You are on page 1of 21

PERKEMBANGAN POLITIK DINASTI ‘ABBA<SIYAH

(Perkambangan Praktek Politik dan Pemikirannya)

Oleh:
Muh. Zulkarnain Mubhar
NIM: F0.4.6.10.013

Abstrak: Dari berbagai peristiwa yang terjadi pasca wafatnya


Rasulullah Saw, peristiwa pemilihan pemimpin kaum muslimin
merupakan peristiwa yang mengandung berbagai polemik yang
sangat tajam yang ditengarai dengan banyaknya pemikiran politik,
dari seluruh rangkaian peristiwa tersebut menunjukkan bahwa telah
terjadi perkembangan pemikiran politik dari Rasulullah Saw hingga
masa dinasti umawwiyah secara dinamis, namun demikian berbagai
konflik dan intrik-intrik politik tidak dapat dipungkiri
keberadaannya, utamanya pasca terbunuhnya sang khalifah ke-3.
Dynasty ‘Abba>siyah merupakan dynasty yang didirikan secara
revoluasioner mulai dari Khurasan hingga Magrib. Dynasty ini berdiri
diantara dua imperim besar yaitu dynasty Umawiyyah jilid II yang
berdiri tegak di Andalusia dan Byzantium. Usaha para penguasa
dinasy ‘Abba>siyah untuk mengahbisi seluruh keluarga Umawiyyah
tidak pernah berhasil meskipun bekerjasama dengan Eropa, namun
usaha untuk menundukkan sikap politik kaum Byzantium selalu
berhasil, hanya saja pasca terbunuhnya al-Mutawakkil, para penguasa
kemudian harus disibukkan dengan berbagai pemberontakan internal
yang tidak dapat diselesaikan bahkan menghasilkan berdirinya
dynasty Buwaih, Salju>k dan Fa>t}imiyyah di Mesir.
Kata Kunci: ‘Abba>siyyah, Politik, Luar Negeri, Dalam Negeri.

Pendahuluan

Polemik pemikiran politik ditengah-tengah kaum muslimin telah tamapak pasca


wafatnya Rasulullah Saw, dimana Islam secara politik dibawah binaan dan bimbingan
sang Rasul Agung Muhammad bin Abdullah Saw berhasil menyatukan pemikiran politik
manusia –utamanya kaum Arab yang senang dengan pertikaian dan perpecahan- dalam
satu pemikiran dan satu Negara yang dikeandalikan secara internal oleh hukum-hukum
syari’at, dan secara ekstral berfungsi untuk meyebarluaskan risalah al-Isla>miyyah.
Sejarah mencatat bahwa persoalan yang menjadi polemik pemikiran politik pertama
yang terjadi dikalangan kaum muslimin pasca waftanya Rasulullah Saw adalah polemik
kekuasaan politik atau Ima>mah1. Polemik kekuasaan politik yang terjadi pada masa

1
Abdul Muin Salim. Fiqhi Siayasah; Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an. (Jakart: RajaGrafindo
Press, 2002), 1; Bandingkan: Muhammad bin Abd al-Kari>m bin Abu> Bakr Ahmad al-Shahrasta>ni>y. Al-
Milal wa al-Nih}al. Vol. 1 (Mesir: Mus}t}afa> al-Ba>b al-H{alibi>y wa Awala>duhu>, 1387 H), 24. Philip K Hitti.

1
2

tersebut melibatkan dua kelompok besar kaum muslimin yaitu Muha>jiri>n dan Ans}a>r
yang berakhir dengan dinobatkan Abu> Bakar al-S}iddi>q (w. 23 H/634 M) sebagai
khalifah.2 Setelah peristiwa tersebut proses kepemimpinan terus berlanjut tanpa polemic
yang berarti hingga terbunuhnya ‘Uthma>n bin ‘Affa>n (w. 36H/656M) dan terpilihnya
‘Ali> bin Abi> T}a>lib (w. 41H/661M) sebagai khalifah berdasaran usulan Gubernur Mesir
Abdullah bin Saba yang kemudian digantikan oleh Qais pada masa pemerintahan ‘Ali>
bin Abi> T}a>lib.3
Pada masa kepemimpnan ‘Ali bin Abi> T{a>lib keadaan politik tidak menentu dan
semakin diperparah dengan pemberontakan beberapa kelompok kaum muslimin
diantaranya adalah pemberontakan T{alh}ah} bin ‘Ubaidillah dan Zubair bin ‘Awwam yang
tidak mengakui kepemimpinan ‘Ali karena ketidaksediaannya menjatuhkan hukuman
kepada para pembunuh ‘Uthma>n, namun dengan demikian untuk perara ini ‘Ali
mengusahakan jalan damai, tetapi mereka yang berepentingan tidak menyukai hal ini
sehingga peperangan pun tidak dapat dielakkan. Peperanagan ini melibatkan T{alh}ah,
Zubair, dan ‘Aisyah yang kemudian dikenal dengan ma’rakah al-Jamal (perang unta)
disebabkan ‘Aisyah menunggangi unta.4 Kondisi politik pada masa ini semakin sangat
parah ketika terjadinya polemik pemikiran politik antara ‘Ali bin Abi> T{a>lib dengan
Mu’a>wiyah bin Abi> Sufya>n (w. 64H/680M) dimana Mu’a>wiyah sebagai ketua
perkumpulan keluarga ‘Umawiyyah membangkitkan kemarahan kaum muslimin dan
kekecewaan mereka kepada kepemimpinan khalifah ‘Ali> bin Abi> T{alib yang tidak
mampu menuntaskan dan menghukum para pembunuh khlaifah ‘Uthma>n dan bahkan
menuduhnya sebagai pembunuh khalifah tersebut, dimana pada akhirnya ‘Ali> pun
terbunuh dan Mu’awiyah pun naik tahta sebagai Khalifah yang menunjukkan awal
berdirinya dinasti Umawiyyah.5
Dari seluruh rangkaian peristiwa di atas menunjukkan bahwa telah terjadi
perkembangan pemikiran politik dari Rasulullah Saw hingga masa dinasti Umawwiyah

History of The Arabs (London: The Macmillan Press Ltd, 1970), 139. Harun Nasution. Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya. Vol. 1 (Jakarta: UI Press, 1978), 92.
2
Muin Salim. Fiqhi Siyasah….., 1. Bandingkan : Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam,
diterj. H.A. Bahauddin. Vol. 1 (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), 396-398.
3
Syed Mahmuddunnasir. Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Diterj. Adang Affandi (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2005), 165.
4
Ibid., 166-167.
5
Lebih lanjut lihat. Hitti, The History…, 180-184.
3

secara dinamis, namun demikian berbagai konflik dan intrik-intrik politik tidak dapat
dipungkiri keberadaannya, utamanya pasca terbunuhnya sang khalifah ke-3 ‘Uthma>n bin
‘Affa>n –Rad}iya Alla>hu ‘anhu – dan kekhalifahan deserahkan kepada ‘Aly bin Abi> T{a>lib -
Rad}iyallahu ‘anhu – kemudian diambil alih oleh Mu’awiah yang kemudian
memproklammirkan Umayyad empire (dinasti bani> Umayyah) yang berhasil berkuasa
salama kurang lebih satu abad lamanya yakni antara tahun 40-120 H atau 661-737 M.
namun kekuasaan ini harus berkhir ditangan para keturunan al-‘Abba>s atau lebih dikenal
dengan ha>shimiyyi>n dengan jalan revolusi yang memandang bahwa para khalifah
Umawiyyah tidak berlaku adil pada semua golongan dengan mengutamakan kaum arab
sebagai pioneer utama dalam membangun kebudayaan (Arabisasi), ditambah lagi sikap
bermegah-megahan yang ditampilkan oleh dinasti menyebabkan tertindasnya kaum
mawa>ly dan seluruh elemen non-Arab yang ada dibawah kekuasaannya.
Revolusi Abbasiyah ini dipimpin oleh seseorang yang berdarah Persia dengan
nama Arabnya Abu> Muslim di Khurasan, dimana ia merekrut dan melatih kader-kader
revolusionernya dari kalangan Mawa>ly dengan doktrin Hashimiyyah.6 Setelah peristiwa
ini, pendirian dinasti Abbasiyah pun dimulai dengan mengakat abu> al-‘Abba>s al-S}affah}
sebagai khalifah pertamnya (132 -136 H / 750-754 M) dan Al-Mans}u>r putra al-S}affa>h}
sebagai pendiri kekhalifahan pertamanya dengan menjadikan kota Bagdad sebagai pusat
pemerintahannya yang memerintah selama 22 tahun yaitu antara tahun 136-158 H / 754-
775 M.
Perjalanan disnati ini cukup lama yaitu selama kurang lebih lima abad antara
tahun 132-656 H / 750-1258 M dimana para khalifahnya terus berganti secara turun
temurun, pemerintahan para khalifah ‘Abba>siyah ini berhasil mengangkat Islam berada
pada puncak peradaban dunia tingkat tinggi dengan seluruh elemen peradabannya,
seperti; tata pemerintahan yang teratur, peningkatan intelektual yang telah diwariskan
oleh Dinasti Umawiyyah, peningkatan kesejahteraan rakyat baik dari segi ekonomi,
social, politik maupun pendidikan.
Jika demikian, lalu bagaimana bentuk politik luar negeri yang dilakoni oleh
para khalifah Dynast Abbasiyah? Dan bagaimanakah perkembangan politik internal

6
Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad; Sejarah Dunia Versi Islam. Diterj. Yuliani Liputo (Jakarta: Zaman,
2010), 153.
4

dynasty ini? Seluruh pertanyaan ini akan diuarai dalam makalah ini sesuai dengan
kemampuan penulisnya.

Politik Luar Negeri

Setelah tergulingnya kekuasaan dynasty Umawiyyah dan dibai’atnya Abu al-


‘Abba>s al-S{affa>h} pada tanggal 28 Dhulh{ijjah 132 H dirumah al-Wali>d bin Sa’ad al-Azdy.
Kemudian pada tahun 134 H al-S{affa>h} meninggalkan Kufa menuju Anba>r kemudian
menjadikannya sebagai ibu kota kekuasaannya dengan dama kota Hashimiyyah sebab
memandang bahwa Kufah telah terkontaminasi oleh kelompok ‘Alawiyyah.7 Secara
umum khlifah abu al-‘Abba>s al-S}affa>h} tidak memiliki sedikitpun andil dalam perluasan
wilayah dakwah, melainkan disibukkan dengan memburu para keturunan Mu’awiyah
yang pada waktu lari menuju Damaskus dan mendirikan dinastinya disana.
Mahmudunasir dalam salah satu catatannya menjelaskan bahwa setelah al-S{affa>h{ naik
tahta sebagai khalifah pertama dynasty ‘Abba>siyah kemudian mengelurkan kebijakan
yaitu pemusnahan seluruh anggota keluarga Umayyah, kebijakan ini dijalankan oleh
pamannya yang bernama Abdullah bin ‘Aly. Kondisi ini dimanfaatkan oleh orang-orang
Byzantium untuk menguasai wilayah-wilayah muslim dibagian utara.8
Setelah Abu al-‘Abba>s al-S{affa>h mangkat pada tahun 136 H/754 M kemudian
Abu> Ja’far al-Mansu>r naik tahta menggantikan saudaranya. Pasca duduknya al-Mans}u>r
pada tampuk kepemimpinan dynasty ‘Abba>siyah, kemudian melakukan perjalanan untuk
mencari lahan yang tepat untuk mendirikan pusat pemrintahan, maka pada tahun 141
H/759 M al-Mans}u>r menemukan sebuah wilayah yang terletak antara sungai Najlah dan
Efrat kedua sungai ini dapat mejadi benteng pertama dari kepungan musuh, al-Ya’qu>by
meriwayatkan bahwa ketika al-Mans}u>r berada di Bagdad pada tahun 144 H / 762 M dia
berkata: “Aku tidak menemukan suatu tempat yang layak untuk membangun sebuah
kota dari tempat ini, tempat yang terletak diantara dua sungai yaitu suangai Najlah dan
Efrat dan menghubungkan antara Bas}rah, Aballah, Persia dan yang mengitarinya, Mosul,

7
Ya’qu>by, Ta>ri>kh al-Ya’qu>by (Maktabah Sha>milah 2.8, Tth), 251,255. Bandingkan: ‘Aly Muh}ammad
Muh}ammad al-S{alla>by, ‘As}r al-Daulatain: al-Umawiyyah wa al-‘Abba>siyyah wa Z{uhu>r Fikr al-Khawa>rij
(Oman: Da>r al-Baya>riq, 1998), 88.
8
Syed Mahmuddunnasir. Islam; Konsepsi dan Sejarahnya, 212-213.
5

Jazirah, Syam, Mesir, Maroko, Madraj (Madras), dan Khurasan,9 dari situ kemudian
pada tahun 145 H / 763 M al-Mans}u>r pun memulai pembangunan kota di Bagda>d dan
selesai pada tahun 149 H / 767 M dengan nama Madi>nah al-Sala>m (Negeri
Keselamatan).10 Dari kota inilah al-Mans}u>r dan para khalifah setelahnya memulai
peranan mereka sebagai pemimpin kaum muslimin dengan gelar khlifah. Gelar yang
tidak jauh berbeda dengan gelar yang digunakan oleh para pemimpin Umawiyyah, hanya
saja setiap khalifah dari kalangan Abbasiyah memiliki gelar tersendiri seperti; Al-
S{affa>h}, al-Mans}u>r (penolong), al-Mah}dy, al-Rashi>d (intelek), al-Ami>n (yang dipercaya),
al-Ma’mu>n (terpercaya) dan sebagainya.
Perluasan wilayah pada masa dynasty ‘Abba>siya mulai tampak pada masa
pemerintahan al-Mans}u>r sebagai pendiri peradaban imperium Islam terbesar dimana
pada masa pemerintahannya berhasil mengambil kembali wilayah-wilayah yang pernah
dicaplok oleh Kosatantinopel IV Raja Byzantium pada tahun 137 H / 755 M, kemudian
pada tahun berikutnya (138 H / 758 M) al-Mans}u>r mengambil alih kembali wilayah
tersebut dengan menggunakan dua kelompok tentara yaitu al-S{awa>if dan al-Shawat}y11
dan mendirikan kamp tentara disana. Akibatnya pada 155 H / 772 M Raja Byzantium
Kostantinopel IV mengajukan perdamaian dengan dynasty ‘Abbasiyah bahwa mereka
siap menyerahkan pajak dari negara mereka ke Bagdad setiap tahunnya. 12 Dan diantara
wilayah-wilayah yang berhasil dikuasai oleh al-Mans}u>r pada masa pemerintahannya
adalah T{abrasta>n, Dailam, dan Kashmir, diamana kota-kota ini adalah kota-kota yang
telah merusak perjanjian yang telah mereka sepakati sebelumnya.13
Perluasan wilayah selanjutnya menuju ke selat India dimana pada masa
pemerintahan al-Mahdy (pada tahun 159 H / 776 M) memberangkatkan tentaranya

9
Ya’qu>by, Ta>ri>kh al-Ya’qu>by, 262.
10
‘Aly Muh}ammad Muh}ammad al-S{alla>by, ‘As}r al-Daulatain: al-Umawiyyah wa al-‘Abba>siyyah wa
Z{uhu>r Fikr al-Khawa>rij, 88-89.
11
Al-S}awa>if adalah kelompok tentara al-Mans}u>r yang bertugas menjaga perbatasan setiap musim panas,
dan al-Shawa>ty adalah pasukan yang bertugas menjaga perbatasan setiap musim dingin. Lihat. H{asan
Ah}mad Ma}mu>d dan Ah}mad Ibra>hi>m al-Shari>f, al-‘A<lam al-Isla>my fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy (Beirut: Da>r al-
Fikr al-‘Araby, Tth), 164.
12
‘Aly Ibra>hi>m H{asan, al-Ta>ri>kh al-Isla>my al-‘A<m (Kairo: Matabah al-Nahd}ah al-Mis}riyyah, Tth), 358.
Bandingkan. H{asan Ibra>hi>m H{asan, Ta>ri<kh al-Isla>m: al-Siya>sy wa al-Di>ny wa al-Thaqa>fy wa al-Ijtima>’y
(Beirut : Da>r al-Ji>l, 1996), 198.
13
Ah}man Ma’mu>r al-‘Asi>ry, Mu>jaz al-Ta>ri>kh al-Isla>my; Mundhu ‘Ahdi A<dam ‘Alaihi aal-Sala>m ila>
‘As}rina al-H{a>d}ir (Saudi Arabiyah: Matabah Malik Fahd al-Wat}aniyyah, 1996), 183.
6

melalui laut dibawah pimpinan seorang panglima bernama ‘Abd al-Malik bin Shiha>b al-
Masma’y menuju India kemudian para tentara ini berhasil menaklukkan wilayah Barbad
dan mendudukinya dan menghancurkan seluruh patung-patung Budha yang ada di sana
pada tahun 160 H / 777 M.14
Antara tahun 162-163 H Tentara Romawi berusaha memasuki wilayah Bagdad
dengan menghancurkan tembok pertahanan yang terdapat di wilayah al-H{adtha pada
tahun 162 H / 779 M, kemudian menyerang dan memberangus perbatasan ‘Abbasiyah
yang terdapat Mar’ash dan berhasil mendudukinya pada tahun 163 H / 780 M. setelah
khalifah mengetahui hal ini kemudian pada tahun yang sama al-Mahdy mengutus
tentaranya dibawah pimpinan al-Hasan bin al-Qah}t}abah, hanya saja para tentara
Romawi telah kembali ke daerah mereka.15 Kemudian pada tahun 165 H / 782 M al-
Mahdy didampingi putranya Harun al-Rashi>d menyerang kota romawi, sesampainya di
kota Ablastan atau Ablastin yang terletak diwilayah Asia Kecil, al-Mahdy terpaksa
harus kembali ke Bagdad dan menyerahkan kepemipnan pasukan kepada Ha>ru>n al-
Rashi>d, pasukan yang dipimpinnya menuju perbatasan Asia Kecil dan berhasil
meruntuhkan benteng Buzantium yang ada di sana dan memasuki wilayah Basfu>r
(wilayah kekuasaan Byzantium). Kondisi ini memaksa Ratu Irene (yang padu waktu
memerintah atas nama putranya Kostantine VI) untuk melakukan perundingan, maka
kedua pihak bersepakat bahwa kerajaan Byzantium wajib menyerahkan pajak tahunan,
dan membiarkan para tentara ‘Abbasiyyah dan mempermudah kebuthan mereka dalam
perjalanan.16 Kemenangan pasukan al-Mahdy atas Byzantium dibawah pimpinan
putranya al-Rashi>d ini memudahkan jalannya dalam menguasai wilayah Asia Tengah
dimana para raja yang berada diwalayah tersebut tunduk dan patuh atas kepemimpinan
al-Mahdy.17
Perperangan melawan Byzantium tidak pernah berhenti disebabkan karena
setiap terjadi pergantian kepemimpinan pada kerajaan tersebut, setiap pemimpin
senantiasa melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati dengan para pemimpin

14
‘Aly bin Abi al-Karam Ibnu al-Athi>r (w. 630 H), al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh. Vol. 5 (Beirut: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1407 H / 1987 M), 235.
15
H{asan Ibra>hi>m, Ta>ri<kh al-Isla>m, 198.
16
Ahmad Mukhta>r al-‘Aba>dy, Fi> al-Ta>ri>kh al-‘Abba>sy wa al-Fat}imy (Beirut: Da>r al-Nahd}ah al-
‘Arabiyyah), 71. Bandingkan. Ibra>hi>m al-Shari>f, al-‘A<lam al-Isla>my fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy, 165-166.
17
Ibra>hi>m al-Shari>f, Ibid., 166.
7

‘Abbasaiyah dengan mereka, terhitung mulai sejak perdamaian anatara al-Mans}u>r


dengan Raja Kostantine IV dan V, kemudian dilanggar oleh raja Kostantine VI yang
pada waktu itu pemerintahan dijalankan oleh Ratu Irene (ibu Kostantine VI) dan pada
masa pemerintahan al-Mahdy kesepakatan perdamaian pun terjadi antara kedua pihak.
Ratu Irene secara continue membayar pajak tahunan sebagaimana kesepakatannya
dengan pemerintahan ‘Abbasiyah hingga kemudian ia wafat dan digantikan oleh
Nicephorus I. pada waktu yang sama pula pemerintahan dynasty ‘Abbasiyah berada
dibawah kepemimpinan Ha>ru>n al-Rashi>d menggantikan saudaranya Mu>sa> al-Ha>dy
(W.170 H / 786 M). Telah terjadi proses korespondensi politik antara Nicephorus I
dengan al-Rashi>d, dimana Nicephorus I menulis surat atas nama pemerintah Byzantium
yang isinya:
“Dari Nicephorus penguasa Romawy kepada Ha>ru>n penguasa bangsa Arab,
sesungguhnya penguasa sebelumku telah menempatkanmu pada posisi yang
terhormat dan memposisikan dirinya pada posisi tida berdaya, oleh karenanya
dia menyerahkan kepadamu hartanya yang bukan merupakan bagian dari
hakmu, tetapi itu semata disebabkan karena kelemahan dan kebodohan seorang
wanita, jika kamu telah membaca surat ini, maka kembalikanlah seluruh harta
yang telah diserahkan –oleh penguasa sebelumku- kepadaku dan penyerahannya
harus dilakukan olehmu tanpa utusan, jika tidak maka pertemuan pedang antara
kita pasti akan terwujud”

Setelah Ha>ru>n al-Rashi>d membaca surat tersebut, ia pun marah dan memanggil
sekretaris Negara untuk menulis surat sebagai balasan atas surat tersebut, adapun isi dari
surat balasan kepada Nicephorus I adalah:

“Denagan Nama Allah yang Maha pengasih lagi Penyayang, Dari Ha>ru>n al-
Rashi>d pemimpin kaum beriman (Ami>r al-Mu’mini>n) kepada Nicephorus anjing
Romawi, aku telah membaca suratmu dan jawaban tidak akan kamu dengar
tetapi akan kamu saksikan sendiri, wassala>m.18

Setelah mengirim surat tersebut kepada kaisar Byzantium, kemudian al-Rashi>d


pun kelur memimpin sekitar 130.000 pasukan menuju kota Hirakl ibu kota Korah
Baisina, dan kota tersebut berhasil dilumpuhkan dan diduduki pada tahun 189 H / 806 M
dengan hancurnya pasukan dan seluruh benteng perbatasan Byzantium. Akhirnya

18
Muhammad al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah; Daulah al-‘Abba>siyyah (Mesir:
Maktabah al-Tija>riyah al-Kubra>, 1970), 130. Bandingkan. Bozena Gajane Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’
al-Isla>my; Ta>ri>kh al-Daulah al-Isla>miyyah wa Tashri>’iha> (Beirut: Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, 1980), 235.
8

Nicephorus I harus tunduk dan bersedia untuk kembali membayar pajak tahuna
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendahulunya.19
Ibnu Khaldu>n mencatat bahwa setelah peristiwa itu Nicephorus I kembali
melanggar perjanjian yang mengundang turunnya al-Rashi>d bersama pasukannya
kembali memerangi Negara mereka pada masa musim dingin, Nicephorus I beranggapan
bahwa pasukan al-Rashi>d tidak akan memasuki wilayah mereka karena kondisi cuaca
yang sangat ekstri, namun anggapan ini salah, bahkan pasukan tersebut berhasil merebut
kembali wilayah Soan, kemudian mengirim pasukan di bawah pimpinan H{umaid Ma’yu>f
melewati sungai Syam menuju Mesir dan pasukan tersebut berhasil melumpuhkan
kekuatan Byzantim yang ada di wilayah Qubrus yang pada akhirnya pajak tahunan
Byzantium yang harus dibayarkan kepada penguasa ‘Abbasiyah semakin bertambah
dimana Uskup Qubrus wajib membayar 2000 Dinar, Nicephorus I harus membaayar
pajak atas dirinya sebesar 4 dinar, dan atas putranya 2 dinar setiap tahunnya. Pada
peperangan ini Ha>run al-Rashi>d dan pasukannya berhasil membawa pulang banyak
tawanan dan harta rampasan perang, diantara tawanan tersebut adalah seorang wanita
pelayan istana yang telah dilamar oleh putr Nicephorus I sehingga Nicephorus I terpaksa
memintanya kembali melalui utusannya agar perikahan diaantara keduanya dapat
berlangsung dengan baik. Dengan penuh kemuraahan hati al-Raashi>d pun
mendatangkannya dengan pakaian dan perhiasan dengan menggunakan kemah
miliknya.20
Secara umum dapat dinyatakan bahwa ‘Abbasiyah di hadapan Byzantium
selama berada dibawah kepemimpinan Ha>ru>n al-Rashi>d adalah sebuah Negara yang
berdaulat dengan kekuatan tentara dan persenjataan yang sangat lengkap dan terkuat di
dunia saat itu, dimana para tentara memiliki panglima-panglima perang yang jenius
dalam masalah taktik termasuk sang khalifah sendiri, para tentara dan panglimanya
adalah gabungan orang-orang Arab, Mawa>ly, dan Khurasa>n.21

19
al-‘Aba>dy, Fi> al-Ta>ri>kh al-‘Abba>sy wa al-Fat}imy, 92.
20
‘Abd al-Rah}ma>n Ibnu Khaldu>n, Kita>b al-‘Ibar wa Di>wa>n al-Mubtada> wa al-Khabar yang dikenal dengan
Ta>rikh Ibn Khaldu>n. Vol.3 (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), 276-277. Bandingkan. Strzyzewska,
Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 235.
21
al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 133.
9

Selian hubungan dengan kaum Byzantium yang merupakan hubungan


peperangan yang tidak terputus muali dari masa pemerintahan al-Mans}u>r hingga al-
Rashi>d, al-Rashi>d juga memiliki hubungan dengan Eropa dibawah kepemimpinan Raja
Prancis yang bernama Sharlman sebagaimana yang banyak dikisahkan oleh para
sejarawan barat.
Berdasarkan informasi Strzyzewska bahwa telah terjadi kerjasam antara
Sharlman dengan Ha>ru>n al-Rashi>d dengan dua tujuan, Pertama, Dapat memudahkan
jalan untuk memerangi dynasti Umawiyyah yang berdiri di Andalusia, tetapi hal ini
tidak menghasil sesuatu apapun disebabkan karena dynasty Umawiyyah memiliki
keuatan yang cukup besar, Kedua, secara politik bilateral Sharlman berhasil
mendapatkan beberapa faidah dari Bagda>d utamanya Faidah dalam masalh keilmuan,
sebab Eropa dan kaum kristiani pada saat itu tenggelam dalam dunia kegelapan ilmu
yang telah dipadamkan oleh kaum Bar-bar,22 sementara itu Bagdad dan kaum muslimin
berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu. Dari dua bentuk tujuan politis
tersebut dapat dilihat bahwa tujuan politis kedua memberikan suntikan yang sangat
besar bagi Eropa dalam mengembangkan peradabannya, dimana Sharlman berusaha
memperbaiki keadaan pemerintahannya dari segi hukum dan politik dengan mengikuti
cara-cara al-Rashi>d.
Peperangan dengan Byzantium tidak berhneti pada masa kekhalifahan al-
Rashi>d tetapi kemudian diteruskan oleh al-Ma’mu>n. peperangan ini dimulai pada tahun
215 H / 830 M hingga tahun 217 H / 833. Diantara benteng-benteng Byzantium dan
berhasil ditaklulkkan oleh al-Ma’mu>n adalah: Benteng Qurrah, sebnayak 30 benteng
yang terdapat disekitar Antakia, dan kota Tawabah yang kemudian didalmnya dibangun
kota baru dimana al-Ma’mu>n kemudian wafat.23
Pada masa pemerintahan al-Mu’tas}i>m raja Romawi Tyufil bin Mikhael sang
penguasa Byzantium enggan membayar pajak tahunan, akhirnya pada tahun 223 H / 839
M al-Mu’tas}i>m mengerahkan pasukan yang sangat besar yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Ibnu Khaldu>n menguraikan bahwa pasukan yang dikerahkan oleh al-
Mu’tas}i>m untuk menduduki kota ‘Amwariyyah yaitu kota kelahiran Tyufil Mikhaek

22
Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 236.
23
al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 223-224.
10

adalah pasukan yang belum pernah ada sebelumnya baik dari sisi kelengkapan
persenjataan, peralatan, jumlah diamana al-Mu’tas}i>m membagi pasukannya kepada lima
sisi; pada sisi depan adalah pasukan Ashna>n, pada bagian belakang adalah pasukan
Muh}ammad bin Ibra>hi>m bin Mus’ab, pada sisi kanan pasukan I<ta>kh, pada sisi kiri
pasukan Ja’far bin Di>na>r al-Khayya>t}, dan pada bagian tengah adalah pasukan ‘Aji>f bin
‘Anbasah.24 Formasi pasukan yang dibentuk oleh al-Mu’tas}i>m ini memasuki kota
‘Amwariyyah secara bertahap mulai dari pasukan garda depan, kemudian pasukan kiri,
kemudian pasukan kanan, kemudian pasukan tengah, kemudian pasukan belakang
dengan demikian kota tersebut terkepung dari berbagai sisi dan berhasil meruntuhkan
seluruh infra strutur yang ada didalamnya, hal ini dilakukan oleh al-Mu’tas}i>m karena
kemarahannya kepada Byzantium yang telah memporak-porandakan wilayah Meliti dan
Zabtar yang keduanya berada dibawah naungan penguasa al-‘Abba>siyah.25
Pertempuran antara kaum muslimin yang berada dibawah naungan Dynasty
‘Abba>siyah dengan Byzantium terus berlangsung hingga masa kepemimpinan al-
Mutawakkil. Dari seluruh rangkaian peperangan melawan Byzantium dari masa al-
Mans}u>r hingga al-Mutawakkil telah terjadi enam kali perdamaian, dimana perdamaian
keenam adalah perdamaian yang terjadi anatara al-Mutawakkil denga penguasa
Byzantium pada tahun 246 H / 352 M.26
Adapun para khalifah setelah al-Mutawakkil merekadisibukkan dengan kondisi
internal Negara yang kacau balau. Kondisi ini menyebabkan kehancuran diseluruh
wilayah kekuasaan ‘Abba>siyyah dimana rival utama mereka (Byzantium) memanfaatkan
ketidak stabilan politik dalam Negara kekuasaan ‘Abba>siyah untuk menduduki kembali
wilayah-wilayah mereka yang pernah diduduki oleh kekuasaan ‘Abba>siyah mulai dari
masa al-Mans}u>r hingga al-Mutawakkil. Meski demikian diantara para khalifah pasca al-
Mutawakkil masih tetap ada yang memiliki usaha untuk mempertahan wilayah-wilayah
tersebut seperti al-Musta’i>n, al-Mu’tamad, dan al-Muqtadir tetapi semuanya tidak
berhasil memaksa Byzantium untuk melakukan kesepakatan damai sebagaimana yang
telah dilakukan oleh pendahulu mereka, hal ini disebabkan karena melemahnya kekuatan

24
Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n, 323.
25
al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 223-224. Bandingkan. Strzyzewska, Ta>ri>kh
al-Tashri>’ al-Isla>my…, 259.
26
al-Khad}ary Bek, Ibid., 265.
11

tentara ‘Abba>siyah dimana kaum ‘Ala>wiyyi>n yang merupakan kaum yang terbanyak dan
terkuat dalam kesatuan tentara ‘Abba>siyah telah mulai melakukan pemberontakan dan
termasuk pula diantaranya kaum Atra>k (orang-orang Turki) yang berakibat pada
munculnya berbagai kerajaan-kerajaan kecil diberbagai wilayah kekuasaan ‘Abba>siyah
yang terbesar diantaranya adalah Buwaih, Salju>k, dan Fa>thimyyah.
Adapun usaha para penguasa dynasty ‘Abba>siyah dalam melenyapkan
kekuasaan Umawiyyah yang berdiri di Andalusia tidak pernah berhasil hingga kemudian
lahir dynasty ‘Uthma>niyyah.

Perkembagan Politik Dalam Negeri


Sebagaimana yang telah diuraiakan pada pembahasan terdahulu bahwa dynasty
‘Abba>siyah didirikan secara revolusioner dengan menggunakan jasa orang-orang
khurasan dalam hal ini Abu> Muslim al-Khurasa>ny yang telah berhasil mengumpulkan
para pendukungnya dari kaum mawa>ly yang merasa tertekan dan tersisihkan dari
keuasaan para penguasa dynasty Umawiyyah yang telah menjadikan kasta Arab sebagai
kasta tertinggi dalam daulahnya dan kaum pesia menjadi pembantu-pembantu orang-
orang Arab.
Dalam pandangan Ibnu Khaldu>n bahwa dynasty ‘Abba>siyah adalah dynasty
yang berhaluan syi’ah yang kelompoknya dikenal dengan al-Ki>sa>niyyah yang
berpendapat bahwa tampuk kepemimpinan berhak diberikan kepada Muh}ammad bin
‘Aly bin al-H{anafiyyah pasca wafatnya ‘Aly bin Abi> T{a>lib, kemudia kepada putranya
Abu> Hisha>m ‘Abd Alla>h bin Muh}ammad, kemudian kepada Muh}ammad bin ‘Aly bin
‘Abd Alla>h bin ‘Abba>s, kemudian kepada putranya Ibra>hi>m al-Ima>m Ibn Muh}ammad,
kemudian kepada saudaranya ‘Abd Alla>h bin al-H{arith Abu> al-‘Abba>s al-Saffa>h} dalam
bentuk wasiat. Selain kelompok al-Ki>sa>niyyah atau al-H{arma>qiyyah, Bany ‘Abba>s juga
memiliki pendukung lain ditanah Khurasan yang dikenal dengan kelompok al-
Ra>wandiyyah yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menduduki tampuk
kepemimpinan setelah Rasulullah – S{alla> Alla>h ‘Alaihi wa Sallam – adalah Al-‘Abba>s
karena beliau adalah hali waris utama dari Rasulullah – S{alla> Alla>h ‘Alaihi wa Sallam –
sebagaimana firman Allah Swt:
12

....         ...


…orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah…27

Hanya saja wasiat ini dihalangi oleh seluruh manusia hingga kemudian kepemimpinan
ini dikembalikan kepada keturunannya –yaitu Bany ‘Abba>s-. kelompok ini juga berlepas
dari kepemimpinan Abu> Bakar, Umar dan ‘Uthma>n –Rad}iya Alla>hu ‘Anhum-, dan
menganggap bahwa pembaiatan ‘Aly sebagai khlaifah yang boleh diangkat dengan
landasan bahwa al-‘Abbas pernah berkata: “Kemarilah, Aku akan membai’atmu –
sebagai khalifa – dan tidak seorang pun berseberangan denganmu. Landasan yang lain
adalah pernyataan Da>wu>d bin ‘Aly – paman Abu> al-‘Abba>s al-Saffa>h – pada saat
pembaiatan al-Saffa>h}: “Wahai para penduduk Kufah, tidak lah terdapat seorang
pemimpin –yang berhak kalian taati – setelah Rasulullah – S{alla> Alla>h ‘Alaihi wa
Sallam – kecuali ‘Aly bin Abi> T{a>lib dan yang berdiri ditengah-tengah kalian hari ini –
yaitu al-Saffa>h}-.28
Dari pandangan Ibnu Khaldu>n di atas dapat diketahui bahwa terdapat dua
kelompok yang menghendaki terjadinya perubahan system pemerintahan dengan
mengembalikan hak kepemimpinan kepada mereka yang lebih berhak secara wasiat,
kedua kelompok tersebut adalah al-Ki>sa>niyyah dan al-Ra>wandiyyah yang keduanya
adalah kelompok dalam syi’ah. Dari padangan tersebut dapat diungkapkan bahwa kedua
kelompok syi’ah tersebut berasal dari negeri Persia yang pernah menjadi pembantu-
pembantu kasta ‘Arab pada zaman dynasty Umawiyyah berkuasa. Selian itu dapat pula
di temukan bahwa beridirinya daulah atau dynasty ‘Abba>siyah berkat kegigihan kedua
kelompok tersebut dalam mengumpulkan seluruh mawa>ly untuk melakukan revolusi
besar-besaran terhadap pemerintahan dynasty Umawiyyah yang diawali dari Khurasan
dan Irak hingga ke Kufah yang pada akhirnya keluarga Bany Umawiyyah29 lari ke

27
QS. Al-Anfa>l (08) : 75.
28
Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n, 212.
29
Keluarga Bany Umayyah tersebut lari setelah terbunuhnya Marwa>n II, diantara mereka adalah sang
putra mahkota ‘Abd al-Rah}ma>n bin Mu’a>wiyah dan Hisha>m bin ‘Abd al-Malik yang kemudian mendirikan
Dinsty Umawiyyah Jilid II di Andalusia, akhirnya kepemimpinan dalam Islam terbagi dua; di Barat berdiri
dynasty Umawiyyah dan di Timur berdiri dynasty ‘Abba>siyah. Lihat. Ibn Khaldu>n, Ibid., 208.
Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 203-204.
13

Magrib kemudian ke Andalusia dan kemudian mendirikan kembali dynasty Umawiyyah


disana untuk menandingi dynasty ‘Abba>siha di Ku>fah.
Khalifah pertama dynasty ‘Abba>siyyah menghabiskan waktunya bersama
dengan para pembantunya dalam memburu dan membersihkan keturunan Uma>wiyyah
mulai dari kufah hingga Magrib (Maroko) sebagaimana yang banyak direkam secara
baik dalam karya-karya para sejarawan dunia termasuk sejarawan Barat (orinetalis),
kesibukan sang khalifah ini dimanfaat oleh raja Kostantine V melumpuhkan dan
menghancurkan benteng-benteng perbatasan yang dekat dari wilayah kekuasaannya
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Khalifah pertama ‘Abba>siyah terdapat tiga orang
pembantunya yang memiliki kekuasaan setelah khalifah mereka adalah: Abu> Muslim
sang pemimpin revolusi ‘Abba>siyah menguasai seluruh wilayah Timur, Abu Ja’far al-
Mans}u>r (saudara al-Saffa>h}) menguasai wilayah Jazi>rah, Armenia, dan Irak, dan ‘Abd
Alla>h bin ‘Aly (paman al-Saffa>h}) menguasai Sha>m dan H{ims}.30 Ketiga penguasa ini
memiliki dendam antara satu dengan lainnya dimana al-Mans}u>r dendam terhadap Abu>
Muslim al-Khurasa>ny sebab seluruh pendapat dan perkataannya disengar dan
dilaksanakan oleh al-Saffa>h}, sementara ‘Abd Alla>h bin ‘Aly sangat menginginkan kursi
kekhalifahan setelah al-Saffah} dan menggeser posisi al-Mans}u>r sebagai putra mahkota.
Keinginan ‘Abd Allah bin ‘Aly untuk menjadi khalifah menggantikan al-Saffa>h}
di ketahui oleh al-Saffa>h sehingga ketika al-Saffa>h dalam masa sakitnya mengirim
pamannya tersebut menuju al-S}a>ifah tempat berkumpulnya para tentara ‘Abba>siyah dari
kalangan orang-orang Khurasa>n dan Sha>m. sesampainya ‘Abd Alla>h di sana ia tidak
mengetahui sesuatu apa pun yang terjadi atas al-Saffa>h} di al-Anba>r hingga sampai
kepadanya surat dari ‘I<sa> bin Mu>sa> tentang wafatnya al-Saffa>h} dan dibaiatnya al-
Mans}u>r sebagai khalifah selanjutnya.31 Perkara ini kemudian memunculkan
pemberontakan ‘Abd Alla>h bin ‘Aly atas kekhalifahan al-Mans}u>r, sehingga al-Mans}ur
memerintahkan Abu> Muslim untuk melumpuhkan pemberontakan tersebut hingga pada
akhirnya ‘Abd Alla>h bin ‘Aly dipenjarakan didalam sebuah rumah yang lantainya
terbuat tumpukan garam yang disekitarnya terdapat air yang mengalir, pada akhirnya

30
Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 203-204.
31
Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n. vol.3, 221.
14

garam tersebut meleleh dan ‘Abd Alla>h pun tersunggur dan wafat. Pemberontkan ini
tidak hanya membunuh ‘Abd Allah tetapi juga merugikan dua saudaranya yaitu
Sulaima>n dan ‘I<sa> dimana Sulaima>n di lengserkan dari jabatannya sebagai Gubernur
Bas}rah, keduanya diberikan jaminan akan keselamatan ‘Abd Alla>h. ketika mereka
menjenguk ‘Abd Alla>h mereka tidak menemukan ditempat yang ditunjukkan oleh al-
Mans}u>r keduanya mengetahui bahwa jaminan itu telah dilanggar oleh khalifa, lalu
mereka menuju istana bertemu dengan al-Mans}u>r dan keduanya pun harus mendekam
didalam penjara.32
Dari keterangan di atas tidak dapat dipungkiri bahwa jasa Abu> Muslim al-
Khura>sa>ny terhadap keluarga ‘Abba>siyah sangat besar. Tetapi dalam dunia politik tidak
dapat diprediksi sebab terkadang kawan yang berjasa dapat menjadi lawan dan lawan
kadang menjadi kawan tanpa tanda jasa. Setelah Abu> Muslim menggulingkan dynasty
Umawiyyah atas nama Bany Ha>shimiyyah, mengangkat al-Saffa>h} sebagai Khlaifah,
menjadi orang terdekat al-Saffa>h} dalam segala bentuk kebijakan politiknya, dan
senantiasa setia terhadap al-Saffa>h}, serta berhasil melumpuhkan pemberontakan paman
Khalifah dan mengeksekusinya, kemudian harus terbunuh ditangan lima orang tentara
terkuuat al-Mans}u>r yang berketurunan Arab di dalam istana khalifah sesuai dengan
perintah sang khalifah. Akibat dari terbunuhnya Abu> Muslim al-Khura>sa>ny
memunculkan pemberontakan al-Rawandiyyah yang merupakan pengikut setia Abu>
Muslim dan memiliki andil yang sangat besar pula dalam menggulingkan dynasty
Umawiyyah dan membai’at al-Saffa>h} sebagai khalifah, pemberontakan ini berhasil
dilumpuhkan oleh pasukan Ma’an bin Za>idah al-Shaiba>ny yang pada waktu itu merasa
perlu untuk membela khalifah sekalipun dahulu dia adalah salah seorang pembesar pada
masa dynasti Umawiyyah berkuasa. Dari peristiwa tersebut Ma’an bin Za>idah pun
mendapatkan kedudukan sebagai gubernur dan panglima perang di Yaman dan
Sijista>n.33
Salin dari empat peristiwa tersebut terjadi pula peristiwa pemberontakan dari
keturunan al-H{asan bin ‘Aly yaitu Muh}ammad bin ‘Abd Alla>h, bin Al-H{asan bin al-
H{asan bin ‘Aly bin Abi> T{a>lib yang kemudian memproklamirkan diri sebagai Muh}ammad

32
Ibid. vol.3, 221-227.
33
al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 74-76.
15

al-Mahdy dimana ayahnya di tempatkan sebagai gubernur Madinah dan saudaranya


Ibra>hi>m sebagai gubernut Bas}rah. Pemberontakan yang dilakukan oleh al-Mahdy ini
disebabkan karena henda mendirikan dynasty atas nama Ahl al-Bait, keinginaannya
tersebut tercium oleh al-Mans}u>r sehingga al-Mans}u>r menangkap dan memenjarakan
seluruh keturunan al-H{asan bin ‘Aly. Pada tahun 145 H / 351 M Muh}ammad al-Mahdy
berhasil menduduki kota madinah dan memproklamirkan kekhalifahan diri atas nama ahl
al-Bait. Peristiwa ini menyebabkan al-Mans}u>r mengirimkan surat kepada Muh}ammad
al-Mahdy dengan nyaminan bahwa apabila dia dan seluruh pendukungnya berbaiat dan
tunduk kepada pemerintahan al-Mans}u>r, maka seluruh keluarganya yang ditahan akan
dibebaskan. Muh}ammad dengan serta merta menjawab surat tersebut dengan berbagai
tuntutan dan permintaan, sesampainya surat balasan tersebut ditangan al-Mans}u>r, sang
khlaifah pun mengirim pasukan menuju Madinah dibawah pimpinan ‘I<sa> bin Mu>sa>
hingga akhirnya Muh}ammad pun tewas terbunuh ditangan ‘I<sa>. Berita terbunuhnya
Muh}ammad sampai kepada suadaranya Ibra>hi>m di Basrah dimana pada saat Muh}ammad
menduduki Madi>nah dia tidak dapat ikut membantu karena sakit yang dideritanya,
karena kesedihan dan dendam atas terbunuhnya Saudaranya Ibra>hi>m pun melakukan
pemberontakan hingga pada bulan Dhu> al-Qa’dah 145 H Ibra>hi>m pun terbunuh ditangan
‘I<sa> bin Mu>sa>.34
Dari peristiwa-peristiwa internal tersebut tidak menyurutkan proses
pembentukan Negara dan lembaga-lembaga kenegeraan secara profesional. Adapun
lembaga-lembaga yang dibentuk pada masa pemerintahan al-Mans}u>r dimana Bagda>d
sebagai ibu kotanya adalah: a) Wazi>r, b) H{a>jib, c) al-Ka>tib, d) S{a>h}ib al-Shurt}ah, dan e)
Al-Qa>d}y. kelima lembaga ini merupakan lembaga yang ada pada masa al-Mans}u>r yang
memiliki wewenang masing-masing. Dinatara istilah kelembagaan tersebut hanya istilah
wazi>r yang tidak dikenal pada masa dynasty Umawiyyah, sebab istilah ini adalah istilah
yang digunakan oleh penguasa Persia keluarga Sasania dimana orang yang pertama
diangkat sebagai wazi>r dalam dynasty ‘Abba>siyah adalah seorang tokoh propogandis
Kufah yang bernama Abu> Salma> al-Khalla>l yang merupakan keturunan para penguasa
Persia.35

34
Strzyzewska, Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my…, 207-210.
35
Ibid., 211-212.
16

Dari keterangan-keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa system


pemerintahan ‘Abba>siyah memilikii perbedaan yang sangat tajam dengan sitem
pemerintahan yang dilakukan oleh dynasty Umawiyyah dimana dynasty Umawiyyah
melakukan system Arabisasi sehingga seluruh wilayah kekuasaan politik berada
ditanngan kaum Arab sementara kaum non-Arab hanyalah sebagai pemmbantu-
pembantu mereka, sementara dynasty ‘Abbasiyah menjalankan system integritas social
diaman seluruh wilayah kekuasan politik dapat dijalankan oleh kasta Arab dan non-Arab
secara bersama-sama.
Perkembangan politik dynasty ‘Abbasiyah terus berlanjut dengan tetap
menjalanan system integrasi social. Tetapi pada masa dynasty ‘Abbasiya jilid pertama
pengaruh Persia cukup besar sehingga system pemerintahan pun bercorak Persia,
sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu bahwa istilah “ Wazi>r” merupakan istilah
yang disematkan kepada Abu> Salma> al-Khalla>l, selain kepadanya terdapat satu keluarga
yang turut mendaptkan posisi yang sangat strategis mulai dari masa pemerintahan al-
Saffa>h} hingga berakhir pada masa pemerintahan al-Rashi>d, keluarga tersebut adalah
keluarga Barmak yang merupakan keurunan Maju>si dari wilayah Balkha Persia, dan
masuk Islam dengan haluan Syi’ah dan keturunan pertamanya yang mengambil bagian
dalam revolusi ‘Abbasiah adalah Kha>lid bin Barmak bahkan menjadi salah seorang
tokoh propogandis revolusi dan menjadi Wazi>r kedua menggantikan posisi Abu Salma>
al-Khalla>l pada masa al-Saffa>h}. Penghapusan keluarga Barmak dalam pemerintahan
dynasty ‘Abbasiyah oleh al-Rashi>d disebabkan karena mereka merasaa bahwa mereka
telah memiliki keuatan yang cukup, kemudian berusaha untuk mengumpulkan seluruh
anggota keluarga mereka dan memprovoasi mereka untuk keluar dari pemerintahan al-
Rashi>d dan mendirikan dynasty Barmakiyyah, akhirnya Kha>lid bin Yah}ya> al-Barmaky
terbunuh pada 197 H dan kemudian seluruh keluarganya di penjara dan seluruh hartanya
disita.36
Pada masa pemerintahan al-Ma’mu>n pengaruh Persia cukup besar diamana
hamper seluruh wilayah diduduki oleh para gubernur dan panglima yang berketurunan
Persia sehingga panglima perang dari kalam Arab tenggelam. Pada masa al-Ma’mu>n

36
al-Khad}ary Bek, Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah, 119-126. Ibn Khaldu>n, Ta>rikh Ibn Khaldu>n.
vol.3, 273-275. Strzyzewska, Ibid, 228-231.
17

pula para tentara dan pengawal kerajaan lebih banyak dari kaum Turki. Strzyzewska
dalam catatannya menginformasikan bahwa bahwa para tentara sebelum masa al-
Ma’mu>n seluruhnya berketurunan Arab termasuk para panglimanya, ketika al-Ma’mu>n
menjadi khalifah para tentaranya mayoritas berasal dari Khurasa>n sehingga posisi orang
Arab semakin berkurang dan tidak terdapat seorang panglimapun yang berketurunan
Arab sebagaimana yang pernah ada pada masa pemerintahan al-Mans}u>r, al-Mahdy dan
al-Rashi>d. Pemerintahan al-Ma’mu>n lebih banyak bertumpu pada kekuatan non-Arab
sehingga unsure-unsur Turki masuk kedalam pemerintahannya.37
Informasi tersebut memberikan gambaran bahwa awal masuknya unsur-unsur
Turki ke dalam dynasty ‘Abbasiah adalah pada periode kekhalifahan al-Ma’mu>n dimana
sebahagian besar –untuk tidak mengetakan seluruhnya- para tentara yang menjadi
penjaga perbatasan wilayah kekuasaan baik teritorial maupun politik dipenuhi oleh
unsure-unsur non-Arab yaitu Persia dan Turki.
Pemikiran politik pada maasa dynasty ‘Abba>siyah mulai terlihat pada masa
pemerintahan al-Mans}u>r dimana beliau mengumpulkan seluruh ulama dan penuntut ilmu
dari berbagai kalangan didalam istananya untuk menterjemahkan sebahagian kecil dari
karya-karya peninggalan para ilmuan terdahulu, kemudian didiskusikan, diantara karya
yang diterjemahkan pada masa ini adalah karya Aristoteles, dan Plato yang berbicara
tentang politik, adapun karya tentang politik yang paling pertama disusun oleh ulama
Islam pada ini adalah karay Ibn al-Muqaffa’. Proses penterjemahan dilakukan secara
besar-besaran pada masa pemerintahan al-Rashi>d disebabkan karena kecintaan al-Rashi>d
terhadap Ilmu dan mendirikan sebuah lembaga terjemah dan perpustakaan yang berisi
kerya-karya para ulama dari berbagai latarbelakang ilmu dan bahasa. Proses
penterjemahan semakin besar dan tampak pada masa pemerintahan al-Ma’mu>n bahkan
al-Ma’mu>n mendirikan sebuah lembaga penterjemahan yang menghimpun seluruh buku
dan para penterjemah dari bergai kalangan dan bahasa sekaligus menjadi lembaga
pendidikan yang disebut dengan “Bait al-H{ikmah”.38

37
Strzyzewska, Ibid, 205.
38
Jala>l H{asany Sala>mah, al-Tarjamah fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy (Nables: Ja>mi’ah al-Quds al-Maftu>h}ah, Tth),
4-7.
18

Dalam pandangan Jhon L. Esposito bahwa “Bait al-H{ikmah” atau “Da>r al-
H{ikmah” milik khalifah al-Ma’mu>n ini adalah merupakan upaya “lintas-iman” dimana
pusat penterjemahan ini dipimpin oleh Hunain Ibn Ish}a>q seorang Kristen Nestorian,
sumbangan-sumbangan utama diberikan kepada banyak bidang: Sastra dan filsafat, al-
jabar dan geometri, ilmu pengetahuan dan kesehatan, seni dan arsitektur. Raksasa-
raksasa intelektual papan atas mendominasi zaman ini39 seperti: Abu H{ani>fah, Ma>lik, al-
Sha>fi’y, Ahmad bin H{anbal (dari Ulama Fiqhi), Ibn Shiha>b al-Zuhry (dari kalangan ahli
H{adi>th), al-Kindy, al-Fara>by, Ibnu Si>na>, al-Khawarizmy, Ibn Muqaffa’ dan banyak lagi
lainnya yang merupakan produk-produk emas zaman ini. Jadi Islam pada zaman ini tidak
hanya menantang dunia sejara politik praktis tetapi juga menantang dunia secara
cultural dan keilmuan, dimana dia adala “Renaisans” dari priode klasik Islam pada saat
Kristen Eropa berada pada dunia kegelapan tanpa ilmu.

Penutup

Dari seluruh uraian tentang perkembangan politik dynasty ‘Abbasiyah baik luar
maupun dalam negeri, baik dari segi praktik maupun pemikiran dapat disederhanakan
bahawa secara politik luar negeri dynasty ‘Abbasiyah memiliki rival abdi dalam hal ini
kaum Byzantium Romawi yang senantiasa berusaha mengambil wilayah-wilayah
kekuasan dynasty ‘Abbasiah, dan terus melanggar perjanjian mulai dari masa
pemerintahan Kostantin V hingga berakhirnya masa pemerintahan dynasty ‘Abba>siyah
sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara dynasy ‘Abba>siyah dengan Byzantium
adalah hubungan peperangan abadi hingga munculnya dynasty ‘Uthma>niyyah. Meski
demikian hubungan antara penguasa ‘Abba>siyah dengan Eropa adalah hubungan dagang
dan pertukaran hadiah untuk mengamankan posisi dari Andalusia yang dikuasai oleh
dynasty Umawiyyah jilid II.
Adapun secara internal politik lebih banyak menghabiskan tenaga dalam
menghadapi kaum pemberontak yang berusaha untuk keluar dari pemerintahan yang sah,
dan secara pemikiran proses diskusi tentang pemerintahan ideal senantiasa terjadi antar
khalifah dan para pembantunya didalam istana seperti antara al-Saffa>h} dengan abu>

39
Jhon L. Esposito, Islam The Stight Path. Diterj. Arif Maftuhin (Jakarta: Dian Rakyat dan Paramadina,
2010), 73-74.
19

Muslim al-Khurasa>ny, Abu> Salma> al-Khalla>l, dan Kha>lid al-Barmaky. Demikian pula
antara al-Mans}u>r dengan keluarga Barmak. Perkembangan pemikiran politik selanjutnya
tampak pada masa terjadinya proses penterjemahan karya-karya intelektual masa lalu
dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab, yang secara rutin didiskusikan oleh para
ulama bersama dengan para khalifah dynasty ‘Abba>siyah.
Akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan politik dynasty ‘Abba>siyah
tidak terlepas dari berbagai konflik berdarah baik kepentingan politik maupun mazhab-
mazhab keagamaan yang secara bersamaan tumbuh pada zaman ini, seperti munculnya
khawa>rij, Shi>’ah, dijadikannya Mu’tazilah sebagai faham keagamaan Negara dan pada
akhirnya melahirkan dynasty Buwaih sebagai dynasty yang berhaluan Shi>’ah dimana
Khalifah ‘Abbasiyah hany sebagai boneka, kemudian melahirkan dynasty Saljuk yang
berhaluan Sunni, dan Fat}imiyyah di Mesir yang berhaluan Shi’ah Isma>’iliyyah. Wa
Alla>hu A’lam bi al-S}awa>b.
20

Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Kari>m

Ansary, Tamim, Dari Puncak Bagdad; Sejarah Dunia Versi Islam. Diterj. Yuliani Liputo.
Jakarta: Zaman, 2010.

al-‘Aba>dy, Ahmad Mukhta>r. Fi> al-Ta>ri>kh al-‘Abba>sy wa al-Fat}imy. Beirut: Da>r al-
Nahd}ah al-‘Arabiyyah, Tth.

al-‘Asi>ry, Ah}man Ma’mu>r. Mu>jaz al-Ta>ri>kh al-Isla>my; Mundhu ‘Ahdi A<dam ‘Alaihi aal-
Sala>m ila> ‘As}rina al-H{a>d}ir. Saudi Arabiyah: Matabah Malik Fahd al-
Wat}aniyyah, 1996.

Bek, Muhammad al-Khad}ary. Muh}a>d}ara>t Ta>ri>kh al-Umam al-Isla>miyyah; Daulah al-


‘Abba>siyyah. Mesir: Maktabah al-Tija>riyah al-Kubra>, 1970.

H{asan, ‘Aly Ibra>hi>m. al-Ta>ri>kh al-Isla>my al-‘A<m. Kairo: Matabah al-Nahd}ah al-
Mis}riyyah, Tth.

H{asan, H{asan Ibra>hi>m. Ta>ri<kh al-Isla>m: al-Siya>sy wa al-Di>ny wa al-Thaqa>fy wa al-


Ijtima>’y. vol. 2. Beirut : Da>r al-Ji>l, 1996.

--------------------. Sejarah dan Kebudayaan Islam, diterj. H.A. Bahauddin. Vol. 1.


Jakarta: Kalam Mulia, 2001.

Ibnu al-Athi>r, ‘Aly bin Abi al-Karam (w. 630 H), al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh. Vol. 5. Beirut:
Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1407 H / 1987 M.

Ibnu Khaldu>n, ‘Abd al-Rah}ma>n. Kita>b al-‘Ibar wa Di>wa>n al-Mubtada> wa al-Khabar


yang dikenal dengan Ta>rikh Ibn Khaldu>n. Vol.3. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1992.

K. Hitti, Philip. History of The Arabs. London: The Macmillan Press Ltd, 1970.

L. Esposito, Jhon. Islam The Stight Path. Diterj. Arif Maftuhin. Jakarta: Dian Rakyat
dan Paramadina, 2010.

Mahmuddunnasir, Syed. Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Diterj. Adang Affandi.


Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Vol. 1. Jakarta: UI Press,
1978.

Sala>mah, Jala>l H{asany. al-Tarjamah fi> al-‘As}ri al-‘Abba>sy. Nables: Ja>mi’ah al-Quds al-
Maftu>h}ah, Tth.
21

Salim, Abdul Muin. Fiqhi Siayasah; Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an.
Jakart: RajaGrafindo Press, 2002.

Strzyzewska, Bozena Gajane. Ta>ri>kh al-Tashri>’ al-Isla>my; Ta>ri>kh al-Daulah al-


Isla>miyyah wa Tashri>’iha>. Beirut: Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah, 1980.

al-S{alla>by, ‘Aly Muh}ammad Muh}ammad. ‘As}r al-Daulatain: al-Umawiyyah wa al-


‘Abba>siyyah wa Z{uhu>r Fikr al-Khawa>rij. Oman: Da>r al-Baya>riq, 1998.

al-Shahrasta>ni>y, Muhammad bin Abd al-Kari>m bin Abu> Bakr Ahmad. Al-Milal wa al-
Nih}al. Vol. 1. Mesir: Mus}t}afa> al-Ba>b al-H{alibi>y wa Awala>duhu>, 1387 H.

al-Shari>f, H{asan Ah}mad Ma}mu>d dan Ah}mad Ibra>hi>m. al-‘A<lam al-Isla>my fi> al-‘As}ri al-
‘Abba>sy. Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Araby, Tth.

Ya’qu>by. Ta>ri>kh al-Ya’qu>by. Maktabah Sha>milah 2.8, Tth

You might also like