap tropis yang dipasang disetiap
lantai, dan setelah kita lihat-lihat akihirnya kita bertanya apakah benar ini arsitektur Indonesia.
Dengan melalu keputusan para pejabat setempat, tiap daerah yang merasa mempunyai arsitektur
trsadisional berusaha untuk mempertahankan bentuk arsitekur tradisional dengan membuat bentuk
atap yang katanya itu merupakan ciri budaya setempat. Alhasul terlihatlah arsitektur daerah dengan
bentuk atap yang aneka macam sesuai dengan permintaan para pejabat yang sepertinya tidak mengerti
apa arti dari arsitektur itu sendiri. Ketidak mengertian ini sangat membingungkan para pembuat
disain, karena dengan posisi jabatannya membuat para perencana harus mengikuti apa yang
diinginkan mereka, karena tidak ingin dianggap tidak berbudaya kedaerahan. Jadilah arsitektur
tradisional adalah arsitektur atap, yang penting atapnya menggambarkan ciri kedaerahan yang kuat
tidak peduli apapun fungsi yang dinaunginya.
Tahun 2003 adalah langkah awal pada era globalisasi dimana kita sudah tidak mungkin lagi
menghindar masuknya para ekspert asing ke Indonesia termasuk para arsiteknya, dan sudah bisa
dipastikan arsitek kita harus bersaing keras dengan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan
tendensi orang yang beruang memkai tenaga mereka sangat kuat karen Amereka masih sangat
dipengaruhi oleh image bahwa segala sesuatu yang berbau asing pasti akan lebih baik. Selain hal itu,
berbagai proyek besar yang melibatkan investor asing pun akan bermunculan, dimana mereka sudah
barang tentu akan membawa tenaga expert mereka karena selain pesan dari negaranya sendiri juga
masalah kepercayaan akan keahliannya. Maka sudah dapat kita bayangkan bahwa Indonesia akan
kedatangan para arsitek yang mungkin keahlian dan kemampuannya masih jauh dibawah para arsitek
dalam negeri. Tetapi mengapa merak begitu menakutkan dan mengancam kehidupan para arsitek
dalam negeri? Pertama, andaikata masalahnya hanya karena investor asing yang membawa seluruh
krunya dari negaranya, kita tidak bisa apa-apa kecuali pasrahn saja hanya mungkin ada sedikit
pengharapan kepada petinggi negara yang akan membuat peraturan mengenai ketenaga kerjaan
sehingga setiap proyek dengan investasi asing harus menyertakan tenaga ahli dari dalam negeri.
Kedua apabila masalahnya terletak pada kwalitas arsitek luar, kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk
inovasi tenaga arsitektur.

13
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

5. Membangun Ketahanan Budaya Lokal Melalui Arsitektur Tradisional – Local Wisdom


Campaign
Maju mundur atau pasang surut kebudayaan (culture) sepanjang sejarah kemanusiaan, secara
mendasar ditentukan oleh bagaimana kebudayaan itu dijadikan sebagai kerangka acuan yang
dijabarkan melalui suatu tatanan normatif. Sejarah membuktikan bagaimana Kebudayaan Mesir Kuno
(Fharounic), Kebudayaan Lembah Sungai Kuning di Cina, Kebudayaan Indian Amerika (Astec dan
Maya) runtuh karena kebudayaan itu ditinggalkan oleh manusia pendukung peradabannya. Kemudian
kebudayaan akan kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan pola tindak dan pola laku bila
didesak oleh adanya suatu sistem nilai baru, misalnya Revolusi kebudayaan di China, Modernisasi di
Turki, Islamisasi di Arab dan Revolusi Bolsjewik di Rusia. Jadi dalam sejarah kemanusiaan banyak
contoh menunjukkan bahwa pasang surut dan timbul tenggelamnya kebudayaan ditentukan oleh
perubahan zaman dan kebudayaan lama didesak oleh suatu sistem nilai baru. Kebudayaan akan
mengalami masa tumbuh dan berkembang, masa kejayaan atau masa keemasan dan masa kemunduran
atau keruntuhannya bergantung sejauhmana pemilik mampu mempertahankannya sepanjang
perubahan zaman.
Di dalam Kebudayaan, sebenarnya terkandung dua daya atau potensi yang menyebabkan
kebudayaan itu tetap eksis dalam kehidupan, pertama yaitu daya untuk melestarikan kebudayaan
(preservatif) dan kedua yaitu daya menarik kebudayaan itu untuk maju (progresif). Di dalam dua daya
inilah masyarakat pendukung kebudayaan berada dan menentukan kearah mana kebudayaannya.
Untuk dapat menentukan ke arah mana kebudayaannya, maka masyarakat pendukung kebudayaan
harus memiliki Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya (Cultural Resilience). Kesadaran Budaya
adalah suatu bentuk perasaan yang tinggi soal rasa hati (gemoed), soal daya cipta dan tanggapan
(verbeeldingskracht) dari budi dan daya (budhayah). Sedangkan ketahanan budaya adalah kondisi
dinamis suatu bangsa untuk menghadapi segala macam bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan yang ditujukan terhadap kebudayaannya.
Permasalahan yang dihadapi masyarakat sekarang adalah karena rapuhnya kesadaran budaya dan
ketahanan budaya yang dimiliki, dan ini disebabkan oleh pertama adanya anggapan bahwa
kebudayaan luar terutama kebudayaan barat (west) adalah superior dan kebudayaan sendiri terutama
kebudayaan timur (east) adalan inferior, padahal sesungguhnya barat adalah barat dan timur adalah
timur dan keduanya tidak bisa bersatu, malah Profesor Jan Romein dalam bukunya Aera Eropa
mengatakan bahwa kebudayaan timur adalah kebudayaan yang menyimpang dari pola umum yang
artinya apa yang di timur dipositifkan justru di barat dinegatifkan. Sebagai contoh, bagaimana orang
timur memandang fenomena alam secara subjektif dan orang barat justru memandang fenomena alam
secara objektif. Anggapan bahwa kebudayaan luar adalah superior dan kebudayaan sendiri adalan
inferior akan menyebabkan situasi masyarakat yang terasing dari kebudayaannya sendiri (cultural
alienation). Faktor kedua penyebab rapuhnya Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya adalah
pengaruh globalisasi dan teknologi informasi yang menyebabkan terjadinya pemadatan dimensi
ruang dan waktu, jarak semakin diperdekat dan waktu semakin dipersingkat, situasi seperti ini
menyebabkan terjadinya banjir deras informasi (information glut) yang menghujani masyarakat dan
nyaris tidak terkendali. Pada setiap terjadinya banjir pasti membawa limbah, yang dimaksud di sini
adalah limbah budaya. Limbah budaya inilah yang sekarang merasuki hampir disetiap sendi
kehidupan masyarakat. Sedangkan penyebab ketiga adalah terjadinya perubahan orientasi pada nilai-
nilai budaya yang dilanjutkan dengan perubahan norma - norma dan tolak ukur perilaku warga
14
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

masyarakat. Perubahan orientasi nilai menjelma dalam wujud pergeseran budaya (shift), biasanya
cenderung dalam bentuk asimilasi dan akulturasi budaya, contohnya bagaimana saat pasangan
pengantin mengenakan beragam macam baju pengantin disaat pesta, mulai dari mengenakan baju
pengantin adat, baju pengantin Eropa dan baju baju pengantin lainnya, contoh lain, yaitu terjadinya
pergeseran budaya dalam aturan menghidangkan makanan dari sistem yang menggunakan dulang ke
sistem menghidangkan ala Francis, malah sekarang dalam acara ruwahan di kampung - kampung
sudah menggunakan sistem Francis. Kemudian perubahan orientasi nilai juga menyebabkan
persengketaan (conflict) yang melahirkan sikap ambhivalensi masyarakat. Sebagai contoh timbulnya
pro dan kontra masyarakat ketika Artika Sari Devi yang diberi gelar oleh Lembaga Adat Serumpun
Sebalai dengan gelar Yang Puan Jelita Nusantara harus mengenakan pakaian renang dalam pemilihan
Miss Dunia. Sikap pro dan kontra terjadi karena masyarakat menilai Artika Sari Devi adalah Puteri
Indonesia serta berasal dari Bangka Belitung yang sangat kental dengan budaya melayunya mau
berpakaian mempertontonkan aurat yang bertentangan dengan nilai - nilai budaya yang dianutnya.
Terakhir perubahan orientasi nilai pada masyarakat akan menimbulkan perbenturan (clash) yang
melahirkan sikap penentangan (rejection), sebagai contoh ketika akan dibangun pendopo di belakang
kediaman Gubernur yang direspon oleh masyarakat dengan ketidaksetujuan karena pendopo adalah
bangunan dengan arsitektur vernakuler Jawa.
Untuk membangun Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya di masyarakat maka perlu
dilakukan upaya - upaya yaitu, pertama dengan meningkatkan daya preservatif meliputi upaya
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan serta meningkatkan daya progresif berupa
upaya -upaya peningkatan peran pemerintah, swasta, serta pemberdayaan masyarakat adat dan
komunitas budaya. Perlindungan adalah upaya menjaga keaslian kebudayaan dari pengaruh unsur -
unsur budaya luar atau asing dan penyimpangan dalam pemanfaatannya. Sedangkan pengembangan
adalah upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kebudayaan yang hidup di tengah - tengah
masyarakat tanpa menghilangkan nilai - nilai yang terkandung di dalamnya dan kegiatan pemanfaatan
adalah pemberdayaan kebudayaan untuk pemenuhan kebutuhan batin masyarakat baik dalam event
yang bersifat sakral maupun profan. Upaya kedua untuk membangun Kesadaran Budaya dan
Ketahanan Budaya di masyarakat adalah dengan memberdayakan nilai - nilai budaya baik nilai
budaya yang terkandung di dalam kebiasaan budaya (cultural habits) maupun yang terkandung di
dalam aturan budaya (cultural law). Baik nilai budaya yang tampak (tangible) maupun nilai budaya
yang tak tampak (intangible). Diketahui bahwa kebudayaan dan peradaban dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui tradisi lisan seperti ungkapan tradisional, puisi rakyat
(pantun, syair, tarian, dan gurindam), cerita rakyat (mitos, legenda, dongeng), nyanyian rakyat.
Kemudian dapat diwarisi melalui tradisi setengah lisan seperti permainan rakyat, kepercayaan rakyat,
upacara tradisional (daur hidup/life cycle, kepercayaan dan peristiwa alam), arsitektur tradisional/
vernakuler dan rumah adat, pengobatan tradisional, makanan tradisional, pakaian adat, pasar
tradisional, pengetahuan dan tekhnologi tradisional serta dapat juga diwarisi melalui tradisi bukan
lisan seperti bangunan bangunan kuno dan naskah-naskah kuno. Pemberdayaan nilai budaya pada
prinsipnya adalah upaya untuk membuat sesuatu peristiwa budaya menjadi lebih bermanfaat,
bermakna, lebih berfungsi dan berguna. kegiatan budaya yang menghasilkan nilai budaya adalah
kegiatan - kegiatan yang dapat menuntun manusia berperilaku lebih beradab, dan sesuai dengan
kaedah atau norma - norma yang berlaku di masyarakat. Perilaku beradab tersebut dapat terealisasi
dalam kehidupan masyarakat bila nilai - nilai budaya tersebut sudah terinternalisasi dengan benar
15
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

dalam sanubari masyarakat. Untuk mengupayakan terinternalisasinya nilai - nilai budaya diperlukan
kerja keras dan upaya yang sungguh - sungguh dari seluruh komponen masyarakat termasuk penggiat
budaya, apresian budaya dalam level apapun, oleh para pemangku adat, tokoh adat, dan pemuka adat.
Sekarang ini untuk mempermudah pemberdayaan nilai - nilai budaya sehingga terinternalisasi dengan
baik, hal utama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan event atau peristiwa budaya yang
berhubungan dengan peristiwa kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh banyak orang dan
mendatangkan anggota masyarakat lainnya, baik peristiwa yang berhubungan dengan agama,
peristiwa yang berhubungan dengan adat, maupun peristiwa yang berhubungan dengan siklus
kehidupan. Upaya terakhir untuk membangun kesadaran budaya dan ketahanan budaya adalah dengan
memperkuat dan mengukuhkan identitas dan jatidiri, karena di dalam jatidiri terkandung kearifan -
kearifan lokal (local wisdom) dan local genius.
Setiap masyarakat betapapun sederhananya, memiliki Kebudayaan yang dikembangkannya
sebagai respon terhadap lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan buatan di sekitarnya.
Perbedaan antara lingkungan fisik, sosial dan buatan itulah yang menyebabkan perbedaan kebudayaan
di masyarakat. Oleh sebab itu salah satu kebijakan dalam pengembangan kebudayaan adalah upaya
untuk menguatkan identitas dan kekayaan budaya nasional yang bertujuan untuk memperkenalkan,
menguatkan dan mendorong kreatifitas budaya masyarakat agar mampu berkembang dan beradaptasi
dengan perubahan zaman. Kehidupan manusia selalu dikelilingi oleh peristiwa budaya, proses
pembentukan peristiwa budaya di atas berlangsung berabad - abad dan betul - betul teruji sehingga
membentuk suatu komponen yang betul - betul handal, terbukti dan diyakini dapat membawa
kesejahteraan lahir dan batin, komponen inilah yang disebut dengan jatidiri. Di dalam jatidiri
terkandung kearifan lokal (local wisdom) yang merupakan hasil dari local genius dari berbagai suku
bangsa yang ada. Kearifan lokal inilah seharusnya kita rajut dalam satu kesatuan kebudayaan untuk
mewujudkan suatu nation (bangsa) yaitu Bangsa Indonesia dan sebagai alat untuk meredam berbagai
konflik horizontal yang terjadi di masyarakat yang marak terjadi di berbagai daerah saat ini.
6. Peran Arsitektur Dalam Fenomena Lingkungan
Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara Kebudayaan Nusantara
berakar pada Kebudayaan Tradisionalnya, begitupun Arsitektur Tradisional juga merupakan akar dari
Arsitektur Nusantara. Kita kenal bahwa arsitektur tradisional sangat beranekaragam di Indonesia,
seiring dengan keanekaragaman suku bangsanya. Sulit rasanya memilih arsitektur tradisional mana
yang bisa mewakili, karena riskan sekali rasanya bila memilih salah satu arsitektur tradisional sebagai
wadahnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wujud arsitektur tradisional dari suku bangsa tertentu
pasti akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat suku bangsa tersebut. namun
demikian, apakah suatu suku bangsa tertentu akan merasa bangga dengan arsitektur tradisional dari
daerah lain? Kita ambil hematnya saja bahwa, biarlah suatu suku bangsa memakai arsitektur
tradisionalnya, begitupun yang lainnya, asalkan ditempatkan dengan sesuai. Jadi, sebenarnya yang
kita perlukan adalah jiwa berarsitektur dari masyarakat tradisional tersebut. Sehingga tidak perlu lagi
kita menciplak total pada arsitektur tradisional tertentu. Yang perlu kita ejawantahkan adalah pesan-
pesannya ataupun konsep dasarnya. Kemudian diinterpretasikan dengan kreatifitas baru pada latar
belakang kehidupan sosio-budaya masyarakat yang terus ‘berkembang’ saat ini. Pada intinya
arsitektur tradisional mempunyai konsep dasar kesemestaan yang universal, sehingga mampu
mengiringi perjalanan hidup manusianya sepanjang zaman.

16
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Pada hakekatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia
sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan
ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat ditentukan
oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya
(meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri, dan kebudayaannya).
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk sekaligus sebagai makhluk
sosial, dalam setiap kegiatannya senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Adalah
sesungguhnya bahwa manusia itu dalam bersosialisasi membutuhkan dan memiliki jangkauan
interaksi pada tiga jalur arah. Pertama, berinteraksi dengan Sang Pencipta (sosio-spiritual/religius),
meliputi kegiatan ibadah-spiritual maupun aplikasi amaliah dari norma dan tata-nilai yang telah
ditetapkan-Nya pada dua jalur berikutnya. Kedua, berinteraksi dengan sesama manusia (sosio-
kultural), baik antar pribadi dengan pribadi, pribadi dengan kelompok maupun kelompok dengan
kelompok, berdasarkan norma dan tata-nilai sosio-spiritual/religius di atas. Ketiga dan terakhir,
berinteraksi dengan alam semesta sebagai sesama makhluk ciptaan (sosio-natural/universal), yakni
manusia sebagai pembina sekaligus pengguna setiap unsur daya dan potensi alam agar berdaya-
manfaat secara tepat-guna dan berkesinambungan sehingga tercipta hidup dan kehidupan yang
makmur bersahaja. Ketiga jalur arah interaksi ini merupakan inti dasar kegiatan manusia untuk
bermasyarakat, yang seluruhnya harus diwadahi secara terpadu, setimbang, dan dinamis dalam ruang
arsitektur.
Dapat disimpulkan dari semua paparan diatas bahwa manusia dalam berarsitektur merupakan
wujud terbaik dari aturan yang ditetapkan-Nya dalam menjaga alam sebagai tempat hidupnya, dan
menjaga hubungan dengan sesamanya sebagai teman hidupnya. Inilah wujud kesemestaan. Dalam
keadaannya saat ini, kelestarian alam sudah sangat terabaikan. Pemanasan global dan bencana banjir
adalah wujud akibat yang ditimbulkan, dan arsitekturlah yang berperanan besar dalam
mewujudkannya. Sehingga tema Arsitektur Ramah Lingkungan dengan konsep kesemestaan patutlah
untuk diangkat.
7. Kepunahan Bentuk Dan Aliran Arsitektur
Kepunahan arsitektur merupakan kejadian hilangnya keseluruhan bentuk aliran arsitektur
tertentu. Kepunahan bukanlah peristiwa yang tidak umum, karena bentuk aliran suatu arsitektur secara
reguler muncul melalui aliran arsitekturalnya dan menghilang melalui kepunahan. Sebenarnya,
hampir seluruh bentuk aliran arsitektur yang pernah ada di bumi telah dan akan punah, seiring
perjalanan manusia itu sendiri, dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir suatu bentuk aliran
arsitektur. Sebenarnya Kepunahan arsitektur telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah
perkembangan manusia. Kita akan berkesimpulan bahwa, laju kepunahan arsitektural akan semakin
meningkat tajam pada peristiwa kepunahan missal spesies manusia pada suatu etnik atau suku bangsa
tertentu.
Peranan kepunahan pada evolusi arsitektur tergantung pada jenis kepunahan tersebut. Penyebab
persitiwa kepunahan "tingkat rendah" secara terus menerus (yang merupakan mayoritas kasus
kepunahan) tidaklah jelas dan kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar aliran arsitektur
tertentu terhadap bentuk aliran arsitektur yang terbatas (prinsip hindar-saing). Jika kompetisi dari
etnik tertentu lain mengubah probabilitas suatu bentuk arsitektur menjadi punah, hal ini dapat
menghasilkan seleksi aliran arsitektur sebagai salah satu tingkat seleksi manusia. Peristiwa kepunahan

17
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

massal secara alami masih dapat diterima, daripada berperan sebagai gaya selektif, karena suatu
kebudayaan termasuk arsitektural yang beraneka ragam akan secara drastis dan mendorong terjadinya
evolusi arsitektur secara cepat dan secara tiba-tiba serta pensubtitusian pada kebudayaan suku bangsa
yang lain semakin tajam. Ini merupakan pangkal penjajahan kebudayaan melalui penjajahan dan
peperangan.

B. Hubungan Iklim Dengan Teori Evolusi dan Ekologi Arsitektur


1) Proses Terjadinya Bentuk
- Form Determinants
- Function
- Context
- Structure
- Form Resolution
- Material dan cara penggunaan
- Metoda dan konstruksi
- Pertimbangan ekonomi dan sumber daya
- Estetika
2) Teori Bentuk Secara Ekologi
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tempat tinggal makhluk hidup atau organisme. Antara
Ekologi dan Arsitektur dan antara evolusi dan perancangan (desain) terdapat hubungan yang
sangat erat. Berdasarkan hubungan yang konseptual ini maka timbullah prinsip perancangan
secara pre skriptis dengan dasar-dasar teori bentuk secara deskriptif dalam alam ini.
Arsitektur dapat digambarkan sebagai bentuk dari strategi adaptasi manusia dengan alam,
termasuk didalamnya arsitektur tradisional Jawa. Gambaran tersebut bersifat suatu kesatuan yang
menyeluruh, keseimbangan yang dinamis dan penyempurnaan hal-hal yang relatif dan tidak jelas.
Dari prinsip-prinsip di atas maka terjadilah tiga prinsip utama dari penurunan bentuk, yaitu:
- Kesatuan yang utuh antara manusia (orang Jawa) dan tempat atau lingkungan
- Keseimbangan yang dinamis dari yang teratur dan tak teratur
- Penyempurnaan energi dan informasi
Hubungan antara ekologi dan arsitektur jelas terlihat pada arti asli (secara linguistik) dari
ekologi, yaitu ‘oikos’, kata asli dari ekologi dalam bahasa Greek yang berarti rumah dan rumah
tangga (house dan household). Apabila ekologi diartikan sebagai sains dan organisme beserta
tempat hidupnya (habitatnya), maka arsitektur dapat dipandang sebagai art dan sains dari
organisme manusia dalam merealisir habitasinya pada lingkungan alam natural.
Bentuk dari organisme adalah hasil dari atau proses Interaksi antara bentuk genetik dengan
lingkungannya. Dalam teori arsitektur secara ekologi, bentuk arsitektur adalah produk dari
interaksi antara perubahan kebutuhan manusia atau fungsi dengan kontek ekologi manusia,
(termasuk arsitektur tradisional Jawa dan orang Jawa).
- Forms follow both function and environment
- Form, function and environment are interdependent
Dalam hubungan dengan teori ini, arsitektur modern mempunyai kegagalan, yaitu:

18
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

- Arsitektur modern menolak tradisi sebagai kemungkinan sumber-sumber kontiunitas


untuk variasi di kemudian hari yang lebih kreatif.
- Arsitektur modern mengenyampingkan batas-batas kontek cultural
- Arsitektur modern terlalu memberikan nilai lebih hanya pada strategi adaptasi
arsitektural yang spesifik saja.
3) Bentuk dan Lingkungannya
Alam memberikan tekanan secara langsung kepada proses terjadinya bentuk semua yang
berada di alam ini. Misalnya: bentuk arsitektur di Wamena Papua berbentuk Honai, atau di Jawa
tengah berbentuk Joglo. Di daerah lain, bentuk arsitekturnya monumental di Eropa terutama
kepulauan krete Italia, ada yang diatas pohon seperti di Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, atau suku
Dayak, atau berbentuk shelter di daerah Indian, Amerika, dll. karena dengan bentuk ini dapat
menyimpan panas lebih lama. Ini semua terjadi karena factor lingkungan yang mempengaruhi
bentuk-bentuk arsitekturalnya.
Dengan demikian maka, dapat kita simpulkan bahwa perubahan yang konstan sesuai dengan
teori evolusi, yaitu apabila “bentuk” atau spesies yang sama dengan lingkungan yang berbeda
akan memberikan pengaruh proporsi yang berbeda pula.
Demikian pula proses terjadinya “shape” bangunan, shape yang optimum adalah bentuk yang
dapat menerima panas sesedikit mungkin di waktu musim panas, dan mampu menahan panas
sebanyak mungkin pada waktu musim dingin.
4) Bentuk Tata Lingkungan
Iklim mempengaruhi bentuk tata lingkungan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik tata
lingkungan pada beberapa daerah (termasuk didalamnya arsitektur Jawa) sesuai dengan iklim yang
berlaku di tempat tersebut:
- Untuk daerah beriklim tropis lembab atau panas lembab, jarak antara bangunan mempunyai
pengaruh yang sangat besar. Luasan dinding bangunan dengan pembukaan untuk ventilasi
sebanyak mungkin berhubungan dengan luar sangat menguntungkan. Hal ini disebabkan
karena kenyamanan di daerah tropis lembab hanya dapat dicapai dengan bantuan aliran angin
yang cukup pada tubuh manusia. Perancangan landscape harus memperhatikan prinsip
kelancaran angin yang mengalir.
- Sebaiknya untuk di daerah panas kering, luasan dinding bangunan dikurangi sebanyak
mungkin untuk tidak berhubungan langsung dengan ruang luar. Antara bangunan dihindari
adanya ruang luar, satu sama lain kompak, sehingga sinar matahari sangat sedikit yang
menimpa langsung bangunan. Bila harus ada ruang di antara bangunan pun diusahakan agar
antara dinding bangunan yang satu dengan yang lain saling membayangi terhadap sinar
matahari. Oleh sebab itu kecenderungannya bangunan lebih efisien kalau rendah dan masif.
Oleh sebab itu kepadatan bangunan di daerah tropis lembab kecenderungannya rendah.
Kepadatan bangunan tinggi untuk daerah tropis kering. Untuk di daerah dingin, bentuk susunan
bangunannya cenderung kompak, padat dan mempunyai luasan jendela yang luas agar dapat
menerima panas matahari yang lebih banyak.

19
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

C. Definisi Evolusi Arsitektur


Evolusi arsitektur secara sederhana didefinisikan sebagai perubahan pada bentuk atau aliran suatu
arsitektur dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Walaupun demikian, definisi "evolusi arsitektur"
juga sering kali ditambahkan dengan klaim-klaim berikut ini:
1. Perbedaan pada komposisi bentuk antara aliran arsitektur yang terisolasi oleh nuansa
arsitektur lain mengakibatkan munculnya aliran arsitektur baru.
2. Semua aliran arsitektur yang sekarang dikembangkan merupakan suatu sistem nilai dan
karya dari nenek moyang yang berbeda.
D. Evolusi Arsitektur Dalam Perubahan Sosial Budaya Global
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang
selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan
bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab
dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial
budaya:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.
Perubahan sosial budaya juga dapat timbul akibat Gambar. 7. Perubahan sosial
timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, budaya akibat kontak budaya satu
dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, dengan kebudayaan asing. Sumber
berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem Google Terjemahan Bebas,
pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru dikomposisikan oleh Peneliti 2011
lainnya dalam kebudayaan.
a. Penetrasi Kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan
ke kebudayaan lainnya, termasuk didalamnya arsitektural. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi
dengan dua cara:
1) Penetrasi Damai (Penetration Pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh
kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak
mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh
kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang
merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah
bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis

20
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru
yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
2) Penetrasi Kekerasan (Penetration Violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya
kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga
menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat . Wujud
budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun
lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem
pemerintahan Indonesia.
b. Cara Pandang Terhadap Sosial Budaya Global
1) Kebudayaan Sebagai Peradaban Moderen
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan sosial
"budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19. Gagasan tentang sosial "budaya" ini
merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa
dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka
menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan
kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu
dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu
kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture)
oleh Edgar Degas. Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk
pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya Foto. 68. Bentuk sosial
memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik budaya Eropa
klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk Sumber- www.
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil Moderenstyle.com
bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika
seseorang berpendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa
seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan
zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan
lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma
dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak
berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak
berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen
dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature).
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai
perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat
21
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)
dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik
sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan
alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang
sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial
membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur,
yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
2) Kebudayaan Sebagai "Sudut Pandang Umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap
gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria -
mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini
menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-
masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih
mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau
kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi
yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia
tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini
pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks
pekerja organisasi atau tempat bekerja.
3) Kebudayaan Sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk
dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama
dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
4) Kebudayaan Diantara Masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur),
yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan
dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan
gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada
seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak
imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar
budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

22
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

 Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga


masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
 Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di
Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam
masyarakat asli.
 Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli
tanpa campur tangan pemerintah.
 Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas
untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan
kebudayaan induk.
c. Sosial Budaya Menurut Wilayah Geografis
1. Tinjauan Global
Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-
kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama. Inilah tiga unsur utama yang mempengaruhi
dunia secara global.
a. Sosial Budaya Afrika
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui p
enjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu,
wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan
Arab dan Islam.
Kebanyakan pengaruh eropa masuk ke Afrika melalui
Misionarys gereja-gereja. Disamping itu, teknologi sebagai
penunjang penyebaran injil. Dan pengaruh utama eropa terhadap
afrika terlihat pada teknologi baru yang diperlihatkan oleh Foto.69. Pengaruh
misionaris eropa kepada orang afrika. Eropa di Afrika
b. Sosial Budaya Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli
benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika
Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris,
Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
Kebudayaan tertua di benua Amerika adalah kebudayaa dari
bangsa Indian, mereka sebagai penduduk asili yang mendiami benua
itu, sebelum pada akhirnya colombus menemukan benua Amerika
dan kemudian para penjelajah dari Spanyol, Inggris, Prancis, Foto.70. Orang Hopi
Portugis, Jerman dan Belanda berdatangan. yang sedang
c. Sosial Budaya Asia menenun dengan alat
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama tradisional di
lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki Amerika

23
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan
Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha
dan Taoisme banyak memengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut,
norma dan nilai Agama Islam juga turut memengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia
Selatan dan tenggara.
a. Perubahan Kebudayaan Jepang
Kebudayaan Jepang Kebudayaan Jepang telah banyak
berubah dari tahun ke tahun, dari kebudayaan asli negara
ini, Jomon, sampai kebudayaan kini, yang
mengkombinasikan pengaruh Asia, Eropa dan Amerika
Utara. Setelah beberapa gelombang imigrasi dari benua
lainnya dan sekitar kepulauan Pasifik, diikuti dengan
Foto. 71. Lukisan Jepang
masuknya kebudayaan Tiongkok, penduduk Jepang
dipengaruhi oleh budaya
mengalami periode panjang isolasi dari dunia luar
dibawah shogunat Tokugawa sampai datangnya “The Asia dan Eropa
Black Ships” dan era Meiji. Sebagai hasil, kebudayaan Sumber – peneliti, 2003
Jepang berbeda dari kebudayaan Asia lainnya.
d. Sosial Budaya Australia
Kebanyakan budaya di Australia
masa kini berakar dari kebudayaan Eropa
dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Am
erika tersebut kemudian dikembangkan
dan disesuaikan dengan lingkungan
benua Australia, serta diintegrasikan
dengan kebudayaan penduduk asli benua
Australia, Aborigin. Foto. 72. Kebudayaan Aborigin Australia
e. Sosial Budaya Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan
negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal
jug a dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah
diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan
banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya
di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara
yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh
kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen,
meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami Foto. 73. Puing arsitektur
kemunduran beberapa tahun ini. klasik Eropa.

24
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

f. Sosial Budaya Timur Tengah dan Afrika Utara


Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat
ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama
Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di
daerah ini.
Mulai dari cara berpakaian hingga pada music tradisional
dipengaruhi oleh kebudayaan timur tengah. Selain daripada itu,
di daerah Afrika Utara merupakan daerah dengan populasi Islam
terbanyak, yang mana dipengaruhi oleh kebudayaan dan religi Foto.74. Kebudayaan di
dari Timur Tengah. Afrika Utara
2. Sosial Budaya Nusantara
Sosial budaya Nusantara juga mengalami pengaruh luar sebagaimana budaya lain di dunia.
a. Sosial Budaya Bali
Kehidupan sosial budaya masyarakat Bali dilandasi
filsafah Tri Hita karana, artinya Tiga Penyebab Kesejahteraan
yang perlu diseimbangkan dan diharmosniskan yaitu
hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan ), hubungan
manusia dengan manusia (Pawongan) dan manusia dengan
lingkungan (Palemahan). Perilaku kehidupan masyarakatnya
dilandasi oleh falsafah “Karmaphala”, yaitu keyakinan akan
adanya hukum sebab sebab-akibat antara perbuatan dengan
hasil perbuatan. Sebagian besar kehidupan masyarakatnya
diwarnai dengan berbagai upacara agama/adat, sehingga
kehidupan spiritual mereka tidak dapat dilepaskan dari Foto 75: Masyarakat Adat Bali
berbagai upacara ritual. Karena itu setiap saat di beberapa
tempat di Bali terlihat sajian-sajian upacara. Upacara tersebut ada yang berkala, insidentil dan setiap
hari, dan dikelompokan menjadi lima jenis yang disebut Panca Yadnya, meliputi Dewa Yadnya yaitu
upacara yang berhubungan dengan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widi
Wasa, Rsi Yadnya yaitu upacara yang berkaitan dengan para pemuka agama (Pendeta, Pemangku dan
lain-lainnya), Pitra Yadnya yaitu upacara yang berkaitan dengan roh leluhur (Upacara Ngaben,
Memukur), Manusa Yadnya yaitu upacara yang berkaitan dengan manusia (Upacara Penyambutan
Kelahiran, Tiga Bulanan, Otonan, Potong Gigi dan Perkawinan) dan Buta Yadnya yaitu upacara yang
berkaitan dengan upaya menjaga keseimbangan alam (Upacara Mecaru, Mulang Pekelem).
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia.
Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat
pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya orang-orang Hindu dari India pada 100
SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin
cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti,
diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan
menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman
padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada
masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa,

25
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara
beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang
antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat
Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
b. Sosial Budaya Maluku
Dengan kondisi daerah kepulauan yang menyebar,
masyarakat Maluku Utara tumbuh dan berkembang dengan
segala keragaman budayanya. Berdasarkan catatan di daerah
Maluku Utara terdapat 28 sub etnis dengan 29 bahasa lokal.
Corak kehidupan sosial budaya masyarakat di provinsi
Maluku Utara secara umum sangat tipikal yaitu perkawinan
antara ciri budaya lokal Maluku Utara dan budaya Islam yang Foto 76. Tari Cakalele-
dianut empat kesultanan Islam di Maluku Utara pad masa lalu. Ambon
Asimilasi dari dua kebudayaan ini melahirkan budaya Moloku
Kie Raha. Sedangkan corak kehidupan masyarakatnya
dipengaruhi oleh kondisi wilayah Maluku Utara yang terdiri dari
laut dan kepulauan, perbukitan dan hutan-hutan tropis. Desa-
desa di Maluku Utara umumnya (kurang lebih 85 %) terletak di
pesisir pantai dan sebagian besar lainnya berada di pulau-pulau
kecil. Oleh sebab itu, pola kehidupan seperti menangkap ikan,
berburu, bercocok tanaman dan berdagang masih sangat
mewarnai dinamika kehidupan sosial-ekonomi masyarakat
Foto 77. Tari Orlapei –
Maluku Utara (sekitar 79 %).
Maluku
Sementara itu, ikatan kekerabatan dan integrasi sosial
masyarakat secara umum sangat kuat sebelum terjadi konflik horizontal bernuansa SARA. Ikatan
pertalian darah dan keturunan sesama anggota keluarga didalam satu komunitas di daerah tertentu
sangat erat dan familiar, walaupun keyakinan keagamaan berbeda seperti masyarakat di kawasan
Halmahera bagian utara dan timur. Hubungan ini telah menumbuhkan harmonisasi dan integrasi sosial
yang sangat kuat. Dalam konteks hubungan Islam dan Kristen, nuansa interaksi sosial tersebut lebih
didasarkan bukan pada pertimbangan kultural dan hubungan kekeluargaan.
c. Sosial Budaya Jakarta – Betawi
Provinsi DKI Jakarta memiliki penduduk lebih dari 300 suku
bangsa dengan 200 bahasa. Sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia, Jakarta merupakan titik pertemuan budaya nasional
dan internasional. Jakarta menjadi barometer perkembangan
budaya bangsa Indonesia. Berbagai atraksi budaya, kuliner, dan
seni ditampilkan secara rutin dalam berbagai event kebudayaan di
Pusat Kota Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta secara rutin mengadakan pemilihan
Foto 78. Budaya
abang dan none Jakarta. Dalam berbagai kegiatan tersebut, selalu
Perkawinan Betawi
ditampilkan “Ondel-ondel Boneka Khas Betawi (Penduduk Asli
Jakarta).
26
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

d. Sosial Budaya Banten


Kondisi sosial budaya masyarakat Banten diwarnai oleh
potensi dan kekhasan budaya masyarakatnya yang sangat variatif,
mulai dari seni bela diri pencak silat, debus, rudat, umbruk, tari
saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung, dan lojor.
Hampir semua seni tradisionalnya sangat kental diwarnai dengan
etika Islam. Ada juga seni tradisional yang datang dari luar kota
Banten, tapi semua itu telah mengalami proses akulturasi budaya
sehingga terkesan sebagai seni tradisional Banten, misalnya seni
kuda lumping, tayuban, gambang kromong dan tari cokek. Bahasa Foto 79. Budaya Beladiri
yang digunakan masyarakat Banten khususnya yang berada di Banten. Sumber Peneliti 2010
wilayah utara menggunakan bahasa Jawa Serang, sedangkan di
wilayah selatan menggunakan Bahasa Sunda. Namun demikian, masyarakat setempat umumnya lebih
sering menggunakan Bahasa Indonesia.
e. Sosial Budaya Jawa Barat
Budaya Jawa Barat didominasi Sunda. Adat tradisionalnya yang penuh khasanah Bumi Pasundan
menjadi cermin kebudayaan di sana. Perda Kebudayaan Jawa Barat bahkan mencantumkan
pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah, kesenian, kepurbakalaan dan sejarahnya, nilai-nilai
tradisional dan juga museum sebagai bagian dari pengelolaan kebudayaan. Pariwisata berbasis
kebudayaan yang menampilkan seni budaya Jawa Barat, siap ditampilkan dan bernilai ekonomi.
Untuk melestarikan budaya Jawa Barat, pemerintah daerah menetapkan 12 desa budaya, yakni desa
khas yang di tata untuk kepentingan melestarikan budaya dalam bentuk adat atau rumah adat. Desa
budaya tersebut adalah sebagai beikut:
1. Kampung Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan
Pangalengan, Kabupaten Bandung;
2. Kampung Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan
Margaasih, Kabupaten Bandung;
3. Kampung Kuta, Desa Karangpaninggal, Kecamatan
Tambaksari, Kabupaten Ciamis;
4. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar, Desa
Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi;
5. Kampung Dukuh, Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Foto 80. Tari Tradosional
Sunda. Sumber peneliti 2010
Kabupaten Garut;
6. Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles,
Kabupaten Garut;
7. Kampung Adat Ciburuy, Desa Palamayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut;
8. Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya;
9. Kampung Urug, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor;
10. Rumah Adat Citalang, Desa Citalang, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta;
11. Rumah Adat Lengkong, Desa Lengkong, Kecamatan Garangwangi, Kabupaten Kuningan;
Rumah Adat Panjalin, Desa Panjalin, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka
27
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

f. Sosial Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta


Bahasa pengantar umumnya menggunakan bahasa Jawa yang
sekaligus juga menunjukkan etnis yang ada di provinsi DIY adalah
saku/etnis Jawa.)
Kehidupan social budaya Yogyakarta dipengaruhi oleh budaya
Kejawen, Hindu, dan Islam. Kebudayaan asli Yogyakarta dibentuk
oleh budaya kejawen. Setelah itu budaya kejawen dipengaruhi oleh
budaya Hindu, yang datang dari India. Setelah itu, pengaruh islam
mulai masuk sehingga terbentukklah kesultanan Yogyakarta
Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta Solo. Dimana keduanya
dipengaruhi oleh budaya Islam dari Arab. Foto 81. Tarian Rhama
dan Shinta
7. Sosial Budaya Jawa Timur
Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh
dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai
Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya
merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut
meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan,
Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung,
Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di
Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan
ini.
Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban,
Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan
daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari Foto 82. Tarian Reog
sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.
Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan
Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat
kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta.
Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat
besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan
budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh
budaya Hindu.
Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang
berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain:
tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang
lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi
berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.
Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran,
pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami),
setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau
kepanggih. Masyarakat di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki
28
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah lain di
Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk ke dalam
keluarga wanita.
8. Sosial Budaya Nangroe Aceh Darusalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdiri atas sembilan suku, yaitu Aceh (mayoritas), Tamiang
(Kabupaten Aceh Timur Bagian Timur), Alas (Kabupaten Aceh Tenggara), Aneuk Jamee (Aceh
Selatan), Naeuk Laot, Semeulu dan Sinabang (Kabupaten Semeulue). Masing-masing suku
mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir masing-masing. Bahasa yang umum digunakan adalah
Bahasa Aceh. Di dalamnya terdapat beberapa dialek
lokal, seperti Aceh Rayeuk, dialek Pidie dan dialek Aceh Foto 75. Atraksi Tamiang
Utara. Sedangkan untuk Bahasa Gayo dikenal dialek
Gayo Lut, Gayo Deret dan Gayo Lues.
Di sana hidup adat istiadat Melayu, yang mengatur
segala kegiatan dan tingkah laku warga masyarakat
bersendikan hukum syariat Islam. Penerapan syariat
Islam di provinsi ini bukanlah hal yang baru. Jauh
sebelum Republik Indonesia berdiri, tepatnya sejak masa Foto 83. Rumah Atap Ijuk Tamiang
kesultanan, syariat Islam sudah meresap ke dalam diri
masyarakat Aceh.
Keanekaragaman seni dan budaya menjadikan provinsi ini mempunyai daya tarik tersendiri.
Dalam seni sastra, provinsi ini memiliki 80 cerita rakyat yang terdapat dalam Bahasa Aceh, Bahasa
Gayo, Aneuk Jame, Tamiang dan Semelue. Bentuk sastra lainnya adalah puisi yang dikenal dengan
hikayat, dengan salah satu hikayat yang terkenal adalah Perang Sabi (Perang Sabil).
9. Sosial Budaya Sumatera Utara
Sumatera Utara juga dikenal sebagai provinsi
multikultural, di dalamnya terdapat etnis dan agama. Selain
Batak dan Melayu yang menjadi penduduk asli provinsi
ini, ada banyak kelompok etnis lainnya juga yang juga
hidup berdampingan. Setidaknya ada 13 suku berkembang
di provinsi ini 13 bahasa daerah. Dari semua suku yang
ada, sembilan diantaranya adalah suku asli dan empat suku
pendatang. Keragaman suku-suku ini belum termasuk
Jawa, Cina, dan India yang juga hidup berdampingan
bersama mereka. Keberagaman suku tentu diikuti pula oleh Foto 84. Rumah Adat Batak Karo
mosaik adat istiadat dan nilai-nilai budaya. Keragaman adat
istiadat di Sumatera Utara diwarnai oleh adat Batak, Mandailing, Melayu, Karo, Nias, Pesisir,
Angkola, Pakpak, dan Simalungun. Perkembangan sosial budaya relatif baik mengingat tingkat
kesadaran dan kedewasaan masyarakatnya dalam memahami pluralisme, keragaman budaya, mosaik
adat istiadat serta kerukunan antar umat beragama cukup tinggi.
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai
penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-
orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau. Wilayah
29
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama
Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di
Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang
dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa.
Pusat penyebaran suku-suku di Sumatra Utara, sebagai berikut :
1. Suku Melayu Deli : Pesisir Timur, terutama di kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai,
dan Langkat
2. Suku Batak Karo : Kabupaten Karo
3. Suku Batak Toba : Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir
4. Suku Batak Pesisir : Tapanuli Tengah, Kota Sibolga
5. Suku Batak Mandailing/Angkola : Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas, dan
Mandailing Natal
6. Suku Batak Simalungun : Kabupaten Simalungun
7. Suku Batak Pakpak : Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat
8. Suku Nias : Pulau Nias
9. Suku Minangkabau : Kota Medan, Pesisir barat
10. Suku Aceh : Kota Medan
11. Suku Jawa : Pesisir Timur & Barat
12. Suku Tionghoa : Perkotaan pesisir Timur & Barat.
10. Sosial Budaya Sumatera Barat
Mayoritas penduduk Sumatera Barat
merupakan suku Minangkabau. Suku ini
awalnya berasal dari dua klan utama: Koto
Piliang didirikan Datuak Katumanggungan dan
Bodi Chaniago yang didirikan Datuak Parpatiah
nan Sabatang, Suka Kato Piliang memakai
sistem aristokrasi yang dikenal dengan istilah
Titiak Dari Ateh (titik dari atas) ala istana
Pagaruyung, sedangkan Bodi Chaniago lebih
bersifat demokratis, yang dikenal dengan istilah
Mambasuik Dari Bumi (muncul dari bumi).
Sehari-hari, masyarakat berkomunikasi dengan Foto: 85. Suku Mentawai
Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa
dialek, seperti dialek Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pasisir Selatan, dan dialek Payakumbuh.
Sementara itu, di daerah kepulauan Mentawai yang terletak beberapa puluh kilometer di lepas pantai
Sumatera Barat, masyarakatnya menggunakan Bahasa Mentawai. Di Daerah Pasaman bahkan Bahasa
Batak berdialek Mandailing digunakan, biasanya oleh suku Batak Mandailing.
Masyarakat Sumatera Barat, sangat manghargai nilai-nilai adat dan budaya tradisional serta
terbuka terhadap nilai-nilai positif yang datang dari luar. Kondisi ini membawa kepada komunitas
yang sangat kondusif bagi pembangunan nasional dan cita-cita reformasi. Meskipun suku

30
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Minangkabau mendominasi masyarakat Sumatera Barat secara keseluruhan, kehidupan mereka relatif
rukun dan damai dengan warga pendatang lainnya yang terdiri atas berbagai etnis minoritas, seperti
suku Mentawai di Kepulauan Mentawai, suku Mandailing di Pasaman, transmigran asal Jawa di
Pasaman dan Sijunjung, kelompok etnis Cina, dan berbagai suku pendatang lainnya yang berdiam di
kota-kota di Sumatera Barat. Di antara sesama mereka terdapat hubungan dan interaksi sosial yang
positif dan jarang terdapat jurang dan kecemburuan sosial yang besar antara berbagai kelompok dan
golongan. Hal ini merupakan landasan yang solid bagi persatuan bangsa yang perlu dipelihara dan
dikembangkan serta ditingkatkan.

11. Sosial Budaya Bengkulu


Terdapat empat bahasa daerah yang digunakan oleh
masyarakat Bengkulu, yakni : Bahasa Melayu, Bahasa Rejang,
Bahasa Pekal, Bahasa Lembak. Penduduk Provinsi Bengkulu
berasal dari tiga rumpun suku besar terdiri dari Suku Rejang,
Suku Serawai, Suku Melayu. Sedangkan lagu daerah yaitu
Lalan Balek.
Di bidang kehidupan beragama, kesadaran melaksanakan
ritual keagamaan mayoritas penduduk yang beragama Islam
secara kuantitatif cukup baik. Kesadaran dikalangan pemuka
agama untuk membangun harmoni sosial dan hubungan intern
dan antar umat beragama yang aman, damai dan saling Foto 86. Suku Enggano
menghargai cukup baik. Disamping itu, terdapat adat dan
istiadat yang cukup akrab dengan masyarakat Bengkulu,
diantaranya: Kain Bersurek, merupakan kain bertuliskan huruf
Arab gundul. Kepercayaan masyarakat di Provinsi Bengkulu
umumnya atau sebesar 95% lebih menganut agama Islam.
Upacara adat juga banyak dilakukan masyarakat di Provinsi
Bengkulu seperti, sunatan rasul, upacara adat perkawinan,
upacara mencukur rambut anak yang baru lahir. Salah satu
upacara tradisional adalah upacara “TABOT” yaitu suatu
perayaan tradisional yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai
dengan tanggal 10 Muharram setiap tahunnya, untuk Foto 87. Upacara Adat Suku
memperingati gugurnya Hasan dan Husen cucu Nabi Rejang Lebong
Muhammad SAW oleh keluarga Yalid dari kaum Syiah, dalam
peperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah. Pada perayaan TABOT tersebut dilaksanakan berbagai
pameran serta lomba ikan – ikan, telong – telong, serta kesenian lainnya yang diikuti oleh kelompok –
kelompok kesenian yang ada di Provinsi Bengkulu, sehingga menjadikan ajang hiburan rakyat dan
menjadi salah satu kalender wisatawan tahunan.
Falsafah hidup masyarakat setempat, “Sekundang setungguan Seio Sekato”. Bagi masyarakat
Bengkulu pembuatan kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama yang sering kita dengar
dengan bahasa pantun yaitu: ”Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo Menurun, Yang Berat Samo
Dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing”, artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika
sama-sama dikerjakan bersama akan terasa ringan juga. Selain itu, ada pula ”Bulek Air Kek
31
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Pembukuh, Bulek Kata Rek Sepakat”, artinya bersatu air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan
musyawarah.

12. Sosial Budaya Riau


Riau berada di garda terdepan dalam menjaga tradisi dan
kebudayaan Melayu di Indonesia. Bahasa pengantar di provinsi ini
umumnya Melayu. Adat istiadat yang berkembang dan hidup di
provinsi ini adalah adat istiadat Melayu, yang mengatur segala
kegiatan dan tingkah laku warga masyarakatnya bersendikan Syariah
Islam. Penduduknya pun terdiri dari Suku Melayu Riau dan berbagai
suku lainnya, mulai dari Bugis, Banjar, Mandahiling, Batak, Jawa,
Minangkabau, dan China. Uniknya, di provinsi ini masih terdapat
kelompok masyarakat yang di kenal dengan masyarakat terasing,
antara lain: Foto 88. Kancet Punan
1. Suku Sakai: kelompok etnis yang berdiam di beberapa Lettu, Kancet Nyelama-
kabupaten antara lain Kampar, Bengkalis, Dumai: Suku Sakai
2. Suku Talang Mamak: berdiam di daerah Kabupaten
Indragiri Hulu dengan daerah persebaran meliputi tiga
kecamatan: Pasir Penyu, Siberida, dan Rengat:
3. Suku Akit: kelompok sosial yang berdiam di daerah Hutan
Panjang Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis:
4. Suku Hutan: suku asli yang mendiami daerah Selat Baru
dan Jangkang di Bengkalis, dan juga membuat desa Sokap
di Pulau Rangsang Kecamatan Tebing Tinggi serta
mendiami Merbau, sungai Apit dan Kuala Kampar.

13. Sosial Budaya Sumatera Barat Foto 89. Suku Sakai


Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku
Minangkabau. Suku ini awalnya berasal dari dua klan utama: Koto
Piliang didirikan Datuak Katumanggungan dan Bodi Chaniago yang
didirikan Datuak Parpatiah nan Sabatang, Suka Kato Piliang
memakai sistem aristokrasi yang dikenal dengan istilah Titiak Dari
Ateh (titik dari atas) ala istana Pagaruyung, sedangkan Bodi
Chaniago lebih bersifat demokratis, yang dikenal dengan istilah
Mambasuik Dari Bumi (muncul dari bumi).
Sehari-hari, masyarakat berkomunikasi dengan Bahasa
Foto 90. Rumah
Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek
Tradisional Minang
Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pasisir Selatan, dan dialek
Payakumbuh. Sementara itu, di daerah kepulauan Mentawai yang terletak beberapa puluh kilometer di
lepas pantai Sumatera Barat, masyarakatnya menggunakan Bahasa Mentawai. Di Daerah Pasaman
bahkan Bahasa Batak berdialek Mandailing digunakan, biasanya oleh suku Batak Mandailing.
Masyarakat Sumatera Barat, sangat manghargai nilai-nilai adat dan budaya tradisional serta terbuka
terhadap nilai-nilai positif yang datang dari luar. Kondisi ini membawa kepada komunitas yang sangat
32
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

kondusif bagi pembangunan nasional dan cita-cita reformasi. Meskipun suku Minangkabau
mendominasi masyarakat Sumatera Barat secara keseluruhan, kehidupan mereka relatif rukun dan
damai dengan warga pendatang lainnya yang terdiri atas berbagai etnis minoritas, seperti suku
Mentawai di Kepulauan Mentawai, suku Mandailing di Pasaman, transmigran asal Jawa di Pasaman
dan Sijunjung, kelompok etnis Cina, dan berbagai suku pendatang lainnya yang berdiam di kota-kota
di Sumatera Barat. Di antara sesama mereka terdapat hubungan dan interaksi sosial yang positif dan
jarang terdapat jurang dan kecemburuan sosial yang besar antara berbagai kelompok dan golongan.
Hal ini merupakan landasan yang solid bagi persatuan bangsa yang perlu dipelihara dan
dikembangkan serta ditingkatkan.

14. Sosial Budaya Sumatera Selatan


Sumatera Selatan di kenal juga dengan sebutan Bumi
Sriwijaya karena wilayah ini di abad VII – XII Masehi
merupakan pusat kerajaan maritim terbesar dan terkuat di
Indonesia yakni Kerajaan Sriwijaya. Pengaruhnya bahkan
sampai ke Formosoa dan Cina di Asia serta Madagaskar di
Afrika. Di provinsi yang amat sangat terkenal dengan kain
songket dan kain pelanginya ini terdapat 12 jenis bahasa daerah
dan delapan suku, di antaranya dominan adalah Suku
Palembang, Suku Komering, Suku Ranau, dan Suku Semendo. Foto 91. Budaya Perkawinan
Untuk menjaga keragaman ini tetap berada dalam harmoni, Palembang
pemerintah lokal membuat peraturan daerah yang bertujuan
untuk mengelola kebudayaan yang ada. Peraturan ini mencakup pemeliharaan bahasa, sastra serta
aksara daerah, pemeliharann kesenian, pengelolaan kepurbakalaan kesejarahan serta nilai tradisional
dan museum. Pariwisata Sumatera Selatan bahkan dalam koridor peraturan daerah in, agar pariwisata
di sana tetap berbasis kebudayaan Sumatera Selatan di satu sisi dan bernilai ekonomi tinggi di sisi
yang lain.
Masyarakat Sumatera Selatan umumnya hidup rukun dan agamis. Selama periode 2004 – 2006,
misalnya, tidak terdapat catatan buruk tentang konflik antar kelompok atau antarsuku tertentu.
Kendati demikian, sebagai langkah preventif pemerintah harus berupaya menggalang kerukunan
diantara masyarakatnya dengan menghadirkan tokoh agama terkenal, dan lain sebagainya. Di berbagai
forum semacam itulah pemerintah menekankan pentingnya
harmoni dan stabilitas demi kelanjutan pembangunan.

15. Sosial Budaya Bangka Belitung


Meski banyak suku yang menetap di Kepulauan Bangka
Belitung. Melayu, Bugis, Jawa, Batak, Buton, Sunda, Madura,
Flores, Bali, dan Keturunan Tionghoa (Cina) bahasa paling
dominan yang mereka gunakan adalah Melayu yang juga
merupakan bahasa daerah setempat, Bahasa Mandarin dan
Bahasa Jawa menempati urutan berikutnya.
Foto 92. Tari tradisional
Bamgka Belitung
33
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Di bidang kebudayaan, adat – istiadat masyarakat setempat tentu saja menjadi dominan
diselenggarakan, bahkan untuk ukuran tertentu bisa di eksploitasi menjadi daya tarik pariwisata
tersendiri. Beberapa adat – istiadat yang kerap dilakukan masyarakat misalnya:
1. Sepintu Sedulang; ritual yang lebih dikenal dengan sebutan Nganggung, di mana masyarakat
dulang berisi makanan untuk dimakan siapa saja yang hadir di masjid;
2. Rebo Kasan; upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa, agar mereka terhindar dari bencana sebelum ke laut mencari ikan;
3. Buang Joang; upacara tolak bala untuk keamanan desa, mirip upacara Rebo Kesan;
4. Ceriak Nerang; upacara yang dilakukan setelah panen padi sebagai puji syukur pada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa;
5. Perang Ketupat; upacara yang diadakan setiap bulan Sya’ban menyambut Ramadhan;
6. Mandi Belimau; dilaksanakan seminggu sebelum awal Ramadhan di pinggir Sungai
Limbung;
7. Lesong Panjang; upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas
hasil panen; Adat Sijuk; upacara khusus pada hari besar agama;
Tari Sambut; tarian khas di Bangka Belitung, dilakukan saat masyarakat menyambut tamu – tamu
istimewa, dan Nirak Nanggok; upacara adat untuk menunjukan rasa syukur atas kebaikan,
dilakukan di Desa Membalong, Belitung.

16. Sosial Budaya Jambi


Hanya ada satu bahasa daerah di Provinsi Jambi, yaitu Bahasa
Melayu, dengan beberapa dialek lokal seperti dialek Kerinci,
Bungo/Tebo, Sarolangun, Bangko, Melayu Timur (Tanjung
Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur), Batanghari, Jambi
Seberang, Anak Dalam dan Campuran. Khusus untuk masyarakat
Kerinci, mereka mempunyai aksara tersendiri yang dikenal
dengan Aksara Encong yang dapat ditemui dan digunakan oleh
sekelompok masyarakat di sana.
Provinsi ini dapat dikatakan multietnis. Sebagian besar adalah
Melayu Jambi dan selebihnya adalah berbagai suku dan etnis dari
seluruh Indonesia. Etnis dominan adalah Minang, Bugis, Jawa,
Sunda, Batak, Cina, Arab, dan India. Di provinsi ini adat istiadat
Melayu sangat dominan. Adat inilah yang mengatur segala
kegiatan dan tingkah laku warga masyarakat yang bersendikan Foto 93. Cara Berburu
kepada hukum islam. Adagium ”Adat bersendikan sara’, sara’ Tradisional Jambi – Sumber
bersendikan kitabullah” atau ”Sara’ mengato adat memakai” Dinas Kebudayaan Jambi.
sangat memsyarakat di sana. Penegak syariat Islam banyak Dikomposisikan oleh
mewarnai masyarakat Jambi. Dalam keseharian mereka, banyak Peneliti 2011
ajaran dan pengaruh Islam diterapkan, diantaranya tradisi tahlilan
kematian, Yasinan, serta berbagai upacara yang dilakukan mengikuti daur hidup manusia. Sebagai
masyarakat agraris, warga Jambi juga kerap melaksanakan adat–istiadat yang berkaitan juga dalam
bidang pertanian, misalnya adat “serentak turun ke umo”. Dalam mengolah sawah sesuai dengan
musimnya dengan berpedoman pada rotasi iklim, hal ini di sebut “piamo”. Dalam hal keamanan
34
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

tanaman agar tidak dirusak ternak, berlaku pepatah adat ”umo bekandang siang, kerbo bekandang
malam”, yang berarti jika binatang ternak mengganggu tanaman siang hari, maka tanggung jawab
tetap pada si pemilik sawah atau kebun. Sebaliknya jika ternak memasuki sawah atau kebun pada
malam hari, tanggung jawab tetap ada di pundak pemilik ternak.
Untuk memperkuat dan memelihara adat istiadat tersebut, berbagai kegiatan kesenian dan sosial
budaya kerap di lakukan, antara lain :
1. Tari Asik, dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengusir bala penyakit;
2. Tradisi Berdah, dilaksanakan saat terjadi bencana dengan tujuan menolak bencana;
3. Kenduri Seko, bertujuan untuk membersihkan pusaka dalam bentuk keris, tombak, Al Kitab
dalam bentuk Ranji–ranji Kuno;
4. Mandi Safar, dilaksanakan pada hari Rabu di akhir bulan Safar bertujuan untuk menolak
bala;
5. Mandi Belimau Gedang, dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan menyucikan dan
mengharumkan diri; dan
6. Ziarah Kubur, dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan mendoakan arwah leluhur.
Provinsi Jambi sangat kaya akan kerajinan daerah, salah satu bentuk kerajinan daerah adalah
anyaman yang berkembang dalam bentuk aneka ragam. Kerajinan anyaman di buat dari daun pandan,
daun rasau, rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun kelapa, daun nipah, dan daun rumbia. Hasil
anyaman ini bermacam–macam pula, mulai dari bakul, sumpit, ambung, katang–katang, tikar, kajang,
atap, ketupat, tudung saji, tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut Sempirai, Pangilo,
lukah dan sebagainya. Kerajinan lainnya adalah hasil tenun yang sangat terkenal, yaitu tenunan dan
batik motif flora.

17. Sosial Budaya Lampung


Provinsi Lampung dikenal juga dengan julukan “Sang
Bumi Ruwa Jurai” yang berarti satu bumi yang didiami oleh
dua macam masyarakat (suku/etnis), yaitu masyarakat
Pepadun dan Saibatin. Masyarakat pertama mendiami daratan
dan pedalaman Lampung, seperti daerah Tulang Bawang,
Abung, Sungkai, Way Kanan, dan Pubian, sedangkan
masyarakat kedua mendiami daerah pesisir pantai, seperti
Labuhan Maringgai, Pesisir Krui, Pesisir Semangka
(Wonosobo dan Kota Agung), Balalau, dan Pesisir Rajabasa.
Di samping penduduk asli Suku Lampung, Suku Banten, Suku
Bugis, Jawa, dan Bali juga menetap di provinsi itu. Suku-suku
ini masuk secara massif ke sana sejak Pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1905 memindahkan orang-orang dari
Jawa dan ditempatkan di hampir semua daerah di Lampung. Foto 94. Upacara Naik
Kebijakan ini terus berlanjut hingga 1979, batas akhir Pepaduan Lampung
Lampung secara resmi dinyatakan tidak lagi menjadi daerah
tujuan transmigrasi. Namun, mengingat posisi Lampung yang strategis sebagai pintu gerbang pulau
Sumatera dan dekat dengan Ibu Kota Negara, pertumbuhan penduduk yang berasal dari pendatang
pun tetap saja tak bisa di bendung setiap tahunnya.
35
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Masyarakat Lampung memiliki bahasa dan aksara sendiri, namun penggunaan bahasa Lampung
pada daerah perkotaan masih sangat minim akibat heterogenitas masyarakat perkotaan dan karena itu
penggunaan Bahasa Indonesia lebih menonjol. Untuk daerah pedesaan, terutama pada perkampungan
masyarakat asli Lampung (riyuh ataupun pekon), penggunaan Bahasa Lampung sangat dominan.
Bahasa Lamapung terdiri dari dua dialek, pertama dialek “O” yang biasanya di gunakan oleh
masyarakat Pepaduan, meliputi Abung dan Menggala: serta dialek “A” dan umumnya digunakan
masyarakat Saibatin, seperti Labuhan meringis, Pesisir Krui, Pesisie Semangka, Belalau, Ranau,
Pesisir Rajabasa, Komering, dan Kayu Agung. Namun demikian ada pula masyarakat Pepaduan yang
menggunakan dialek “A” ini, yaitu Way Kanan, Sungkai, dan Pubian. Di samping memiliki bahasa
daerah yang khas, masyarakat Lampung juga memiliki aksara sendiri yang disebut dengan huruf kha
gha nga. Aksara dan Bahasa Lampung itu menjadi kurikulum muatan lokal yang wajib dipelajari oleh
murid-murid SD dan SMP di seluruh Provinsi Lampung. Nilai-nilai budaya masyarakat Lampung
bersumber pada falsafah Piil Pasenggiri, yang terdiri atas: Piil Pasanggiri (harga diri, perilaku, sikap
hidup):
1. Nengah nyappur (hidup bermasyarakat, membuka diri dalam pergaulan):
2. Nemui nyimah (terbuka tangan, murah hati dan ramah pada semua orang)
3. Berjuluk Beadek (bernama, bergelar, saling menghormati)
4. Sakai Sambayan (gotong royong, tolong menolong)
Nilai-nilai masyarakat Lampung tercermin pula dalam bentuk kesenian tradisional, mulai dari tari
tradisional, gitar klasik Lampung, sastra lisan, sastra tulis, serta dalam bentuk upacara kelahiran,
kematian dan kematian. Pembinaan terhadap seni budaya daerah ini dilakukan oleh pemerintah daerah
dan lembaga adat secara sinergis. Pada tahun 2006 terdapat sejumlah organisasi kesenian, baik yang
bersifat seni tradisional maupun kreasi baru, yang tersebar di berbagai daerah di Lampung. Cabang
organisasi tersebut meliputi 127 organisasi seni tari, 87 organisasi seni musik, 15 organisasi seni
teater, dan 30 organisasi seni rupa.
Pada kunjungan kerja ke Provinsi Lampung pada tanggal 14 Juli 2005, dalam acara Peresmian
Pembukaan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IX tahun 2005, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berpesan bahwa: Bangsa kita memang bangsa yang majemuk, yang mempunyai latar
belakang kesukuan, kebudayaan, dan keagamaan yang berbeda-beda. Namun hakekat kemanusiaan
sesungguhnya adalah satu, yaitu semua manusia adalah ciptaan Tuhan. Sebab itu, perbedaan-
perbedaan tidaklah menjadi halangan bagi kita untuk hidup rukun, hidup damai, dan hidup bersatu
menjadi sebuah bangsa di bawah naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

18. Sosial Budaya Papua


Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat
istiadat, penduduk Papua dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok besar, masing-masing:
1. Penduduk daerah pantai dan kepulauan
dengan ciri-ciri umum rumah di atas
tiang (rumah panggung) dengan mata
pencaharian menokok sagu dan Foto 95. Ekspresi 2 Unsur Tari Huembelo.
menangkap ikan); Sumber Data Peneliti - 2011
36
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

2. Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki
gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan
mengumpulkan hasil hutan;
Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara
sederhana. Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing
berbeda. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani,
dan Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang
lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan,
Biak, Arni, Sentani, dan lain-lain.
Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan
dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya
setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat berpenduduk asli
Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat
dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.
Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang
sangat unik, misalnya seperti yang ditunjukan oleh budaya suku
Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat genderang dengan
menggunakan darah. Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya yang
gemar melakukan perang-perangan, yang dalam bahasa Dani disebut
Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan di jadikan
festival budaya lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai,
yang didalamnya terdapat mummy yang di awetkan dengan ramuan Foto 96. Gaya berperang,
tradisional. Terdapat tiga mummy di Wamena; Mummy Aikima suku Kiwai & Komba
berusia 350 tahun, mummy Jiwika 300 tahun, dan mummy Pumo
daerah sungai fly. Sumber
berusia 250 tahun. Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat
Data Peneliti - 2007
upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian
dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah hari kematian seseorang dan akan
dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya suku Asmat dengan ukiran dan souvenir dari Asmat
terkenal hingga ke mancanegara. Ukiran asmat mempunyai empat makna dan fungsi, masing-masing:
1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
3. Sebagai suatu lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tetumbuhan dan benda-
benda lain;
4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran ingatan kepada nenek moyang.
Budaya suku Imeko di kabupaten Sorong Selatan menampilkan tarian adat Imeko dengan budaya
suku Maybrat dengan tarian adat memperingati hari tertentu seperti panen tebu, memasuki rumah baru
dan lainnya.
Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di
Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah lain,
mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya
transportasi dari dan ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin
berkembang. Banyak misionaris yang melakukan misi keagamaan di pedalaman-pedalaman Papua.
Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik melalui sekolah misionaris,
37
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

balai pengobatan maupun pendidikan langsung dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia
maupun pengetahuan praktis lainnya. Misionaris juga merupakan
pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah
pedalaman yang belum terjangkau oleh penerbangan reguler.
19. Sosial Budaya Papua Barat
Papua Barat memiliki 24 suku dengan bahasa yang berbeda-
beda antara suku yang satu dengan yang lainnya. Bahkan satu suku
memiliki beberapa bahasa. Wilayah Papua Barat tidak identik
dengan wilayah budaya masing-masing karena suku tersebut
menyebar pada beberapa kabupaten. Suku Arfak mendiami
pegunungan Arfak di kabupaten Manokwari hingga ke Bintuni.
Suku Doteri merupakan suku migran dari pulau Numfor di wilayah
pesisir kabupaten Wondama, bersama suku Kuri, Simuri, Irarutu,
Sebyar, Moscona, Mairasi, Kambouw, Onim, Sekar, Maibrat, Tehit,
Imeko, Moi, Tipin, Maya, dan Biak yang sedak dahulu merupakan
suku mayoritas dan telah mendiami wilayah kepulauan Raja
Ampat.
Penduduk asli Papua Barat bermata pencaharian sebagai
nelayan dan petani tradisional. Makanan asli penduduk Papua Barat Foto 96. Tari Persembahan
adalah sagu, ubu-ubian dan nasi. Selain masyarakat asli papua Suku Maybrat, Imian,
barat, hidup berbaur suku-suku lain dari seluruh nusantara seperti Sawiat- suber peneliti-2010
Jawa, Bugis, Batak, Dayak, Manado, key, Tionghoa dan lainnya.
Kehidupan tradisional masyarakat asli Papua Barat masih dapat dijumpai di kampung-kampung
tiap daerah dengan adanya kepala suku sebagai pimpinan. Masyarakat asli Papua Barat menganut
mayoritas beragama Kristen protestan, Khatolik dan Islam. Wilayah Papua Barat merupakan tempat
pekabaran Injil dan juga syiar Islam. Kehidupan primitif di tanah Papua Barat sudah hampir tidak
dijumpai lagi. Rumah-rumah tradisional yang terbuat dari kulit kayu, batang dan cabang-cabang
pohon serta tali-tali rotan dan liana hutan sudah mulai diganti
dengan konstruksi rumah semi permanen. Sisa-sisa peradaban
purbakala dapat dijumpai di daerah Fakfak dan Kaimana yang
berupa lukisan purbakala bermotif telapak tangan manusia,
motif tumbuhan, dan motif hewan yang dilukis di dinding-
dinding pulau kerang dengan menggunakan pewarna alami
yang hingga kini masih merupakan mistik.
20. Sosial Budaya Gorongtalo
Sebelum masa penjajahan keadaan daerah Gorontalo
berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat
ketatanegaraan Gorontalo. Antara agama dengan adat di Foto 97. Budaya Perkawinan
Gorontalo menyatu dengan istilah “Adat bersendikan Syara’ Gorongtalo. SumberPeneliti
dan Syara’ bersendikan Kitabbullah”. Pohalaa Gorontalo 2011
merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima
pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

38
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya ‘seorang
pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila, akhirnya ia menikah
dengan seorang wanita pendatang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu.
Perahu tersebut berpenumpang 8 orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan komunitas etnis
atau suku Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya
Gorontalo. Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek
Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek
Gorontalo. Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam. Islam masuk ke
daerah ini sekitar abad ke-16. Karena adanya kerajaan-kerajaan di masa lalu sempat muncul kelas-
kelas dalam masyarakat Gorontalo: kelas raja dan keturunannya (wali-wali), lapisan rakyat
kebanyakan (tuangolipu).
21. Sosial Budaya Kalimantan Barat
Melihat sosial budaya Kalimantan Barat, kita bagaikan melihat
mosaik yang berdenyut dinamis. Bayangkan saja, jika terdapat 164
bahasa daerah, 152 diantaranya bahasa adalah bahasa Subsuku
Dayak dan 12 sisanya bahasa Subsuku Melayu. Aneka ragam
bahasa ini dituturkan oleh sedikitnya 20 suku atau etnis, tiga di
antaranya suku asli dan 17 sisanya suku pendatang. Sejumlah adat
istiadat masih lestari di sana, terutama ketika berlangsung acara
melahirkan, peringatan tujuh bulan jabang bayi di kandungan,
kematian, menanam padi, panen, pengobatan, anisiasi, mangkok
merah. Dalam kaitan itu, nilai-nilai budaya seperti: Semangat Foto 98. Karnafal Budaya
gotong royong, religiuslitas, kejujuran, toleransi, keadilan sosial, Suku Dayak
perdamaian, kompetisi, kritis, dan ksatria masih tetap di pelihara di
tengah-tengah masyarakat.
Dalam mengembangkan sektor ekonominya, Kalimantan Barat cukup gigih berjuang. Beda
halnya di sektor kepariwisataan. Salah satu kelemahan turisme di provinsi ini adalah kurangnya saran
dan prasarana pariwisata. Tentu saja ini amat sangat disayangkan. Potensi ke arah lain, sesungguhnya
sangat besar, mengingat Kalimantan Barat bersebelahan persis dengan luar negeri. Karena turisme
kurang populer, maka penduduk setempat kurang aware dengan industri satu ini. Inilah kelemahan
kedua industri turisme di Kalimantan Barat. Kondisi ini, jauh berbeda dengan keadaan Yogyakarta
atau Bali, dimana penduduknya sadar betul bahwa mereka bisa mengais devisa yang sangat besar dari
dunia pariwisata. Ke depan, menjadi tugas pemerintah lokal mengeksplorasi potensi-potensi wisata di
provinsi ini, misalnya dengan mengembangkan sarana jalan dan tempat-tempat penginapan di sekitar
Danau Sentarum hingga danau ini bisa menjadi sekaliber Danau Toba di Sumatera Utara.
3. Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
a) alat-alat teknologi
b) sistem ekonomi
c) keluarga
d) kekuasaan politik
39
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:


a) sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b) organisasi ekonomi
c) alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga
adalah lembaga pendidikan utama)
d) organisasi kekuatan (politik)
d. Wujud Dan Komponen Budaya
1. Wujud Budaya
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.
 Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat
diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan
buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
 Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak,
serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.
 Artefak (Karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
2. Komponen Budaya
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
 Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari
suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
 Kebudayaan Nonmaterial

40
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi


ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
3. Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
a. Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik
memproduksi, memakai, serta memelihara segala
peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam
cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat,
dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau
dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau
masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling
sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional
(disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan Foto 99. Bekerja menggunakan
fisik), yaitu: bahan tradisional hasil
1. Alat-alat produktif 2. Senjata teknologi sederhana
3. wadah 4. Alat-Alat menyalakan Api
4. makanan 5. Pakaian
6. pakaian 7. Tempat Berlindung
8. alat-alat transportasi
b. Sistem Mata Pencaharian
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-
masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
A. Berburu dan meramu
B. Beternak
C. Bercocok tanam di ladang
D. Menangkap ikan
c. Perburuan atau Berburu adalah praktik
mengejar, menangkap, atau membunuh hewan
liar untuk dimakan, rekreasi, perdagangan, atau
memanfaatkan hasil produknya (seperti kulit,
susu, gading dan lain-lain). Dalam
penggunaannya, kata ini merujuk pada
pemburuan yang sah dan sesuai dengan hukum,
sedangkan yang bertentangan dengan hukum
disebut dengan perburuan liar. Hewan yang
disebut sebagai hewan buruan biasanya berupa
mamalia berukuran sedang atau besar, atau
burung. Gambar 4. Sistem berburu.
Dikomposisikan oleh Peneliti-2011

41
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

DAFTAR PUSTAKA

Atmadi, P. 1979. Beberapa patokan perencanaan bangunan candi. Yogyakarta: Universitas gajah Mada,
Disertasi, Fakultas Teknik, 1984. Apa yang Terjadi Pada Arsitektur Jawa. Yogyakarta: Lembaga
Javanologi. Dakung, S. 1981. Arsitektur tradisional daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek
Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan.
Eliade, M. 1959. The Sacred and the Profane.The nature of the religion. Diterjemahkan oleh
Willard R.Trask.A. New York: Harvest Book, Harcourt, Brace& World,Inc.
Hamzuri, ......., Rumah tradisional Jawa. Proyek Pengembangan Permusiuman DKI. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan kebudayaan.
Ismunandar, K.R. 1986. Joglo,Arsitektur rumah tradisional Jawa. Semarang: Dahara Prize. Lombard, D.
1999. Nusa Jawa: Silang budaya, warisan kerajaan-kerajaan konsentris.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Munitz, M.K. 1981. Space, Time and Creation: Philosophical aspects of scientific cosmology.
New York: Dover.
Priyotomo, J. 1984. Ideas and forms of Javanese Architecture. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Santosa, R.B. 2000. Omah, membaca makna rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Selosumarjan. 1962. Social changes in Yogyakarta. Ithaca: Cornell University Press.
Suseno, M.F. 1984. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, A.J. 1991. Rumah tinggal orang Jawa;Suatu kajian tentang dampak perubahan wujud arsitektur
terhadap tata nilai sosial budaya dalam rumah tinggal orang Jawa di Ponorogo. Jakarta:
Universitas Indonesia, Tesis.
Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),
Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture
of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
Fausch, D. (1997). Ugly and Ordinary: The Representation of the Everyday . Dalam Harris, S. dan
Berke, D. (Ed.), Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.), Architecture of the
Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Lefebvre, H. (1997). The Everyday and Everydayness. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.),
Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Catanese, A. J. & Snyder, J. C. (1991). Pengantar Arsitektur. Jakarta: Penerbit Erlangga
O’Gorman, J. F. (1997). ABC of Architecture. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
42
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Rasmussen, S. E. (1964). Experiencing Architecture. Cambridge: The MIT Press.


Shepheard, P. (1999). What is Architecture? Cambridge: The MIT Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),
Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture
of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
http://juanfranklinsagrim.blogspot.com
http://www. Hamah.socialgo.com
Google terjemahan bebas, tentang kebudayaa, arsitektur, kota.

43
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

TENTANG PENULIS

Juan Frank Hamah Sagrim, Lahir di lembah perbukitan Hamah Yasib,


Kampung Sauf, Distrik Ayamaru, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, pada
06 April 1982. Ayah Nixon Sagrim (alm) dan Ibu Marlina Sagrim/Sesa.
Orang tua bekerja sebagai Penginjil di lingkungan Klasis GKI Maybrat,
dan tenaga Medic Klasis GKI Maybrat. Hamah adalah anak Kedua dari
empat Bersaudara, (Jeremias, Daud Itas, dan Desi Sah Bolara).
Pendidikan: SD Bethel Sauf, SLTP N1 Ayamaru, SMA YPK 1
Ebenhaezer Sorong. Melanjutkan Kuliah di Institut Teknologi Adhi Tama
Surabaya “ITATS” Jurusan Teknik Arsitektur, pindah dan
Melanjutkannya di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, 2006, pada
Jurusan yang sama. Aktivitas Ekstra: Menjadi Tutor Pelatihan Mengetik
10 jari bersama Missionaris Jerman Tn. Hesse dkk. Di wilayah Maybrat,
Imian, Sawiat, Tehit, thn.2000. Sekretaris Ikatan Mahasiswa Papua se-
Jawa timur Surabaya, 2004, Menjabat Ketua Ikatan Mahasiswa Papua se-
Jawa Timur 2005. Anggota Ikatan Arsitektur Asia Pacific 2003. Anggota Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) 2004. Team Perumusan Metode Belajar Mengajar Nusantara bersama
Dirjen Pendidikan Tinggi RI 2006. Menjabat Koordinator Mahasiwa Arsitektur Asia Pacific Rayon II
Indonesia Bagian Tengah DIY 2006-2008. Anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
2008. Menjabat Ketua Asrama Mahasiswa Papua 2008. Menjabat Direktur Program Lembaga Study
Papua (LSP) 2007-2008. Anggota Luar Biasa University Harytake program UNESCO 2007-2008.
Menjabat Sekretaris Umum Lembaga Intelektual Tanah Papua 2009-sekarang. Peneliti Tamu bidang
lintas Budaya (researcher of cross culture) pada Yayasan Pondok Rakyat (YPR) DIY 2008-2009.
Civitas Yayasan STUBE-hemat Yogyakarta 2007-sekarang. Tenaga Pengarah kerja pada
perkumpulan seniman rantau di Yogyakarta 2009-sekarang. Agen Informan GRIC dan Pax Roman
2008-2010. Anggota International Working Group (IWG) for Asia Africa to Globalization 2009-
sekarang. Staf Ahli pada Team Peneliti dan Pemerhati Arsitektur Tradisional Nusantara UWMY,
2010. Peneliti Lepas dan Penulis. Ketika Menulis Buku ini, masih aktif Sebagai Mahasiswa
Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Berkeinginan besar sebagai Peneliti dan Ilmuwan Muda.

Beberapa Karya Tulis adalah:

• Makalah Ilmiah “ Kajian Tentang Keterkaitan Seni Budaya


Etnic Negro Melanesoid Papua Dan Negroid Afrika”, 2009.
“Karya ini merupaka karya yang luarbiasa baginya daripada karya yang lain”

Karya yang sudah diterbitkan adalah:


44
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

HISTORY OF GOD IN TRIBALS RELIGION


KISAH TUHAN DALAM AGAMA SUKU
RAHASIA THEOLOGIA TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT PAPUA
Wiyon-wofle
DIPARALELKAN DENGAN ALKITAB

Beberapa karya Tulis yang belum diterbitkan adalah:


1. Arsitektur Tradisional suku Maybrat Imian Sawiat Papua “Halit-Mbol Chalit” dalam
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Dengan Usulan Konsep Desain dari Bentuk Tradisional
ke Bentuk Moderen. “sebagai suatu kajian ethno arsitektur”.
2. Sistem Kepemimpinan dan sistem Politik tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat “Ra Bobot-Na
Bobot-Big Man” dan Pengaruh Wanita Maybrat, Imian, Sawiat, Terhadap Lingkungannya .
3. Menyelamatkan Hutan Adat Papua Sebagai Suplai Oksigen Terbesar Dunia, dengan usulan
konsep dan rekomendasi agar dalam pernyataan Protokol Kyoto mencanangkan pola penanganan
tata laksana lingkungan hidup untuk mengatasi Global warming dengan sistem communal.
4. Mengapa Orang Papua Diprediksikan akan Punah Pada tahun 2030?
5. Tata Bahasa Maybrat. Disusun Dalam Bahasa Indonesia – Inggris –Maybrat.
6. Penuntun Untuk Berpikir Bijaksana “The Bigest Thingking”.
7. Bamboo in the socio cultural living society of Java - Kegunaan Bambu dalam kehidupan sosial
budaya masyarakat Jawa
8. Teori Arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat
9. Pengaruh Arsitektur Terhadap Fenomena Lingkungan Alam
10. Pendidikan Tradisional Wanita Maybrat, Imian, Sawiat - “Finya mgiar”.

Kini sedang mempersiapkan penyusunan buku barunya, yaitu:


1. ENCYCLOPEDIA ADAT ISTIADAT BUDAYA MAYBRAT
2. KAMUS BAHASA MAYBRAT

Makalah-makalah kajian lain adalah:


1. Menguak Imunity Rasial Diskriminasi Terhadap Orang Papua (Makalah Konferensi Asia-
Afrika) disampaikan pada “International Conference of 55 th. Asia – Africa Sustainabelity”,
Thaksin University-Mindanao, Moro, Philipines; March, 2009; UI Depok Jakarta, Oktober, 2009.
2. Benturan budaya lokal negara non kapitalisme dengan budaya global negara kapitalisme
(Makalah Simposium) – disampaikan pada “Simposium nasional”. Kebudayaan dan
keeksistensian local wosdom sebagai tatanan bangsa, UGM, Yogyakarta, Juni, 2008.
3. Pandangan Kontemporer Papua tentang keindonesiaan (Makalah Dialog) - disampaikan pada
“Dialog Nasional, Ketahanan Negara”, UC UGM, Yogyakarta, July, 2010.
4. Usaha Melepaskan Papua Dari Cengkeraman Asing (Makalah Seminar Nasional)- disampaikan
pada “ National Seminary”, UPI Bandung, September, 2009.
5. Penyusunan Metode Belajar Mengajar Nusantara Bersama DIKTI, (Makalah Pembelajaran,
Student Equity), Quality Hotel Yogyakarta April, 2006.

45
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

6. Peran Pemuda Dalam Memajukan Bangsa (Makalah Dialog), disampaikan dalam “Dialog
Pemuda Nasional Regional II Indonesia Bagian Tengah”, Gedung Negara Gubernur Yogyakarta,
Oktober, 2006.
7. Apa Peran Gereja di Tengah Pergolakan Umat Manusia di Tanah Papua (Makalah Diskusi),
disampaikan dalam “Saresehan LITP”, Pogung Rejo Yogyakart, September, 2010.
8. SAVING EARTH’S HAS INTEGRAL LIFE SYSTEM: Can Asian-African Visions Rescue
Biodiversity from the West-born Globalization? (Makalah Konferensi) disampaikan dalam
“Comemoration 55th. Asia-Afrika Conference”, Yogyakarta Indonesia, October, 25-27, 2010 -
Rabat Moroco 23-25 Nopember, 2010.
9. Indegenous People In Papua and Asia Religion: DIVERSITY IN GLOBALIZED SOCIETY.
(Makalah Konferensi) disampaikan dalam “The Role of Asia and Africa for a Sustainable
World 55 Years after Bandung Asian-African Conference 1955. Asia – Africa Summit,
Yogyakarta-Molucas Nopember, 2010.
10. Kajian Kritis Tentang Pasar Bebas dan Pengaruhnya terhaap Ketahanan Negara non
Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2009
11. Pendidikan Zaman Pendudukan Bangsa Asing di Papua. Kliping Pribadi, 2010.
12. Pranata Kehidupan Negara Berkembang. Kliping Pribadi, 2009.
13. Struktur Fungsional Dominasi Budaya Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2008.
14. Memaknai Arsitektur Nusantara Sebagai Kearifan Lokal Di Era Globalisasi. Kliping Pribadi,
2010.
15. Difusi Ajaran dan Pemikiran Kristen Dalam Konstelasi Kristen di Tehit, Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua. Kajian sejarah. Kliping Pribadi, 2007.
16. Evolusi Pemikiran Pembangunan. Kliping Pribadi, 2007.
17. Kajian Kritis Tafsiran Yesus Kristus – Isa Almaseh dari Alkitab dan Al-Quran. Kliping
Pribadi, 2009.
18. Refleksi Kehidupan Masyarakat Plural Moderen dan Majemuk Papua. Kliping Pribadi, 2010.
19. Sejarah-Sejarah Alkitab dan yang berkaitan dengan Kejadian dalam Alkitab. Kliping Pribadi,
2008.
20. Transisi Masyarakat Tradisional Indonesia. Kliping Pribadi, 2009.
21. Teori konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi. Kliping pribadi, 2007.
22. Arsitektur Tradisional dalam RENSTRA Pengembangan tata ruang kota berbasis kebudayaan
lokal. Kliping pribadi, 2008.
23. Usulan teori dalam berarsitektur; Rasionansi Arsitektur, dan Empirisme arsitektur.
Kliping Pribadi, 2011.

46
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

You might also like