You are on page 1of 19

A.

PROFESI BIDAN
Bidan (midwive/pendamping istri) berasal dari bahasa Sansekerta ”Wirdhan” yang artinya wanita
bijaksana.
Bidan adalah sebuah profesi yang khusus, dinyatakan sebagai sebuah pengertian bahwa bidan
adalah orang pertama yang melakukan penyelamatan kelahiran sehingga ibu dan bayinya lahir
dengan selamat. Tugas yang diemban bidan berguna untuk kesejahteraan manusia.
Menurut Kep Menkes RI No. 900/MENKES/SK/VII/2002, Bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku.
Bidan adalah seseorang yang telah mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktek kebidanan
(Wahyuningsih, 2005).
Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelayanan yang unik bagi masyarakat.
2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan untuk
maksud profesi yang bersangkutan.
3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah.
4. Anggota-anggotanya menjalankan tugas profesinya sesuai dengan kode etik yang belaku.
5. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesinya.
6. Anggota-anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
7. Memiliki suatu organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat oleh anggotanya

B. PROFESIONALISME
1. Pengertian profesionalisme
Seorang pekerja profesional adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam kerjanya,
dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya.
2. Ciri-ciri profesional yaitu meliputi:
a. Bagi pelakunya secara nyata / de facto dituntut kecakapan sesuai tugas-tugas khusus serta
tunutuan dari jenis jabatannya
b. Kecakapan atau keahlian pekerja profesional bukan sekedar hasil pembiasaan tapi didasari
wawasan keilmuan yang mantap, menuntut oendidikan, terprogram secara relevan dan berbobot,
terselenggara secara efektif-efisien dan tolak ukur evaluatifnya terstanda.
c. Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas, pilihan jabatannya / kerjanya didasari
kerangka nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya dan bermotivasi dan
berkarya sebaik-baiknya.
d. Jabatan profesional mendapat pengesahan dari masyarakat dan atau negaranya, memiliki syarat-
syarat serta kode etik yang harus dipenuhi dimana menjamin kepantasan berkarya dan sekaligus
merupakan tanggung jawab sosial pekerja profesional bidan.

C. PRAKTEK PROFESIONAL BIDAN


Bidan merupakan jabatan profesional. Berdasarkan syarat-syarat profesional, maka bidan telah
memiliki persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional:
a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
b. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga profesional
c. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat
d. Memiliki kewenangan yang disyahkan atau diberikan oleh pemerintah
e. Memiliki peran dan fungsi yang jelas
f. Memiliki peran dan fungsi yang jelas
g. Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur
h. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
i. Memiliki kde etik kebidanan
j. Memiliki standar pelayanan
k. Memiliki standar praktek
l. Memiliki standar pendidikan yang mendasar dan mengembangkan profesi sesuai kebutuhan
pelayanan
m. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi

Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, maka bidan merupakan jabatan profesional.
Jabatan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu
1. Jabatan struktural
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu irganisasi
2. Jabatan fungsional
Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam
kehidupan masyarakat dan negara. Selain fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat,
jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Dalam konteks ini, jabatan bidan adalah jabatan
fungsional profesional dengan demikian, adalah wajar jika bidan mendapatkan tunjangan
fungsional.
Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN di 19:35 0 komentar
TREND DAN ISYU KEHAMILAN
Era globalisasi menuntut adanya perubahan cara pandang pada segala bidang termasuk juga
kebidanan. Salah satu tujuan pelayanan kebidanan adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga
pada masa childbearing. Proses adaptasi keluarga pada masa tersebut sangat dipengaruhi oleh
pemahaman tentang ilmu dan teknologi masyarakat. Ketika proses childbearing tidak berubah
namun masyarakat kita telah berubah, sehingga perawat maternitas harus mampu berfikir kritis,
berespon secara tepat terhadap perubahan, trend dan isyu pelaksanaan pelayanan kebidanan.
Beberapa tren dan isyu kebidanan adalah berkaitan dengan kemajuan teknologi, masalah
demografik, budaya ekonomi serta legal dan etik.
l. Trend dan Isyu berkaitan dengan kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi dalam komunikasi serta transportasi membuat kita mudah berinteraksi dengan
siapapun didunia ini. Dibidang kesehatan, teknologi seperti pisau bermata dua, disatu sisi
membantu menyelesaikan masalah, disisi yang lain menimbulkan masalah. Teknologi dapat
mendiagnosa dan mengobati penyakit serius namun juga dapat mengembangkan jenis virus atau
mikroorganisme yang baru.
Area spesifik kemajuan teknologi yang mempengaruhi pelayanan kebidanan adalah berkaitan
dengan fertilitas, konseling genetika dan uji diagnostik antenatal dan intranatal.
a. Fertilitas
Dahulu, konsepsi terjadi begitu saja tanpa diatur dan diperkirakan, namun sekarang dapat diatur dan
direncanakan dengan baik.Prosedur in vitro vertilization, ensiminasi buatan, ibu pengganti serta
cloning manusia telah dilakukan, meskipun sejauh ini masih muncul dilema etik dan moral pada
masyarakat kita.
Kebijakan pemerintah mengenai keluarga berencana telah dinilai berhasil. Sebagian orang
memandang penggunaan kontrasepsi merupakan kewajiban untuk membatasi jumlah anak.
Penggunaan pil kontrasepsi darurat telah di legalkan dalam keadaan-keadaan mendesak sebagai
upaya menurunkan kematian wanita akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Wanita adalah
konsumen terbesar dalam upaya pembatasan kehamilan (KB), sehingga sejauh mana peran serta
pria dalam KB. Perawat harus belajar memahami masyarakat yang ingin terbebas dari kontroversi
tersebut.
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (PKRR) telah banyak dilaksanakan melalui `peer
education' sebagai upaya mempersiapkan remaja untuk memberikan informasi yang benar tentang
reproduksi. Apakah PKRR cukup efektif jika VCD porno dijual bebas? Bagaimana peran agama
sebagai benteng pertahanan?
Selain status gizi ibu faktor radiasi juga duga sebagai penyebab kelainan kongenital. Jika diketahui
terdapat kelainan kongenital apa yang akan dilakukan?

b. Konseling genetika
Konseling genetika telah dianjurkan kepada calon pasangan untuk mencegah kelainan genetika
(kecacatan) pada keturunannya. Pemeriksaan genetika membutuhkan biaya yang mahal. Untuk
mendapatkan generasi unggul, siapa yang haris membayar? Apakah diperlukan? Oleh siapa? Bila
diketahui janin mengalami kelainan genetika apa yang akan dilakukan orang tua? Jika pasangan
diketahui terdapat kelainan genetic haruskan dilarang untuk memiliki keturunan?

c. Testing diagnostik
Test diagnostik dalam kebidanan berkembang sangat pesat, memungkinkan kita menentukan status
janin dalam uterus seperti amniocentesis, USG dan monitor janin elektrik. Dalam banyak kasus
dapat dilakukan deteksi dini dan pengobatannya untuk mencegah berbagai komplikasi, namun
ketersediaannya mengakibatkan penggunaan berlebihan oleh dokter. Penggunaan test diagnostik
juga berkontribusi terhadap meningkatnya biaya pelayanan kebidanan. Seberapa tepatnya
penggunaan test diagnostik? Kapan masalah dideteksi? Apa intervensi yang tepat? Apakah
kehamilan harus diterminasi? Apa yang terjadi jika kehamilan tidak dikehendaki? Berapa tepatnya
biaya pelayanan maternitas? Berapa tepatnya biaya test diagnostik? Apakan keuntungan yang
diperoleh lebih banyak daripada resikonya? Siapa yang bertanggung jawab pada legal dan moral
ketika hasilnya kurang baik akibat test diagnostik? Apakah semua test harus tersedia bagi semua
wanita berapapun harganya?
Peran asuransi kesehatan menjadi begitu penting pada masa mendatang, walaupun tidak semua test
diagnostik dapat ditanggung oleh asuransi. Untuk memotong biaya kesehatan, pada masa akan
dikembangkan strategi baru untuk memotong biaya kesehatan seperti peningkatan upaya promosi
kesehatan dan pengembangan kunjungan rumah (home visiting ) atau home health care.

2. Tren dan isyu demografik


a. Populasi
Masalah kependudukan di Indonesia bukan hanya menyangkut jumlah dan kepindahan penduduk,
arus migrasi ataupun angka kelahiran dan kematian, namun telah bergeser pada masalah kualitas
manusia menyangkut pendidikan, produkstifitas, kesehatan dan perbaikan gizi.

b. Ketersediaan pelayanan maternitas


Pelayanan maternitas kepada klien maternitas dan neonatal dengan resiko tinggi serta dilengkapi
alat-alat modern, dengan konsep family centered care telah banyak di rumah sakit di kota-kota
besar. Daerah terpencil justru kekurangan tenaga dan fasilitas kesehatan. Sarana transportasi
menjadi kendala dalam merujuk ke kota tersekat. Akses terhadap pelayanan kesehatan terbatas oleh
kondisi geografis serta ekonomi sehingga terjadi keterlambatan mengenali tanda bahaya dan
pengambilan keputusan, terlambat mencapai tempat pelayanan dan penanganannya. Pelayanan
maternitas yang dahulunya medical centered, saat ini sudah mulai back to nature

3. Trend dan isyu sosial budaya


Budaya adalah sistem kompleks yang melibatkan pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, nilai,
kebiasaan, peran, sikap, dan perilaku. Budaya diturunkan dari generasi ke generasi baik secara
formal dan informal.
Secara tradisional, keluarga didefinisikan sebagai ayah, ibu dan anak-anak yang berhubungan
dengan perkawinan atau keturunan. Adanya kehamilan tidak diinginkan, perceraian, kematian salah
satu pasangan dan adopsi mengakibatkan pengertian tersebut berubah. Keluarga campuan
meningkat seiring dengan banyaknya pernikahan kembali bagi pasngan yang masing-masing
sebelumnya pernah bercerai. Perceraian yang dulu dianggap tabu, sekarang pada sebagian
masyarakat menganggap adalah hal yang biasa. Seorang ibu sebagai orang tua tunggal dituntut
dapat bekerja untuk menghidupi keluarganya. Keluarga yang tidak harmonis beresiko pada
perkembangan anak, juga pada perempuan dalam keluarga itu. Kasus kekerasan perempuan dalam
keluarga dan diluar keluarga menjadi trend dan isyu global.

4. Trend dan isyu ekonomi


Krisis berkepanjangan suatu negara mengakibatkan ketidakstabilan harga Upaya mendapatkan
sarana kesehatan bermutu adalah mahal serta susah untuk dijangkau masyarakat. Meskipun
tunjangan kesehatan orang miskin telah dilaksanakan namun belum mencapai sasarannya, korupsi
telah sampai pada tingkat terkecil di masyarakat.
Anak-anak serta perempuan-perempuan seakan-akan terlantar jika melihat banyak diantara mereka
turun di jalan, bahkan dengan membawa bayi tampa mempertimbangakan efek terhadap
kesehatannya.
Situasi sakit pada salah satu keluarga merupakan sumber stress yang tinggi, bahkan karena
keterbatasan pengetahuan sehingga membiarkan suatu penyakit menjadi suatu yang biasa.
Lebih banyak wanita usia subur bekerja di luar rumah, mayoritas karena alas an ekonomi, ibu
bekerja memiliki banyak hambatan baik mereka sendiri atau anaknya. Situasi kerja yang kurang
kondusif dapat mengakibatkan hak-hak reproduksinya seringkali terabaikan, disamping
deskriminasi terhadap laki-laki. Pelecehan seksual clan kecelakaan kerja merupakan resiko yang
dihadapi perempuan.
Keluarga dengan ibu bekerja memungkinkan partisipasi laki-laki dalam urusan domestik termasuk
merawat anak.
5. Isyu legal dan etik
a. Aborsi
Beberapa negara telah melegalkan aborsi dengan berbagai alasan, bahkan sebagai upaya pengendali
laju penduduk. Bagaimana dengan proses penghancuran hasil konsepsi akibat penggunaan alat
kontrasepsi?
b. Malpraktik
Masyarakat melalui banyak lembaga swadaya cenderung lebih kritis menilai kinerja pemberi
pelayanan kesehatan, apakah sudah sesuai? Apakah merugikan klien? Tenaga kesehatan setiap kali
berhadapan dengan tuntutan hukum.
Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN di 19:35 0 komentar
PERSEPSI SOSIAL DAN BUDAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK
A. Pendahuluan
SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR sebesar 400 – 450 per 100.000 persalinan. Selain angka
kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka kesakitan atau morbiditas.
Penyakit-penyakit tertentu seperti ISPA, diare dan tetanus yang sering diderita oleh bayi dan anak
acap kali berakhir dengan kematian. Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu
hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika
akan, sedang atau setelah persalinan.
Program-program pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan pada penanggulangan masalah-
masalah kesehatan ibu dan anak. Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan
pada upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka
kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan penurunan angka kematian
bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak demikian halnya dengan angka kematian ibu
(MMR) yang selama dua dekade ini tidak menunjukkan penurunan yang berarti.
Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari
atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai
berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu
dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan
tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan
pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.

B. Kesehatan Anak
Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi adalah
makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas,
kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-
anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi
tertentu. Misalnya, ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat
jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota keluarga yang
lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan
ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari
dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran
sebagai gate- keeper dari keluarga.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud
dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi
kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun
medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat
sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang
baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu)
kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari
mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara pada masyarakat Kerinci di Sumatera
Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada
pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada
bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI
yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu
yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan.
Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk
angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh
bayi.
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar
karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah
pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif
pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga
kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik
pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang
sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa
daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan
makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin"
yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan
air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan
penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus
mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya.
Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan
"dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang
"dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990).
Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu
sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistemteori penyakit lebih menekankan pada
penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan
penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak
interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap
penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat dikategorikan
ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang dianggap timbul
karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-
lain termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik
adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan
lain-lain.
Dari sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap
penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa
daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh
halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin
disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan
cara yang tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam dan
diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan. Ada
pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan
karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap
penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah
dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang dipersepsikan sebagai
"mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan
badan si anak.
Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif penyakit
merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatanumum dalam masyarakat (Klienman, 1980).
Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari
sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si
ibu atau anggota keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu,
apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen. Tindakan pemberian obat
ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan
merupakan satu tahap dari perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai
"health seeking behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya
membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.

B. Kesehatan Ibu.
Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia
adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Menghadapi
masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe Motherhood yang mempunyai
prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan wanita terutama paada masa kehamilan, persalinan
dan pasca persalinan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian ketikapersalinan, disamping itu juga untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care)
adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Pacta berbagai
kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke
bidan ataupun dokter.
Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh
mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang
sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Pada
penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin, Bandung, dan 132 ibu yang
meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan kehamilannya atau baru datang pertama kali
pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo, 1993). Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya
perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga
oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu,
dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang
menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif
pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pacta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap beberapa
makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil
tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan
kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dari data SKRT 1986
terlihat bahwa prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia sebesar 73,7%, dan angka
menurun dengan adanya program-program perbaikan gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan
pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena
kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja
harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di
masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan
menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.
Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk
memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih
dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,
1993).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala
kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor
memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu,
pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan
penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong
persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek
yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk
rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan
kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa
alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara
adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping
itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah
banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan.
lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat
menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, . penyebab klasik
kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan).
Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi
ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan
yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam
keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang
akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan
suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat
tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang
diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali
pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan
cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan
bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor
keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan
mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari
masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa
pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan
kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak
produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi
kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk
mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah
dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat
tubuh (Iskandar et al., 1996).

C. Kebijakan pembangunan KIA.


Uraian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu
dan anak melalui program-program pembangunan kesehatan perlu memperhatikan aspek-aspek
sosial-budaya masyarakat. Menempatkan petugas kesehatan dan membangun fasilitas kesehatan
semata tidaklah cukup untuk mengatasi masalah-masalah KIA di suatu daerah. Seperti diketahui
ternyata
perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan
banyak sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk,
mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial untuk
memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat yang
pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai
dengan ketentuan medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab
sakit sudah berbeda sekali dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda
disesuaikan dengan keyakinan ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut secara turun-
temurun sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan.
Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan
ini pula dalam hal penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada
masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan kemampuan
berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan
memberi pelayanan kesehatan.
Mengingat bahwa dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat kesehatan ibu dan anak
masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya perlu pendekatan-pendekatan yang
dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak hanya terbatas pada bidang kesehatan secara
medis saja tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal melakukan upaya-upaya
perbaikan perlu disadari bahwa hubungan ibu dan anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu
akan dapat secara langsung mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari kandungan
maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali menempatkan konteks reproduksi dalam
program KIA sehingga diharapkan kondisi kesehatan seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai
dengan konsep medis yang tepat sejak ia berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja
hingga dewasa.

Kepustakaan :

Central Bureau of Statistics et al 1995 Indonesia DemograQhic and health Survey


Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data Kesehatan, Jakarta
Foster, George M dan Barbara G. Anderson 1986 Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh
Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press
Iskandar, Meiwita B., et al 1996 Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok, Pusat
Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian, Universitas Indonesia.
Kalangi, Nico S 1994 Kebudayaan dan Kesehatan, Jakarta: Megapoin.
Koentjaraningrat dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu sosial dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta:
PT Gramedia.
Raharjo, Yulfita dan Lorraine Comer 1990 "Cultur Attitudes to health and sickness in public Health
programs: a demand-creation approach using data from West Aceh, Indonesia",Health Transition:
The Cultural. Social and Behavioral determinants of Health, volume 11. Disunting oleh John C.
Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Reddy, P.H. 1990 "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy : Implications for
Health", Health Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health, volume II.
Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Wibowo, Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status "Praesens" dan Masalah yang dihadapi di
lapangan. Makalah yang dibawakan pada Seminar " Wanita dan Kesehatan", Pusat Kaajian Wanita
FISIP UI, di Jakarta
Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN di 19:35 0 komentar
Memahami Kebutuhan Khas Remaja, Antara Psikologis dan Sosiologis
Tujuh Kebutuhan Khas Remaja
• Dapat curahan kasih sayang.
• Dapat diterima dalam kelompok.
• Keinginan dapat mandiri.
• Bisa berprestasi.
• Dapat pengakuan sebagai prestise.
• Dapat dihargai.
• Memperoleh falsafah hidup.

Dalam memahami psikologi remaja, dibutuhkan suatu pengertian akan kebutuhan khas mereka yang
berhubungan sangat erat dengan cara beradaptasi dengan lingkungan. Tak dapat dipungkiri bahwa
sebagai seorang individu yang sedang menapaki masa pencarian diri, remaja banyak dihadapkan
pada berbagai masalah psikologis dan sosiologis. Banyak tudingan yang kerap menyudutkan remaja
sekarang tak lebih dari sekelompok individu yang hanya menyusahkan saja, karena berbagai
masalah berbau negatif kemudian menjadi beban bagi orangtuanya. Namun, tidak sedikit pula yang
menyanjung mereka sebagai kumpulan orang yang penuh prestasi dan mampu menunjukkan sebuah
eksistensi. Lepas dari berbagai tudingan positif dan negatif yang saling berlawanan, sesungguhnya
remaja tetaplah merupakan potensi manusia yang sangat memerlukan pemahaman.

DUNIA remaja adalah dunia yang penuh warna. Dari sekian untaian pertumbuhan dan
perkembangan remaja, masa yang paling sering menjadi perhatian tentu saja adalah ketika masa
pubertas itu datang. Pertumbuhan secara jasmani pastilah sangat mudah dilihat ketika terjadi
ketidakseimbangan berbagai anggota badan yang seringkali didukung oleh perkembangan secara
hormonal. Jenjang pertumbuhan secara jasmani tersebut dapat dipakai sebagai ciri pertumbuhan
remaja di tingkat awal yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan masa ketika remaja mengalami
fase penyesuaian diri antar-pribadi dan lingkungan sosial yang lebih luas. Sejak itulah muncul
berbagai kelompok remaja yang disebut dalam berbagai istilah.

Menurut penulis buku psikologi tentang remaja, Andi Mappiare, ketika merasa cocok dengan teman
yang telah dikenalnya, seorang remaja akan membentuk berbagai macam komunitas. Salah satunya
muncul bentuk ikatan yang disebut sebagai hubungan persahabatan karib. Ikatan dalam hubungan
persahabatan seperti ini banyak ditemui atas dasar minat yang sama dan adanya kemiripan satu
dengan lainnya.
Walau terkadang ada perselisihan, umumnya tak akan lama karena mereka seolah telah "menyatu"
dan akhirnya saling memahami. Secara general, mereka biasanya terdiri dari kelompok yang sama,
remaja putri akan sangat dekat dengan remaja putri yang lainnya, demikian sebaliknya. Hubungan
seperti ini kemudian dapat menjadi lebih besar sehingga terbentuk suatu kelompok remaja yang
anggotanya lebih banyak. Atas dasar kesamaan minat yang ada, kelompok seperti ini dapat
diarahkan pada berbagai kegiatan positif karena mereka saling mengerti dan mendukung satu
dengan yang lainnya.
Tetapi bagaimana dengan mereka yang akhirnya bersatu atas dasar perasaan kecewa hingga ada
semacam tindakan melarikan diri masalah yang ada? Terbentuklah sebuah gangs, terdiri dari
kumpulan remaja yang tidak puas sehingga berusaha mencari kebebasan sendiri. Konotasi negatif
dari sebuah kata gangs ini berlanjut dengan makin menjadinya tingkah para individu yang sudah
sulit dikontrol itu. Mereka kerap menghabiskan waktu dengan menganggur atau malah mengganggu
kelompok remaja lainnya. Bahkan yang lebih parah bila mereka benar-benar terperosok pada
pergaulan bebas yang penuh kenikmatan sekejap untuk kemudian menghancurkan masa depan
mereka.

Kebutuhan Khas
Dalam buku "Psycology of Adolescence", Karl C.Garrison banyak memberikan uraian tentang
bagaimana remaja sesungguhnya harus dipahami berdasarkan atas kebutuhan khas yang mereka
rasakan. Seorang remaja pada umumnya mempunyai tujuh macam kebutuhan yang menjadi esensi
pertumbuhan dari segi psikologis mereka.
Adanya pemenuhan akan kebutuhan khas ini pada akhirnya dapat dijadikan bekal bagi mereka
dalam menyelesaikan masalah sosiologis yang harus dihadapi kelak. Setumpuk kebutuhan khas itu
diawali dengan adanya kebutuhan akan kasih sayang. Kebutuhan alami yang bertumpu pada
keinginan untuk diperhatikan ini selayaknya diberikan oleh orang-orang terdekat mereka. Terutama
orang tua yang tentu saja harus lebih mencurahkan kasih sayangnya agar remaja tak salah langkah
dalam menentukan arah hidup mereka. Hal kedua yang patut menjadi catatan adalah bahwa remaja
sedang mengalami masa yang sungguh berbeda dengan masa kanak-kanak. Ketika masih kanak,
proses sosialisasi akan lebih mudah dikontrol orang tua. Kini, setelah terjadi berbagai macam
perubahan pada fisik mereka, remaja mempunyai kebutuhan untuk dapat diterima dalam sebuah
kelompok dan ikut serta dalam berbagai aktivitas di dalamnya.

Lima kebutuhan khas remaja lainnya dimulai dari adanya keinginan dapat mandiri, berprestasi,
mendapat pengakuan dari orang lain atau lingkungannya sebagai wujud memperoleh prestise diri,
keinginan untuk dihargai, dan memperoleh falsafah hidup. Semua kebutuhan itu menjadi bagian
dari kehidupan masa remaja yang tak dapat disangkal memang penuh ragam cerita. Kebutuhan
untuk mendapat kepercayaan agar bisa lebih mandiri merupakan hal yang cukup penting karena
mereka kelak harus memutuskan sesuatu atas banyaknya pilihan yang ada. Arah menuju
kedewasaan akan diraih dari berbagai pengalaman yang mereka dapatkan dalam keseharian. Remaja
butuh agar bisa berprestasi karena untuk mencapai sebuah prestasi itu diperlukan usaha sungguh-
sungguh. Karena itulah pula mereka akan mengerti makna sebuah kerja keras dan bagaimana
akhirnya mendapat pengakuan dari orang lain. Kebutuhan akan falsafah hidup memberikan
gambaran bahwa secara nyata remaja perlu mendapat tuntunan menuju sebuah ketetapan atau
kepastian. Remaja perlu diberikan beberapa petunjuk sebagai dasar serta ukuran saat
memerlukannya dalam mengambil berbagai keputusan.
Psikologis-Sosiologis

Pemenuhan atas kebutuhan khas remaja itu sesungguhnya mengacu pada pembangunan karakter
yang sangat dipengaruhi dua faktor psikologis dan sosiologis. Faktor psikologis akan membawa
perkembangan ke arah kesehatan mental remaja sehingga dapat mengambil keputusan dengan
kepala dingin. Hubungannya dengan faktor sosiologis tentu saja adalah bagaimana remaja dapat
berinteraksi dengan lingkungannya dan berhadapan dengan berbagai peristiwa sosial. Bila dua hal
tersebut telah terbentuk dengan baik, keseimbangan dan kemantapan pribadi remaja akan tercapai.
Sehingga remaja dapat lahir menjadi individu yang bahagia, mempunyai hubungan harmonis
dengan berbagai pihak, mereka juga akan sangat produktif di masa mudanya. Sebaliknya, bila dua
hal tadi tak berjalan seimbang di mana secara psikologis remaja tertekan dan mengalami banyak
hambatan, otomatis mereka tidak akan mampu bertahan menghadapi masalah sosial yang lebih
tajam. Tak ada hal-hal produktif yang bisa dikerjakan, remaja
cenderung akan merusak dirinya saja.

Adanya tujuh macam kebutuhan khas remaja itu secara umum memang ada pada kebanyakan anak
muda, tetapi tingkat intensitasnya sangat dipengaruhi oleh latar belakang keluarga masing-masing,
faktor sosial, individual, kultural dan religius. Untuk remaja Indonesia, kecenderungan agar
mendapat pengakuan sebagai orang yang mampu menjadi dewasa, mendapat perhatian penuh dan
kebutuhan akan kasih sayang tampak lebih menonjol dibanding kebutuhan lainnya. Nah, tidak ada
langkah lain lagi yang dapat menjadi dasar pemahaman pada remaja kecuali menumbuhkan
perhatian juga kasih
sayang yang lebih dalam buat mereka.
Tujuh Kebutuhan Khas Remaja
• Dapat curahan kasih sayang.
• Dapat diterima dalam kelompok.
• Keinginan dapat mandiri.
• Bisa berprestasi.
• Dapat pengakuan sebagai prestise.
• Dapat dihargai.
• Memperoleh falsafah hidup.
Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN di 19:35 0 komentar
PERANAN PANCASILA DALAM KELANCARAN TUGAS TENAGA
KEBIDANAN
A.Pendahuluan
Dewasa ini telah terjadi perubahan-perubahan yang sangat pesat dan luas di seluruh Dunia sebagai
akibat adanya kemajuan daya nalar/pikir manusia. Perubahan perubahan yang dinamis itu dapat
dirasakan dalam Pembangunan Nasional, hal itu akan mempengaruhi aspirasi/ pendapat, cara
berpikir dan sikap atau perbuatan masyarakat Indonesia.
Perubahan Sosial dan Budaya akan menghasilkan perubahan tata nilai, tetapi karena tata nilai baru
belum melembaga sementara tata nilai lama mulai ditinggalkan, maka dapat menimbulkan berbagai
gejolak, ketidak pastian, rasa cemas dan kegelisahan. Bangsa Indonesia harus makin memantapkan
kesetiaannya kepada Pancasila, dengan cara menghayati mengamalkannya dalam segala bidang
kehidupan (Ekonomi, Sosial Budaya dsb).
Kehidupan manusia tanpa mengenal Ketuhanan Yang Maha Esa dapat mengakibatkan mereka
kehilangan nilai-nilai etik, moral dan spritual. Tanpa Kemanusiaan yang adil dan beradab, kemajuan
bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi justru akan memerosokkan nilai-nilai
kemanusiaan ke dalam tempat yang rendah. Tanpa nilai Persatuan dan Kesatuan, bangsa indonesia
akan mengalami perpecahan dari dalam, misalnya permusuhan antar suku bangsa, antar agama atau
ras. Tanpa nilai-nilai Kedaulatan rakyat, dapat disaksikan tumbuhnya kekuatan kekuatan
pemerintahan yang sewenang-wenang yang akhirnya terjadi pertentangan antara pemerintah dan
rakyat. Tanpa nilai-nilai Keadilan sosial, dapat disaksikan kesenjangan sosial dalam masyarakat,
akan terjadi kecemburuan sosial antara sikaya dan si miskin. Lebih lanjut hal ini dapat
menimbulkan keresahan dan perpecahan yang selanjutnya dapat membahayakan kelestarian hidup
bangsa dan negara.
Oleh sebab itu, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mutlak harus dihayati dan
diamalkanoleh masyarakat Indonesia, agar kita dapat terhindar dari akibat-akibat buruk yang
dibawa oleh zaman tersebut. Nilai-nilai persatuan tapi universal yang terkandung dalam Pancasila
dpat menjadi jati diri bangsa Indonesia. . Ketika kita dihadapi oleh berbagai persoalan
multidimensional dan mulai kehilangan arah, maka ada pihak yang mengusung budaya kearab-
araban pada satu sisi dan kebarat-baratan pada sisi yang lain, maka Pancasila menjadi jawaban yang
relevan.
Sebagai nilai-nilai dasar, Pancasila telah mencakup semuanya. Kesadaraan akan nilai-nilai universal
yg ada di Indonesia telah terangkum semuanya di dalam Pancasila. Pancasila harus dibuat bermakna
bagi kehidupan kita agar tidak hanya menjadi sekedar konsep yang sewaktu-waktu bisa dibuang.
Karena itu kesadaran akan Pancasila harus muncul dari bawah. Nilai-nilai Dasar sangat penting
untuk selalu dimaknai kembali, karena generasi di masa mendatang belum tentu bisa menghayati
Pancasila sebagai perekat dasar yang mempersatukan Indonesia. Hal tersebut akan sulit sekali
dicapai jika kita tidak berusaha memaknai kembali nilai-nilai luhur Pancasila
Bidan adalah sebuah profesi yang khusus, dinyatakan sebagai sebuah pengertian bahwa bidan
adalah orang pertama yang melakukan penyelamatan kelahiran sehingga ibu dan bayinya lahir
dengan selamat. Tugas yang diemban bidan berguna untuk kesejahteraan manusia.
Tugas bidan menjadi sangat penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
anak. Pengamalan Pancasila bagi bidan sangat penting. Seorang bidan yang melaksanakan
Pancasila dengan baik dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi warganegara yang baik dan
menjadi tenaga kesehatan yang profesional.

B. Pelaksanaan Pancasila dalam Pelaksanaan Tugas Seorang Bidan


Seorang bidan yang profesional, perlu mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya.
Pelaksanaan Pancasila secara subyektif yaitu sesuai dengan butir-butir Pancasila.
Butir - butir Pancasila sebagai berikut:
Sila Butir-butir Pancasila
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1.Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
2.Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
5.Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing
7.Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang
lain.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10.Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan,
hak dan kewajiban yang sama
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial

Pelaksanaan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa daN Kemnusiaan Yang Adil dan Beradab
dalam kehidupan sehari-hari seorang bidan adalah sebgai beriukut:
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Beragama
Berdoa sebelum dan setelah menolong pasien
Mengajarkan pasien untuk menyerahkan hasil pertolongan lepada Tuhan YME
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Menghormati kepercayaan dan agama pasien
Tidak memaksakan kehemdak mengenai kebiasaan berdoa dan beribadah kepada orang lain
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Menghormati kebiasaan berdoa dan beribadan pasiennya
Menghormati agama orang lain
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
Tetap menjaga kerukunan umat beragama meskipun berbeda-beda kepercayaan dan agama
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Memegang teguh prinsip bahwa agama dan kepercayaan menyangkut hubungan pribadi manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing Menghormati kebebasan pasien untuk berdoa dan beribadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya dan membimbing untuk selalu berdoa sesuai
keyakinannya
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang
lain.
Tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada pasien.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
Menghargai hak prifasi pasien, memperlakukan pasien dengan penuh empati karena pasien
memiliki hak untuk diperlakukan sebagai manusia yang bermartabat.
Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-
bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
Bidan selalu berusaha mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Dasar pelayanan kebidanan yang baik yaitu dengan rasa kecintaan pada sesama manusia.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Bidan selalu bersikap tenggang rasa dan tepa selira dalam mengahdapi pasien.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Tidak berlaku semana-mena terhadap klien
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Selalu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Memberi pelayanan kesehatan ibu dan anak dan berusaha melakukan kegiatan kemanusiaan
Berani membela kebenaran dan keadilan
Selalu berani untuk membela kebenraran dan keadilan dalam hukum
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia Karena bagian dari
seluruh umat manusia sehingga bidan wajib menghargai kehidupan manusia untuk meneruskan
kehidupan bangsa
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya.

C.Penutup
Pelaksanaan Pancasila berupa pelaksanaan butir-butir Pancasila sangat diperlukan bagi seorang
perawat, dengan pelaksanaan tersebut Bidan dapat bertindak sebagai seorang profesional dan
sebagai warga negara yang baik dan benar.
Diposkan oleh ILMU KEPERAWATAN di 19:35 0 komentar
Beranda
Langgan: Entri (Atom)

Arsip Blog

• ▼ 2008 (5)
• ▼ Mei (5)
• KEBIDANAN SEBAGAI PROFESI
• TREND DAN ISYU KEHAMILAN
• PERSEPSI SOSIAL DAN BUDAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK
• Memahami Kebutuhan Khas Remaja, Antara Psikologis ...
• PERANAN PANCASILA DALAM KELANCARAN TUGAS TENAGA
KE...
Mengenai Saya
faizah betty rahayuningsih
Lahir di kota Magelang nama ayah: Wiyono Basir nama Ibu : Sri Widaryati Pendidikan: D3
Keperawatana Muhammadiyah Semarang tahun 1994, AKTA III Mengajar IKIP Semarang
tahun 1998, D4 Keperawatan (Perawat Pendidik Maternitas) tahun 2000, AKTA IV Mengajar
Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2002, S2 Pascasarjana Kesehatan Reproduksi
(Kesehatan Ibu dan Anak) IKM UGM tahun 2005, S1 Program Ekstensi Keperawatan tahun
2008

Lihat profil lengkapku

http://infokebidanan.blogspot.com/

You might also like