You are on page 1of 19

c 


 c
    c

 
   


?   
Air bersih merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital dalam menunjang
sebagian besar aktivitas manusia. Tanpa air bersih, tidak akan ada kehidupan
dimuka bumi ini karena dalam tubuh manusia itu sendiri terdiri atas 65% air.
Selain untuk kebutuhan sehari-hari, air bersih juga diperlukan untuk irigasi,
tempat wisata, industri dan lain sebagainya.
Di daerah pegunungan dan pedesaan, air minum dapat diperoleh dari
sumber air atau air tanah yang dapat langsung digunakan sebagai air minum tanpa
perlu pengolahan terlebih dahulu. Akan tetapi didaerah perkotaan, dimana air
tanah telah tercemar dan ketersediaannya terbatas maka diperlukan tambahan
sumber air sebagai air baku. Dan sebagai alternatif lain, digunakan air permukaan
berupa air sungai sebagai sumber air yang baru. Namun disadari bahwa kondisi air
dari sungai mengalami penurunan kualitas yang cukup besar, apalagi di daerah
hilir. Air sungai yang mengalir di hilir menerima beban buangan domestik dari
penduduk di sepanjang sungai serta beban dari effluen industri yang tersebar
dipinggir sungai. Beban buangan tersebut dapat melebihi kapasitas alami sungai
untuk melakukan self purification, akibatnya sungai tercemar dan kualitasnya
turun. Oleh sebab itu air baku tersebut memerlukan suatu pengolahan yang
memadai agar dapat memenuhi standar kualitas air minum.
Dewasa ini, kebutuhan air bersih meningkat tajam seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat. Semakin tinggi jumlah
penduduk, maka semakin tinggi pula kebutuhan air bersih.
Besarnya kebutuhan air bersih mendasari perencanaan instalasi
pengolahan air minum. Selain itu, faktor yang mendasari adalah sumber air baku
untuk air bersih. Pada dasarnya, di alam tidak terdapat sumber air yang benar±
benar murni dalam artian sesuai dengan syarat kesehatan. Sehingga diperlukan
pengolahan agar air tersebut layak untuk dikonsumsi.
Pengolahan air minum memerlukan tempat untuk berlangsungnya proses
pengolahan yaitu bangunan pengolahan air minum. Bangunan ini harus

¬  
     

c  
 c
    c

direncanakan dengan baik agar didapatkan hasil pengolahan yang diinginkan.


Perencanaan unit pengolahan air minum ini meliputi intake, koagulasi ± flokulasi,
sedimentasi, filtrasi, desinfeksi, reservoir.

?    
Adapun batasan masalah dari penulisan makalah ini yakni, proses
koagulasi-fokulasi, penentuan dimensi unit instalasi pengolahan air.


?  
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memahami lebih dalam
mengenai proses kimia pada unit produksi dalam sistem penyediaan air minum,
yaitu koagulasi dan flokulasi. Selain itu juga untuk mengetahui seberapa efektif
koagulasi dan flokulasi pada unit produksi dan mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi.

?   
Dalam pembuatan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode
kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literatur-literatur dan
jurnal penelitian yang bersangkutan dengan proses Koagulasi Flokulasi. Selain itu
pengumpulan data juga di dapat dari pencarian informasi-informasi dari internet.













[  
     

c  
 c
    c

 
    

ntuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi
merupakan proses yang terjadi secara berurutan untuk mentidakstabilkan partikel
tersuspensi, menyebabkan tumbukan partikel dan tumbuh menjadi flok. 
Tahap awal dimulai dengan proses koagulasi, koagulasi melibatkan
netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit. Dalam hal ini
bahan yang ditambahkan biasanya disebut sebagai koagulan atau dengan jalan
mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat/kumpulan partikel yang dapat
dipisahkan. Hal ini dapat terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang
ditambahkan cukup untuk mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua
partikel. Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan menyebabkan
terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok, dimana
mikroflok ini tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat untuk
mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan
partikel sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus.
Biasanya proses koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit.
Tahap selanjutnya dari proses koagulasi adalah proses flokulasi. Flokulasi
disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut
sebagai flokulan (Rath & Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada saat
proses koagulasi sebagai akibat penetralan muatan, akan saling bertumbukan
dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut akan menyebabkan
mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar. Pertumbuhan ukuran
flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau polimer dengan bobot
molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat
flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan
  pengendapan flok. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar
antara 15-20 menit hingga 1 jam.
Flokulan dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu flokulan organik
dan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik, garam-garam dari berbagai

‰  
     

c  
 c
    c

logam seperti aluminium telah banyak digunakan . Flokulan organik dapat dibagi
lagi ke dalam dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Flokulan organik sintetik pada
umumnya merupakan polimer linear yang larut air seperti polyacrylamide,
poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium chloride) (DADMAC),
poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Sejak pengenalan flokulan polimer
sintetik pada tahun 1950, sekarang ini telah banyak dikembangkan flokulan-
flokulan sintetik lainnya secara komersil. Pencarian flokulan yang lebih baik terus
berlanjut dan digunakan untuk aplikasi yang lebih spesifik dalam industri.
Flokulan organik alami seperti pati, selulosa, alginic acid, guar gum adalah
polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai flokulan. Polimer alam
terutama polisakarida bersifat J   J, murah,    J, dan mudah
diperoleh karena diperoleh dari bahan alam yang dapat diperbaharui. Sifat
J   J pada polimer alami menjadi kelebihan sekaligus kekurangannya,
yaitu dapat mengurangi umur penyimpanan sehingga menurunkan efisiensi karena
menurunnya berat molekul (Singh, dkk, 2000).   merupakan salah satu
polisakarida yang banyak dihasilkan di Indonesia. Terapan di luar industri pangan
dari material ini adalah untuk penjernih air yang dapat diterapkan untuk
pengolahan air dan air limbah.


  
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan
cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi,
koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan
terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi
bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid
terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble)
dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila
koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain:
* Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di
mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel
yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;

À  
     

c  
 c
    c

* Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup


reaktif pada koloid;
* Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang
mengendap.
ntuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid
yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis
koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. ntuk
mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat
terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge
sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum
dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain:
1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan
kesadahan;
2. Jumlah dan karakteristik koloid;
3. Derajat keasaman air (pH);
4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;
5. Temperatur air;
6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur;
7. Karakteristik ion-ion dalam air.
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah
alumunium sulfat [Al2 (SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih
murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk
pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar
proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan
> 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G).
ntuk mencapai derajat pengadukan yang memadai, berbagai cara
pengadukan dapat dilakukan, diantaranya:
1.? Pengadukan Mekanis
Dapat dilakukan menggunakan turbine impeller, propeller, atau
paddle impeller.

º  
     

c  
 c
    c

2.? Pengadukan Pneumatis


Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor
pada bagian bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan
pengaturan flow rate udara yang diinjeksikan.
3.? Pengadukan hidrolis
Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan
aliran dalam saluran. Nilai gradien kecepatan dihitung berdasarkan
persamaan sebelumnya. Sementara besar headloss masing-masing tipe
pengadukan hidrolis berbeda-beda tergantung pada sistem hidrolis yang
dipakai. ntuk pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang
digunakan sangat mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss
ditentukan menurut tipe pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air,
aliran dalam pipa, atau aliran dalam saluran (baffle).
a.? Terjunan hidrolis
Metode pengadukan terjunan air merupakan metode
pengadukan hidrolis yang simple dalam operasional. Besar headloss
selama pengadukan dipengaruhi oleh tinggi jarak terjunan yang
dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang bergerak dan
semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis.
b.? Aliran dalam pipa
Salah satu metoda pengadukan cepat yang paling ekonomis
dan simple adalah pengadukan melalui aliran dalam pipa. Metoda ini
sangat banyak digunakan pada instalasi-instalasi berukuran kecil
dengan tujuan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan alat.
Efektivitas pengadukan dipengaruhi oleh debit, jenis dan diameter
pipa, dan panjang pipa pengaduk yang digunakan.
c.? Aliran dalam saluran (baffle)
Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang
paling umum digunakan yaitu pola aliran mendatar (round end baffle
channel) dan pola aliran vertikal (over and under baffle).

©  
     

c  
 c
    c

Ê J 
        
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid
padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga
akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Pengadukan cepat  
  merupakan bagian integral dari proses Koagulasi. Tujuan pengadukan
cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia
melalui air yang diolah.
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan
koagulan logam seperti alum dan   karena proses hidrolisnya terjadi
dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang
dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer     zat
kimia alkali,  dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak
mengalami reaksi hidrolisis.
Jenis koagulan yang sering dipakai adalah :
a.?      
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang
umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang
ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan
alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 ĺ 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O

ü  
     

c  
 c
    c

Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 ĺ 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan
natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.
b.? „ „
„   membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
agar menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya
ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+
diendapkan sebagai Fe(OH)3.
Reaksinya adalah:
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 ĺ 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu,
 digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 ĺ Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.
c.? „   „  
Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam
membentuk   dengan reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 ĺ 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 ĺ 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk
membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 ĺ 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

’  
     

c  
 c
    c

Operasional dan Pemeliharaan bak koagulasi seperti:


* Pemeriksaan kualitas air baku di laboratorium instalasi sangat diperlukan
untuk menentukan dosis koagulan yang tepat, pemeriksaan yang perlu
dilakukan diantaranya mengukur kekeruhan air (turbidity) dan derajat
keasaman (pH) air baku. Dosis koagulan ditentukan berdasarkan
percobaan jar-test, sedangkan pH air baku ditentukan dengan komparator
pH;
* Pengontrolan debit koagulan yang masuk ke splitter box dilakukan setiap
jam oleh operator instalasi;
* Pemeriksaan clogging pada saluran/pipa feeding dan pompa pembubuh
larutan koagulan dilakukan setiap harinya oleh operator instalasi, dan
pemeriksaan clogging pada orifice diffuser.

   
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat
proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta
melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama
makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor
penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya
geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien
terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak
akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. ntuk
itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik
hingga 30/detik. ntuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap
maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen
pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses
penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok.
Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan
metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi,
perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi
nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi.

å  
     

c  
 c
    c

Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses
koagulasi yaitu:
? Meningkatkan penyisihan  (SS) dan BOD dari pengolahan
fisik.
? Memperlancar proses    air limbah, khususnya limbah industri.
? Meningkatkan kinerja     dan proses lumpur aktif.
? Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan  dalam
filtrasi.

Ê J 

„   
  
Operasional dan Pemeliharaan bak flokulasi seperti:
* Penyisihan schum yang mengapung pada bak flokulasi dilakukan setiap
hari secara manual menggunakan alat sederhana (jala), biasanya dilakukan
pada pagi hari;
* Pengontrolan ukuran flok yang terbentuk melalui pengamatan visual;
* Pemeriksaan kemungkinan tumbuhnya algae pada dinding tangki dan
baffle;
* Pengontrolan kecepatan mixer jika pengadukan dilakukan menggunakan
mechanical mixer. Pengoperasian mixer membutuhkan perawatan yang
lebih besar dari penggunaan flokulator baffle.

¬        
             

c  
 c
    c











Ê J 
„       

              
 
 
 !"#$%&$#'
Dimensi unit koagulasi (pengaduk cepat) dapat ditentukan dengan rumus:
 ? Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

dengan pengertian:
Q adalah Kapasitas pengolahan (m3/detik)
D adalah diameter pinstalasi pengolahan air (m)

¬¬        
             

c  
 c
    c

G adalah kecepatan aliran (m/det)


hf adalah kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan
perlengkapannya (m kolom air)
g adalah gravitasi (9,81 m/detik)
f adalah koefisien kehilangan melalui pinstalasi pengolahan air (0,02 - 0,26)
k adalah koefisien kehilangan melalui perlengkapan pinstalasi pengolahan
air (0,7 -1)
ȝ adalah viskositas kinematik air (m2/detik)
C adalah kapasitas bak (m3)
Cn adalah koefisien kekasaran pinstalasi pengolahan air
S adalah kemiringan hidrolis (m/m)
R adalah jari-jari hidrolis (m)
ȡ adalah masa jenis air (g/cm3)

J ? Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

dengan pengertian:
P adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)
n adalah putaran (rpm)
gc adalah faktor konversi Newton
D adalah diamater impeller (cm)
K adalah konstanta experimen (1.0 ± 5.0)
ȡ adalah masa jenis air (g/cm3)








¬[        
             

c  
 c
    c

  (  !"#$% )*'


Dimensi unit flokulasi (pengaduk lambat) dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:
 ? Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

dengan pengertian:
Q adalah kapasitas pengolahan (m3/detik)
p adalah panjang bak(m)
l adalah lebar bak (m)
d adalah tinggi (m)
td adalah waktu tinggal (detik)
G adalah gradien, G (detik-1)
hf adalah kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan
perlengkapannya (m kolom air)
ȝ adalah viskositas kinematik air (m/detik)
g adalah gravitasi (9,81 m/detik2)

J ? Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

dengan pengertian:
P adalah tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)
n adalah putaran (rpm)
gc adalah faktor konversi Newton
D adalah diamater impeller (cm)
K adalah konstanta experimen (1.0 ± 5.0)
ȡ adalah masa jenis air (g/cm3)

¬‰        
             

c  
 c
    c

    +  


Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan
mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari
koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan
kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini
dapat dilakukan dengan cara pengadukan, dan disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan
seperti PAC. Di dalam air PAC akan terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang
akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-menolak antar
partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti
pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan
dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang
berukuran lebih besar.
Menurut Von Smoluchowski (Fair, et al, 1968), kecepatan penggabungan
dua partikel dengan diameter berbeda akan sebanding dengan konsentrasi partikel,
gradien kecepatan dan jumlah jari-jari dari partikel yang bergabung.


Dalam persamaan diatas, Jkl adalah banyaknya tumbukan (volume per
waktu), nk dan nl adalah banyaknya partikel k dan l, dk dan dl adalah diameter
partikel k dan l, serta dv/dz adalah gradien geseran yang dapat diganti dengan G
(gradien kecepatan).
Koagulasi dan flokulasi adalah proses fisika-kimia dimana diperlukan
energi dan waktu agar proses dapat berlangsung, Camp dan Stein
mengembangkan persamaan untuk menghitung besar energi dan waktu dengan
konsep gradien kecepatan (G) sebagai berikut (Reynold,1982):

dimana:
G = Gradien kecepatan, detik±1
P = daya yang diberikan, kg m2/dtk3 , (J/detik)

¬À        
             

c  
 c
    c

ȝ = viskositas absolut zat cair, kg/m/detik


C = kapasitas reaktor, m3
İ = total daya yang ditimbulkan per satuan massa cairan
ȡ = massa jenis air, kg/m3
g = kecepatan gravitasi, m/detik2
hf = kehilangan tekanan yang terjadi, m
td = waktu detensi, detik
Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok
hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang besar
(makroflok) dan dapat diendapkan. Proses penggumpalan ini tergantung dari
waktu dan pengadukan lambat dalam air.
Flokulator yang sering digunakan dalam pengolahan air berdasarkan
sumber energi yang digunakan adalah: hidrolis, pnuematis dan mekanis. Secara
umum flokulator pneumatis dan mekanis lebih fleksibel dalam power input.
Sedangkan flokulator hidrolis tidak fleksibel dalam power input, dimana
diperlukan lahan yang luas walaupun mempunyai keunggulan pada sisi yang lain.
Kriteria desain untuk masing ±masing jenis flokulator disajikan dalam tabel 1.
Energi input dari masing-masing jenis flokulator dihitung dengan rumus yang
berbeda. Harga gradien kecepatan mempunyai jangkauan yang hampir sama,
antara 20 ± 70 / detik. Kecepatan aliran bervariasi antara 0,5 ± 2,5 fps. Tekanan
udara yang dibutuhkan untuk flokulator pneumatis antara 50 ± 75 psi.

Tabel. Kriteria desain yang umum digunakan dalam rancangan flokulator.


dimana:
P = energi yang dibutuhkan, hp;kw
Q = debit, m3/dtk
ȡ = massa jenis air, kg/m3
g = kecepatan grafitasi, m/dt2

¼        
             

c  
 c
    c

h = kehilangan tekan, m
Qa = debit udara, m/dtk
CD = koefisien drag
A = luas pengaduk, m2
v = kecepatan aliran, m/dtk
Pada umumnya flokulasi hidrolis mempunyai kekurangan dalam hal
fleksibilitas pengaturan hf yang diperlukan sebagai energi untuk proses. Selain itu
pada flokulator hidrolis, perbedaan kecepatan aliran yang terjadi pada bagian tepi
dan tengah reaktor sangat besar, sehingga seringkali flok yang terjadi pecah
kembali. Notodarmodjo et al (1998) telah meneliti kemungkinan penggunaan
aliran melalui kerikil sebagai media untuk flokulator dengan hasil yang sangat
baik. Armundito (2000) meneliti lebih jauh kemungkinan penggunaan media
kerikil sebagai flokulator dan memperoleh hasil bahwa ukuran butir kerikil tidak
berpengaruh secara nyata bagi pembentukan flok.



















©        
             

c  
 c
    c

 
 


 
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.? Proses koagulasi dan flokulasi adalah suatu proses pemisahan partikel-
partikel halus penyebab kekeruhan dari dalam air. Proses koagulasi dan
flokulasi berlangsung dalam dua tahap, yaitu proses pengadukan cepat dan
lambat. Pengadukan cepat dimaksudkan untuk meratakan campuran antara
koagulan dengan air baku, sehingga diperoleh suatu kondisi campuran
yang homogen. Pengadukan lambat bertujuan mendapatkan partikel-
partikel flokulen yang lebih besar dan lebih berat, sehingga dapat
mempercepat proses pengendapan.
2.? Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan
pengadukan cepat (    ) untuk mendispersikan bahan kimia
secara merata. Waktu operasinya antara 30 ± 90 detik.     :
â? Hidrolis : terjunan atau hidrolik jump
â? Mekanis : menggunakan batang pengaduk
3.? Pada proses koagulasi dilakukan pembubuhan bahan kimia yang disebut
koagulan, misalnya tawas. Koagulan adalah zat kimia yang dapat
menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam proses koagulasi.
4.? Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok
hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel menjadi flok-flok yang
besar (makroflok) dan dapat diendapkan. Terjadi pembentukan dan
pembesaran flok. Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat (

 ). Waktu operasinya antara 15 ± 30 menit. 
  :
â? Pneumatis
â? Mekanis
â? Hidrolis

Ÿ        
             

c  
 c
    c

5.? Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi adalah:


pH, kecepatan pengadukan, gradient kecepatan, waktu pengadukan, suhu,
komposisi kimia air baku, dan konsentrasi koagulan.

  
Penulis menyarankan dan mengharapkan agar semakin kedepan nanti
upaya pengolahan air di Indonesia semakin baik, khususnya PDAM di
Kalimantan Selatan agar menyediakan air minum yang benar-benar bermutu
bagus. Selain itu hendaknya pada tempat-tempat umum diupayakan pembuatan
keran air siap minum seperti di kota-kota besar di pulau Jawa.

























¬’        
             

c  
 c
    c

    

Dian, R. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi ntuk Pengolahan Air
Limbah Industri Jamu. NDIP. Semarang

Standar Nasional Indonesia, 2008. SNI 6774. BSN. Jakarta.

Sudarmo, . 2004. Kimia SMA Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Hal 198


http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/fitriani%20ratnasar
i%20dewi%20(044642)/KOAG LASIjadi.html.
Diakses tanggal 22 Maret 2011.

Suprihanto, N. 2004. Kajian nit Pengolahan Menggunakan Media Berbutir


dengan Parameter Kekeruhan, TSS, Senyawa Organik dan pH. ITB.
Bandung

Π       
             


You might also like