You are on page 1of 13

Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

HETEROGENITAS DALAM ARSITEKTUR DAN KESEHARIAN


(J.F. Hamah Sagrim)

Diawali dengan hadirnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, arsitektur hadir mendampingi
perkembangan manusia dulu hingga sekarang. Dimulai dari masa dimana arsitektur hadir hanya
sebagai sebuah usaha pemenuhan kebutuhan fisik hingga ke masa dimana arsitektur dapat hadir dalam
berbagai hal. Termasuk didalamnya adalah fungsi yang hanya sekadar untuk memperindah saja. Di
tiap-tiap masa tersebut, arsitektur hadir dengan karakteristik dan nilai yang berbeda. Nilai-nilai dan
karakteristik tersebut selalu berkembang seiring dengan majunya pola pikir manusia.
Arsitektur pada awalnya merupakan sebuah bentuk solusi yang bersifat lokal terhadap suatu
masalah, terutama kebutuhan akan perlindungan dan naungan dari alam. Lokal disini berarti hanya
terikat pada masalah tersebut saja. Arsitektur semacam ini (arsitektur tradisional Jawa) merupakan
sebuah hasil usaha trial and error yang dilakukan oleh manusia primitif dalam menghadapi
permasalahan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Usaha yang dilakukan manusia ini merupakan sebuah
bentuk interaksi langsung dan mendetail antara manusia dengan masalah yang
dihadapainya.Penyelesaian yang lahir dari usaha trial and error membuat manusia menjadi mengenali
permasalahan tersebut secara mendalam dan mendetail. Hal ini dikarenakan solusi semacam ini
bersifat mendetail dari tiap aspek permasalahan tersebut, bukan secara makro, sehingga satu
permasalahan dapat memiliki banyak solusi yang kesemuanya harus diterapkan bersama-sama. Ketika
mencapai suatu masa dimana permasalahan tersebut sudah tidak dapat lagi diselesaikan dengan
rangkaian solusi tersebut, maka manusia akan kembali melakukan arsitektur trial and error untuk
menyelesaikannya. Proses ini akan terus-menerus berulang.
Arsitektur vernakular yang sifatnya sangat beragam dan unik di setiap kelompok komunitas juga
merupakan sebuah bentuk arsitektur yang lahir dari interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya
dan permasalahan yang dihadapinya. Berbagai macam prinsip yang terdapat dalam arsitektur
vernakular suatu daerah terbentuk dari persepsi manusia akan kepercayaan, budaya, cara hidup, gejala
alam yang mereka hadapi. Sekali lagi, arsitektur semacam ini menjadikan manusia memiliki
pemahaman yang mendasar dan mendetail terhadap suatu permasalahan.
Masa berikutnya, saat terjadi pergerakan seni dan segala nilai-nilai keindahan dan kesempurnaan,
karakteristik arsitektur kembali berubah. Manusia pada masa ini selalu memimpikan akan datangnya
kesempurnaan di masa yang akan datang. Pengharapan akan kondisi yang paling ideal untuk terjadi
dalam segala aspek kehidupan sangat besar. Segala macam utopia mendominasi pemikiran pada masa
ini. Segala imaji akan kesempurnaan yang merupakan kondisi paling ideal dari realita yang ada.
Arsitektur, sebagai salah satu komponen yang dapat mewujudkan hal itu, menjadi penuh dengan
segala macam utopia dari segi estetika. Nilai keindahan bentuk dikedepankan dan diutamakan dalam
perwujudannya. Kondisi ini menjauhkan kesadaran akan pentingnya fungsi utama dari hasil karya
arsitektur tersebut. Metode menyelesaikan suatu permasalahan dalam berarsitektur selalu dikaitkan
terhadap menghasilkan suatu keindahan bentuk yang pada akhirnya tidak melahirkan suatu keunikan
akibat faktor utopia yang mendominasi.
1
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Kemajuan pemikiran manusia dalam menghadapi sesuatu serta perkembangan teknologi turut
merubah arsitektur baik secara prinsipil maupun superficial. Perang Dunia II, penemuan mesin uap,
kemajuan industri, prinsip mass production, dan sebagainya turut menggeser perlakuan manusia
terhadap arsitektur. Arsitektur pada masa itu menjadi sebuah alat pemenuhan kebutuhan masal demi
pemulihan akibat dampak Perang Dunia II. Dengan prinsip mass production, karakteristik arsitektur
menjadi homogen dan seragam dan mengabaikan nilai keheterogenitasan manusia. Permasalahan
yang ditemui diselesaikan dengan solusi yang serupa sekalipun permasalahan tersebut adalah dua hal
yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
Kini berbagai macam karakter dan keheterogenitasan kembali muncul. Tiap individu dihargai dan
dinilai sebagai individu. Berbagai macam bentuk arsitektur yang dianggap terlalu arogan pada masa
sebelumnya, dengan karakter yang sangat homogen, dianalisa. Berbagai macam kebebasan dan
superioritas sebuah individu dapat diekspresikan dengan maksimal. Keinginan untuk menjadi bintang,
unik, dan monumental banyak dimiliki oleh individu. Pengulangan maupun pencampuran karakter
arsitektur pada masa lalu untuk diterapkan pada hasil karya arsitektur seorang indvidu dapat diterima
dengan baik. Tidak ada pengkategorian global yang benar-benar jelas dan nyata mengenai arsitektur
yang berlaku sekarang. Satu hal yang benar-benar merupakan kesamaan karakteristik secara global
atas arsitektur adalah adanya penghargaan atas kebebasan.

A. Keseharian dan Arsitektur


“It is for this reason we did not call the issue Architecture of the The Everyday –because that
would subsume that architecture can represent the The Everyday in a reified manner” (Wigglesworth
and Till, 1998: 9). Sarah Wigglesworth dan Jeremy Till menganggap bahwa arsitektur tidak dapat
menginterpretasikan the everyday dengan mudah dalam cara tertentu. Mereka mengkhawatirkan
sebuah tindakan pengejawantahan the everyday ke dalam hasil karya arsitektur menjadi sebuah objek
yang terfokus pada estetika. Berbeda dengan Deborah Berke, yang menganggap bahwa the everyday
dapat diejawantahkan ke dalam suatu hasil karya fisik, sekalipun architecture of the everyday tidak
dapat didefinisikan secara mutlak. “We may call the result an Architecture of The Everyday, though
an architecture of the everyday resist strict definition; any rigorous attempt at a concise delineation
will inevitably lead to contradictous” (Berke, 1997:222)
Beberapa poin yang cukup terkait dengan architecture of the everyday antara lain;
1. “An architecture of the everyday may be banal or common “(Berke, 1997:223). Di sini Berke
memberikan poin yang menyatakan karakter the everyday yang merupakan bentuk realitas
yang ada dalam keseharian, maka arsitektur ini tidak mencari keunikan dengan mencoba
menjadi luar biasa, yang mana seringkali berakhir menjadi tiruan daripada hasil yang luar
biasa sesungguhnya. Kemudian hasil arsitektur tersebut yang mungkin menjadi biasa tidak
mendikte orang untuk berpikir apa, melainkan memberikan kesempatan untuk orang
menghasilkan pemahaman mereka sendiri.
2. ”An architecture of the everyday may be crude” (Berke, 1997:223). Dalam sesuatu yang
masih mentah atau tidak diperhalus terdapat keaslian dan kesegaran. Hasil karya arsitektur
yang seperti ini jauh lebih mencerminkan keberagaman karakter yang ada.
3. ”An architecture of the everyday acknowledges domestic life” (Berke, 1997:224). Sebagai
bagian dari realita yang sangat akrab namun seringkali terabaikan, kehidupan domestic atau
kehidupan dalam suatu rumah tangga merupakan aspek yang termasuk dalam perhatian the
2
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

everyday. Kehidupan domestik merupakan sebuah bentuk elemen yang paling akrab dengan
keseharian.
Sebahagian besar arsitek terkecoh dengan kondisi yang ada. Banyak arsitek yang tidak mau atau
berhasil mengidentifikasikan the everyday life. Kebanyakan hanya mampu melihat lapisan teratas
atau imaji utopia yang dibentuk oleh sekelompok orang. Selain itu, sekarang kita hidup pada budaya
dimana pahlawan digantikan dengan selebritis, ketenaran selama lima belas menit dibayar dengan
kerja keras seumur hidup. Di era seperti ini banyak arsitek yang menghasilkan karya arsitektur dengan
memaksakan menghadirkan karakter sang arsitek ke dalamnya, sekalipun hal tersebut bertentangan
dengan kondisi realita. Semua berlomba-lomba untuk menghasilkan karya arsitektur yang
monumental dan unik sekaligus show off, meskipun sebenarnya hasil arsitektur tersebut tidak
memerlukan kondisi seperti itu.
Arsitektur vernakular yang memiliki karakteristik hasil daripada usaha trial and error manusia
dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan satu bentuk architecture of the everyday. Tindakan
trial and error manusia awam merupakan satu bentuk usaha menyelesaikan permasalahan dengan
mendetail dan tanpa mencoba untuk menjadikannya sebagai objek aestetik. Arsitek kebanyakan
melihat suatu permasalahan dari permukaan dan secara umum tanpa memperhatikan apa realita
sesungguhnya yang terjadi. Gaya, pola pikir, dan imaji tentang utopia menghalangi pandangan arsitek
kebanyakan sehingga hasil karya yang keluar hanyalah berupa objek estetika yang tidak berarti
banyak.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, the everyday terkait dengan kehidupan domestik
karena tingkat keakraban yang dimilikinya. Ruang domestik merupakan sebuah ruang dimana
pengalaman hidup berlangsung. Segala realita di dalam kehidupan domestik merupakan sebahagian
bentuk the everyday. Organisasi ruang domestik menentukan ritual yang terjadi di dalamnya.
Sekarang ini, di Jakarta terdapat pembangunan ruang domestik dalam jumlah yang relatif banyak.
Baik ruang domestik yang terletak di daerah pusat kota maupun di daerah marginal. Tidak sedikit dari
pembangunan ruang domestik tersebut yang menggunakan jasa seorang arsitek. Arsitek diminta untuk
memanipulasi ruang-ruang domestik tersebut, agar segala macam bentuk rutinitas dan ritual dapat
dijalankan sesuai dengan kebutuhan. Bagi arsitek yang memahami the everyday sebagai sebuah
konsep dapat menggunakannya untuk menjadikan ruang domestik tersebut berhasil menjadi sebuah
karya architecture of the everyday. Pemahaman tersebut merupakan sebuah bentuk hak bagi para
arsitek untuk memanipulasi dan merubah pola hidup orang lain untuk menjadi lebih baik. Tetapi
masih tidak sedikit pula para arsitek yang masih terkecoh oleh prinsip gaya berarsitektur yang ada.
Kondisi seperti ini merupakan sebuah kemunduran yang dapat menjadikan arsitektur kembali mundur
ke masa dimana kehomogenitasan dijunjung tinggi.

B. Arsitek, Konsep ‘Everyday’ dan Desain yang Abadi


Arsitek adalah sebuah profesi yang bergerak di bidang desain, yang merancang ruang untuk dihuni
oleh manusia seperti sebuah rumah atau bahkan yang skalanya lebih besar dari itu. Di sini kaitan
manusia dan ruang ataupun manusia dengan manusia dalam ruang menjadi sangat penting. Konsep
everyday penting untuk dipahami dalam menghasilkan sebuah karya arsitektur yang lebih humanis.
Manusia dilihat sebagai penghuni, dan banyak terdapat hal-hal yang berkaitan dengannya seperti
aspek sosial, budaya, religi, dan norma-norma yang berlaku di tempat tinggalnya. Selain itu, terdapat
pemahaman-pemahaman dan perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai
3
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

penghuni. Mungkin timbul pertanyaan mengapa hal ini menjadi sangat penting. Untuk itu kita perlu
mengingat kembali tentang peruntukan dari arsitektur, yaitu ditujukan kepada manusia.
Manusia dengan akal dan pikiran serta pengaruh lingkungan dapat bertindak sebagai juri dalam
keberhasilan seorang arsitek. Seorang arsitek dikatakan berhasil apabila karyanya dapat digunakan
dengan baik oleh penghuninya, serta nyaman secara mental dan fisik bagi mereka. Dalam mencari
sebuah kenyamanan seharusnya arsitek dapat membaca sebuah skenario yang berlaku pada suatu
tempat atau konsep dari tempat tersebut. Sehingga dalam berkarya arsitek tidak menghasilkan sesuatu
yang bersifat alien di tempat tersebut yang pada akhirnya berujung pada suatu kesia-siaan. Untuk itu
perlu kita pahami everyday sebagai sebuah skenario atau konsep yang umumnya ada pada semua
tempat dengan keunikan masing-masing didalamnya.
Henri Lefebvre menjelaskan pemahaman tentang everyday dalam literatur The Everyday and
Everydayness sebagai berikut, “...the everyday can therefore be defined as a set of functions which
connect and join together systems that might appear to be distinct thus define” (Lefebvre, 1997). Ini
berarti fungsi yang terhubung dan tergabung dalam menciptakan sebuah sistem menjadi penting untuk
dapat dibedakan dan pada akhirnya dapat didefinisikan untuk menjadi acuan dalam merancang.
”… the everyday is a product, the most general of product in an era where. Production engenders
consumption and where consumption is manipulated by producers: not by “workers,” but by manager
and owners of the means of production ( intellectual, instrumental, scientific). The everyday is
therefore the most universal and the most unique condition, the most social and the most individuated,
the most obvious and the best hidden. A condition stipulated for legibility of form, ordained by means
functions inscribed within structures, he everyday constitutes the platform upon which the
bureaucratic society of controlled consumerism is erected.” (Lefebvre, 1997)
Dengan demikian maka everyday adalah sebuah produk yang menimbulkan bentuk konsumsi yang
dimanipulasi. Everyday terkait pula dengan aspek intelektual yang berkaitan dengan perkembangan
pengetahuan dan pemahaman manusia. Sehingga everyday dapat menjadi kondisi yang sangat
universal maupun sebaliknya, yaitu kondisi yang sangat unik bagi kita yang bukan memproduksi
everyday tersebut.
“The everyday is therefore a concept .The everyday, established and consolidated, remain a sole
surviving common sense referent and point of reference “intellectual,” on the other hand, sees their
systems reference elsewhere: in language and discourse, or sometimes in a political party. The
proposition here is to decode the modern world, bloody riddle, according to the everyday” (Lefebvre,
1997)
Jelaslah bahwa bahwa everyday adalah sebuah konsep yang sangat berkaitan dengan intelektual,
bahasa dan percakapan. Masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana mempelajari arti dari sebuah
kode yang tidak dapat langsung dipahami secara kasat mata karena tidak dapat dijelaskan secara
langsung oleh logika. Karena terdapat kaitan yang erat antara perkembangan pengetahuan dan
pemahaman maka terjadi kebingungan atau jarak antara pihak yang menjalankan konsep everyday
dengan orang asing yang melihatnya. Bisa jadi kita sebagai arsitek adalah orang asing itu, sehingga
perlu memahami pengetahuan yang berlaku.
“The concept of everydayness does not therefore designate a system, but rather a denominator
common to existing systems including judicial, contractual, pedagogical, fiscal, and police systems”
(Lefebvre, 1997). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa konsep everydayness bertindak sebagai
bentuk pembagi yang umum bagi suatu sistem seperti hukum, pengetahuan dan keuangan yang
4
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

kemudian menyusun sistem secara keseluruhan. Alangkah baiknya jika kita dapat melihat pembagian
tersebut sehingga konsep everydayness dapat lebih jelas.
“… the concept of the everyday illuminates the past” (Lefebvre, 1997). Everyday life bersifat
‘sangat sekarang’, namun tak luput dari masa lalu .Yang ada sekarang adalah kelanjutan dari masa
lalu. Jika kita dapat mengetahui masa lalu maka akan sangat membantu dalam merunut ke masa
sekarang dan berguna dalam mengambil keputusan desain. “Everyday life has always existed, even if
in ways vastly different from our own”(Lefebvre, 1997). Dengan demikian mutlak perlu disadari untuk
tidak mengabaikan keberadaan dari everyday life.
“The character of the everyday that always been repetitive and veiled by obsession and fear… The
cyclical, which dominates in nature and the linear, which dominates in processes known as “
rational.” The everyday implies on the one hand cycles, nights and days, seasons and harvests,
activity and rest , hunger and satisfaction, desire and its fulfilment, life and death, and it implies on
the other hand the repetitive gestures work and consumption” (Lefebvre, 1997).
Dalam eksistensi everyday terdapat pengulangan yang terselubungi oleh obsesi dan ketakutan.
Umumnya disebut sebagai budaya atau sesuatu yang pada akhirnya membudaya. Kesulitan yang akan
dialami oleh arsitek adalah ketidakcocokan antara repetisi yang kita(arsitek) alami dan yang mereka
(klien yang bersangkutan) alami. Hal ini mengakibatkan perbedaan pada pemikiran rasional dengan
mereka yang pada akhirnya dapat berbuah pada kebingungan atau kecenderungan untuk mengabaikan.
Di sinilah kita perlu memiliki sebuah tindakan yang tepat untuk mengambil keputusan yang tidak
mengabaikan kepentingan penghuni.
Dalam literature Thoughts on The Everyday, Deborah Berke mengemukakan beberapa poin pada
arsitektur everyday yang dapat membawa kita pada sebuah kontradiksi. Arsitektur everyday mungkin
umum dan tanpa nama, biasa-biasa saja atau cukup biasa, tanpa sadar, kasar, dapat dirasakan, vulgar
(bertentangan dengan tanpa nama), mengakui kehidupan domestik (yang sifatnya personal sehingga
dapat menjadi kesulitan bagi seorang arsitek). Arsitektur everyday juga mengambil nilai–nilai dan
simbol yang bersifat kolektif. Program dan fungsi menjadi hal yang mutlak direspon oleh arsitektur
everyday.
Hal lain yang perlu dipahami adalah hal-hal dalam arsitektur everyday yang disebutkan oleh
Steven Harris. “Potential site for an architecture of the everyday begin with the body secretive and
intimate, it is marked by routine, the repetitive, and the cyclical; as the locus of desire, it is often
home to the transgressive the perverse, and the abject” (Harris, 1997). Maka everyday merupakan
sesuatu yang penting tapi tidak secara vulgar terungkap. Everyday berkaitan dengan raga dan
keintiman yang ditandai oleh perulangan dan perputaran serta menjadi tempat dari segala keinginan
yang saling bertentangan. Hal ini penting untuk kita ketahui dan pertimbangkan dalam pengambilan
keputusan.
Selain itu, Steven Harris juga membahas mengenai isu domesticity dan rutinitas yang dilakukan,
“…by documenting the private, ordinary realm of the everyday lives of purportedly extra-ordinary
people- homosexuals…” Isu mengenai rutinitas domestik perlu kita ketahui sebagai bagian dari
pemahaman konsep everyday, yang sudah menjadi hal yang umum pada konteks tertentu tapi
mungkin tidak wajar bagi kita.
Contoh kasus dari isu ini dapat dilihat terjadi di daerah Kelapa Dua, Depok. Kehidupan penghuni
domestiknya taat beragama dan cenderung fanatik Islam, sehingga tak ada tempat kesenian wayang
ataupun teater yang menggabungkan wanita dan laki-laki, karena dianggap haram. Jika ada seorang
5
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

arsitek yang tiba-tiba membangun sesuatu yang bertentangan dengan pemahaman di tempat tersebut,
tentunya tidak akan mendapat respon baik dan cenderung menimbulkan tindakan anarkis. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa rutinitas domestik juga berkaitan dengan pemahaman orang- orang yang
menghuni tempat tersebut. Hal ini menjadi sangat penting untuk kita soroti.
Dalam memancing pemahaman masyarakat di suatu daerah dapat dilakukan pendekatan seperti
dalam pameran tentang Ugly and Ordinary. Deborah Fausch menjelaskan dalam esainya mengenai
pameran tersebut “…traces the debate among often contradictory uses of the term everyday and its
relationship to ideas of vernacular, populist, and nominally democratic architecture” (Fausch, 1997).
Pameran bertopik Ugly and Ordinary tersebut sangat membantu dalam mengetahui ataupun
mensosialisasikan pemahaman manusia tentang sesuatu. Dari situlah kita dapat mengukur pemahaman
yang ada, mempertimbangkan dan mengambil keputusan.
Keputusan menjadi batas dari semua yang ada. Untuk itu kita sebagai seorang arsitek harus
mampu membaca, memprediksi kemudian membuat keputusan yang berakhir pada tindakan sebuah
desain. Desain yang baik selalu mengacu pada kehidupan manusia yang hendak diwadahi. Seperti
menurut Berke, ”What should architect do instead? A simple and direct responses acknowledge the
needs of the many rather than few address diversity of class, race, culture, and gender; without
allegiance to a priori architectural styles or formulas, and with concern for program and
construction…” (Berke, 1997).
Dalam uraian Berke, tindakan yang baik bersifat sederhana, langsung dan menyoroti pada
kebutuhan sehingga program dan konstruksi menjadi terfokus. Menurut saya, selain itu juga tidak
melupakan bekal-bekal pengetahuan sosial, budaya dan aspek manusia lainnya yang dapat menjadi
pertimbangan. Tindakan yang tepat untuk diambil adalah menggunakan metode partisipasi, menjadi
cara yang baik dalam menghasilkan sebuah karya yang dekat dengan penghuni dan lebih humanis.
Konsep everyday yang ada di Indonesia diantaranya
adalah; Jogja Window, Alun-Alun Jogjakarta, alun-alun
Bandung, Taman Hiburan Rakyat di Surabaya, Taman Mini
Indonesia Indah di Jakarta, Taman Hiburan Rakyat di
Kabupaten Sorong Papua, Taman Imbi di Jayapura Papua
dan THR di Kabupaten/Kota lain di Indoensia ini. Dalam
pengamatan konsep every day kami, bahwa kota-kota di
Indonesia yang memiliki alun-alun dan Taman Hiburan
Rakyat (THR) adalah kota yang hidup, kota yang selalu
senyum, kota yang selalu ceriah, masyarakatnya semakin Foto 100. Alun-Alun Yogyakarta.
mencintai kota tersebut, penduduk semakin betah tinggal – Sumber data Peneliti 2011
disana, dan juga bisa saja penduduk yang berada di kota-kota
tersebut sangat jarang depresi.
Contoh yang ada di Negara lain adalah seperi sebuah karya dari arsitek Diebedo Francis Kere,
yaitu Gando Primary School yang berlokasi di Gando Village, Burkina Faso. Sang arsitek memiliki
misi terhadap pendidikan. Dia merupakan orang asli Gando, dan satu-satunya orang yang bersekolah
ke keluar, dan melihat bahwa pendidikan di daerah asalnya kurang baik. Arsitek tersebut ingin agar
anak-anak di daerah tersebut memiliki pendidikan yang lebih baik darinya. Dalam proses
perancangan, arsitek tersebut menggunakan sistem partisipasi yang melibatkan penduduk di berbagai
aspek pembangunan hingga menggunakan material dari pengrajin lokal.
6
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Foto : 101. Gando Primary School. Sumber www.cityday.com- dikomposisikan oleh


penelti 2011
Diabedo Francis Kere Sempat terjadi perbedaan pendapat karena kalangan European
menyarankan agar masyarakat Afrika tetap hidup dalam skala kecil dengan menggunakan gubuk dari
tanah liat yang gelap, tapi penghuni merasa tidak terima dan memperlakukan tanah liat masih dengan
keterbelakangan pengetahuan mereka. Hujan kemudian membuktikan kekuatan batu bata dari desain
sang arsitek yang menggunakan pengetahuannya tahan terhadap cuaca. Akhirnya, penduduk yang
semula kecewa dengan desainnya pada akhirnya menghargai. Sehingga desain yang awalnya
diperuntukan untuk 120 anak, sekarang mewadahi 350 murid dengan 150 orang lagi dalam waiting
list. Penghuni yang dulunya hidup berpindah-pindah dan menjauhkan diri dari pendidikan formal,
akhirnya memasukan anaknya ke sekolah ini.

Foto : 102. Gando Primary School. Sumber www. Cityday.com. dikomposisikan oleh
peneliti 2011
Diabedo Francis Kere Sang arsitek memiliki pemahaman everyday dan misi untuk memenuhi
kebutuhan yang belum ada di daerah tersebut. Dengan pendekatan partisipasi, pemahaman penghuni
menjadi bertambah. Terlihat dari adanya perubahan pada keluarga nomaden yang sebelumnya tidak
peduli dengan kehidupan pendidikan formal namun sekarang memasukkan anaknya ke sekolah
tersebut sehingga misi arsitek tercapai. Cara partisipasi ini efektif dalam mendapatkan pengetahuan
everyday di suatu tempat sehingga misi arsitek dapat tercapai. Tentunya pendekatan harus dilakukan
dengan baik. Tatkala muncul perbedaan ataupun keinginan penghuni yang seringkali terasa

7
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

berlebihan, sebenarnya itu adalah salah satu wujud dari konsep everyday yang sangat personal.
Alangkah baiknya apabila hal ini ditanggapi dengan bijaksana.

Foto : 103. Play – Pump, Trevor Field. Sumber, www.cityday.com. Dikomposisikan oleh peneliti
2011

Salah satu contoh lain adalah sebuah penyelesaian yang pintar dalam melibatkan body dan
intimate pada desain Play-Pump di Afrika Selatan oleh Trevor Field. Desainnya mampu membaca
potensi site yang ada. Anak-anak sebagai body dengan permainan
yang bersifat akrab atau intimate, membuat desain ini sangat dekat dengan mereka.
Sambil bermain merry go round air terpompa ke menara air.
Dari uraian dan beberapa contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan arsitek dalam
memahami konsep everyday dan melakukan tindakan dengan mengacu pada hal tersebut akan
menghasilkan sebuah desain yang abadi.

8
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

DAFTAR PUSTAKA

Atmadi, P. 1979. Beberapa patokan perencanaan bangunan candi. Yogyakarta: Universitas gajah Mada,
Disertasi, Fakultas Teknik, 1984. Apa yang Terjadi Pada Arsitektur Jawa. Yogyakarta: Lembaga
Javanologi. Dakung, S. 1981. Arsitektur tradisional daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek
Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta: Departemen Pendidikan danKebudayaan.
Eliade, M. 1959. The Sacred and the Profane.The nature of the religion. Diterjemahkan oleh
Willard R.Trask.A. New York: Harvest Book, Harcourt, Brace& World,Inc.
Hamzuri, ......., Rumah tradisional Jawa. Proyek Pengembangan Permusiuman DKI. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan kebudayaan.
Ismunandar, K.R. 1986. Joglo,Arsitektur rumah tradisional Jawa. Semarang: Dahara Prize. Lombard, D.
1999. Nusa Jawa: Silang budaya, warisan kerajaan-kerajaan konsentris.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Munitz, M.K. 1981. Space, Time and Creation: Philosophical aspects of scientific cosmology.
New York: Dover.
Priyotomo, J. 1984. Ideas and forms of Javanese Architecture. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Santosa, R.B. 2000. Omah, membaca makna rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Selosumarjan. 1962. Social changes in Yogyakarta. Ithaca: Cornell University Press.
Suseno, M.F. 1984. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Setiawan, A.J. 1991. Rumah tinggal orang Jawa;Suatu kajian tentang dampak perubahan wujud arsitektur
terhadap tata nilai sosial budaya dalam rumah tinggal orang Jawa di Ponorogo. Jakarta:
Universitas Indonesia, Tesis.
Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),
Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture
of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
Fausch, D. (1997). Ugly and Ordinary: The Representation of the Everyday . Dalam Harris, S. dan
Berke, D. (Ed.), Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.), Architecture of the
Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Lefebvre, H. (1997). The Everyday and Everydayness. Dalam Harris, S. dan Berke, D. (Ed.),
Architecture of the Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Catanese, A. J. & Snyder, J. C. (1991). Pengantar Arsitektur. Jakarta: Penerbit Erlangga
O’Gorman, J. F. (1997). ABC of Architecture. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
9
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

Rasmussen, S. E. (1964). Experiencing Architecture. Cambridge: The MIT Press.


Shepheard, P. (1999). What is Architecture? Cambridge: The MIT Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
Berke, D. (1997). Thoughts on The Everyday. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.),
Architecture of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Harris, S. (1997). Everyday Architecture. Dalam Steven Harris dan Deborah Berke (Ed.), Architecture
of The Everyday. New York: Princeton Architectural Press.
Wigglesworth, S. & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. Architectural Design.
http://juanfranklinsagrim.blogspot.com
http://www. Hamah.socialgo.com
Google terjemahan bebas, tentang kebudayaa, arsitektur, kota.

10
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

TENTANG PENULIS

Juan Frank Hamah Sagrim, Lahir di lembah perbukitan Hamah Yasib,


Kampung Sauf, Distrik Ayamaru, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, pada
06 April 1982. Ayah Nixon Sagrim (alm) dan Ibu Marlina Sagrim/Sesa.
Orang tua bekerja sebagai Penginjil di lingkungan Klasis GKI Maybrat,
dan tenaga Medic Klasis GKI Maybrat. Hamah adalah anak Kedua dari
empat Bersaudara, (Jeremias, Daud Itas, dan Desi Sah Bolara).
Pendidikan: SD Bethel Sauf, SLTP N1 Ayamaru, SMA YPK 1
Ebenhaezer Sorong. Melanjutkan Kuliah di Institut Teknologi Adhi Tama
Surabaya “ITATS” Jurusan Teknik Arsitektur, pindah dan
Melanjutkannya di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, 2006, pada
Jurusan yang sama. Aktivitas Ekstra: Menjadi Tutor Pelatihan Mengetik
10 jari bersama Missionaris Jerman Tn. Hesse dkk. Di wilayah Maybrat,
Imian, Sawiat, Tehit, thn.2000. Sekretaris Ikatan Mahasiswa Papua se-
Jawa timur Surabaya, 2004, Menjabat Ketua Ikatan Mahasiswa Papua se-
Jawa Timur 2005. Anggota Ikatan Arsitektur Asia Pacific 2003. Anggota Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) 2004. Team Perumusan Metode Belajar Mengajar Nusantara bersama
Dirjen Pendidikan Tinggi RI 2006. Menjabat Koordinator Mahasiwa Arsitektur Asia Pacific Rayon II
Indonesia Bagian Tengah DIY 2006-2008. Anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
2008. Menjabat Ketua Asrama Mahasiswa Papua 2008. Menjabat Direktur Program Lembaga Study
Papua (LSP) 2007-2008. Anggota Luar Biasa University Harytake program UNESCO 2007-2008.
Menjabat Sekretaris Umum Lembaga Intelektual Tanah Papua 2009-sekarang. Peneliti Tamu bidang
lintas Budaya (researcher of cross culture) pada Yayasan Pondok Rakyat (YPR) DIY 2008-2009.
Civitas Yayasan STUBE-hemat Yogyakarta 2007-sekarang. Tenaga Pengarah kerja pada
perkumpulan seniman rantau di Yogyakarta 2009-sekarang. Agen Informan GRIC dan Pax Roman
2008-2010. Anggota International Working Group (IWG) for Asia Africa to Globalization 2009-
sekarang. Staf Ahli pada Team Peneliti dan Pemerhati Arsitektur Tradisional Nusantara UWMY,
2010. Peneliti Lepas dan Penulis. Ketika Menulis Buku ini, masih aktif Sebagai Mahasiswa
Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Berkeinginan besar sebagai Peneliti dan Ilmuwan Muda.

Beberapa Karya Tulis adalah:

• Makalah Ilmiah “ Kajian Tentang Keterkaitan Seni Budaya


Etnic Negro Melanesoid Papua Dan Negroid Afrika”, 2009.
“Karya ini merupaka karya yang luarbiasa baginya daripada karya yang lain”

Karya yang sudah diterbitkan adalah:


11
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

HISTORY OF GOD IN TRIBALS RELIGION


KISAH TUHAN DALAM AGAMA SUKU
RAHASIA THEOLOGIA TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT PAPUA
Wiyon-wofle
DIPARALELKAN DENGAN ALKITAB

Beberapa karya Tulis yang belum diterbitkan adalah:


1. Arsitektur Tradisional suku Maybrat Imian Sawiat Papua “Halit-Mbol Chalit” dalam
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Dengan Usulan Konsep Desain dari Bentuk Tradisional
ke Bentuk Moderen. “sebagai suatu kajian ethno arsitektur”.
2. Sistem Kepemimpinan dan sistem Politik tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat “Ra Bobot-Na
Bobot-Big Man” dan Pengaruh Wanita Maybrat, Imian, Sawiat, Terhadap Lingkungannya .
3. Menyelamatkan Hutan Adat Papua Sebagai Suplai Oksigen Terbesar Dunia, dengan usulan
konsep dan rekomendasi agar dalam pernyataan Protokol Kyoto mencanangkan pola penanganan
tata laksana lingkungan hidup untuk mengatasi Global warming dengan sistem communal.
4. Mengapa Orang Papua Diprediksikan akan Punah Pada tahun 2030?
5. Tata Bahasa Maybrat. Disusun Dalam Bahasa Indonesia – Inggris –Maybrat.
6. Penuntun Untuk Berpikir Bijaksana “The Bigest Thingking”.
7. Bamboo in the socio cultural living society of Java - Kegunaan Bambu dalam kehidupan sosial
budaya masyarakat Jawa
8. Teori Arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat
9. Pengaruh Arsitektur Terhadap Fenomena Lingkungan Alam
10. Pendidikan Tradisional Wanita Maybrat, Imian, Sawiat - “Finya mgiar”.

Kini sedang mempersiapkan penyusunan buku barunya, yaitu:


1. ENCYCLOPEDIA ADAT ISTIADAT BUDAYA MAYBRAT
2. KAMUS BAHASA MAYBRAT

Makalah-makalah kajian lain adalah:


1. Menguak Imunity Rasial Diskriminasi Terhadap Orang Papua (Makalah Konferensi Asia-
Afrika) disampaikan pada “International Conference of 55 th. Asia – Africa Sustainabelity”,
Thaksin University-Mindanao, Moro, Philipines; March, 2009; UI Depok Jakarta, Oktober, 2009.
2. Benturan budaya lokal negara non kapitalisme dengan budaya global negara kapitalisme
(Makalah Simposium) – disampaikan pada “Simposium nasional”. Kebudayaan dan
keeksistensian local wosdom sebagai tatanan bangsa, UGM, Yogyakarta, Juni, 2008.
3. Pandangan Kontemporer Papua tentang keindonesiaan (Makalah Dialog) - disampaikan pada
“Dialog Nasional, Ketahanan Negara”, UC UGM, Yogyakarta, July, 2010.
4. Usaha Melepaskan Papua Dari Cengkeraman Asing (Makalah Seminar Nasional)- disampaikan
pada “ National Seminary”, UPI Bandung, September, 2009.
5. Penyusunan Metode Belajar Mengajar Nusantara Bersama DIKTI, (Makalah Pembelajaran,
Student Equity), Quality Hotel Yogyakarta April, 2006.

12
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito
Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perkembangan Sosial Budaya Moderen n

6. Peran Pemuda Dalam Memajukan Bangsa (Makalah Dialog), disampaikan dalam “Dialog
Pemuda Nasional Regional II Indonesia Bagian Tengah”, Gedung Negara Gubernur Yogyakarta,
Oktober, 2006.
7. Apa Peran Gereja di Tengah Pergolakan Umat Manusia di Tanah Papua (Makalah Diskusi),
disampaikan dalam “Saresehan LITP”, Pogung Rejo Yogyakart, September, 2010.
8. SAVING EARTH’S HAS INTEGRAL LIFE SYSTEM: Can Asian-African Visions Rescue
Biodiversity from the West-born Globalization? (Makalah Konferensi) disampaikan dalam
“Comemoration 55th. Asia-Afrika Conference”, Yogyakarta Indonesia, October, 25-27, 2010 -
Rabat Moroco 23-25 Nopember, 2010.
9. Indegenous People In Papua and Asia Religion: DIVERSITY IN GLOBALIZED SOCIETY.
(Makalah Konferensi) disampaikan dalam “The Role of Asia and Africa for a Sustainable
World 55 Years after Bandung Asian-African Conference 1955. Asia – Africa Summit,
Yogyakarta-Molucas Nopember, 2010.
10. Kajian Kritis Tentang Pasar Bebas dan Pengaruhnya terhaap Ketahanan Negara non
Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2009
11. Pendidikan Zaman Pendudukan Bangsa Asing di Papua. Kliping Pribadi, 2010.
12. Pranata Kehidupan Negara Berkembang. Kliping Pribadi, 2009.
13. Struktur Fungsional Dominasi Budaya Kapitalisme. Kliping Pribadi, 2008.
14. Memaknai Arsitektur Nusantara Sebagai Kearifan Lokal Di Era Globalisasi. Kliping Pribadi,
2010.
15. Difusi Ajaran dan Pemikiran Kristen Dalam Konstelasi Kristen di Tehit, Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua. Kajian sejarah. Kliping Pribadi, 2007.
16. Evolusi Pemikiran Pembangunan. Kliping Pribadi, 2007.
17. Kajian Kritis Tafsiran Yesus Kristus – Isa Almaseh dari Alkitab dan Al-Quran. Kliping
Pribadi, 2009.
18. Refleksi Kehidupan Masyarakat Plural Moderen dan Majemuk Papua. Kliping Pribadi, 2010.
19. Sejarah-Sejarah Alkitab dan yang berkaitan dengan Kejadian dalam Alkitab. Kliping Pribadi,
2008.
20. Transisi Masyarakat Tradisional Indonesia. Kliping Pribadi, 2009.
21. Teori konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi. Kliping pribadi, 2007.
22. Arsitektur Tradisional dalam RENSTRA Pengembangan tata ruang kota berbasis kebudayaan
lokal. Kliping pribadi, 2008.
23. Usulan teori dalam berarsitektur; Rasionansi Arsitektur, dan Empirisme arsitektur.
Kliping Pribadi, 2011.

13
J.F.Hamah Sagrim & Mei Edi Mujito

You might also like