Professional Documents
Culture Documents
EVOLUSI ARSITEKTUR
(J.F. Hamah Sagrim)
Dalam analisis ini kami menggunakan metode evolusi sehingga dilakukan analisis dalam evolusi
arsitektur Tradisional ke Moderen. Evolusi arsitektur lahir dari sebuah kesadaran berwacana
sebagai bagian dari proses berarsitektur. Tujuan mengemukakan evolusi arsitektur ini untuk sebagai
suatu konsep dalam menganalisis, pengamati, peneliti, mencari, menemukan dan mendata,
perkembangan arsitektur. Selain itu, Evolusi arsitektur ini tidak lain merangkum tulisan-tulisan yang
mengetengahkan beragam isu arsitektur dari berbagai sudut pandang perkembangannya. Semuanya
bertujuan untuk memperkaya wacana dalam berarsitektur, baik terkait dengan mengalami arsitektur,
membuat arsitektur dan mempertanyakan arsitektur. Eksplorasi teori dan metoda desain menjadi inti
wacana dalam usulan analisis kami ini, yang mendukung praktek desain arsitektur berbasis riset dan
teori melalui eksplorasi tanpa batas untuk mengetahui perkembangan dari awal hingga bentuk yang
lain. Evolusi arsitektur berupaya menjembatani perkembangan dan perubahan arsitektur dengan
berlandaskan teori dan praktek dalam berarsitektur, serta mengungkap secara jelas proses perubahan
arsitektur dari batas antara arsitektur dan bukan arsitektur. Selamat berwacana!
A. Evolusi Arsitektur Jawa – dari vernakular ke Tradisional
Setiap lokasi di muka bumi pasti
memiliki spesifikasi tertentu, penyelesaian
masalah desain arsitektur juga spesifik untuk
setiap lokasi. Contoh di pulau madura adalah
salah satu penyelesaian masalah desain
arsitektur di daerah pesisir. Tentunya
penyelesaian ini akan berbeda jika terjadi di
daerah hutan datar, daerah pegunungan
kering, daerah pegunungan subur, daerah di
kaki gunung, daerah di lereng gunung, dan
sebagainya. Sketsa berikut memperlihatkan
evolusi serupa yang terjadi untuk arsitektur Gambar : 3. Evolusi Arsitektur Jawa.
Jawa. SumberPutu Mahendra. Dikomposisikan oleh
Tentunya evolusi arsitektur yang terjadi Peneliti 2010
di pulau Sumatra akan memiliki perbedaan.
Begitu pula dengan kota medan, wilayah minang, wilayah sunda, pulau Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Nusa Tenggara, Papua, dan lain-lain. Semuanya memiliki ciri tersendiri yang perlu digali
oleh putra-putra terbaik dari daerahnya. Arsitek-arsitek nusantara yang adiluhung membawa jiwa
leluhur kita.
Sudah barang tentu pada saat ini ilmu teknik bangunan dan arsitektur demikian majunya.
Berbagai filosofi, langgam, bahan, struktur dan konstruksi baru sudah demikian memusingkan arsitek
1
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
nusantara masa kini. Tatanan dan aturan tradisional dengan berbagai keunikan cara dan penamaan
elemen konstruksi merupakan tambahan permasalahan baru bagi arsitek masa kini yang ingin
bereksplorasi dengan ke-nusantara-an. Justru kerumitan inilah yang membuat arsitektur nusantara
semakin dijauhi karena memang sulit didekati.
Perlu formula baru yang dapat membuang segala kesulitan ilmu arsitektur “import” yang
memusingkan. Perlu pemahaman baru agar order nusantara tetap dapat diterapkan dengan lebih
sederhana dalam berarsitektur. Perlu semangat baru agar arsitektur nusantara dapat menjadi produk
“eksport” yang membanggakan. Akhirnya memang perlu niat bersih dari arsitek nusantara untuk
dapat bekerjasama dengan meminggirkan setiap keaslian.
1) Arsitektural dalam Perkembangan Evolusinya
Evolusi arsitektur adalah proses perubahan pada seluruh bentuk aliran arsitektur dari bentuk
semula menjadi bentuk yang baru, dan evolusi arsitektur mempelajari bagaimana evolusi ini
terjadi pada perkembangan arsitektur. Dalam setiap bentuk perkembangan arsitektur, mewarisi
aliran khas arsitektural yang dimiliki oleh suku bangsa tertentu melalui proses membangun dan
mendesain bentuk. Perubahan bentuk ini dapat kita katakana sebagai suatu proses mutasi atau
proses perpindahan bentuk arsitektural. Proses mutasi atau perpindahan bentuk arsitektural ini
dimaksud bahwa bentuk arsitektural itu tetap dipertahankan atau mengalami perubahan total.
Pada bentukkan ini, jika tidak dipertahankan maka akan muncul bentuk-bentuk aliran arsitektur
baru pada pengembangan suatu bentuk gaya arsitektural. Pada populasi suatu arsitektur
tradisional, beberapa nilai dan filosofis serta alirannya akan menjadi lebih dikenal secara umum,
bila tetap dipertahankan, akan tetapi yang lainnya akan hilang jika tidak dipertahankan. Unsur-
unsur arsitektur yang menjadi akibat daripada keberlangsungan perubahan bentuk arsitektur akan
lebih berkemungkinan berakumulasi pada bentuk suatu aliran arsitektural yang tidak fasih
dikembangkan (hilang). Proses ini disebut sebagai seleksi arsitektural, yang mana didorong oleh
bentuk dan keindahan “estetika”. Proses assimilasi bentuk arsitektural itu terjadi akibat keinginan
manusia yang bersemangat untuk memiliki suatu bentuk bangunan rumah yang berbeda, indah
dan estetis, mengikuti aliran bentuk lain yang baginya sesuai namun sebenarnya tidak bernilai
bagi budayanya. Keinginan semacam inilah akhirnya menghasilkan banyak jumlah populasi
bentukkan gaya arsitektur asing semakin berkembang di suatu kawasan tanpa memperdulikan
keterwarisan khasanah khas setempat. ini merupakan fakta tambahan mengenai perkembangan
arsitektur yang mendukung dasar-dasar ilmiah seleksi arsitektural itu. Gaya dorong seleksi
arsitetktur dapat terlihat dengan jelas pada populasi yang terisolasi, seperti Arsitektur Joglo di
Jogja dan Solo, Arsitektur Halit-Mblo Chalit di Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, Arsitektur Honai
di Wamena Papua, Arsitektur Tongkonan, Arsitektur Meru, dan arsitektur nusantara lainnya di
Indonesia yang kini terdesak oleh proses ilmiah seleksi arsitektur. Selain itu, terjadinya proses
ilmiah seleksi arsitektural ini juga dipengaruhi oleh alam atau juga disebut sebagai seleksi alam.
Bentuk perkembangan arsitektur yang dibentuk oleh seleksi alam dapat dilihat pada skematika
perkembangan bentuk rumah mulai-mula. Para ahli antropologi bersepakat bahwa, perkembangan
hidup manusia mula-mula mempunyai tempat hunian pertama pada Bandar pohon, selanjutnya
menggunakan lubang batu atau Goa, kemudian mulai membentuk sebuah shelter, kemudian
membentuk suatu rumah tanpa dinding, dan kemudian melengkapinya dengan dinding,
selanjutnya hingga bentuk moderen. Moderen di sini tidak membicarakan bentuk lokalitas, akan
tetapi berkaitan dengan industrialisasi, yang mana memaksa manusia untuk berkecimpung dalam
2
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
paham materialistik. Kaitan materialistik dengan arsitektural ini adalah pengembangan dan
pembangunan arsitektural dari bentuk sederhana yang berubah menjadi bentuk moderen yang
dipengaruhi oleh material bangunan. Yaitu bentuk sederhana yang tadinya menggunakan bahan-
bahan sederhana yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar menjadi terputuskan dengan pola
pengembangan bangunan rumah dengan menggunakan bahan industrial, seperti senk, semen,
paku, dan yang lain sebagainya. Inilah yang kami sebut sebagai tahapan evolusi bahan arsitektur.
Untuk memperkuat ide tentang evolusi arsitektur, maka kita akan uraikan secara tahap demi
setahap perubahan arsitektural ditinjau dari evolusi bentuk bangunannya:
Gambar 4. Siklus Evolusi Hunian dan Evolusi Arsitektur. Sumber Analisis Peneliti-2011
ALAM SEBAGAI
SEBAB MANUSIA
MENCIPTAKAN
TEMPAT TINGGAL
(ARSITEKTUR) DAN
MANUSIA SEBAGAI
SEBAB TERJADINYA
EVOLUSI
ARSITEKTUR
Gambar. 5
Skematika pemikiran Evolusi Perubahan pada bangunan arsitektur
Manusia pasrah dan takluk Manusia mencipta. Manusia Manusia mulai berionvasi. Manusia
erhadap alam dan Alam mulai sadar dan menaklukkan mulai dewasa dalam berpikir.
menyediakan hunian bagi alam. Manusia mengenal bahan Manusia mulai mengembangkan
manusia. Bandar pohon dan goa bentuk arsitektur dari tradisional
bangunan dan menciptakan
sebagai hunian – Sumber Analisis menjadi moderen – Sumber Analisis
hunian. Sumber Analisis Peneliti Peneliti-2011
Peneliti- 2011 2011
3
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
4
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
dan tidak terarah, atau dapat kita katakan bahwa pemikirannya belum matang karena ia hanya
menggunakan akal tanpa logika.
c) Tahapan Ketiga Manusia Mulai Berinovasi
Tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia sudah matang dalam pola pikirnya. Artinya,
pada tahapan ini manusia sudah menggunakan akal dan logika, sehingga ia mulai berinovasi.
Sebagaimana pada gambar ketiga, inovasi disimbolkan dengan warna. Berbagai warna disini
menggambarkan bahwa akal dan logika semakin berkembang dan memberikan ide tentang suatu
nuansa baru yang dapat diterima.
Tahapan inilah merupakan tahapan dimana kreasi manusia semakin pesat dan terjadilah
revolusi. Yang mana revolusi itu sendiri datang dari kreasi akal dan logika manusia. Tahapan ini
merupakan tahapan dimana mengakibatkan perubahan signifikan dan pengaruh yang mengglobal,
ketika terjadinya revolusi industri yang mengakibatkan perkembangan industri dan melahirkan
teknologi mutakhir sehingga mempengaruhi unsur-unsur kebudayaan setiap suku bangsa di dunia
menjadi terubahkan.
Tahapan inovasi ini dapat kita sebutkan sebagai tahap pencerahan teknologi industrialisasi,
karena segala sesuatu yang tadinya diolah dan diramu dengan teknologi sederhana, kini
dikerjakan oleh industri dan teknologi. Disinilah terjadi evolusi bahan bangunan, yaitu dari bahan
bangunan arsitektural yang diramu melalui dedaunan, tali, dan ranting, kini tergantikan dengan
bahan industri seperti senk, paku dan semen, serta besi. Inilah proses evolusi perubahan bahan
bangunan. Dengan terjadinya evolusi bahan bangunan, maka dengan sendirinya mempengaruhi
bentukkan arsitektural dan menyurutkan nilai-nilai daripada arsitektural dan manusia itu sendiri.
Evolusi arsitektur juga terjadi karena alam, dan suatu bentuk arsitektur dipengaruhi oleh
alam karena bentuk arsitekturalnya terisolir atau tidak dikembangkan. Hal ini diakibatkan oleh
karena geografi maupun mekanisme lain yang mengakibatkan perubahan arsitektural itu.
Walaupun dalam waktu yang cukup lama, bentuk arsitektur yang terisolasi ini akan menjadi
aliran baru. Maksud daripada terisolir disini diakibatkan karena perpindahan penduduk suatu
etnis dengan budaya yang berbeda dan hidup dan berasimilasi dengan etnis yang lain dengan
budayanya yang lain, dank arena ia sendiri dan dipengaruhi oleh budaya luar itu, sehingga
pandangan dan wawasan kebudayaannya terisolir. Karena merasa bahwa ia berada pada geografis
dan budaya yang berbeda, sehingga ia harus mengembangkan bentukkan arsitektur yang bukan
khasnya. Proses semacam ini dapat kita pahami sebagai Arsitektural evolusioner.
2) Evolusi Arsitektur Melalui Seleksi Alam
Perkembangan mula-mula arsitektur dipengaruhi oleh alam. Pada mulanya, manusia mulai
dengan segera setelah sadar tentang dirinya dan menciptakan sebuah tempat untuk melindungi dirinya
karena dipengaruhi oleh alam. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa, manusia zaman ini terinspirasi
oleh alam. Segala sesuatu yang dilakukannya sebagai suatu bentuk daripada seleksi alam. Dasar
pengamatan yang memperkuat seleksi alam ini adalah:
1. Manusia menggunakan Bandar pohon untuk berlindung dari hujan dan terik matahari.
Artinya matahari dan hujan sebagai sesuatu yang fenomenal sehingga menusia mulai
menggunakan akalnya untuk mengamankan diri.
2. Manusia menggunakan goa atau ceruk-ceruk batu sebagai tempat melindungi diri dari
matahari dan hujan serta angin. Matahari, hujan, dan angin sebgai fenomena alam.
5
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
3. Manusia mulai menciptakan shelter, atau rumah untuk melindungi diri dari matahari, hujan,
angin, dan menjadikannya sebagai tempat yang tetap. Persoalannya bila dianalisis secara
acak balik, Bandar pohon tidak memberikan kenyamanan yang baik, berikutnya goa boleh
dikatakan sebagai tempat yang aman untuk melindungi diri, namun goa juga difungsikan
oleh binatang untuk melindungi diri, karena manusia merasa terganggu akhirnya ia mulai
menciptakan rumah/shelter untuk melindungi dirinya. Menurut kami, pada zaman inilah
akal manusia itu mulai bertumbuh. Mungkin karena setiap kali terbentur oleh ketidak
bersahabatnya alam, maka akal mulai bertumbuh. Sebagaimana dalam ilmu falac megatakan
bahwa semakin kita berada pada konidisi kritis, akal dan logika kita akan bekerja untuk
memberikan solusi yang baik untuk keselamatan kita.
3. Evolusi Arsitektur Melalui Seleksi Moderen
Kita akan bersepakat Bahwa tiap-tiap aliran arsitektur dibentuk oleh pemikiran manusia dan
nenek moyang yang suku bangsa yang tidak sama, Gagasan evolusi arsitektur melalui seleksi
moderen ini disusun melalui pengamatan-pengamatan berikut:
• Jika seluruh bentuk khas aliran arsitektur tradisional berhasil dikembangkan, maka aliran
arsitektur tersebut akan meningkat secara tidak terkendali.
Aliran arsitektur tersebut akan tetap dari tahun ke tahun.
Sumber daya manusia dan kemampuan mengembangkannya terbatas.
Tiada dua gaya arsitektural suatu aliran yang persis mirip satu sama lainnya (proses
penggabungan dua bentuk aliran arsitektural).
Banyak variasi bentuk nuansa arsitektural dalam suatu bangunan yang diciptakan dan
diwariskan kepada keturunan selanjutnya sebagai konsep moderen.
Terjadinya pergeseran bentuk arsitektur akibat inovasi dan kreasi yang dipengaruhi oleh
teknologi seperti iklan TV, Koran, Majalah, dll.
Kita akan simpulkan bahwa, oleh karena aliran arsitektur tertentu mampu dipertahankan dan
dikembangkan, sehingga akan bertambah dan semakin bertambah lebih banyak daripada yang tidak
dikembangkan. Ini merupakan suatu faktor utama yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
dan kematian suatu bentuk. Sebenarnya sangat jelas terlihat bahwa terdapat persaingan untuk suatu
bentuk arsitektur sebagai khasanah budaya yang ingin bertahan hidup, walaupun hanya beberapa
bentuk aliran arsitektur tradisional di belahan dunia yang dapat bertahan hidup pada tiap generasi.
Keeksistensian dan Keberlangsungan hidup suatu budaya (arsitektur) tidaklah didasarkan pada
kebetulan belaka. Namun, keberlangsungan hidup bergantung pada sifat-sifat tiap individu manusia
sebagai pemiliknya, dan sifat-sifat ini dapat membantu ataupun menghalangi keberlangsungan hidup
dan perkembangan arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional yang beradaptasi dengan baik
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tetap eksist dan bisa dikembangkan menjadi lebih
banyak. Namun dikhawatirkan bahwa kemampuan beradaptasi yang tidak setara dari suatu budaya
dapat menyebabkan perubahan perlahan dalam suatu bentuk unsur budaya (arsitektur). Sifat-sifat
yang membantu suatu unsur budaya terutama unsur arsitektur bertahan hidup dan berkembang akan
berakumulasi dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya. Sebaliknya, sifat-sifat yang
menghalangi keberlangsungan hidup suatu unsur budaya arsitektur dan berkembang, akan
menghilang.
6
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
Pengamatan terhadap variasi pada arsitektur dan kebudayaan merupakan dasar-dasar teori seleksi
moderen. Kita akan mencatat bahwa bentuk-bentuk arsitektur tradisional di seluruh dunia ini
mempunyai variasi bentuk, baik strukturnya yang menarik, hingga pada filosofisnya. Akan tetapi akan
terjadi suatu penyeleksian melalui teknologi, yang mana secara tidak sadar bahwa manusia
berhadapan dengan suatu ide dan otak yang ditawarkan melalui teknologi berupa media elektronik
dan media cetak, yang mana mempu merasuk dan mensubtitusikan pemikiran khasnya yang berkaitan
dengan nuansa kebudayaannya, sehingga tergantikan oleh sesuatu yang kelihatannya baru namun
tidak bermakna apa-apa pada dirinya.
Kita akan melihat bahwa evolusi arsitektur bergantung sepenuhnya oleh manusia. Artinya,
arsitektur tradisional itu menjadi berkembang, atau tidak bergantung pada manusianya. Arsitektur
merupakan salah satu unsure kebudayaan, yang merangkunl symbol-simbol kebudayaan seperti seni,
religi, filosofis, dll. Kita akan melihat bahwa, perjalanan social budaya suatu suku bangsa itu seperti
sebuah pohon, yang mana manusia sebagai akarnya, dan semua unsure kebudayaan yang terjadi itu
seperti batang pohon dan ranting-rantin ini menggambarkan suatu keutuhan bersama. sedangkan
ujung cabang pohon mewakili kehidupan modern yang berevolusi dari tradisional itu sendiri. Dengan
demikian, maka kita dapat bersepakat bahwa semua unsur kebudayaan pada suatu wilayah kehidupan
tertentu adalah suatu sistem yang utuh dan membentuk serta memberikan nilai tersendiri bagi manusia
yang ada dan ini berarti bahwa semua unsur kebudayaan haruslah berasal dari suatu kehidupan yang
mengalami beberapa bentuk proses atau sebut saja proses "evolusi dengan modifikasi".
1) Sintesis Evolusi Arsitektur Moderen
Sintesis evolusi arsitektur moderen merupakan gabungan dari beberapa aliran arsitektur yang
berkutat pada pemahaman arsitektural evolusioner. Dalam perkembangan moderen ini, terdapat
usaha untuk menggabungkan aliran arsitektural, misalnya seperti arsitektur asia eropa, arsitektur
fengshui dan colonial dll. menjadi satu kesatuan model aliran arsitektur moderen. Penerapan
prinsip-prinsip estetika dan filosofis serta aliran arsitektur dari suatu unsur tertentu dengan unsur
arsitektur yang lain ke dalam bentuk arsitektur yang baru ini, akan mengubah pemahaman dan
nilai. Hal ini dipahami sebagai suatu proses-proses evolusi pada arsitektur. Jika hal ini dapat
dilakukan, maka Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa bentuk-bentuk arsitektur sebagai
sekelompok aliran yang saling kawing ataupun yang berpotensi dapat dikawingkan atau dapat
dimodifikasi, yang secara reproduktif terisolasi dari bentukkan lainnya. Sintesis evolusi
arsitektur modern menekankan pentingnya bentuk arsitektur tradisional sebagai satuan
evolusioner, peran pusat seleksi adalah manusia sebagai sang orator dalam mekanisme proses
paling penting dalam evolusi ini. Kita akan bersepakat bahwa, perubahan dan kematian suatu
aliran arsitektur yang dianggap sebagai identitas bangsa yang besar merupakan akumulasi
perubahan kecil dalam periode waktu yang panjang.
2) Koevolusi Arsitektur
Koevolusi arsitektur adalah proses dari dua atau lebih bentuk aliran arsitektur yang
mempengaruhi proses evolusi arsitektur yang satu sama lainnya. Menurut hipotesis kami, bahwa
Semua bentuk arsitektur dipengaruhi oleh manusia disekitarnya, sebagai pelaku budaya, yang
mana terdapat bukti-bukti bahwa, unsur-unsur atau wujud arsitektur yang ditentukan oleh budaya
pada tiap aliran arsitektur secara langsung disebabkan oleh interaksi langsung antara individu
tertentu yang berbudaya lain dengan dua atau lebih individu dengan budaya yang berbeda.
7
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
Contoh kasus koevolusi arsitektur yang terdokumentasikan dengan baik adalah hubungan
antara Peneybaran Hindu-Buddha, Islam, dan penjajahan kolonial di Indonesia terutama di
Yogyakarta. Dimana para penjajah memanfaatkan kekuatannya untuk memperoleh tanah
sehingga mampu mendirikan bangunan seperti candi, Masjid dan arsitektur colonial. Keberadaan
bentukkan arsitektural Hidnu-Buddha, Islam dan colonial ini memberikan suatu nuansa asing
pada tatanan budaya Kejawaan. Akhirnya individual Jawa, kini berada pada dualism nuansa
arsitektural. Artinya disisi awal, mereka berada pada nuansa monolit Kejawen, dengan nuansa
arsitektural Joglo yang kelihatannya sederhana, hormat, dan sangat ramah ini menjadi seperti
telah mendapat penantang baru, yaitu arsitektural Hindu-Buddha dengan gaya Piramid, colonial
dengan gaya monumental serta dilengkapi dengan estetika dan lengkungan bentuk, Islam dengan
Bentuk Kubah. Akibatnya, masyarakat Jawa mulai berasimilasi dan mulai berkeinginan yang
tidak sejalan dengan nuansa kejawaannya, kini terjadi dualime pikiran dalam mendirikan rumah.
Malahan saat sekarang ini mereka lebih bersemangat mendirikan rumah dengan gaya-gaya asing.
Koevolusi arsitektur seperti ini tidak menandakan bahwa Penguasa Jawa, Hindu-Buddha,
Islam dan Kolonial memilih untuk berperilaku secara altruistik, melainkan perilaku ini
disebabkan oleh perubahan budaya yang kecil pada kebudayaan jawa, Hindu-Buddha, Islam dan
Kolonial yang menguntungkan satu sama lainnya. Keuntungan yang didapati ini memberikan
kesempatan yang lebih besar agar peninggalan budaya ini diwariskan kepada generasi
selanjutnya. Seiring dengan berjalannya waktu, mutasi arsitektural di Jawa yang berkelanjutan,
mulai menciptakan hubungan seperti yang kita saksikan sekarang pada peninggalan budaya asing.
3) Seleksi Arsitektur Secara Buatan
Seleksi arsitektur secara buatan adalah koomodifikasi terkontrol yang diterapkan pada suatu
bentuk aliran arsitektur. Manusia sebagai arsiteknya dan menentukan aliran arsitektur mana
ataupun simbol filosofis mana yang akan diadopsi sebagai unsur dalam kreasi bentuk arsitektur
buatannya, sehingga manusia atau sang arsitek mampu menentukan makna pada bangunan
tersebut yang telah diramu menjadi bentuk yang estetis untuk diturunkan kepada generasi
selanjutnya. Proses seleksi arsitektur secara buatan ini memiliki pengaruh yang besar terhadap
evolusi arsitektur secara global. Contohnya, para arsitek moderen telah berhasil mempersatukan
unsur arsitektur yang berbeda menjadi suatu nuansa aliran arsitektur baru yang terkontrol.
Kita dapat menemukan bentuk-bentuk arsitektural semacam ini pada daerah-daerah jajahan,
dan juga kebanyakan kaum arsitektur moderen mulai melakukan koomodifikasi arsitektur untuk
mencari suatu bentuk yang baru. Walaupun pada suatu bangunan yang kita temukan ternyata
merupakan suatu bentuk aliran arsitektur yang digabungkan dari unsur arsitektur asia dan eropa,
akan tetapi keduanya merupakan akibat evolusi arsitektur secara buatan dari beberapa unsur dan
filosofis yang di modifikasikan oleh manusia.
4) Arsitektur Alopatrik
Arsitektur alopatrik terjadi karena adanya penghalang materi seperti kekuasaan, Materi
{uang, tanah, alam dan sebagainya}. Penghalang ini memisahkan sebuah konsep dari konsep
aslinya yang berarti memotong aliran-aliran arsitektur dari suatu unsur budaya. Setelah terisolasi,
akhirnya penguasa, atau orang yang berkuasa, mempunyai uang dan tanah akan membentuk
suatu nuansa arsitektur baru, termasuk sebagai penjajah budaya yang mampu memberikan suatu
nuansa yang membedakannya dari aliran arsitektur setempat. Contoh arsitektur kolonial, di
8
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
Yogyakarta, berdiri megah dan monumental karena didukung oleh materi, uang, bahkan di zaman
itu, merupakan zaman kekuasaan kolonial Hindia Belanda sebagai penjajah di Indonesia. Contoh
lain secara lokal bahwa, di pulau Jawa kebanyakan dibatasi sesuai strata, bahwa yang dapat
dengan mampu mendirikan bentuk arsitektur nDalem adalah kasta menengah dll. Karena
memiliki materi yang cukup dan kekuasaan. Dengan terjadinya hambatan semacam ini, maka
terjadilah berbagaimacam bentuk aliran arsitektur yang berada di Pulau Jawa, bersama-sama
dengan arsitektur tradisional jawa sebagaimana yang kita jumpai. Adanya keaneka ragaman
arsitektur ini dipengaruhi oleh berbagai macam hal, misalnya seperti; Kasta/kedudukan,
Geografi/alam, materi dan kepemilikan tanah.
5) Arsitektur Simpatrik
Arsitektur simpatrik adalah terbentuknya gaya arsitektur baru dalam suatu wilayah tanpa
adanya penghalang (barrier). Perkembangan arsitektur ini dapat terjadi karena adanya isolasi
pengembangan arsitektur moderen yang mencegah perkembangan aliran arsitektur tradisional
(arsitektur Jawa) di wilayah kebudayaan Jawa, arsitektur Halit, di wilayah Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua, arsitektur Honai di Wamena Papua, arsitektur tongkonan, arsitektur meru dll.
Arsitektur alopatrik adalah terbentuknya bentuk gaya arsitektur baru dalam satu wilayah karena
adanya penghalang sehingga mencegah aliran khas arsitektural didalam wilayah sendiri.
Arsitektur Parapatrik adalah terbentuknya gaya arsitektur baru dalam suatu wilayah karena
adanya perkawinan antar dua budaya yang berdekatan.
4. Fenomena Arsitektur Indonesia di Era Globalisasi – kritik dan saran
Ketika negara-negara menjadi satu dalam kesatuan yang kokoh, maka pada saat ini akan terjadi
pertukaran kebudayaan yang sangat cepat dan luar biasa pengaruhnya kepada perkembangan
Arsitektur. Misalnya pada saat pertama era globalisasi maka akan terjadi suatu fenomena yang tidak
kita duga sebelumnya, dimana segala hal yang menyangkut kehidupan manusia akan begitu dominan
didalam pemecahan bentuk dari suatu bentuk dan ruangan.
Pada saat orang sudah mulai kehilangan identitas diri dalam berkarya, maka yang akan terjadi
ialah semua orang akan mempunyai suatu selera yang hampir sama yaitu suatu bentuk yang
sederhana, tetapi mampu memenuhi segala kebutuhan hidup mereka dari mulai tidur, bekerja,
bersantai bahkan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Ketika suatu negara merasa bahwa ciri kenegaraannya sudah tidak bisa dipertahankan lagi, maka
yang akan terjadi adalah suatu bentuk arsitektur yang didominasi oleh pemenuhan kebutuhan utama
dalam kehidupannya, dan yang pertama akan terlihat adalah bagaimana mereka mulai mengolah
pemikiran yang sifatnya tidak individualis lagi tetapi lebih mengarah pada kebersamaan dengan
lingkungannya karena disanalah mereka akan merasa bahwa ternyata di dunia ini tidak hanya ada satu
bentuk arsitektur yang selama ini dia yakini, tetapi begitu banyak ragam arsitektur yang pada akhirnya
akan menjadi suatu bentuk yaitu bentuk globalisasi “Globalized style”.
Melihat fenomena diatas, lalu apa yang akan terjadi di Indonesia dimana kita harus mempunyai
kebanggan pada bentuk arsitektur tradisional kita dan harus berusaha menjadikannya menjadi
arsitektur dunia, karena kalau tidak, bagaimana cara kita memasuki globalisasi. Untuk mengetahui apa
dan bagaimana arsitektur kita nanti, sebaiknya kita menelusuri dulu Arsitektur tradisional kita.
Pertama, bahwa didalam kehidupan masyarakta Indonesi,a sudah terjadi beberapa perbedaan yang
mencirikan bahwa di Indonesia terdapat banyak sekali beragam suku bangsa, dimana mereka
9
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
mempunyai adatistiadat dan kebiasaan yang hampir sama tetapi berbeda dalam pengungkapannya dan
selalu menyatu didalam kebhinekaan itu. Kedua, apabila sebuah budaya lahir, itu berarti bangsa
tersebut adalah suatu bangsa yang memiliki kebudayaan yang mencerminkan pola pikir ataupun
kebiasaan hidup masyarakatnya. Ketiga, didalam perjalanan hidup, banyak bangsa Indonesia
mengalami degradasi kebudayaan, karena begitu kuatnya pengaruh kehidupan barat, sehingga banyak
sekali penduduk Indonesia yang merasa bahwa kehidupan jaman dulu atau yang kita sebut tradisional
sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman (kuno), sehingga mereka lebih menyukai
segala sesuatu yang berbau luar negeri. Keempat, didalam perenungan, seorang empu gandring
Indonesia akan menjadi suatu negara yang sangat kuat dan hebat karena pada saat itu kerajaan
Majapahit begitu kuat sehingga didalam perenungannya, negara itu akan menjadi negara besar
sehingga banyak hal yang harus dipertahankan demi menjaga keutuhan kehidupan tradisional kita,
dan hal ini membuat perkembangan arsitektur kita menjadi sangat terhambat bahkan cenderung
berhenti tidak dapat berkembang lagi. Kelima, apabila kita menelusuri arah kemana kita akan pergi
nanti, maka kita akan melihat suatu arah yang tidak pasti dan tidak jelas, karena kita dihadapkan pada
berbagai macam pilihan perjalanan yang membuat kita tidak dapat memutuskan arah yang sesuai
dengan keinginan kita sebagai orang Indoneisa, dan ketika suatu perubahan yang sangat drastis terjadi
maka kita semua akan merasa kaget dan sedih, karena ternyata kita melangkah kearah masa depan
yang tidak mencerminkan tradisi kita lagi.akibatnya kehilangan identitas budaya termasuk didalamnya
Arsitektur tradisional ikut hilang.
Inilah fenomena yang akan kita hadapi nanti, lalu apa yang harus kita lakukan, apakah mulai
sekarang kita menghapus saja ciri kearsitekturan kita, atau kita membiarkan sesuatu terjadi secara
alami tanpa harus ada yang diperjuangkan ataupun dipertahankan? Memang bagaikan, buah
simalakama yang harus kita telan begitu saja, namun apa yang terjadi nanti karena kita tidak
mempunyai kekuatan untuk dapat mempertahankan tradisi kita pada era globalisasi nanti. Lalu
bagaimana nasib kita sebagai bangsa Indonesia ini? Apakah akan menyerah pada keadaan atau
berjuang mempertahankan sesuatu yang sudah mendekati dan pasti akan hilang.
Disinilah letaknya renungan kita sekarang. Bagaimana kita harus bersikap dan bagaimana kita
harus berbuat, karena hati nurani kita tidak dapat dibohongi bahwa kita harus tetap mempertahankan
ciri budaya kita dalam dunia arsitektur. Kita tidak ingin penjajahan bentuk baru menjajah kita lagi .
Kita tidak ingin arsitektur kita dijajah oleh arsitektur bangsa lain. Kita tidak ingin negara kita menjadi
negara gado-gado karena tidak lagi terlihat budaya asli kita mendominasi kehidupan bangsa
Indonesia. Jadi apa yang harus kita perbuat, karena sepertinya tidak ada pilihan yang dapat kita
jadikan patokan kita melangkah? Analisanya begini, Apabila kita membuat suatu keputusan bulat
untuk tetap mempertahankan Ciri arsitektur budaya kita, maka kita akan dihadapkan pada beberapa
kendala besar yaitu :
a. Arsitektur tradisional. Kita tidak dapat mengadopsi dengan baik segala hal yang berbau
teknologi modern, karena arsitektur tradisional kita berangkat dari suatu pandangan
kehidupan religius yang sama sekali tidak memperhatikan adanya teknologi moderen.
Apabila kita memaksakan kehendak terhadap bentuk arsitektur tradisional dengan
memaksakan segala unsur yang berbau moderen kedalamnya, maka yang akan terlihat adalah
bentuk yang sangat memprihatinkan karena sudah tidak jelas lagi dominasi budayanya.
10
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
b. Dalam pembentukan pola hidup. Bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemikiran kuno,
yaitu bahwa kehidupan kita sudah ada yang mengatur dan kita tidak usah terlalu meyakini
bahwa kita sendiri dapat mengatur kehidupan kita, jadi janganlah membuat suatu hal yang
akan merusak citra kehidupan tadi dan jangan pula mencoba merubah sesuatu yang sudah
diciptakan menjadi kehidupan kita, karena hal itu akan membuat kita tidak bahagia dan hal
ini juga merupakan suatu penolakan pada takdir kehidupan kita. Pola ini sangat tradisional
dan Merupakan sesuatu yang tidak pernah sejalan dan akur dengan sosial budaya moderen.
c. Jika didalam pemikiran bangsa Indonesia sekarang tidak lagi dipengaruhi oleh hal-hal yang
berbau kepasrahan kepada yang mengatur “yang Diatas”, maka kita akan dihadapkan pada
hal-hal yang sifatnya lebih kepada sesuatu yang tidak jelas acuannya, karena begitu
banyaknya hal yang tidak dapat kita cerna begitu saja, seperti halnya perkembangan
teknologi yang kadang-kadang tidak dapat kita pakai apabila kita benturkan pada masalah
pola hidup kita, dan hal ini akan membuat pola pikir kita menjadi tidak begitu terarah dengan
jelas lagi. Kemana kita akan mengarah dan kemana kita akan pergi dan kemana kita akan
menetapkan diri.
Begitu banyak hal-hal diluar jangkauan pikiran kita yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi
dan juga begitu banyak masalah yang muncul pada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan arsitektur Indonesia.
Seperti kata pepatah kuno yang mengatakan bahwa hidup tidak akan pernah berhenti apabila kita
sendiri tidak menghentikannya atau memang kita sudah saatnya berhenti karena sudah takdir. Apakah
pepatah ini akan kita kaitkan dengan kehidupan Arsitektur Tradsional kita ataukah kita akan terus
berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan keberadaannya? Tentu saja
jawabannya tidak mudah, dan memang tidak akan pernah mudah, karena keputusan apapun yang
diambil kita harus melihat berbagai kasus dan problem yang muncul yang berpengaruh didalam
kehidupan bangsa Indonesia ini dan yang paling penting adalah bagaimana kita menyikapi pengaruh
yang datang yang diakibatkan oleh perkembangan bilateral dan perkembangan politik yang sangat
berpengaruh pada pola kehidupan dan pola pikir masyarakat Indonesia, dan ini sangat berakibat pada
perkembangan arsitekturnya.
Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya dan kira-kira kemana akan kita arahkan arsitektur
Tradisional Nusantara dimasa depan nanti. Yang bisa kita lakukan mungkin Pertama, kita harus
melakukan suatu penelitian yang mencangkup gambaran awal terjadinya arsitektur tradisional di
masing-masing daerah Nusantara yang tentu saja sangat penting sebagai acuan awal darimana kita
akan mulai berpijak Kedua, kajian berikut adalah bagaimana arsitektur pada jaman itu dijadikan
sebagai arsitektur tradisional kenapa bukan arsitektur Indonesia saja atau arsitektur jaman Belanda
atau jaman Majapahit. Ketiga, apabila kita telah mendapatkan bagaimana kita memulai dan
bagaimana kita mengetahui arsitektur kita pada jaman dulu maka kita dapat melihat bagaimana hal itu
bisa menjadi suatu patokan untuk kita, apakah benar bahwa arsitektur yang kita kenal sebagai
arsitektur tradisional itu adalah benar sesuai dengan tuntutan jaman waktu itu, atau apakah arsitektur
tradisional hanya menggambarkan suatu pola kehidupan masyarakat pada jamannya. Keempat, kalau
melihat lebih jauh kebelakang lagi, maka kita akan melihat suatu fenomena yang agak menyimpang
dari apa yang kita lihat sekarang, dimana sekarang ini arsitektur tradisional se-olah-olah merupakan
barang mati yang tidak bisa kita tawar lagi dan tidak bisa kita kembangkan lagi. Fenomena tersebut
11
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
barangkali sebagai sesuatu yang membuat kita dapat melihat dari suatu perubahan yang sangat
drastis, dari pola kerajaan yang serba gemerlap dan serba menjadi suatu pola kehidupan rakyat yang
serba sederhana, dan sepertinya dikuasai oleh suatu peradaban yang sangat bertumpu pada kehidupan
keagamaan. Kelima, jika kita mencoba menelusuri lebih jauh maka kita akan menemukan bahwa
peradaban bangsa Indonesia sudah sangat maju pada zaman kerajaan Majapahit dulu, dan dilanjutkan
dengan zaman kerajaan Sriwijaya sehingga kalau kita sekarang ini begitu terpukau oleh datangnya
arsitektur luar yang kelihatannya sangat modern atau sangat teknologis, maka hal ini sebenarnya akan
membuat hati kita teriris pilu karena jaman dulu kita begitu hebat keluar, namun sekarang kita begitu
terjepit oleh pengaruh luar. Keenam, jika dalam pandangan sempit kita seolah-olah tidak berdaya
menghadapi pengaruh kemajuan jaman yang dicirikan oleh kemajuan teknologi, maka dalam
pandangan yang lebih luas kita seharusnya bangga dengan pengaruh kita terhadap perkembangan
peradaban pada jaman dulu.
Dari keenam faktor diatas, yang masih selalu menjadi perhatian adalah bahwa kita harus tetap
mempertahankan arsitektur tradisional kita walaupun sebenarnya sudah sangat tidak mungkin lagi
untuk bisa bertahan dalam era globalisasi nanti. Pertanyaannya adalah; kita akan apakan arsitektur
tradisional kita ini, akan kita ganti dengan sesuatu yang baru atau akan kita bina dan kembangkan
sehingga mampu bersaing dengan arsitektur luar dan mampu kita jual keluar Indonesia sehingga
arsitektur Indonesia mempunyai nama dan pengaruh didalam perkembangan arsitektur dunia.
Arsitektur Indonesia, apakah ada di Negara kita ini? Kalau ada bagaimana bentuk dan
filosofinya dan kalau tidak ada kenapa sampai tidak ada padahal kita sangat bangga dengan berbagai
macam bentuk bangunan yang menggambarkan ciri dari tiap daerah yang katanya sangat dikagumi
oleh turis mancanegara. Dilihat dari letak dan posisi negara Indonesia, maka kita sangat strategis bagi
aliran sirkulasi perdagangan maupun dari segi keamanan dunia karena negara kita terletak pada
bagian yang mempunyai akses paling mudah untuk belahan dunia utara dan selatan yang artinya bagi
perkembangan budaya Indonesia sangat rawan terhadap pengaruh yang dibawa oleh mereka yang
akan memakai jalur ini yaitu bangsa-bangsa yang akan membina suatu hubungan bilateral dengan
negara dibelahan bumi yang lain.
Mereka yang akan melalui jalur ini tanpa disengaja maupun disengaja akan membawa dampak
yang cukup kuat terhadap budaya Indonesia yang memang sudah rawan terhadap budaya luar. Tetapi
kalau kita simak lebih jauh, ternyata apa yang kita khawatirkan bahwa akan terjadi pengaruh yang
akan berakibat merosotnya nila budaya kita, tidak pernah akan terjadi karena begitu kuatnya adat
setempat sehingga budaya luar agak sulit berkembang dan hal ini adalah merupakan suatu potensi
yang luar biasa bagi ketahanan negara kita terhadap pengaruh budaya asing.
Masuknya budaya asing yang ternyata sulit dibendung, justru karena akibat perkembangan
teknologi yang sangat cepat sehingga informasi ataupun gambaran pola kehidupan yang sepertinya
sangat menyenangkan tertangkap oleh masyarakat luas dari mulai kota besar sampai ke pedesaan
terpencil dan ini tidak bisa dicegah lagi karena kita tidak bisa menghindar dari perkmbangan ini.
Akibatnya kita sudah bisa terka bahwa sebagian masyarakat kita tidak bisa lagi bertahan dengan
budaya nenek moyangnya yang dinilai sudah ketinggalan jaman atau sudah kuno, dan inilah cikal
bakal dari lunturnya budaya bangasa kita.
Arsitektur adalah bagian dari ekspresi budaya masyarakat karena sangat berkaitan dengan pola
pikir dan pola hidup penggunanya sehingga didalam perkembangannya sangat terlihat perubahan
12
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
dalam bentuk, tata letak ruang dan perabotan serta peralatan lain yang dibutuhkan. Jadi, apabila kita
akan mempertahankan arsitektur tradisional kita yang diharapkan menjadi ciri khas budaya kita,
budaya yang akan kita pertahankan, karena sangat jelas terlihat akibat dari perkembangan teknologi
yang merambah begitu cepat pada setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Lalu bagaimana kita
dapat mempertahankan Arsitektur Indonesia, kalau kenyataanya Arsitektur Indonesia itu tidak ada
karena yang sekarang selalu didengungkan adalah arsitektur tropis dan kalau bicara arsitektur tropis
ternyata bukan kita saja yang memakai thema seperti itu, karena selain negara Indonesia masih
banyak negara yang terletak didaerah tropis. Apakah Arsitektur Indonesia itu identik dengan
Arsitektur Tradisional Papua, Maybrat, Imian, Sawiat, Sunda, Jawa, Bali, Sumba dan daerah-daerah
lain, atau memang arsitektur Indonesia ini terdiri dari arsitektur arsitektur yang mempunyai ciri
kedaerahan. Selama ini Arsitektur Indonesia hanya dikaji dan ditulis dengan bahsa ilmiah yang
kedengarannya sangat filosofis dan sangat tidak dimengerti oleh orang awam karena belum pernah
ada yang mencoba membuat bentuk yang jelas mengenai arsitektur Indonesia. Seorang arsitek luar
pernah mencoba membuat disain banguna perkantoran yang katanya merupakan jelmaan dari filosofi
arsitektur Indonesia dan yang terlihat adalah permainan bentuk atap tropis yang dipasang disetiap
lantai, dan setelah kita lihat-lihat akihirnya kita bertanya apakah benar ini arsitektur Indonesia.
Dengan melalu keputusan para pejabat setempat, tiap daerah yang merasa mempunyai arsitektur
trsadisional berusaha untuk mempertahankan bentuk arsitekur tradisional dengan membuat bentuk
atap yang katanya itu merupakan ciri budaya setempat. Alhasul terlihatlah arsitektur daerah dengan
bentuk atap yang aneka macam sesuai dengan permintaan para pejabat yang sepertinya tidak mengerti
apa arti dari arsitektur itu sendiri. Ketidak mengertian ini sangat membingungkan para pembuat
disain, karena dengan posisi jabatannya membuat para perencana harus mengikuti apa yang
diinginkan mereka, karena tidak ingin dianggap tidak berbudaya kedaerahan. Jadilah arsitektur
tradisional adalah arsitektur atap, yang penting atapnya menggambarkan ciri kedaerahan yang kuat
tidak peduli apapun fungsi yang dinaunginya.
Tahun 2003 adalah langkah awal pada era globalisasi dimana kita sudah tidak mungkin lagi
menghindar masuknya para ekspert asing ke Indonesia termasuk para arsiteknya, dan sudah bisa
dipastikan arsitek kita harus bersaing keras dengan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan
tendensi orang yang beruang memkai tenaga mereka sangat kuat karen Amereka masih sangat
dipengaruhi oleh image bahwa segala sesuatu yang berbau asing pasti akan lebih baik. Selain hal itu,
berbagai proyek besar yang melibatkan investor asing pun akan bermunculan, dimana mereka sudah
barang tentu akan membawa tenaga expert mereka karena selain pesan dari negaranya sendiri juga
masalah kepercayaan akan keahliannya. Maka sudah dapat kita bayangkan bahwa Indonesia akan
kedatangan para arsitek yang mungkin keahlian dan kemampuannya masih jauh dibawah para arsitek
dalam negeri. Tetapi mengapa merak begitu menakutkan dan mengancam kehidupan para arsitek
dalam negeri? Pertama, andaikata masalahnya hanya karena investor asing yang membawa seluruh
krunya dari negaranya, kita tidak bisa apa-apa kecuali pasrahn saja hanya mungkin ada sedikit
pengharapan kepada petinggi negara yang akan membuat peraturan mengenai ketenaga kerjaan
sehingga setiap proyek dengan investasi asing harus menyertakan tenaga ahli dari dalam negeri.
Kedua apabila masalahnya terletak pada kwalitas arsitek luar, kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk
inovasi tenaga arsitektur.
13
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
masyarakat. Perubahan orientasi nilai menjelma dalam wujud pergeseran budaya (shift), biasanya
cenderung dalam bentuk asimilasi dan akulturasi budaya, contohnya bagaimana saat pasangan
pengantin mengenakan beragam macam baju pengantin disaat pesta, mulai dari mengenakan baju
pengantin adat, baju pengantin Eropa dan baju baju pengantin lainnya, contoh lain, yaitu terjadinya
pergeseran budaya dalam aturan menghidangkan makanan dari sistem yang menggunakan dulang ke
sistem menghidangkan ala Francis, malah sekarang dalam acara ruwahan di kampung - kampung
sudah menggunakan sistem Francis. Kemudian perubahan orientasi nilai juga menyebabkan
persengketaan (conflict) yang melahirkan sikap ambhivalensi masyarakat. Sebagai contoh timbulnya
pro dan kontra masyarakat ketika Artika Sari Devi yang diberi gelar oleh Lembaga Adat Serumpun
Sebalai dengan gelar Yang Puan Jelita Nusantara harus mengenakan pakaian renang dalam pemilihan
Miss Dunia. Sikap pro dan kontra terjadi karena masyarakat menilai Artika Sari Devi adalah Puteri
Indonesia serta berasal dari Bangka Belitung yang sangat kental dengan budaya melayunya mau
berpakaian mempertontonkan aurat yang bertentangan dengan nilai - nilai budaya yang dianutnya.
Terakhir perubahan orientasi nilai pada masyarakat akan menimbulkan perbenturan (clash) yang
melahirkan sikap penentangan (rejection), sebagai contoh ketika akan dibangun pendopo di belakang
kediaman Gubernur yang direspon oleh masyarakat dengan ketidaksetujuan karena pendopo adalah
bangunan dengan arsitektur vernakuler Jawa.
Untuk membangun Kesadaran Budaya dan Ketahanan Budaya di masyarakat maka perlu
dilakukan upaya - upaya yaitu, pertama dengan meningkatkan daya preservatif meliputi upaya
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan serta meningkatkan daya progresif berupa
upaya -upaya peningkatan peran pemerintah, swasta, serta pemberdayaan masyarakat adat dan
komunitas budaya. Perlindungan adalah upaya menjaga keaslian kebudayaan dari pengaruh unsur -
unsur budaya luar atau asing dan penyimpangan dalam pemanfaatannya. Sedangkan pengembangan
adalah upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kebudayaan yang hidup di tengah - tengah
masyarakat tanpa menghilangkan nilai - nilai yang terkandung di dalamnya dan kegiatan pemanfaatan
adalah pemberdayaan kebudayaan untuk pemenuhan kebutuhan batin masyarakat baik dalam event
yang bersifat sakral maupun profan. Upaya kedua untuk membangun Kesadaran Budaya dan
Ketahanan Budaya di masyarakat adalah dengan memberdayakan nilai - nilai budaya baik nilai
budaya yang terkandung di dalam kebiasaan budaya (cultural habits) maupun yang terkandung di
dalam aturan budaya (cultural law). Baik nilai budaya yang tampak (tangible) maupun nilai budaya
yang tak tampak (intangible). Diketahui bahwa kebudayaan dan peradaban dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui tradisi lisan seperti ungkapan tradisional, puisi rakyat
(pantun, syair, tarian, dan gurindam), cerita rakyat (mitos, legenda, dongeng), nyanyian rakyat.
Kemudian dapat diwarisi melalui tradisi setengah lisan seperti permainan rakyat, kepercayaan rakyat,
upacara tradisional (daur hidup/life cycle, kepercayaan dan peristiwa alam), arsitektur tradisional/
vernakuler dan rumah adat, pengobatan tradisional, makanan tradisional, pakaian adat, pasar
tradisional, pengetahuan dan tekhnologi tradisional serta dapat juga diwarisi melalui tradisi bukan
lisan seperti bangunan bangunan kuno dan naskah-naskah kuno. Pemberdayaan nilai budaya pada
prinsipnya adalah upaya untuk membuat sesuatu peristiwa budaya menjadi lebih bermanfaat,
bermakna, lebih berfungsi dan berguna. kegiatan budaya yang menghasilkan nilai budaya adalah
kegiatan - kegiatan yang dapat menuntun manusia berperilaku lebih beradab, dan sesuai dengan
kaedah atau norma - norma yang berlaku di masyarakat. Perilaku beradab tersebut dapat terealisasi
dalam kehidupan masyarakat bila nilai - nilai budaya tersebut sudah terinternalisasi dengan benar
15
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
dalam sanubari masyarakat. Untuk mengupayakan terinternalisasinya nilai - nilai budaya diperlukan
kerja keras dan upaya yang sungguh - sungguh dari seluruh komponen masyarakat termasuk penggiat
budaya, apresian budaya dalam level apapun, oleh para pemangku adat, tokoh adat, dan pemuka adat.
Sekarang ini untuk mempermudah pemberdayaan nilai - nilai budaya sehingga terinternalisasi dengan
baik, hal utama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan event atau peristiwa budaya yang
berhubungan dengan peristiwa kemasyarakatan yang biasanya diikuti oleh banyak orang dan
mendatangkan anggota masyarakat lainnya, baik peristiwa yang berhubungan dengan agama,
peristiwa yang berhubungan dengan adat, maupun peristiwa yang berhubungan dengan siklus
kehidupan. Upaya terakhir untuk membangun kesadaran budaya dan ketahanan budaya adalah dengan
memperkuat dan mengukuhkan identitas dan jatidiri, karena di dalam jatidiri terkandung kearifan -
kearifan lokal (local wisdom) dan local genius.
Setiap masyarakat betapapun sederhananya, memiliki Kebudayaan yang dikembangkannya
sebagai respon terhadap lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan buatan di sekitarnya.
Perbedaan antara lingkungan fisik, sosial dan buatan itulah yang menyebabkan perbedaan kebudayaan
di masyarakat. Oleh sebab itu salah satu kebijakan dalam pengembangan kebudayaan adalah upaya
untuk menguatkan identitas dan kekayaan budaya nasional yang bertujuan untuk memperkenalkan,
menguatkan dan mendorong kreatifitas budaya masyarakat agar mampu berkembang dan beradaptasi
dengan perubahan zaman. Kehidupan manusia selalu dikelilingi oleh peristiwa budaya, proses
pembentukan peristiwa budaya di atas berlangsung berabad - abad dan betul - betul teruji sehingga
membentuk suatu komponen yang betul - betul handal, terbukti dan diyakini dapat membawa
kesejahteraan lahir dan batin, komponen inilah yang disebut dengan jatidiri. Di dalam jatidiri
terkandung kearifan lokal (local wisdom) yang merupakan hasil dari local genius dari berbagai suku
bangsa yang ada. Kearifan lokal inilah seharusnya kita rajut dalam satu kesatuan kebudayaan untuk
mewujudkan suatu nation (bangsa) yaitu Bangsa Indonesia dan sebagai alat untuk meredam berbagai
konflik horizontal yang terjadi di masyarakat yang marak terjadi di berbagai daerah saat ini.
6. Peran Arsitektur Dalam Fenomena Lingkungan
Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara Kebudayaan Nusantara
berakar pada Kebudayaan Tradisionalnya, begitupun Arsitektur Tradisional juga merupakan akar dari
Arsitektur Nusantara. Kita kenal bahwa arsitektur tradisional sangat beranekaragam di Indonesia,
seiring dengan keanekaragaman suku bangsanya. Sulit rasanya memilih arsitektur tradisional mana
yang bisa mewakili, karena riskan sekali rasanya bila memilih salah satu arsitektur tradisional sebagai
wadahnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wujud arsitektur tradisional dari suku bangsa tertentu
pasti akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat suku bangsa tersebut. namun
demikian, apakah suatu suku bangsa tertentu akan merasa bangga dengan arsitektur tradisional dari
daerah lain? Kita ambil hematnya saja bahwa, biarlah suatu suku bangsa memakai arsitektur
tradisionalnya, begitupun yang lainnya, asalkan ditempatkan dengan sesuai. Jadi, sebenarnya yang
kita perlukan adalah jiwa berarsitektur dari masyarakat tradisional tersebut. Sehingga tidak perlu lagi
kita menciplak total pada arsitektur tradisional tertentu. Yang perlu kita ejawantahkan adalah pesan-
pesannya ataupun konsep dasarnya. Kemudian diinterpretasikan dengan kreatifitas baru pada latar
belakang kehidupan sosio-budaya masyarakat yang terus ‘berkembang’ saat ini. Pada intinya
arsitektur tradisional mempunyai konsep dasar kesemestaan yang universal, sehingga mampu
mengiringi perjalanan hidup manusianya sepanjang zaman.
16
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
Pada hakekatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia
sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan
ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat ditentukan
oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya
(meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri, dan kebudayaannya).
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk sekaligus sebagai makhluk
sosial, dalam setiap kegiatannya senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Adalah
sesungguhnya bahwa manusia itu dalam bersosialisasi membutuhkan dan memiliki jangkauan
interaksi pada tiga jalur arah. Pertama, berinteraksi dengan Sang Pencipta (sosio-spiritual/religius),
meliputi kegiatan ibadah-spiritual maupun aplikasi amaliah dari norma dan tata-nilai yang telah
ditetapkan-Nya pada dua jalur berikutnya. Kedua, berinteraksi dengan sesama manusia (sosio-
kultural), baik antar pribadi dengan pribadi, pribadi dengan kelompok maupun kelompok dengan
kelompok, berdasarkan norma dan tata-nilai sosio-spiritual/religius di atas. Ketiga dan terakhir,
berinteraksi dengan alam semesta sebagai sesama makhluk ciptaan (sosio-natural/universal), yakni
manusia sebagai pembina sekaligus pengguna setiap unsur daya dan potensi alam agar berdaya-
manfaat secara tepat-guna dan berkesinambungan sehingga tercipta hidup dan kehidupan yang
makmur bersahaja. Ketiga jalur arah interaksi ini merupakan inti dasar kegiatan manusia untuk
bermasyarakat, yang seluruhnya harus diwadahi secara terpadu, setimbang, dan dinamis dalam ruang
arsitektur.
Dapat disimpulkan dari semua paparan diatas bahwa manusia dalam berarsitektur merupakan
wujud terbaik dari aturan yang ditetapkan-Nya dalam menjaga alam sebagai tempat hidupnya, dan
menjaga hubungan dengan sesamanya sebagai teman hidupnya. Inilah wujud kesemestaan. Dalam
keadaannya saat ini, kelestarian alam sudah sangat terabaikan. Pemanasan global dan bencana banjir
adalah wujud akibat yang ditimbulkan, dan arsitekturlah yang berperanan besar dalam
mewujudkannya. Sehingga tema Arsitektur Ramah Lingkungan dengan konsep kesemestaan patutlah
untuk diangkat.
7. Kepunahan Bentuk Dan Aliran Arsitektur
Kepunahan arsitektur merupakan kejadian hilangnya keseluruhan bentuk aliran arsitektur
tertentu. Kepunahan bukanlah peristiwa yang tidak umum, karena bentuk aliran suatu arsitektur secara
reguler muncul melalui aliran arsitekturalnya dan menghilang melalui kepunahan. Sebenarnya,
hampir seluruh bentuk aliran arsitektur yang pernah ada di bumi telah dan akan punah, seiring
perjalanan manusia itu sendiri, dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir suatu bentuk aliran
arsitektur. Sebenarnya Kepunahan arsitektur telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah
perkembangan manusia. Kita akan berkesimpulan bahwa, laju kepunahan arsitektural akan semakin
meningkat tajam pada peristiwa kepunahan missal spesies manusia pada suatu etnik atau suku bangsa
tertentu.
Peranan kepunahan pada evolusi arsitektur tergantung pada jenis kepunahan tersebut. Penyebab
persitiwa kepunahan "tingkat rendah" secara terus menerus (yang merupakan mayoritas kasus
kepunahan) tidaklah jelas dan kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar aliran arsitektur
tertentu terhadap bentuk aliran arsitektur yang terbatas (prinsip hindar-saing). Jika kompetisi dari
etnik tertentu lain mengubah probabilitas suatu bentuk arsitektur menjadi punah, hal ini dapat
menghasilkan seleksi aliran arsitektur sebagai salah satu tingkat seleksi manusia. Peristiwa kepunahan
17
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
massal secara alami masih dapat diterima, daripada berperan sebagai gaya selektif, karena suatu
kebudayaan termasuk arsitektural yang beraneka ragam akan secara drastis dan mendorong terjadinya
evolusi arsitektur secara cepat dan secara tiba-tiba serta pensubtitusian pada kebudayaan suku bangsa
yang lain semakin tajam. Ini merupakan pangkal penjajahan kebudayaan melalui penjajahan dan
peperangan.
18
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
19
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
20
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru
yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
2) Penetrasi Kekerasan (Penetration Violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya
kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga
menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat . Wujud
budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun
lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem
pemerintahan Indonesia.
b. Cara Pandang Terhadap Sosial Budaya Global
1) Kebudayaan Sebagai Peradaban Moderen
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan sosial
"budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19. Gagasan tentang sosial "budaya" ini
merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa
dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka
menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan
kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu
dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu
kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture)
oleh Edgar Degas. Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk
pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya Foto. 68. Bentuk sosial
memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik budaya Eropa
klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk Sumber- www.
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil Moderenstyle.com
bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika
seseorang berpendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa
seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan
zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan
lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma
dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak
berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak
berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen
dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature).
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai
perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat
21
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)
dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik
sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan
alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang
sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial
membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur,
yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
2) Kebudayaan Sebagai "Sudut Pandang Umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap
gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria -
mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini
menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-
masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih
mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau
kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi
yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia
tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini
pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks
pekerja organisasi atau tempat bekerja.
3) Kebudayaan Sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk
dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama
dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
4) Kebudayaan Diantara Masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur),
yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan
dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan
gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada
seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak
imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar
budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
22
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
23
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan
Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha
dan Taoisme banyak memengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut,
norma dan nilai Agama Islam juga turut memengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia
Selatan dan tenggara.
a. Perubahan Kebudayaan Jepang
Kebudayaan Jepang Kebudayaan Jepang telah banyak
berubah dari tahun ke tahun, dari kebudayaan asli negara
ini, Jomon, sampai kebudayaan kini, yang
mengkombinasikan pengaruh Asia, Eropa dan Amerika
Utara. Setelah beberapa gelombang imigrasi dari benua
lainnya dan sekitar kepulauan Pasifik, diikuti dengan
Foto. 71. Lukisan Jepang
masuknya kebudayaan Tiongkok, penduduk Jepang
dipengaruhi oleh budaya
mengalami periode panjang isolasi dari dunia luar
dibawah shogunat Tokugawa sampai datangnya “The Asia dan Eropa
Black Ships” dan era Meiji. Sebagai hasil, kebudayaan Sumber – peneliti, 2003
Jepang berbeda dari kebudayaan Asia lainnya.
d. Sosial Budaya Australia
Kebanyakan budaya di Australia
masa kini berakar dari kebudayaan Eropa
dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Am
erika tersebut kemudian dikembangkan
dan disesuaikan dengan lingkungan
benua Australia, serta diintegrasikan
dengan kebudayaan penduduk asli benua
Australia, Aborigin. Foto. 72. Kebudayaan Aborigin Australia
e. Sosial Budaya Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan
negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal
jug a dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah
diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan
banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya
di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara
yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh
kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen,
meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami Foto. 73. Puing arsitektur
kemunduran beberapa tahun ini. klasik Eropa.
24
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
25
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara
beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang
antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat
Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
b. Sosial Budaya Maluku
Dengan kondisi daerah kepulauan yang menyebar,
masyarakat Maluku Utara tumbuh dan berkembang dengan
segala keragaman budayanya. Berdasarkan catatan di daerah
Maluku Utara terdapat 28 sub etnis dengan 29 bahasa lokal.
Corak kehidupan sosial budaya masyarakat di provinsi
Maluku Utara secara umum sangat tipikal yaitu perkawinan
antara ciri budaya lokal Maluku Utara dan budaya Islam yang Foto 76. Tari Cakalele-
dianut empat kesultanan Islam di Maluku Utara pad masa lalu. Ambon
Asimilasi dari dua kebudayaan ini melahirkan budaya Moloku
Kie Raha. Sedangkan corak kehidupan masyarakatnya
dipengaruhi oleh kondisi wilayah Maluku Utara yang terdiri dari
laut dan kepulauan, perbukitan dan hutan-hutan tropis. Desa-
desa di Maluku Utara umumnya (kurang lebih 85 %) terletak di
pesisir pantai dan sebagian besar lainnya berada di pulau-pulau
kecil. Oleh sebab itu, pola kehidupan seperti menangkap ikan,
berburu, bercocok tanaman dan berdagang masih sangat
mewarnai dinamika kehidupan sosial-ekonomi masyarakat
Foto 77. Tari Orlapei –
Maluku Utara (sekitar 79 %).
Maluku
Sementara itu, ikatan kekerabatan dan integrasi sosial
masyarakat secara umum sangat kuat sebelum terjadi konflik horizontal bernuansa SARA. Ikatan
pertalian darah dan keturunan sesama anggota keluarga didalam satu komunitas di daerah tertentu
sangat erat dan familiar, walaupun keyakinan keagamaan berbeda seperti masyarakat di kawasan
Halmahera bagian utara dan timur. Hubungan ini telah menumbuhkan harmonisasi dan integrasi sosial
yang sangat kuat. Dalam konteks hubungan Islam dan Kristen, nuansa interaksi sosial tersebut lebih
didasarkan bukan pada pertimbangan kultural dan hubungan kekeluargaan.
c. Sosial Budaya Jakarta – Betawi
Provinsi DKI Jakarta memiliki penduduk lebih dari 300 suku
bangsa dengan 200 bahasa. Sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia, Jakarta merupakan titik pertemuan budaya nasional
dan internasional. Jakarta menjadi barometer perkembangan
budaya bangsa Indonesia. Berbagai atraksi budaya, kuliner, dan
seni ditampilkan secara rutin dalam berbagai event kebudayaan di
Pusat Kota Jakarta.
Provinsi DKI Jakarta secara rutin mengadakan pemilihan
Foto 78. Budaya
abang dan none Jakarta. Dalam berbagai kegiatan tersebut, selalu
Perkawinan Betawi
ditampilkan “Ondel-ondel Boneka Khas Betawi (Penduduk Asli
Jakarta).
26
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah lain di
Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk ke dalam
keluarga wanita.
8. Sosial Budaya Nangroe Aceh Darusalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdiri atas sembilan suku, yaitu Aceh (mayoritas), Tamiang
(Kabupaten Aceh Timur Bagian Timur), Alas (Kabupaten Aceh Tenggara), Aneuk Jamee (Aceh
Selatan), Naeuk Laot, Semeulu dan Sinabang (Kabupaten Semeulue). Masing-masing suku
mempunyai budaya, bahasa dan pola pikir masing-masing. Bahasa yang umum digunakan adalah
Bahasa Aceh. Di dalamnya terdapat beberapa dialek
lokal, seperti Aceh Rayeuk, dialek Pidie dan dialek Aceh Foto 75. Atraksi Tamiang
Utara. Sedangkan untuk Bahasa Gayo dikenal dialek
Gayo Lut, Gayo Deret dan Gayo Lues.
Di sana hidup adat istiadat Melayu, yang mengatur
segala kegiatan dan tingkah laku warga masyarakat
bersendikan hukum syariat Islam. Penerapan syariat
Islam di provinsi ini bukanlah hal yang baru. Jauh
sebelum Republik Indonesia berdiri, tepatnya sejak masa Foto 83. Rumah Atap Ijuk Tamiang
kesultanan, syariat Islam sudah meresap ke dalam diri
masyarakat Aceh.
Keanekaragaman seni dan budaya menjadikan provinsi ini mempunyai daya tarik tersendiri.
Dalam seni sastra, provinsi ini memiliki 80 cerita rakyat yang terdapat dalam Bahasa Aceh, Bahasa
Gayo, Aneuk Jame, Tamiang dan Semelue. Bentuk sastra lainnya adalah puisi yang dikenal dengan
hikayat, dengan salah satu hikayat yang terkenal adalah Perang Sabi (Perang Sabil).
9. Sosial Budaya Sumatera Utara
Sumatera Utara juga dikenal sebagai provinsi
multikultural, di dalamnya terdapat etnis dan agama. Selain
Batak dan Melayu yang menjadi penduduk asli provinsi
ini, ada banyak kelompok etnis lainnya juga yang juga
hidup berdampingan. Setidaknya ada 13 suku berkembang
di provinsi ini 13 bahasa daerah. Dari semua suku yang
ada, sembilan diantaranya adalah suku asli dan empat suku
pendatang. Keragaman suku-suku ini belum termasuk
Jawa, Cina, dan India yang juga hidup berdampingan
bersama mereka. Keberagaman suku tentu diikuti pula oleh Foto 84. Rumah Adat Batak Karo
mosaik adat istiadat dan nilai-nilai budaya. Keragaman adat
istiadat di Sumatera Utara diwarnai oleh adat Batak, Mandailing, Melayu, Karo, Nias, Pesisir,
Angkola, Pakpak, dan Simalungun. Perkembangan sosial budaya relatif baik mengingat tingkat
kesadaran dan kedewasaan masyarakatnya dalam memahami pluralisme, keragaman budaya, mosaik
adat istiadat serta kerukunan antar umat beragama cukup tinggi.
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai
penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-
orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau. Wilayah
29
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama
Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di
Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang
dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa.
Pusat penyebaran suku-suku di Sumatra Utara, sebagai berikut :
1. Suku Melayu Deli : Pesisir Timur, terutama di kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai,
dan Langkat
2. Suku Batak Karo : Kabupaten Karo
3. Suku Batak Toba : Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir
4. Suku Batak Pesisir : Tapanuli Tengah, Kota Sibolga
5. Suku Batak Mandailing/Angkola : Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas, dan
Mandailing Natal
6. Suku Batak Simalungun : Kabupaten Simalungun
7. Suku Batak Pakpak : Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat
8. Suku Nias : Pulau Nias
9. Suku Minangkabau : Kota Medan, Pesisir barat
10. Suku Aceh : Kota Medan
11. Suku Jawa : Pesisir Timur & Barat
12. Suku Tionghoa : Perkotaan pesisir Timur & Barat.
10. Sosial Budaya Sumatera Barat
Mayoritas penduduk Sumatera Barat
merupakan suku Minangkabau. Suku ini
awalnya berasal dari dua klan utama: Koto
Piliang didirikan Datuak Katumanggungan dan
Bodi Chaniago yang didirikan Datuak Parpatiah
nan Sabatang, Suka Kato Piliang memakai
sistem aristokrasi yang dikenal dengan istilah
Titiak Dari Ateh (titik dari atas) ala istana
Pagaruyung, sedangkan Bodi Chaniago lebih
bersifat demokratis, yang dikenal dengan istilah
Mambasuik Dari Bumi (muncul dari bumi).
Sehari-hari, masyarakat berkomunikasi dengan Foto: 85. Suku Mentawai
Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa
dialek, seperti dialek Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pasisir Selatan, dan dialek Payakumbuh.
Sementara itu, di daerah kepulauan Mentawai yang terletak beberapa puluh kilometer di lepas pantai
Sumatera Barat, masyarakatnya menggunakan Bahasa Mentawai. Di Daerah Pasaman bahkan Bahasa
Batak berdialek Mandailing digunakan, biasanya oleh suku Batak Mandailing.
Masyarakat Sumatera Barat, sangat manghargai nilai-nilai adat dan budaya tradisional serta
terbuka terhadap nilai-nilai positif yang datang dari luar. Kondisi ini membawa kepada komunitas
yang sangat kondusif bagi pembangunan nasional dan cita-cita reformasi. Meskipun suku
30
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
Minangkabau mendominasi masyarakat Sumatera Barat secara keseluruhan, kehidupan mereka relatif
rukun dan damai dengan warga pendatang lainnya yang terdiri atas berbagai etnis minoritas, seperti
suku Mentawai di Kepulauan Mentawai, suku Mandailing di Pasaman, transmigran asal Jawa di
Pasaman dan Sijunjung, kelompok etnis Cina, dan berbagai suku pendatang lainnya yang berdiam di
kota-kota di Sumatera Barat. Di antara sesama mereka terdapat hubungan dan interaksi sosial yang
positif dan jarang terdapat jurang dan kecemburuan sosial yang besar antara berbagai kelompok dan
golongan. Hal ini merupakan landasan yang solid bagi persatuan bangsa yang perlu dipelihara dan
dikembangkan serta ditingkatkan.
Pembukuh, Bulek Kata Rek Sepakat”, artinya bersatu air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan
musyawarah.
kondusif bagi pembangunan nasional dan cita-cita reformasi. Meskipun suku Minangkabau
mendominasi masyarakat Sumatera Barat secara keseluruhan, kehidupan mereka relatif rukun dan
damai dengan warga pendatang lainnya yang terdiri atas berbagai etnis minoritas, seperti suku
Mentawai di Kepulauan Mentawai, suku Mandailing di Pasaman, transmigran asal Jawa di Pasaman
dan Sijunjung, kelompok etnis Cina, dan berbagai suku pendatang lainnya yang berdiam di kota-kota
di Sumatera Barat. Di antara sesama mereka terdapat hubungan dan interaksi sosial yang positif dan
jarang terdapat jurang dan kecemburuan sosial yang besar antara berbagai kelompok dan golongan.
Hal ini merupakan landasan yang solid bagi persatuan bangsa yang perlu dipelihara dan
dikembangkan serta ditingkatkan.
Di bidang kebudayaan, adat – istiadat masyarakat setempat tentu saja menjadi dominan
diselenggarakan, bahkan untuk ukuran tertentu bisa di eksploitasi menjadi daya tarik pariwisata
tersendiri. Beberapa adat – istiadat yang kerap dilakukan masyarakat misalnya:
1. Sepintu Sedulang; ritual yang lebih dikenal dengan sebutan Nganggung, di mana masyarakat
dulang berisi makanan untuk dimakan siapa saja yang hadir di masjid;
2. Rebo Kasan; upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa, agar mereka terhindar dari bencana sebelum ke laut mencari ikan;
3. Buang Joang; upacara tolak bala untuk keamanan desa, mirip upacara Rebo Kesan;
4. Ceriak Nerang; upacara yang dilakukan setelah panen padi sebagai puji syukur pada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa;
5. Perang Ketupat; upacara yang diadakan setiap bulan Sya’ban menyambut Ramadhan;
6. Mandi Belimau; dilaksanakan seminggu sebelum awal Ramadhan di pinggir Sungai
Limbung;
7. Lesong Panjang; upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas
hasil panen; Adat Sijuk; upacara khusus pada hari besar agama;
Tari Sambut; tarian khas di Bangka Belitung, dilakukan saat masyarakat menyambut tamu – tamu
istimewa, dan Nirak Nanggok; upacara adat untuk menunjukan rasa syukur atas kebaikan,
dilakukan di Desa Membalong, Belitung.
tanaman agar tidak dirusak ternak, berlaku pepatah adat ”umo bekandang siang, kerbo bekandang
malam”, yang berarti jika binatang ternak mengganggu tanaman siang hari, maka tanggung jawab
tetap pada si pemilik sawah atau kebun. Sebaliknya jika ternak memasuki sawah atau kebun pada
malam hari, tanggung jawab tetap ada di pundak pemilik ternak.
Untuk memperkuat dan memelihara adat istiadat tersebut, berbagai kegiatan kesenian dan sosial
budaya kerap di lakukan, antara lain :
1. Tari Asik, dilakukan oleh sekelompok orang untuk mengusir bala penyakit;
2. Tradisi Berdah, dilaksanakan saat terjadi bencana dengan tujuan menolak bencana;
3. Kenduri Seko, bertujuan untuk membersihkan pusaka dalam bentuk keris, tombak, Al Kitab
dalam bentuk Ranji–ranji Kuno;
4. Mandi Safar, dilaksanakan pada hari Rabu di akhir bulan Safar bertujuan untuk menolak
bala;
5. Mandi Belimau Gedang, dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan menyucikan dan
mengharumkan diri; dan
6. Ziarah Kubur, dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan mendoakan arwah leluhur.
Provinsi Jambi sangat kaya akan kerajinan daerah, salah satu bentuk kerajinan daerah adalah
anyaman yang berkembang dalam bentuk aneka ragam. Kerajinan anyaman di buat dari daun pandan,
daun rasau, rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun kelapa, daun nipah, dan daun rumbia. Hasil
anyaman ini bermacam–macam pula, mulai dari bakul, sumpit, ambung, katang–katang, tikar, kajang,
atap, ketupat, tudung saji, tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut Sempirai, Pangilo,
lukah dan sebagainya. Kerajinan lainnya adalah hasil tenun yang sangat terkenal, yaitu tenunan dan
batik motif flora.
Masyarakat Lampung memiliki bahasa dan aksara sendiri, namun penggunaan bahasa Lampung
pada daerah perkotaan masih sangat minim akibat heterogenitas masyarakat perkotaan dan karena itu
penggunaan Bahasa Indonesia lebih menonjol. Untuk daerah pedesaan, terutama pada perkampungan
masyarakat asli Lampung (riyuh ataupun pekon), penggunaan Bahasa Lampung sangat dominan.
Bahasa Lamapung terdiri dari dua dialek, pertama dialek “O” yang biasanya di gunakan oleh
masyarakat Pepaduan, meliputi Abung dan Menggala: serta dialek “A” dan umumnya digunakan
masyarakat Saibatin, seperti Labuhan meringis, Pesisir Krui, Pesisie Semangka, Belalau, Ranau,
Pesisir Rajabasa, Komering, dan Kayu Agung. Namun demikian ada pula masyarakat Pepaduan yang
menggunakan dialek “A” ini, yaitu Way Kanan, Sungkai, dan Pubian. Di samping memiliki bahasa
daerah yang khas, masyarakat Lampung juga memiliki aksara sendiri yang disebut dengan huruf kha
gha nga. Aksara dan Bahasa Lampung itu menjadi kurikulum muatan lokal yang wajib dipelajari oleh
murid-murid SD dan SMP di seluruh Provinsi Lampung. Nilai-nilai budaya masyarakat Lampung
bersumber pada falsafah Piil Pasenggiri, yang terdiri atas: Piil Pasanggiri (harga diri, perilaku, sikap
hidup):
1. Nengah nyappur (hidup bermasyarakat, membuka diri dalam pergaulan):
2. Nemui nyimah (terbuka tangan, murah hati dan ramah pada semua orang)
3. Berjuluk Beadek (bernama, bergelar, saling menghormati)
4. Sakai Sambayan (gotong royong, tolong menolong)
Nilai-nilai masyarakat Lampung tercermin pula dalam bentuk kesenian tradisional, mulai dari tari
tradisional, gitar klasik Lampung, sastra lisan, sastra tulis, serta dalam bentuk upacara kelahiran,
kematian dan kematian. Pembinaan terhadap seni budaya daerah ini dilakukan oleh pemerintah daerah
dan lembaga adat secara sinergis. Pada tahun 2006 terdapat sejumlah organisasi kesenian, baik yang
bersifat seni tradisional maupun kreasi baru, yang tersebar di berbagai daerah di Lampung. Cabang
organisasi tersebut meliputi 127 organisasi seni tari, 87 organisasi seni musik, 15 organisasi seni
teater, dan 30 organisasi seni rupa.
Pada kunjungan kerja ke Provinsi Lampung pada tanggal 14 Juli 2005, dalam acara Peresmian
Pembukaan Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IX tahun 2005, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berpesan bahwa: Bangsa kita memang bangsa yang majemuk, yang mempunyai latar
belakang kesukuan, kebudayaan, dan keagamaan yang berbeda-beda. Namun hakekat kemanusiaan
sesungguhnya adalah satu, yaitu semua manusia adalah ciptaan Tuhan. Sebab itu, perbedaan-
perbedaan tidaklah menjadi halangan bagi kita untuk hidup rukun, hidup damai, dan hidup bersatu
menjadi sebuah bangsa di bawah naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki
gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan
mengumpulkan hasil hutan;
Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara
sederhana. Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing
berbeda. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani,
dan Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang
lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan,
Biak, Arni, Sentani, dan lain-lain.
Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan
dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya
setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat berpenduduk asli
Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat
dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.
Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang
sangat unik, misalnya seperti yang ditunjukan oleh budaya suku
Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat genderang dengan
menggunakan darah. Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya yang
gemar melakukan perang-perangan, yang dalam bahasa Dani disebut
Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan di jadikan
festival budaya lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai,
yang didalamnya terdapat mummy yang di awetkan dengan ramuan Foto 96. Gaya berperang,
tradisional. Terdapat tiga mummy di Wamena; Mummy Aikima suku Kiwai & Komba
berusia 350 tahun, mummy Jiwika 300 tahun, dan mummy Pumo
daerah sungai fly. Sumber
berusia 250 tahun. Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat
Data Peneliti - 2007
upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian
dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah hari kematian seseorang dan akan
dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya suku Asmat dengan ukiran dan souvenir dari Asmat
terkenal hingga ke mancanegara. Ukiran asmat mempunyai empat makna dan fungsi, masing-masing:
1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
3. Sebagai suatu lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tetumbuhan dan benda-
benda lain;
4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran ingatan kepada nenek moyang.
Budaya suku Imeko di kabupaten Sorong Selatan menampilkan tarian adat Imeko dengan budaya
suku Maybrat dengan tarian adat memperingati hari tertentu seperti panen tebu, memasuki rumah baru
dan lainnya.
Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di
Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah lain,
mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya
transportasi dari dan ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin
berkembang. Banyak misionaris yang melakukan misi keagamaan di pedalaman-pedalaman Papua.
Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik melalui sekolah misionaris,
37
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
balai pengobatan maupun pendidikan langsung dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia
maupun pengetahuan praktis lainnya. Misionaris juga merupakan
pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah
pedalaman yang belum terjangkau oleh penerbangan reguler.
19. Sosial Budaya Papua Barat
Papua Barat memiliki 24 suku dengan bahasa yang berbeda-
beda antara suku yang satu dengan yang lainnya. Bahkan satu suku
memiliki beberapa bahasa. Wilayah Papua Barat tidak identik
dengan wilayah budaya masing-masing karena suku tersebut
menyebar pada beberapa kabupaten. Suku Arfak mendiami
pegunungan Arfak di kabupaten Manokwari hingga ke Bintuni.
Suku Doteri merupakan suku migran dari pulau Numfor di wilayah
pesisir kabupaten Wondama, bersama suku Kuri, Simuri, Irarutu,
Sebyar, Moscona, Mairasi, Kambouw, Onim, Sekar, Maibrat, Tehit,
Imeko, Moi, Tipin, Maya, dan Biak yang sedak dahulu merupakan
suku mayoritas dan telah mendiami wilayah kepulauan Raja
Ampat.
Penduduk asli Papua Barat bermata pencaharian sebagai
nelayan dan petani tradisional. Makanan asli penduduk Papua Barat Foto 96. Tari Persembahan
adalah sagu, ubu-ubian dan nasi. Selain masyarakat asli papua Suku Maybrat, Imian,
barat, hidup berbaur suku-suku lain dari seluruh nusantara seperti Sawiat- suber peneliti-2010
Jawa, Bugis, Batak, Dayak, Manado, key, Tionghoa dan lainnya.
Kehidupan tradisional masyarakat asli Papua Barat masih dapat dijumpai di kampung-kampung
tiap daerah dengan adanya kepala suku sebagai pimpinan. Masyarakat asli Papua Barat menganut
mayoritas beragama Kristen protestan, Khatolik dan Islam. Wilayah Papua Barat merupakan tempat
pekabaran Injil dan juga syiar Islam. Kehidupan primitif di tanah Papua Barat sudah hampir tidak
dijumpai lagi. Rumah-rumah tradisional yang terbuat dari kulit kayu, batang dan cabang-cabang
pohon serta tali-tali rotan dan liana hutan sudah mulai diganti
dengan konstruksi rumah semi permanen. Sisa-sisa peradaban
purbakala dapat dijumpai di daerah Fakfak dan Kaimana yang
berupa lukisan purbakala bermotif telapak tangan manusia,
motif tumbuhan, dan motif hewan yang dilukis di dinding-
dinding pulau kerang dengan menggunakan pewarna alami
yang hingga kini masih merupakan mistik.
20. Sosial Budaya Gorongtalo
Sebelum masa penjajahan keadaan daerah Gorontalo
berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat
ketatanegaraan Gorontalo. Antara agama dengan adat di Foto 97. Budaya Perkawinan
Gorontalo menyatu dengan istilah “Adat bersendikan Syara’ Gorongtalo. SumberPeneliti
dan Syara’ bersendikan Kitabbullah”. Pohalaa Gorontalo 2011
merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima
pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
38
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
Menurut masyarakat Gorontalo, nenek moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya ‘seorang
pengembara yang turun dari langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila, akhirnya ia menikah
dengan seorang wanita pendatang bernama Tilopudelo yang singgah dengan perahu ke tempat itu.
Perahu tersebut berpenumpang 8 orang. Mereka inilah yang kemudian menurunkan komunitas etnis
atau suku Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya
Gorontalo. Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek
Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek
Gorontalo. Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam. Islam masuk ke
daerah ini sekitar abad ke-16. Karena adanya kerajaan-kerajaan di masa lalu sempat muncul kelas-
kelas dalam masyarakat Gorontalo: kelas raja dan keturunannya (wali-wali), lapisan rakyat
kebanyakan (tuangolipu).
21. Sosial Budaya Kalimantan Barat
Melihat sosial budaya Kalimantan Barat, kita bagaikan melihat
mosaik yang berdenyut dinamis. Bayangkan saja, jika terdapat 164
bahasa daerah, 152 diantaranya bahasa adalah bahasa Subsuku
Dayak dan 12 sisanya bahasa Subsuku Melayu. Aneka ragam
bahasa ini dituturkan oleh sedikitnya 20 suku atau etnis, tiga di
antaranya suku asli dan 17 sisanya suku pendatang. Sejumlah adat
istiadat masih lestari di sana, terutama ketika berlangsung acara
melahirkan, peringatan tujuh bulan jabang bayi di kandungan,
kematian, menanam padi, panen, pengobatan, anisiasi, mangkok
merah. Dalam kaitan itu, nilai-nilai budaya seperti: Semangat Foto 98. Karnafal Budaya
gotong royong, religiuslitas, kejujuran, toleransi, keadilan sosial, Suku Dayak
perdamaian, kompetisi, kritis, dan ksatria masih tetap di pelihara di
tengah-tengah masyarakat.
Dalam mengembangkan sektor ekonominya, Kalimantan Barat cukup gigih berjuang. Beda
halnya di sektor kepariwisataan. Salah satu kelemahan turisme di provinsi ini adalah kurangnya saran
dan prasarana pariwisata. Tentu saja ini amat sangat disayangkan. Potensi ke arah lain, sesungguhnya
sangat besar, mengingat Kalimantan Barat bersebelahan persis dengan luar negeri. Karena turisme
kurang populer, maka penduduk setempat kurang aware dengan industri satu ini. Inilah kelemahan
kedua industri turisme di Kalimantan Barat. Kondisi ini, jauh berbeda dengan keadaan Yogyakarta
atau Bali, dimana penduduknya sadar betul bahwa mereka bisa mengais devisa yang sangat besar dari
dunia pariwisata. Ke depan, menjadi tugas pemerintah lokal mengeksplorasi potensi-potensi wisata di
provinsi ini, misalnya dengan mengembangkan sarana jalan dan tempat-tempat penginapan di sekitar
Danau Sentarum hingga danau ini bisa menjadi sekaliber Danau Toba di Sumatera Utara.
3. Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
a) alat-alat teknologi
b) sistem ekonomi
c) keluarga
d) kekuasaan politik
39
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
40
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
41
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
DAFTAR PUSTAKA
Atmadi, P. 1979. Beberapa patokan perencanaan bangunan candi. Yogyakarta: Universitas gajah Mada,
Disertasi, Fakultas Teknik, 1984. Apa yang Terjadi Pada Arsitektur Jawa. Yogyakarta: Lembaga
Javanologi. Dakung, S. 1981. Arsitektur tradisional daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek
Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan.
Eliade, M. 1959. The Sacred and the Profane.The nature of the religion. Diterjemahkan oleh
Willard R.Trask.A. New York: Harvest Book, Harcourt, Brace& World,Inc.
Hamzuri, ......., Rumah tradisional Jawa. Proyek Pengembangan Permusiuman DKI. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan kebudayaan.
Ismunandar, K.R. 1986. Joglo,Arsitektur rumah tradisional Jawa. Semarang: Dahara Prize. Lombard, D.
1999. Nusa Jawa: Silang budaya, warisan kerajaan-kerajaan konsentris.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Munitz, M.K. 1981. Space, Time and Creation: Philosophical aspects of scientific cosmology.
New York: Dover.
Priyotomo, J. 1984. Ideas and forms of Javanese Architecture. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Santosa, R.B. 2000. Omah, membaca makna rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Selosumarjan. 1962. Social changes in Yogyakarta. Ithaca: Cornell University Press.
Suseno, M.F. 1984. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, A.J. 1991. Rumah tinggal orang Jawa;Suatu kajian tentang dampak perubahan wujud arsitektur
terhadap tata nilai sosial budaya dalam rumah tinggal orang Jawa di Ponorogo. Jakarta:
Universitas Indonesia, Tesis.
Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),
Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture
of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
Fausch, D. (1997). Ugly and Ordinary: The Representation of the Everyday . Dalam Harris, S. dan
Berke, D. (Ed.), Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.), Architecture of the
Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Lefebvre, H. (1997). The Everyday and Everydayness. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.),
Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Catanese, A. J. & Snyder, J. C. (1991). Pengantar Arsitektur. Jakarta: Penerbit Erlangga
O’Gorman, J. F. (1997). ABC of Architecture. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
42
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
43
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
TENTANG PENULIS
45
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n
6. Peran Pemuda Dalam Memajukan Bangsa (Makalah Dialog), disampaikan dalam “Dialog
Pemuda Nasional Regional II Indonesia Bagian Tengah”, Gedung Negara Gubernur Yogyakarta,
Oktober, 2006.
7. Apa Peran Gereja di Tengah Pergolakan Umat Manusia di Tanah Papua (Makalah Diskusi),
disampaikan dalam “Saresehan LITP”, Pogung Rejo Yogyakart, September, 2010.
8. SAVING EARTH’S HAS INTEGRAL LIFE SYSTEM: Can Asian-African Visions Rescue
Biodiversity from the West-born Globalization? (Makalah Konferensi) disampaikan dalam
“Comemoration 55th. Asia-Afrika Conference”, Yogyakarta Indonesia, October, 25-27, 2010 -
Rabat Moroco 23-25 Nopember, 2010.
9. Indegenous People In Papua and Asia Religion: DIVERSITY IN GLOBALIZED SOCIETY.
(Makalah Konferensi) disampaikan dalam “The Role of Asia and Africa for a Sustainable
World 55 Years after Bandung Asian-African Conference 1955. Asia – Africa Summit,
Yogyakarta-Molucas Nopember, 2010.
10. Kajian Kritis Tentang Pasar Bebas dan Pengaruhnya terhaap Ketahanan Negara non
Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2009
11. Pendidikan Zaman Pendudukan Bangsa Asing di Papua. Kliping Pribadi, 2010.
12. Pranata Kehidupan Negara Berkembang. Kliping Pribadi, 2009.
13. Struktur Fungsional Dominasi Budaya Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2008.
14. Memaknai Arsitektur Nusantara Sebagai Kearifan Lokal Di Era Globalisasi. Kliping Pribadi,
2010.
15. Difusi Ajaran dan Pemikiran Kristen Dalam Konstelasi Kristen di Tehit, Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua. Kajian sejarah. Kliping Pribadi, 2007.
16. Evolusi Pemikiran Pembangunan. Kliping Pribadi, 2007.
17. Kajian Kritis Tafsiran Yesus Kristus – Isa Almaseh dari Alkitab dan Al-Quran. Kliping
Pribadi, 2009.
18. Refleksi Kehidupan Masyarakat Plural Moderen dan Majemuk Papua. Kliping Pribadi, 2010.
19. Sejarah-Sejarah Alkitab dan yang berkaitan dengan Kejadian dalam Alkitab. Kliping Pribadi,
2008.
20. Transisi Masyarakat Tradisional Indonesia. Kliping Pribadi, 2009.
21. Teori konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi. Kliping pribadi, 2007.
22. Arsitektur Tradisional dalam RENSTRA Pengembangan tata ruang kota berbasis kebudayaan
lokal. Kliping pribadi, 2008.
23. Usulan teori dalam berarsitektur; Rasionansi Arsitektur, dan Empirisme arsitektur.
Kliping Pribadi, 2011.
46
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito