Professional Documents
Culture Documents
Diklat Protokoler dan MC yang diikuti 125 peserta dan dihadiri Anggota DPRD Kota Sukabumi
ini, diprakarsai Forum Komunikasi Taman Asuh Anak Muslim Sakinah (FK TAAMS) Lembaga
Pengembangan dan Pembinaan Keluarga Sakinah Badan Komunikasi Pemuda Remaja
Masjid Indonesia (LPKS BKPRMI) Kota Sukabumi.
Mengingat sangat luasnya cakupan aktifitas yang diemban, maka protokol dituntut memiliki
kemampuan untuk membangun komunikasi dan kerja sama yang baik, demi suksesnya suatu
kegiatan. Untuk itu, Wakil Walikota Sukabumi menyambut baik atas dilaksanakannya Diklat
Protokoler dan MC tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, Wakil Walikota Sukabumi meminta kepada seluruh peserta,
agar mengikuti Diklat tersebut dengan sungguh-sungguh dan disiplin yang tinggi, supaya
hasilnya dapat memuaskan dan membanggakan semua pihak. Sebab kemampuan dalam
bidang keprotokolan dan MC ini, bukan hanya berguna bagi diri sendiri, akan tetapi juga
berguna bagi aktivitas kehidupan masyarakat, diantaranya dengan mengembangkan life skill
dan kemampuan berbicara secara baik dan benar.
Sementara Kasubbag Protokol Bagian Umum dan Protokol Setda Kota Sukabumi sekaligus
sebagai pemateri pada Diklat tersebut, Nanan Setiani, S.IP. mengatakan, dalam kegiatan
keprotokolan, seseorang dituntut memiliki jiwa disiplin dan loyalitas yang tinggi, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990,
yakni protokol merupakan serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang
meliputi aturan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan bagi seseorang karena
jabatan atau kedudukan dalam negara, pemerintah atau masyarakat.
Adapun syarat utama untuk seorang petugas protokol, yakni harus memiliki wawasan,
penampilan, etika, serta memiliki kemampuan berbicara dan bahasa yang baik dan benar.
Sabtu, 22-12-2007
Humas Gelar Diklat Keprotokoleran
BAGIAN Humas dan Protokol Luwu Utara menggelar Pendidikan dan Latihan (Diklat)
keprotokoleran diikuti utusan badan, dinas, kantor dan kecamatan dalam lingkup Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Luwu Utara, di Hotel Yuniar Masamba (HYM), beberapa hari lalu.
Diklat keprotokoleran itu merupakan tindaklanjut Diklat keprotokoleran yang digelar beberapa
waktu sebagai evaluasi sejauhmana tingkat kemahiran peserta dalam mengatur acara.
Demikian diungkapkan Kabag Humas dan Protokol Luwu Utara, Syahruddin dalam rilisnya
diterima Upeks, Jum'at (21/12).
Dikatakan, peserta Diklat keprotokoleran diharapkan mampu menguasai teknik menjadi
Master of Ceremony (MC).
"Setelah Diklat berlangsung diharapkan MC lebih tanggap situasi kritis saat acara berlangsung
seperti perubahan jadwal atau susunan acara atau gangguan saat acara sedang
berlangsung," katanya seraya menambahkan peran MC sangat menentukan dalam suatu
acara.
Menurut Syahruddin, saat ini sub bagian protokol kekurangan personil MC yang mengcover
berbagai acara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Oleh karena itu lanjutnya, dengan adanya Diklat protokoler ini akan mengantisipasi
kekurangan MC di sub bagian protokol.
"Terus terang kami kewalahan jika dalam waktu yang bersamaan ada kegiatan SKPD yang
berlangsung, sementara tenaga MC hanya seorang," papar mantan Camat Mappedeceng itu.
Hal ini pula diakui Bupati Luwu Utara, HM Luthfi A Mutty dalam suatu kesempatan dan
meminta agar dilakukan penambahan tenaga MC di bagian protokol.
Pelaksanaan Diklat keprotokoleran menggunakan metode interaktif antara peserta dan
pembimbing dengan menghadirkan pembimbing profesional dari Biro Humas dan Protokol
Sulsel. ()
Protokol Bagian Terdepan Dalam Pelayanan Birokrasi
Kamis, 02 Desember 2010 17:56
Hal itu dikatakan Wabup H Soekirman ketika menerima 30 peserta pendidikan dan
pelatihan (diklat) keprotokolan Pemprovsu yang mengadakan observasi lapangan di
Kantor Bupati Sergai di Sei Rampah, Kamis (2/12).
Ketigapuluh peserta diklat protokol yang dipimpin Yusni Harahap dari Badan Diklat
Pemprovsu itu berasal dari 10 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yaitu, Pemkab
Sergai, Karo, Padang Lawas, Labuhan Batu Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara,
Pakpak Barat, Pemko Binjai, Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Selama berada di
Kabupaten Sergai, para peserta diklat keprotokolan Badan Diklat Pemprovsu itu
mengadakan observasi tugas-tugas yang dilaksanakan pemerintahan dan protokol
Pemkab Sergai.(Andalas/RIS)
Seluruh mekanisme atau aturan keprotokolan tersebut, jelas Bupati, harus tertata dengan
baik. Pegawai yang bertanggung jawab atas bidang tersebut, imbuhnya, harus betul-betul
paham dan mengerti akan job-nya masing-masing. Sebab hal itu akan menyangkut harga
diri sebuah pemerintahan atau dinas/lembaga tertentu. Dengan kata lain, protokol atau
kinerja protokol akan mencerminkan citra diri seseorang atau lembaga negara/bangsa.
Dengan adanya diklat itu pula, pemerintah berharap, pegawai yang menangani bidang
tersebut ke depannya dapat bekerja lebih profesional, cakap, dan lebih terampil. Dengan
kata lain SDM keprotokolan dapat menjadi SDM yang menguasai dengan baik apa yang
menjadi tupoksinya dan dapat mengakomodir kepentingan pimpinan dalam urusan dinas.
Serta yang lebih penting, kelak peserta diklat dapat menularkan pengetahuan dan
keterampilan itu pada pegawai-pegawai lain. (ida)
Apakah anda seorang ajudan atau divisi protokoler di tempat anda bekerja ? Apakah
anda berminat tinggi untuk berkarir sebagai ajudan atau protokoler yang profesional ?
Apakah anda merasa kemampuan anda masih kurang dikedua profesi unik tersebut ?
Anda merasa mempunyai potensi hebat namun belum menemukan jalan keluar dari
“rutinitas pekerjaaan” sebagai ajudan ?
Anda akan dibimbing untuk menguasai basic skill seorang ajudan dan protokoler yang
benar. Wawasan anda akan bertambah luas dan mampu menjadi ajudan dan protokoler
yang handal, temukan juga jaringan /networking ajudan dan protokoler se Indonesia
yang bagaikan harta berharga yang dapat anda temukan di workshop 3 hari ini.
Temukan semuanya dalam workshop: “ Menuju Ajudan dan Protokoler Profesional”
Pembicara :
- Departemen Luar Negeri RI*
- Sekretariat Negara *
- konsultan Public Relation
- mantan Ajudan Presiden RI *
- Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (NHI)
Workshop pertama yang mengupas tuntas mengenai profesi ajudan dan divisi
protokoler ini akan diarahkan untuk standarisasi dari profesi mulia ini.
Untuk peserta luar kota akan dibantu kedatangannya dan kepulangannya dengan
menggunakan biro travel resmi.
(* dalam konfirmasi)
Untuk Detil program silahkan hubungi :
The Chapter
The Chapter Learning Center, lt 2
Jl. Pasar Minggu Raya no. 11D
Jakarta
Hal tersebut disampaikan Presiden dalam pengantar rapat terbatas di Kantor Presiden
Jakarta, Kamis (6/5) yang membahas materi-materi RUU Protokoler yang akan diajukan
pemerintah.
"Karena memang kehidupan itu dinamis, perubahan itu diniscayakan, maka marilah kita
pastikan perubahan itu harus punya alasan, bukan sekedar mengubah-ubah, setelah itu
harus punya konsep perubahan seperti apa dan kemudian ditata dengan baik sehingga
outputnya lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan perubahan," katanya.
Ada tiga hal yang diingatkan presiden agar diperhatikan dalam penyusunan RUU
Protokoler yaitu
tetap mempertahnkan jati diri bangsa,
yang kedua tetap memperhatikan kelaziman protokoler internasional dan
tetap memperhatikan kelaziman yang berlaku sejak awal kemerdekaan Indonesia.
"Mestilah kita menjaga apa yang telah berlaku di negeri kita ini sejak presiden Soekarno
sampai sekarang. Karena itu nyaris menjadi tradisi yang berlaku di negeri kita ini," kata
presiden.
pasted from: http://www.setkab.go.id/index.php/berita/2010/05/06/presiden-yudhoyono-
tata-cara-protokoler-perlu-dibenahi
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1987 TENTANG PROTOKOL
salinan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1987
TENTANG
PROTOKOL
Menimbang:
a. bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi
Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Kedudukan Protokol dari
Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi dan/atau Lembaga Tinggi Negara perlu diatur
dengan Undang-undang;
b. bahwa dalam usaha mencapai pengaturan protokol yang tumbuh dan berkembang
berdasarkan nilai sosial dan budaya bangsa, dipandang perlu untuk mengatur protokol
secara menyeluruh;
c. bahwa sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, pengaturan protokol juga diperlukan
bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat;
d. bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur protokol
sebagaimana tersebut di atas dengan Undang-undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/1978 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar
Lembaga-lembaga Tinggi Negara;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang
meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan
sehubungan dengan penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau
kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.
2. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan
dilaksanakan secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden serta
Pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu.
3. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh
Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi
tertentu, dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah serta undangan
lainnya.
4. Pejabat Negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
5. Pejabat Pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam
organisasi pemerintahan.
6. Tokoh Masyarakat adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima
kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah.
Pasal 2
Undang-undang ini mengatur tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan yang
diberlakukan hanya dalam acara kenegaraan atau acara resmi bagi Pejabat Negara,
Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu.
BAB II
PENGHORMATAN
Pasal 3
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu mendapat
penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukannya.
BAB III
TATA TEMPAT, TATA UPACARA, DAN TATA PENGHORMATAN
Pasal 4
(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara
kenegaraan atau acara resmi mendapat tempat sesuai dengan ketentuan tata tempat.
(2) Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diadakan di Ibukota
Negara Republik Indonesia ditentukan dengan urutan sebagai berikut:
1) Presiden;
2) Wakil Presiden;
3) Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
4) Menteri Negara, Pejabat yang diberi kedudukan setingkat dengan Menteri Negara,
Wakil Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala
Staf Angkatan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia;
5) Ketua Muda Mahkamah Agung, Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
termasuk Hakim Agung pada Mahkamah Agung;
6) Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pejabat Pemerintah tertentu.
(3) Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diadakan di luar Ibukota
Negara Republik Indonesia diatur dengan berpedoman kepada urutan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(4) Tata tempat dalam acara resmi, baik yang diselenggarakan di Ibukota Negara
Republik Indonesia maupun di luar Ibukota Negara Republik Indonesia, berpedoman
kepada urutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan ketentuan:
a. apabila dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat yang menjadi tuan rumah
mendampingi Presiden dan/atau Wakil Presiden.
b. apabila tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat yang menjadi tuan
rumah mendampingi Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi
kedudukannya.
(5) Tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ketentuan lebih lanjut mengenai urutan sebagaimana dalam ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Acara kenegaraan dan acara resmi diselenggarakan dengan berpedoman kepada
tata upacara.
(2) Tata upacara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 6
(1) Pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh
Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi dilaksanakan dengan
berpedoman kepada tata penghormatan.
(2) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
KETENTUAN LAIN
Pasal 7
Protokol dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan oleh
Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Lembaga Tinggi Negara diatur oleh lembaga
masing-masing dengan berpedoman kepada Undang-undang ini.
Pasal 8
Pengaturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan bagi Pejabat
Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu di daerah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 1987
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 1987
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
I. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Dalam Undang-undang ini acara kenegaraan antara lain berupa Hari Ulang Tahun
Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan
acara resmi antara lain berupa peresmian proyek-proyek pembangunan.
Undang-undang ini juga tidak mengatur seluruh Tokoh Masyarakat melainkan hanya
Tokoh Masyarakat tertentu.
Pengertian Tokoh Masyarakat tertentu dalam pasal ini meliputi Pemilik Tanda
Kehormatan berupa Bintang tertentu, Ketua Umum Partai Politik dan Golongan Karya,
Pemuka Agama dan lain-lain yang ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 3
Dalam pasal ini yang dimaksud dengan penghormatan dan perlakuan sesuai dengan
kedudukannya adalah sikap dan perlakuan yang bersifat protokol yang harus diberikan
kepada seseorang dalam acara kenegaraan atau acara resmi sesuai dengan jabatan
dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.
Dengan adanya sikap dan perlakuan yang bersifat protokol, maka diharapkan Pejabat
Negara atau Pejabat Pemerintah dapat melaksanakan tugasnya secara lebih
berhasilguna dan berdayaguna.
Ketentuan tersebut tidak boleh menimbulkan sikap mewah dan berkelebihan yang
memberatkan beban Pemerintah.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tata tempat dalam ayat ini adalah aturan mengenai urutan
tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu
dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Ayat (2)
Tata tempat bagi pejabat lainnya yang tidak termasuk dalam ayat ini ditentukan
berdasarkan senioritas jabatan atau pangkat.
Bagi Bekas Presiden dan Bekas Wakil Presiden pengaturan tata tempatnya didasarkan
pada rasa kepatutan mengingat jabatan yang semula dipangkunya.
Apabila dalam acara kenegaraan atau acara resmi pejabat didampingi isteri/suami,
maka tempat isteri/suami disesuaikan dengan tempat pejabat yang bersangkutan.
Namun begitu hal ini tetap perlu dilakukan dengan memperhatikan segi-segi yang
berkaitan dengan pedoman umum ataupun kebiasaan yang berlaku di bidang
pengaturan acara.
Dalam hal pejabat berhalangan hadir dalam acara-acara tersebut, penyesuaian tempat
diperlukan bagi pejabat yang mewakilinya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tuan rumah dalam ayat ini adalah Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Ayat (5)
Pengaturan tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu meliputi juga pengaturan tata
tempat bagi isteri/suami atau yang mewakili Tokoh Masyarakat tersebut dalam acara
kenegaraan atau acara resmi.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara
dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Tata upacara meliputi antara lain tata bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, pakaian
upacara, untuk tercapainya keseragaman, kelancaran, ketertiban, dan kekhidmatan
upacara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tata penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan
pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat
tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Tata penghormatan meliputi antara lain tata cara memberi hormat dan penyediaan
kelengkapan sarana yang diperlukan untuk tercapainya kelancaran upacara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Ketentuan pasal ini memberikan kewenangan kepada Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
untuk mengatur protokol acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan
oleh lembaga masing-masing, dan dalam pelaksanaannya berkonsultasi dengan
Pemerintah.
Pasal 8
Tokoh Masyarakat tertentu dalam pasal ini selain yang dimaksud dalam penjelasan
Pasal 2 termasuk juga Pemuka Adat.
Pasal 9
Cukup jelas
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 8
Undang-undang Nomor 8
Tahun 1987 tentang Protokol, dipandang perlu mengatur tata tempat, tata upacara dan
tata penghormatan bagi
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara
kenegaraan atau acara resmi
dengan Peraturan Pemerintah.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Tahun
1987 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3363).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan
dilaksanakan secara terpusat,
dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara dan undangan
lainnya dalam
melaksanakan acara tertentu.
2. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh
Pemerintah atau
Lembaga Tinggi Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri
oleh Pejabat Negara
dan/atau Pejabat Pemerintah serta undangan lainnya.
3. Pejabat Negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainnya.
4. Pejabat Pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam organic
pemerintahan.
1 / 19
5. Tokoh Masyarakat tertentu adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya
menerima kehormatan
dari masyarakat dan/atau pemerintah.
6. Tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan
atau acara resmi.
7. Tata tempat adalah aturan mengenai urutan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintah, dan Tokoh
Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
8. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi
Pejabat Negara Pejabat
Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Pasal 2
(1). Acara kenegaraan merupakan acara yang diselenggarakan oleh Negara.
(2). Acara kenegaraan dapat berupa upacara bendera dan bukan upacara bendera,
dapat diselenggarakan di
Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia.
Pasal 3
(1). Acara kenegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh
Panitia Negara yang diketuai
oleh Menteri/ Sekretaris Negara.
(2). Acara kenegaraan dilaksanakan secara penuh berdasarkan peraturan tata tempat,
tata upacara dan tata
penghormatan.
Pasal 4
(1). Acara resmi dapat diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi
Pemerintah Pusat
dan Instansi Pemerintah Daerah.
(2). Penyelenggaraan acara resmi dapat diadakan di Pusat atau di Daerah.
(3). Acara resmi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tata tempat, tata upacara, dan
tata penghormatan.
BAB II
TOKOH MASYARAKAT TERTENTU
Pasal 5
(1). Tokoh Masyarakat tertentu terdiri dari:
a. Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Nasional;
b. Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah.
(2). Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Nasional meliputi:
a. Mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia.
b. Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan.
c. Ketua Umum Partai Politik dan Ketua Umum Golongan Karya, sebagaimana
dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985.
d. Pemilik Tanda Kehormatan Republik Indonesia berbentuk Bintang sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal XII urut Nomor 1 sampai dengan 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang
Perubahan
dan Tambahan ketentuan mengenai beberapa Tanda Kehormatan Republik Indonesia
yang
berbentuk Bintang dan tentang urutan derajat/tingkat jenis Tanda Kehormatan Republik
Indonesia
yang berbentuk Bintang yaitu:
1) Bintang Republik Indonesia Adipura (1).
2) Bintang Republik Indonesia Adipradana (II).
3) Bintang Republik Indonesia Utama (III).
4) Bintang Republik Indonesia Pratama (IV).
5) Bintang Republik Indonesia Nararya (V).
e. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Presidium Konferensi Wali-wali Gereja
Indonesia,
Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia,
Ketua
Perwalian Umat Budha Indonesia.
f. Tokoh lain yang ditentukan oleh Pemerintah.
(3). Tokoh-tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah, meliputi:
a. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Politik dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah
Golongan Karya.
b. Pemuka Agama dan Pemuka Adat setempat.
c. Tokoh lain yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.
BAB III
TATA TEMPAT
Pasal 6
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara
kenegaraan dan acara resmi
mendapat urutan tata tempat.
Pasal 7
Tata tempat bagi Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintah dalam acara kenegaraan
baik yang diadakan di
Ibukota Negara atau di luar Ibukota Negara, urutannya ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol, yaitu:
a. Presiden;
b. Wakil Presiden;
c. Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
d. Menteri Negara, Pejabat yang diberi kedudukan setingkat dengan Menteri Negara,
Wakil Ketua Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala Staf Angkatan dan
Kepala Kepolisian
Republik Indonesia;
e. Ketua Muda Mahkamah Agung, Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
termasuk Hakim Agung pada
Mahkamah Agung;
f. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pejabat Pemerintah tertentu.
Pasal 8
Tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2),
dalam acara kenegaraan atau acara resmi ditentukan sebagai berikut:
1. Mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, pada urutan tata
tempat setelah Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b.
2. Perintis Kebangsaan/Kemerdekaan, pada urutan tata tempat setelah kelompok Ketua
Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c.
3. Ketua Umum Partai Politik dan Golongan Karya, pada urutan tata tempat setelah
kelompok Menteri
Negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d.
4. Pemilik Tanda Kehormatan Republik Indonesia berbentuk Bintang, pada urutan tata
tempat setelah
kelompok Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
e.
5. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Presidium Konferensi Wali-wali Gereja
Indonesia, Ketua
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua
Perwalian Umat
Budha Indonesia pada urutan tata tempat setelah kelompok Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non
Departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f.
Pasal 9
Tata tempat bagi Pejabat yang menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan acara resmi
baik yang diadakan di Pusat
atau di Daerah ditentukan sebagai berikut:
a. Apabila acara resmi tersebut dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, Pejabat
tersebut mendampingi
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
b. Apabila tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat tersebut
mendampingi Pejabat Negara
dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi kedudukannya.
Pasal 10
(1). Isteri yang mendampingi suami sebagai Pejabat Negara atau Pejabat Pemerintah
atau Tokoh Masyarakat
tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat tempat sesuai dengan
urutan tata tempat
suami.
(2). Apabila isteri yang menjabat sebagai Pejabat Negara atau Pejabat Pemerintah,
dalam acara kenegaraan
atau acara resmi, suami mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat isteri.
Pasal 11
(1). Dalam hal Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah atau Tokoh Masyarakat tertentu
berhalangan hadir pada
acara kenegaraan atau acara resmi, maka tempatnya tidak diisi oleh Pejabat yang
mewakili.
(2). Pejabat yang mewakili sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mendapat tempat
sesuai dengan
kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatan yang dipangkunya.
Pasal 12
Dalam hal Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintah memangku jabatan lebih dari satu
yang tidak sama
tingkatnya, maka baginya berlaku tata tempat yang urutannya lebih dahulu.
Pasal 13
(1). Tata tempat dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan oleh
Lembaga Tertinggi dan
Tinggi Negara, diatur oleh Lembaga masing-masing dengan berpedoman kepada
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9.
(2). Tata tempat dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah di
Pusat diatur oleh
Instansi masing-masing dengan berpedoman kepada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7,
Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 14
(1). Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah
dalam acara resmi
yang diselenggarakan di daerah, mendapat tempat sesuai dengan ketentuan tata
tempat.
(2). Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan dengan urutan
sebagai berikut:
1. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat
I;
2. Panglima Daerah Militer/Komandan Komando Resort Militer, Komandan Tertinggi
Kesatuan
Angkatan dan POLRI, Ketua Pengadilan Tinggi, Kepala Kejaksaan Tinggi;
3. Wakil Gubernur, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I, Wakil Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat
Daerah Tingkat I;
4. Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen,
Walikotamadya,
Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, Komandan Resort
Militer/setingkat, Tokoh
Masyarakat tertentu Tingkat Daerah;
5. Pejabat Pemerintah Daerah lainnya setingkat Asisten.
(3). Dalam hal acara resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan dihadiri
oleh Pejabat Negara
di Pusat, Pejabat Pemerintah Pusat dan Tokoh Masyarakat tertentu Tingkat Nasional
tata tempatnya
disesuaikan dengan memperhatikan urutan tata tempat sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 7,
Pasal 8 dan Pasal 9.
BAB IV
TATA UPACARA
Pasal 15
(1). Upacara dalam acara kenegaraan dan acara resmi dapat berupa upacara bendera
atau bukan upacara
bendera.
(2). Untuk keseragaman, kelancaran, ketertiban dan kekhidmatan jalannya upacara
dalam acara kenegaraan
dan acara resmi, diselenggarakan berdasarkan tata upacara yang antara lain meliputi
pedoman umum
tata upacara dan pelaksanaan upacara.
Pasal 16
(1). Untuk melaksanakan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau acara resmi
diperlukan:
a. Kelengkapan upacara;
b. Perlengkapan upacara;
c. Urutan acara dalam upacara.
(2). Khusus untuk upacara bendera dalam acara kenegaraan dalam rangka peringatan
Hari Ulang Tahun
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, urutan acara ditentukan sebagai berikut:
a. Pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih diiringi dengan Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya;
b. Mengheningkan cipta;
c. Detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng
gereja dan lain-lain
satu menit.
d. Pembacaan Teks Proklamasi;
e. Pembacaan doa.
(3). Upacara penurunan Bendera Pusaka Merah Putih dalam acara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2),
dilakukan pada waktu terbenamnya matahari dengan diiringi Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya.
Pasal 17
Upacara penurunan bendera dalam acara resmi lainnya dilaksanakan berpedoman
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3).
Pasal 18
(1). Pelaksanaan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang
diselenggarakan tidak dengan
upacara bendera disesuaikan dengan ketentuan Pasal 16.
(2). Urutan acara dalam acara kenegaraan berupa kunjungan kenegaraan Kepala
Negara atau Kepala
Pemerintahan asing, dikelompokkan dalam:
a. Acara penyambutan kedatangan tamu negara;
b. Acara pokok kunjungan;
c. Pelepasan tamu negara.
(3). Urutan acara dalam acara resmi lainnya terdiri dari:
a. Pembukaan/Sambutan;
b. Acara pokok;
c. Penutup.
Pasal 19
Pelaksanaan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau resmi meliputi pula tata
bendera kebangsaan, lagu
kebangsaan dan pakaian upacara.
Pasal 20
(1). Tata bendera dalam upacara bendera:
a. Bendera dikibarkan sampai saat matahari terbenam;
b. Tiang bendera didirikan di atas tanah di halaman depan gedung;
c. Penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan bendera;
(2). Dalam acara kenegaraan atau acara resmi bukan upacara bendera, Bendera
Kebangsaan Merah Putih
dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.
Pasal 21
Tata Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dalam upacara kenegaraan atau upacara
resmi:
a. Apabila diperdengarkan dengan musik, maka Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
dibunyikan lengkap satu
kali;
b. Apabila dinyanyikan, maka dinyanyikan lengkap satu bait, yaitu bait pertama dengan
dua kali ulangan;
c. Padi saat Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan, seluruh peserta
upacara mengambil sikap
sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat;
d. Pada waktu mengiringi pengibaran/penurunan bendera tidak dibenarkan dengan
menggunakan musik
dari tape recorder atau piringan;
e. Jika tidak ada korp musik/genderang dan atau sangkala, maka
pengibaran/penurunan Bendera diiringi
dengan nyanyian bersama Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Pasal 22
(1). Pemakaian pakaian upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi
disesuaikan menurut jenis acara
tersebut.
(2). Dalam acara kenegaraan digunakan Pakaian Sipil Lengkap, Pakaian Dinas
Upacara Kebesaran atau
pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam
masyarakat.
(3). Dalam acara resmi digunakan Pakaian Sipil Harian atau seragam KORPRI atau
seragam resmi lainnya
yang telah ditentukan.
Pasal 23
(1). Tata upacara dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara
atau Lembaga Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah dilaksanakan dengan
berpedoman
kepada ketentuan Bab IV Peraturan Pemerintah ini.
(2). Tata upacara di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur
tersendiri oleh Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan berpedoman kepada ketentuan Bab
IV Peraturan
Pemerintah ini.
BAB V
TATA PENGHORMATAN
Pasal 24
(1). Dalam acara kenegaraan atau acara resmi, Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah
dan Tokoh Masyarakat
tertentu mendapat penghormatan sesuai dengan kedudukannya dalam negara,
pemerintahan atau dalam
7 / 19
www.hukumonline.com
masyarakat.
(2). Penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selain berupa pemberian
tata tempat, juga berupa
penghormatan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan dan penghormatan jenazah
apabila meninggal
dunia serta pemberian bantuan sarana yang diperlukan untuk melaksanakan acara.
Pasal 25
(1). Pemberian penghormatan menggunakan Bendera Kebangsaan Merah Putih dan
Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya dalam acara kenegaraan atau dalam acara resmi dilaksanakan sesuai
dengan
kedudukan pejabat yang bersangkutan dan sesuai dengan ketentuan penggunaan
Bendera Kebangsaan
Merah Putih dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang berlaku.
(2). Selain penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Pejabat
Negara, Pejabat
Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu meninggal dunia, penghormatan diberikan
dalam bentuk
pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih sebagai tanda
berkabung selama waktu
tertentu.
(3). Pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih ditetapkan sebagai
berikut:
a. Selama tujuh hari bagi Presiden dan Wakil Presiden;
b. Selama lima hari bagi Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
c. Selama tiga hari bagi Menteri Negara, Pejabat yang diberi kedudukan setingkat
dengan Menteri
Negara, Wakil Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima ABRI, Kepala Staf
Angkatan dan
Kepala Kepolisian RI.
(4). Dalam hal mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden meninggal dunia berlaku
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf a.
(5). Hari-hari selama pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih
tersebut dinyatakan
sebagai hari berkabung nasional dan dikibarkan di seluruh pelosok tanah air.
Pasal 26
Dalam hal Pejabat Negara lainnya, Ketua/Kepala/Direktur Jenderal dari Lembaga
Pemerintah Non Departemen,
atau Tokoh Masyarakat tertentu lainnya meninggal dunia, Bendera Kebangsaan Merah
Putih dikibarkan
setengah tiang sebagai tanda berkabung di lingkungan instansi masing-masing selama
dua hari.
Pasal 27
Dalam hal jenazah Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu
sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini meninggal dunia di luar negeri, pengibaran
setengah tiang Bendera
Kebangsaan Merah Putih dilaksanakan sejak tanggal kedatangan jenazah tersebut di
Indonesia.
Pasal 28
Pelaksanaan pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih dilakukan
sesuai dengan ketentuan
dan tata cara yang berlaku.
Pasal 29
Apabila pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih tersebut
berlangsung bersamaan dengan
penyelenggaraan peringatan hari nasional, maka Bendera Kebangsaan Merah Putih
dikibarkan secara penuh.
Pasal 30
Penghormatan berupa pengantaran atau penyambutan jenazah, persemayaman dan
pemakaman jenazah bagi
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku baginya.
Pasal 31
Penghormatan berupa bantuan sarana, pemberian perlindungan ketertiban dan
keamanan yang diperlukan
dalam melaksanakan acara/tugas diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
baginya dengan tidak
menimbulkan sifat berlebihan.
Pasal 32
(1). Pelaksanaan tata penghormatan dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah
berpedoman ketentuan Bab V Peraturan Pemerintah ini.
(2). Tata penghormatan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur
lebih lanjut oleh
Panglima Angkatan Bersenjata dengan berpedoman kepada ketentuan Bab V
Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN LAIN
Pasal 33
Tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan dalam acara resmi yang
diselenggarakan oleh Perwakilan
Republik Indonesia berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 34
(1). Pelaksanaan pengaturan tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan dalam
acara kenegaraan atau
acara resmi yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diatur oleh
masing-masing
Lembaga tersebut dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah ini.
(2). Pelaksanaan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan di lingkungan
Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia diatur lebih lanjut oleh Panglima Angkatan Bersenjata dengan
berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah ini.
(3). Ketentuan pelaksanaan acara kenegaraan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini diatur
lebih lanjut oleh Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Panitia Negara dengan
memperhatikan serta
kebiasaan yang berlaku di kalangan internasional, dan pelaksanaan ketentuan acara
resmi yang
diselenggarakan oleh Departemen/Instansi/Lembaga diatur oleh Menteri atau Pimpinan
Lembaga/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal 26 Desember 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
MOERDIONO
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62 TAHUN 1990
TENTANG
KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN
TATA PENGHORMATAN
I. UMUM
Ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987
tentang Protokol
menentukan tata tempat dan urutan bagi Tokoh Masyarakat tertentu, tata upacara dan
tata penghormatan
bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Tokoh Masyarakat tertentu di Pusat dan di
Daerah dalam acara
kenegaraan atau acara resmi, perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Meskipun
terdapat empat pasal
dari Undang-undang tersebut di atas yang memerlukan pengaturannya lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah, namun karena adanya keterkaitan yang erat antara materi yang satu
dengan lainnya, maka
pengaturannya dirangkum dalam satu Peraturan Pemerintah.
Tata tempat pada hakekatnya mengandung unsur-unsur siapa yang berhak lebih
didahulukan, siapa yang
mendapat hak menerima prioritas dalam urutan tempat.
Orang yang mendapatkan tempat untuk didahulukan adalah seseorang karena jabatan,
pangkat dan
derajatnya di dalam pemerintahan atau masyarakat. Pengaturan tata tempat dalam
Peraturan Pemerintah
ini diatur urutan tata tempat berdasarkan kelompok. Aturan dasar tata tempat pada
umumnya adalah
sebagai berikut:
1. Orang yang berhak mendapat tata urutan yang pertama adalah mereka yang
mempunyai urutan
paling depan atau paling mendahului.
2. Jika mereka belajar, maka yang berada di sebelah kanan dari orang yang mendapat
urutan tata
tempat paling utama dan yang paling tinggi/mendahului orang yang duduk disebelah
kirinya.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
cara kenegaraan pada dasarnya juga merupakan acara resmi. Tetapi karena sifatnya
kenegaraan, acara
ini hanya diselenggarakan oleh Negara. Hal ini yang membedakan dengan acara resmi
lainnya yang
diselenggarakan oleh Departemen/instansi baik di pusat ataupun di daerah.
Ayat (2)
Acara kenegaraan tidak harus selalu berupa upacara bendera, melainkan ada kalanya
diselenggarakan
tidak berupa upacara bendera, misalnya jamuan kenegaraan menghormati Kunjungan
Kepala Negara
atau Kepala Pemerintahan Asing.
Pasal 3
Ayat (1)
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Panitia
Negara dibantu
oleh Kepala Protokol Negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan diselenggarakan secara penuh dalam ayat ini bahwa dalam
acara kenegaraan,
tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan harus dilaksanakan dengan mengikuti
aturan-aturan
yang telah ditetapkan dalam acara, misalnya urutan tempat Menteri sesuai dengan
urutannya, demikian
pula urutan tempat duta besar, kehadiran pejabat yang diundang tidak boleh diwakili
dan sebagainya.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Acara resmi yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi
Pemerintah Pusat
pada prinsipnya tidak hanya dapat dilaksanakan di pusat, tetapi juga dapat
diselenggarakan di daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Urutan tata tempat dalam ayat ini disusun berdasarkan pengelompokan, dan teknis
pelaksanaan urutan tata
tempat dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut tempat
upacara.
Urutan tempat Menteri diatur menurut urutan Menteri yang ditetapkan dalam Keputusan
Presiden tentang
Pembentukan Kabinet. Dalam hubungan yang berkenaan dengan Perwakilan Asing,
Menteri Luar Negeri RI
diberi tata urutan mendahului Kabinet lainnya.
Urutan tata tempat antar Pegawai Negeri diatur menurut senioritas dengan memberikan
tata urutan sesuai
jabatan. Mantan Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah mendapat tempat setingkat lebih
rendah dari pada yang
masih berdinas aktif, tetapi mendapat tempat pertama dalam golongan yang setingkat
lebih rendah itu.
Isteri Pejabat Negara dan Pejabat Asing mendapat tempat setingkat suaminya. Para
Duta Besar/Kepala
Perwakilan Negara Asing mendapat tempat kehormatan yang utama diantara Pejabat
Negara. Tata urutan para
Duta Besar, Kepala Perwakilan Negara Asing, ditetapkan berdasarkan tanggal
penyerahan surat-surat
kepercayaannya kepada Presiden. Para Duta Besar R.I. diberi tata urutan setingkat
Menteri, tetapi diatur setelah
Menteri-menteri Negara dan Wakil-wakil Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Pengaturan tempat antara
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Acara resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat misalnya
Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen dan diadakan di Daerah dan dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden maka yang
mendampingi sebagai tuan rumah adalah Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Tetapi
kalau acara resmi tersebut diselenggarakan oleh Daerah itu sendiri dan dihadiri oleh
Presiden dan/atau Wakil
Presiden maka yang mendampingi sebagai tuan rumah adalah Gubernur atau Bupati
yang bersangkutan.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada dasarnya kehadiran pada acara kenegaraan tidak dapat diwakilkan. Apabila
undangan diwakilkan
maka yang mewakili mendapat tata tempat sesuai dengan jabatan yang mewakili.
Oleh karena itu yang bersangkutan tidak dapat menduduki tata tempat yang telah
disediakan untuk
pejabat yang diundang resmi.
Pasal 12
Dalam hal Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah memangku jabatan lebih dari satu yang
tidak sama tingginya,
maka baginya berlaku tata tempat yang urutannya lebih dahulu.
Hal ini juga berlaku bagi Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah yang sekaligus menjabat
Tokoh Masyarakat
tertentu, baginya mendapat tata tempat yang urutannya lebih dahulu. Pemangkuan
jabatan seperti di atas
misalnya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat merangkap sebagai Ketua Partai
Politik/Golongan Karya yang
dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan sebagai Tokoh Masyarakat tertentu.
Pasal 13
Ayat (1)
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara pada waktu-waktu tertentu lainnya seperti Sidang
Umum MPR,
Rapat Paripurna Terbuka DPR-RI dengan Amanat Presiden sebagai Pengantar Nota
Keuangan dan
RAPBN. Dalam hal demikian maka Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara tersebut
dapat mengatur
pengaturan tata tempatnya sendiri tetapi tetap dengan berpedoman pada ketentuan
Pasal 7, Pasal 8, dan
Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (2)
Demikian pula Instansi Pemerintah Tingkat Pusat mungkin mengadakan suatu acara
resmi. Dalam hal
demikian maka Instansi yang bersangkutan mengatur tata tempatnya dengan
berpedoman kepada Pasal
7, Pasal 8, dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian sebagai pedoman
umum perlu
diperhatikan bahwa yang mendapat tempat langsung lebih tinggi dari tuan rumah
adalah:
a. Mereka yang dalam aturan tata tempat mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada
tuan rumah.
b. Mereka yang menjadi kepala tertinggi (atasan) dari tuan rumah.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sebagai pedoman umum pada acara resmi dimana Kepala Daerah bertindak sebagai
tuan rumah perlu
diperhatikan bahwa tempat utama ditempati oleh Ketua Muspida/Kepala Daerah. Bila
pada acara tersebut
dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden atau Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah tingkat
pusat atau pejabat
daerah lainnya yang lebih tinggi kedudukannya, tata tempatnya disesuaikan dengan
memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Untuk pelaksanaan suatu upacara dengan tertib, khidmat dan lancar, baik upacara
kenegaraan atau
acara resmi diperhatikan adanya pedoman tata upacara yang memuat perencanaan
dan pelaksanaan
upacara, untuk dapat menjawab apa, siapa yang harus berbuat apa, dimana (tempat),
bilamana (waktu),
dan bagaimana tata caranya karena itu perlu disusun pedoman umum upacara dan
pelaksanaan upacara.
Pedoman umum upacara meliputi kelengkapan upacara dan perlengkapan upacara,
langkah-langkah
persiapan, petunjuk pelaksanaan upacara dan susunan acara. Kelengkapan upacara
antara lain:
inspektur upacara, komandan upacara, penanggung jawab upacara, peserta upacara,
pembawa naskah,
pembaca naskah, pembawa acara.
Perlengkapan upacara antara lain: tiang bendera dengan tali, Bendera, mimbar
upacara, naskah yang
akan dibacakan, pengeras suara dan sebagainya.
Langkah-langkah persiapan antara lain: menyusun acara, tata ruang, pengaturan
tempat, membuat
petunjuk pelaksanaan upacara dan menetapkan jenis atau macam pakaian yang harus
dipakai. Dalam
petunjuk pelaksanaan acara harus tercermin siapa harus berbuat apa dan kapan ia
harus berbuat.
Kolom-kolom yang perlu terdapat dalam petunjuk pelaksanaan upacara adalah: nomor,
jam, acara, uraian
pembawa acara, kegiatan, keterangan pelaksanaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Pada acara kenegaraan dan acara resmi bukan acara bendera diperlukan pula
persiapan mengenai
kelengkapan dan perlengkapan upacara serta urutan acara.
Kelengkapan upacara meliputi: pembawa acara, peserta upacara dan penanggung
jawabnya. Sedangkan
perlengkapan upacara meliputi tempat upacara dan perlengkapan fisik lainnya.
Ayat (2)
Acara penyambutan meliputi persiapan sampai dengan pelaksanaan kedatangan tamu
termasuk
memperkenalkan para pejabat tinggi. Acara pokok kunjungan dapat berupa, misal
kunjungan kehormatan,
ziarah ke makam pahlawan, pembicaraan resmi, jamuan makan, penyampaian
komunike/konferensi pers,
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan waktu, sifat atau jenis kunjungannya. Acara
penyambutan
tersebut selain dimaksudkan untuk menyatakan rasa hormat, juga untuk memberikan
kesan yang
mendalam akan martabat dan kebesaran negara dan bangsa Indonesia.
Ayat (3)
Acara pokok misalnya dapat berupa peresmian dan penandatanganan prasasti.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat ( 1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook Share to Google Buzz
MC dan Protokoler – YOGYAKARTA
Hotel Grage Ramayana Malioboro Yogyakarta | Yogyakarta, 10 – 12 Mei 2011 | IDR
3.600.000,-
Hotel Grage Ramayana Malioboro Yogyakarta | Yogyakarta, 22 – 24 Juni 2011| IDR
3.600.000,-
TUJUAN
Mengetahui dan memahami etiket dan protokol sebagai Master of Ceremony
(MC)
Mampu meningkatkan kemampuan berbicara dan berkomu-nikasi secara efektif
Mampu berperan sebagai MC pada berbagai jenis acara
MATERI
1. Pengantar
a. MC & Protokoler
b. Tugas & Tanggung Jawab MC
c. Tampil Percaya Diri
2. Etiket sebagai MC
PESERTA
Para Sekretaris,
PR/Humas, Corporate Affair, Receptionist, SDM & Diklat, etc.
MC & Calon MC Perusahaan
Staf lain yang terkait dan tertarik dengan Pokok Bahasan Lokakarya.
METODE
Lecturing, workshop, konsultasi interaktif, dan praktek MC
INSTRUKTUR
Endi Syaputra, S.Sos., Msi. – Dosen dan Praktisi Komunikasi
WAKTU
Yogyakarta, 10 – 12 Mei 2011
Yogyakarta,, 22 – 24 Juni 2011
TEMPAT
Hotel Grage Ramayana Malioboro Yogyakarta
INVESTASI
IDR 3.600.000 – (non residential )
(termasuk picking-up service dari Bandara/Stasiun KA ke hotel, training modul,
training kit, 2x coffee break, 1x lunch, souvenir, dan sertifikat)
TEHNIK PROTOKOL YANG EFEKTIF SEBAGAI FUNGSI PUBLIC RELATIONS
TEHNIK PROTOKOL YANG EFEKTIF SEBAGAI FUNGSI PUBLIC RELATIONS
BONUS ! ! ORGANIZER
Who should attend ?
Staf Hubungan Masyarakat – Humas, Sekretaris, Administrative Assistant, atau
siapapun yang ingin meningkatkan kinerja dibidang ke-Humas-an lebih baik lagi
Course Leader :
Ahmad Sablie, Psi
Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan beberapa pelatihan/courses di
Inggris, Amerika, Singapore, Thailand dan Malaysia. Pengalaman Karir dalam
bidang Human Resources Management dan Marketing antara lain PT Raja Garuda
Mas, PT Semen Cibinong, Huffco/VICO Indonesia, Deputy GM Human Resources di
Bank dan kemudian menjabat Human Resources Director dari Hero Group of
Companies dan Head of Human Resources Division Rajawali Citra Televisi Indonesia
(RCTI). Menjadi instruktur pelatihan di bidang Psikologi, Komunikasi, Public Relations,
MSDM, Leadership, Customers Behaviour, dll.
Saat ini menjabat sebagai PR Director Parliament Watch Indonesia (ParWI), juga
sebagai Senior Konsultan Gede Prama’s Dynamics Consulting
Training Description :
Kegiatan protokol diartikan sebagai Tata Tertib Upacara, yang kemudian dilengkapi
dengan Tata Tertib Acara, umumnya diterapkan dalam suatu upacara untuk menjaga
citra organisasi yang mapan.Karenanya, maka Tata Tertib Upacara ini adalah
pelengkap ke-Humas-an, yang sama pentingnya dengan pelengkap-pelengkap ke-
Humas-an lainnya, seperti Media Relations, Documentation dan lain sebagainya.
Gagalnya suatu kegiatan protokoler akan berdampak negatif pada citra perusahaan,
yang berarti gagalnya PR perusahaan. Karenanya diperlukan suatu pelatihan bagi
petugas pelaksana protokol, dalam menjalankan upacara, agar benar-benar efektif
mencapai citra perusahaan yang diharapkan.
Tujuan Pelatihan :
Memberi bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan suatu aktifitas
protokol yang efektif dan efisien dalam menjalankan berbagai upacara perusahaan.
Metode Pelatihan :
Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah lektur, workshop, simulasi dan
praktek.
Outline :
Hari Pertama
Sessi 1 : Ruang lingkup tugas kegiatan protokol.
Berbagai jenis Acara dan Upacara yang ada di perusahaan.
Perbedaan dalam pelaksanaannya
HARI KEDUA
Sessi 5 : Thema acara untuk keperluan seorang petugas Master of Ceremony
Thema, Suasana, Kekhususan upacara, Tempat dan Sifat Acara
Outline :
Kegiatan protokol diartikan sebagai Tata Tertib Upacara, yang kemudian dilengkapi
dengan Tata Tertib Acara, umumnya diterapkan dalam suatu upacara untuk menjaga
citra organisasi yang mapan. Karenanya, maka Tata Tertib Upacara ini adalah
pelengkap ke-Humas-an, yang sama pentingnya dengan pelengkap-pelengkap ke-
Humas-an lainnya, seperti Media Relations, Documentation dan lain sebagainya.
Gagalnya suatu kegiatan protokoler akan berdampak negatif pada citra perusahaan,
yang berarti gagalnya PR perusahaan. Karenanya diperlukan suatu pelatihan bagi
petugas pelaksana protokol, dalam menjalankan upacara, agar benar-benar efektif
mencapai citra perusahaan yang diharapkan. Diperlukan pribadi yang tangguh.
Didalam situasi mendesak dan perlu ketenangan, berbagai masalah dapat timbul.
Banyak pikiran digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dan membuat
keputusan-keoputusan penting dan tepat. Itulah yang terjadi ketika berhadapan dengan
orang banyak.
Trainer :
Date :
Investasi :
The course fee is included, Meals (2x coffee break and lunch), Training Kits,
Training Materials (Hardcopy + Softcopy), Documentation, Souvenir and Certificate
of completion
Dengan Hormat,
Mengacu Surat Pusat Kajian Dalam Negri dan Ilmu Pemerintahan , dengan Nomor SU :
201/PUSKDAGRI & IP/2011 Pertanggal 14 Januari 2011, Kami dari Ketua Pengurus Pusat
Kajian Dalam Negri Meralat Isi Surat Secara Keseluruhan,dan meminta maaf yang sebesar –
besarnya dan kami terbitkan surat baru beserta Ralatannya.
Untuk membangun citra yang positif (positif image building) suatu organisasi publik atau
birokasi pemerintahan bukanlah masalah yang sederhana, Dalam rangka meningkatkan
kinerja Aparatur Pemerintah Daerah, dalam era Otonomi Daerah serta peningkatan tugas
pokok dan fungsi dalam bidang Humas dan Protokoler terhadap Pengaturan Kunjungan Kerja
Presiden/Menteri dan Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah ,sudah saatnya Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan inovasi-inovasi pembaharuan terhadap standarisasi aturan
kehumasan dan protokoler sesuai Undang-Undang Keprotokolan yang berlaku. ,
Sebagai salah satu solusi untuk mengurangi berbagai permasalahan yang menyangkut kualitas
sumber Daya Manusia yang sangat terbatas maka kami dariPusat Kajian Dalam Negeri dan
Ilmu Pemerintahan ( PUSKDAGRI & IP ), akan mengadakan Bimtek Nasional 4 hari dan
Plus Tour Ke istana Presiden RI***, dengan tema :
“PENGEMBANGAN PENCAPAIAN PROFESIONALITAS APARATUR PEMERINTAH DAERAH DAN
PEJABAT DAERAH ( DPRD PROV/KAB/KOTA ) TENTANG PENGATURAN KEHUMASAN DAN
KEPROTOKOLERAN TERHADAP KUNJUNGAN PRESIDEN / PEJABAT NEGARA / PEJABAT
PEMERINTAH KE DAERAH”
Pusat Kajian Dalam Negeri dan Ilmu Pemerintahan ( PUSKDAGRI & IP ) merupakan
lembaga dibawah pembinaan Ditjend Kesbangpol Kemdagri No : SKT 053/D.III3/II/2010,
yang berusaha menghadirkan Narasumber/Widyaiswara Protokol yang berpengalaman dan
sangat berkompeten dibidangnya. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :
Menjadi Protokoler yang Andal dan Profesional
02/12/2009
Untuk meningkatkan peran dan kualitas pelayanan protokol di lingkungan instansi pemerintah sesuai
dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1987 tentang Protokol, dan Peraturan Pemerintah No.62 Tahun 1990
tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan, Biro Humas
dan Tata Usaha Pimpinan Bappenas, Kamis (3/12) menyelenggarakan Seminar dengan tema “Protokoler
yang Andal dan Profesional” di ruang SG 1-3 Bappenas dari pukul 09.30-13.00 WIB.
Seminar diawali dengan laporan panitia yang disampaikan oleh Kepala Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan
Bappenas Dr. Ir Maruhum Batubara, MPA., dan dilanjutkan dengan penyampaian kata sambutan sekaligus
membuka seminar oleh Sesmenneg PPN/Sestama Bappenas Ir. Syahrial Loetan, MCP.
Kepala Biro Humas dan TU Pimpinan Bappenas dalam laporannya mengatakan, seminar ditujukan kepada
para petugas protokol yang ada di Kementerian/Lembaga (K/L), agar dapat lebih meningkatkan
“Banyak tantangan yang harus dihadapi para petugas protokol dalam melaksanakan tugas. Ketika tugas
yang dilaksanakan berjalan dengan bagus dan sempurna, tidak pernah dipuji. Tapi, ketika pelaksanaan
berlangsung dengan tidak bagus, pasti protokol pihak yang paling dimarahi,” ucap Maruhum Batubara,
Lebih lanjut menurut Maruhum Batubara, seminar ini ternyata menarik minat para petugas protokol untuk
datang mengikuti seminar. Berdasarkan registrasi peserta, hingga pertengahan acara yang hadir lebih dari
120 orang. “Tidak disangka, ternyata peserta yang datang melebihi target,”kata Maruhum Batubara.
Usai laporan panitia, acara dilanjutkan dengan sambutan sekaligus membuka seminar oleh Sekretaris
Menneg PPN/Sestama Bappenas Ir. Syahrial Loetan, MCP. Mengawali sambutannya, Pak Syahrial
mengingatkan kepada para peserta untuk lebih memahami dan mengerti isi dari undang-undang atau
peraturan yang mengatur tentang tata cara protokol. Misalnya, UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokol,
kemudian Peraturan Pemerintah No: 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata
Penghormatan.
Mengingat tugas dan tanggung jawab yang diemban petugas protokol sangat berat, namun dalam
melaksanakan tugas hendaknya tidak dilaksanakan dengan kaku. Undang-undang dan peraturan terkadang
di buat dalam kondisi ideal. “Dalam prakteknya kadang harus dikombinasi dengan sense. Hingga kita
mempunyai feeling apakah dapat diterapkan seperti yang tertulis atau perlu dilakukan modifikasi atau
penyesuaian,” kata Pak Syahrial Loetan.
Diakhir sambutan, Pak Syahrial menyampaikan harapannya agar hasil dari seminar yang diselenggarakan
oleh Humas dan TU Pimpinan dapat langsung di terapkan di tempat tugas masing-masing. “Saya berharap,
ketika saya mampir atau berkunjung ke tempat saudara-saudara nanti akan ada etika baru yang
diterapkan. Mudah-mudahan seminar ini memberikan banyak manfaat, tidak hanya di Bappenas tapi juga
Seminar menghadirkan tiga orang pembicara yaitu, Kepala Sub Direktorat Protokol Upacara Diplomatik
Departemen Luar Negeri Prasetyo Budhi; Dosen Universitas Nasional yang juga pakar Sosiolinguistik Dr.
Yayah B. Mugnisjah Lumintang; Kepala Bagian Upacara dan Logistik Biro Protokol Rumah Tangga
Kepresidenan Radityo Adi Nugroho, SE., dan bertindak sebagai moderator Direktur Sistem dan Pelaporan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas Dr. Ir. Rr. Peni Kusumastuti Lukito, MCP.
Prasetyo Budhi, yang mendapat kesempatan pertama membawakan materi berjudul “Penyelenggaraan
Protokol Berskala Internasional”. Dalam kesempatan tersebut dipaparkan Standard Operating Procedure
(SOP) yang kerap digunakan protokol Departemen Luar Negeri terhadap tamu negara.
Selanjutnya pembicara kedua, Dr. Yayah B. Mugnisjah Lumintang, sebagai ahli bahasa yang pernah
bertugas di Dewan Perwakilan Rakyat dan Sekretariat Negara, membawakan materi berjudul
“Pengembangan Diri Petugas Protokol” dan menyoroti penggunaan tata bahasa dalam protokol tamu negara
atau acara kenegaraan. Menurutnya, melalui penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat
Dan sebagai pembicara terakhir, Radityo Adi Nugroho, membawakan materi berjudul “Manajemen
Keprotokolan Dalam Aspek Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan”. Pada kesempatan tersebut
banyak di paparkan pengalaman dan SOP yang biasa dilakukan dalam kegiatan VIP maupun VVIP.
KORPS PROTOKOLER MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN
Korps Protokoler Mahasiswa Universitas Padjadjaran merupakan organisasi dalam lingkup Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang terdapat di Universitas Padjadjaran.
Sejarah KPM UNPAD
Resmi berdiri pada hari SENIN 10 APRIL 2000 di kampus Unpad Dipati Ukur.
Kepala Sekretariat Rektor-Protokol Unpad pada waktu itu, Bapak H. Soehaemy A.R.
Ketua Umum pertama KPM UNPAD Periode 2000-2002 Sdr. Nuri Agus Ramdhani
Syifa S. (FIKOM’02),
KPM UNPAD memiliki misi untuk memperkenalkan ilmu keprotokolan dalam dunia kampus dan
kemahasiswaan
PROTOKOL menurut UU No. 8/1987 Tanggal 20 September 1987 dan PP No. 62/1990 Tanggal 26
Desember 1990 :
Protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi
aturan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan bagi seseorang karena
jabatan/kedudukan dalam negara, pemerintahan atau masyarakat.
PROTOKOL ¹ PROTOKOLER
PROTOKOL : Seperangkat aturan yang berdasar atas tata tempat, tata penghormatan, dan tata
upacara.
Secara normatif, protokol dibedakan menjadi tiga jenis :
Pada skala yang lebih global, pengertian protokol jauh lebih luas lagi, yaitu :
Kumpulan tata cara, pengaturan upacara, pergaulan antar kepala negara serta pejabat lainnya.
Pembawa acara,
Pengarah acara,
Timer
Penyelenggara skenario
Elemen protokoler
Project Officer,
MC/Pembawa acara,
Standard Operating Procedure (SOP) adalah urutan klerikal deskripsi tugas setiap elemen
protokoler yang wajib dilakukan guna memenuhi standar kualitas pekerjaan lapangannya
PROTOKOLER
Memiliki wawasan.
Mendengarkan
Belajar
Berlatih
KPM UNPAD
Protokol
Event Organizer
MC,Presenter,&News Presenter
Formal
Duta UNESCO
Non- Formal
Protokol Fair
Tabel Manner
Pelatihan EO
Makrab
Social
Protocol Visit