You are on page 1of 8

MAKALAH

PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP

Disusun Sebagai Syarat Pelaksanaan Presentasi Kelompok


Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik

Disusun oleh:
YULI ARDIKA P. K2308062
DESTYANA KHAIRUNISA K2308014
WINDA FITRIFITANOVA K2308060
EMI ROFIAH K2308084

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

1
Bab I
Pendahuluan

“Hidup adalah perbuatan”, demikianlah kata Sutrisno Bachir. Hidup itu


adalah pilihanm demikian kata yang lain. Dan masih banyak lagi definisi-definisi
subyektif tentang kehidupan ini. Namun yang terpenting, bahwa hidup adalah
memperjuangkan apa yang menjadi nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Para
pahlawan menjalani kehidupannya untuk memperjuangkan sebuah nilai
kemerdekaan sejati. Para ilmuwan menjalani kehidupannya untuk
memperjuangkan sebuah nilai kebenaran pengetahuan dan pembelajaran. Dan
masih banyak lagi contoh-contoh pemaknaan dari kehidupan yang kesemuanya itu
sebenarnya menjelaskan hakikat kehidupan itu sendiri.
Nilai-nilai kehidupan itu beraneka ragam, namun pada dasarnya ia hanya
terbagi menjadi dua bagian besar yaitu nilai kebaikan dan nilai keburukan. Setiap
individu diciptakan Tuhan bebas untuk menentukan jalan hidupnya berdasarkan
pada nilai-nilai kehidupan yang ada. Implikasinya, manusia pasti akan mencari
tahu nilai-nilai kehidupan itu, baik melewati proses internalisasi dan
pembelajaran dari pengalaman yang ia alami. Sehingga sampai ada pepatah yang
mengatakan “pengalaman adalah guru yang paling baik”.
Ketika manusia telah mengetahui nilai-nilai kehidupannya, maka saat itulah
hati sanubarinya akan bersuara memberikan pilihan atas nilai-nilai tersebut.
Pemahaman dan penghayatan yang dilakukan akan membawanya kepada kearifan
hidup yang berujung pada munculnya sikap hidup yang sesuai dengan nilai
kehidupan. Dengan demikian, manusia akan menjadi baik manakala ia
menginternalisasi nilai-nilai kehidupan yang baik. Sebaliknya, manusia akan
menjadi buruk ketika ia menginternalisasi nilai-nilai kehidupan yang buruk.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan kami bahas mengenai perkembangan
nilai, moral dan sikap manusia. Pembahasan ini meliputi definisi; karakteristik;
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan upaya pengembangan nilai,
moral dan sikap; dan upaya pengembangannya.

1
Bab II
Pembahasan

Masa remaja merupakan suatu proses pertumbuhan dan kelanjutan


pengetahuan menuju bentuk sikap dan tingkah laku yang mengarah pada
kedewasaan. Sedikit demi sedikit kondisi kejiwaan mereka berkembang, lebih
memaknai apa yang mereka alami serta lebih peka pada kondisi emosional di
sekitar mereka. Mereka mulai bisa mengendalikan emosi sehingga moral dan
sikap mereka menunjukkan nilai dalam kehidupan.
Berbicara soal moral berarti berbicara soal perbuatan manusia dan juga
pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik,
mengenai apa yang patut dan tidak patut untuk dilakukan sehingga dapat
dikatakan moral merupakan standar perilaku yang disepakati yang dapat dipakai
untuk mengukur perilaku diri sendiri sekaligus perilaku orang lain.(Bambang
Santosa, 2007:71). Perilaku bermoral tersebut didasarkan atas nilai-nilai yang ada.
Nilai dapat diartikan sebagai ukuran baik atau buruknya sesuatu. Bisa juga
diartikan sebagai harga (value) dari sesuatu.
Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral
merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai
hidup yang dimaksud. Nilai bersifat abstrak, dalam arti tidak dapat ditangkap
melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Meskipun
abstrak, nilai merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan dibutuhkan manusia.
Jadi, nilai bersifat normatif, suatu keharusan yang menuntut diwujudkan dalam
tingkah laku, misalnya nilai kesopanan dan kesederhanaan. Misalnya, seseorang
yang selalu bersikap sopan santun akan selalu berusaha menjaga tutur kata dan
sikap sehingga dapat membedakan tindakan yang baik dan yang buruk. Dengan
kata lain, nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong
oleh moral, baru kemudian akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai
tersebut.
Kondisi psikologis remaja mengalami ketidakstabilan. Dalam keadaan
seperti itu, mereka perlu dibimbing untuk mengenal nilai-nilai dalam kehidupan
2
yang tidak terbatas pada adat kebiasaan dan sopan santun saja, tetapi juga nilai-
nilai keagamaan, keadilan, estetik dan nilai-nilai intelektual dalam bentuk-bentuk
sesuai dengan perkembangan remaja. Dengan sendirinya, mereka akan belajar
tentang moral dari orang-orang dan keadaan di sekelilingnya.
Berkembangnya kejiwaan dan intelektual membuat keyakinan moral lebih
terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul
sebagai kekuatan moral yang dominan. Penilaian moral menjadi semakin kognitif
sehingga mereka terdorong untuk berani mengambil keputusan dari bebagai
masalah yang dihadapinya dengan lebih mengesampingkan sifat egisentris yang
juga melibatkan emosi (Sunarto, 1999:171).
Menurut Furter(1965), kehidupan moral merupakan problematik yang
pokok dalam masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan
moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk dapat memahami, mengapa
justru pada masa remaja hal tersebut menduduki tempat yang sangat penting. Ada
3 tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu:
I. Pra-konvensional
II. Konvensional
III. Post-konvensional
Tingkatan tersebut diawali dari stadium nol dimana anak menganggap baik apa
yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya.
Tingkat I : Pra-konvensional
Pada stadium 1,anak menganggap baik dan buruk atas dasar akibat yang
ditimbulkannya berupa kepatuhan dan hukuman atas kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat. Misalnya, jika anak tidak mau belajar maka dia tidak akan
diijinkan untuk bermain dengan temannya.
Pada stadium 2, anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada
di luar dirinya atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap
kejadian dapat dipandang dari berbagai sisi yaitu sisi manfaat dan kerugiannya.
Tingkat II : Konvensional

3
Pada stadium 3, anak mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak
memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak
baik oleh orang lain.
Pada stadium 4, anak merasakan bahwa perbuatan baik yang diperlihatkan bukan
hanya agar dapat diterima lingkungan, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut
mempertahankan aturan atau norma sosial, contohnya seorang remaja yang mulai
belajar menghormati orang yang lebih tua dengan bersikap ramah dan santun.
Tingkat III : Post-konvensional
Pada stadium 5, remaja menyadari adanya hubungan timbal balik antara dirinya
dengan lingkungan sosial melalui kata hati yang dirasakannya. Maksudnya, jika
dia menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat maka lingkungan aka
memberikan perlindungan dan rasa nyaman padanya.
Pada stadium 6 (Prinsip Universal), remaja mengadakan penginternalisasian
moral yaitu remaja melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh
tanggung jawab batin sendiri, menjadikan penilaian moral sebagai nilai-
nilaipribadi yang tercermin pada tingkah lakunya.
Perkembangan nilai, moral dan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
semuanya dimulai sejak manusia berada dalam kandungan. Janin memiliki
hubungan batin yang erat dengan orang tuanya terutama ibu sehingga merespon
persaan yang dirsakan orang tuanya. Jadi moral anak yang akan lahir dapat
dipengaruhi oleh perilaku orang tuanya selama anak tersebut berada dalam
kandungan.
Ketika anak berada dalam masa perkembangan, pembentukan moralnya
dipengaruhi oleh lingkungannya. Dimulai dari lingkungan keluarga, dimana orang
tua mengenalkan nilai-nilai sederhana seperti kesopanan terhadap ayah dan ibu.
Saat pergaulan anak tersebut makin luas pada usia remaja, dia akan mengenal
lebih banyak nilai-nilai kehidupan melalui kejadian-kejadian di sekitarnya.
Remaja terdorong untuk mengidentifikasi peristiwa yang dialaminya sehingga
dapat membedakan sikap mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk
dilakukandan akhirnya akan menentukan bagaimana moral yang dimilikinya.
Contohnya, dia dapat menimbang apakah membolos itu merupakan perbuatan
4
baik atau tidak. Dapat dikatakan bahwa lingkungan adalah faktor yang paling
penting bagi perkembangan nilai, moral dan sikap remaja yang seiring dengan
pematangan kepribadian remaja tersebut.
Pengertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun
berbeda dengan anak-anak yang lebih tua (dewasa). Pada anak-anak terdapat
anggapan bahwa aturan-aturan adalah pasti dan mutlak untuk dipatuhi karena
diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang tidak bisa diubah lagi. Pengertian
mengenal aspek moral pada anak-anak yang lebih besar itu lebih lentur dan nisbi.
Ia bisa menawar atau minta mengubah sesuatu aturan kalau disetujui oleh semua
orang.
Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat
atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap
prakonvesional. Pada tahap ini, seseorang belum benar-benar mengenal apalagi
menerima aturan dan harapan masyarakat. Pada tingkatan awal mereka hanya
menghindari hukuman. Sedangkan tingkatan berikutnya sudah ada pengertian
bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus memikirkan
kepentingan orang lain.
Menurut Kohlberg faktor kebudayaan juga mempengaruhi perkembangan
moral. Perbedaan seseorang juga dapat dilihat pada latar belakang kebudayaan
tertentu. Dalam kenyataan di sekitar kita, dapat diamati bahwa moral masyarakat
Negara-negara Barat berbeda dengan moral yang dimiliki oleh Negara Negara
Timur. Hal ini dikarenakan latar kebudayaan yang sangat berbeda. Sebagai
contoh, bagi masyarakat di Negara Negara barat menggunakan pakaian-pakaian
minim (seksi) di khalayak umum adalah hal yang biasa bahkan menjadi budaya
dan kebiasaan. Akan tetapi,bagi masyarakat Timur hal tersebut sangat tidak lazim
bahkan dianggap tidak bermoral atau memalukan. Hal ini mencerminkan bahwa
perkembangan moral masyarakat Timur bisa disebut lebih sopan moralnya dalam
hal berbusana daripada masyarakat Barat.
Terdapat perbedaan- perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai
dan moral sebagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi

5
individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan serta
tingkah laku.
Perwujudan nilai, moral, dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Tidak
semua individu mencapai pengembangan nilai-nilai hidup, perkembangan
moraldan tingkah laku seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat
dilakukan dalam mengembangkan nilai,moral dan sikap remaja adalah berikut:

a. Menciptakan komunikasi. Dalam komunikasi didahului dengan pemberian


informasi tentang nilai-nilai dan moral. Tidak hanya memberikan evaluasi,
tetapi juga merangsang anak tersebut supaya lebih aktif dalam beberapa
pembicaraan dan pengambilan keputusan. Di lingkungan keluarga, teman
sepergaulan, serta organisasi atau kelompok. Sedangkan disekolah misalnya
anak diberi kesempatan untuk kerja atau diskusi kelompok. Sehingga anak
berperan secara aktif dalam tanggung jawab dan pengambilan keputusan.
b. Menciptakan iklim lingkungan yang serasi. Seseorang yang mempelajari nilai
hidup tertentu, dan moral dan kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah
laku sebagai pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang
hidup dalam lingkungan secara positif,jujur dan konsekuen dalam tingkah
laku yang merupakan pencerminan nilai hidup tersebut.

Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena


mereka sedang dalam keadaan membutuhkan suatu pedoman atau petunjuk
dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini untuk menumbuhkan
identitas diri,kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-
konflik yang selalu terjadi di masa ini. Nilai nilai keagamaan perlu mendapat
perhatian, karena agama juga mengatur tingkah laku baik buruk. Sehingga
dapat dikatakan bahwa suatu lingkungan yang lebih bersifat mengajak,
mengundang, atau member kesempatan akan lebih efektif daripada
lingkungan yang ditandai dengan adanya larangan- larangan yang bersifat
serba membatasi.

6
Bab III
Penutup

Kesimpulan
1. Nilai adalah suatu ukuran atau parameter terhadap suatu obyek tertentu.
2. Moral adalah adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
3. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
4. Biasanya seseorang bersikap sesuai dengan nilai dan moral yang diyakininya,
sehingga kebenaran dan kesalahan tidak bisa dinilai secara mutlak oleh masing
- masing individu
Rekomendasi
Pembelajaran nilai, moral, dan sikap yang efektif di mulai dari lingkungan
yang paling kecil, yakni keluarga. Pada saat itu otak anak berkembang optimal
yakni usia 0 - 3 tahun, anak akan mampu merekam semua kejadian di sekitarnya
secara optimal, bahkan akan membekas sampai ia dewasa. Pembelajaran tersebut
harus dilakukan secara kontinyu yang diawali dari lingkugan keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Langkah kontinyu tersebut antara lain :
Pendekatan kepada anak
Untuk mencapai ketersampaian pesan kepada anak didik tentunya seorang
pendidik atau orang tua harus memiliki atau pun memilih keterampilan untuk
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan pola pikir dan perkembangan
psikologi anak.
Pendampingan
Pendampingan yang dimaksud disini adalah berasal dari lingkungan sekitar, yang
usianya tidak jauh berbeda, karena seseorang yang menginjak usia remaja,
biasanya lebih mendengarkan orang yang lebih tua namun bukan orang tua. Selain
itu biasanya seorang pamong, akan lebih dekat dan lebih memahami karakter dan
kepribadian orang yang diampunya. sehingga pembelajaran nilai dan moral
tersebut akan lebih efektif.
7

You might also like