You are on page 1of 10

SEJARAH PERKEMBANGAN RETORIKA DAN

KAITANNYA DENGAN ISU-ISU KONTEMPORER

(Analisis Pola Pidato SBY dan Barrack Obama)

Keken Frita Vanri


208 000 036
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester

Universitas Paramadina
2011
Sejarah Perkembangan Konsep Retorika

Berbicara merupakan kemampuan yang dimiliki manusia untuk mentransformasikan

ide, gagasan dan pikirannya ke dalam bentuk kata-kata yang diharapkan mampu

dimengerti orang lain. Untuk membuat orang lain mengerti, terkadang kita

membutuhkan teknik dan strategi agar kata-kata yang kita keluarkan tidak terbuang

percuma. Teknik yang dimaksud adalah retorika. Kata itu berasal dari bahasa latin

“rhetorica” atau ilmu bicara. Retorika sendiri dimulai di Yunani dan Romawi yang

menganut demokrasi langsung. Retorika biasa digunakan oleh seseorang untuk bicara

di depan orang banyak (pidato) atau saat meyakinkan juri di pengadilan. Karena

itulah, banyak yang mengatakan bahwa retorika juga bisa diartikan sebagai ilmu

berpidato atau ilmu berbicara di depan umum.

Banyak tokoh yang berbicara tentang retorika, diantaranya Georgias (Sophisme), dan

dua filsuf besar Plato dan Aristoteles. Georgias bersama Protagoras adalah dua orang

yang pertama kali membuka sekolah khusus untuk mempelajari teknik berbahasa

yang puitis, serta teknik berbicara tanpa persiapan (impromptu). Mereka menetapkan

tarif yang cukup mahal yaitu 10.000 dollar tiap satu orang mahasiswa. Mereka selalu

berpindah dari kota satu ke kota lain untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan

masyarakat yang semakin membutuhkan keterampilan berbicara di muka publik

secara jelas dan persuasif (Rakhmat, 1994:4).

Selain mereka berdua, Isokrates juga mendirikan sekolah retorika yang memfokuskan

pelajarannya pada pidato politik. Menurutnya, Retorika dapat meningkatkan kualitas

masyarakat dan retorika tidak boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Namun sama

seperti Georgias, sekolah ini hanya mampu di jangkau oleh orang-orang kalangan

ekonomi atas, sehingga pada saat itu muncul kesan bahwa retorika adalah ilmu elitis. 1

1
Sejarah dan Perkembangan Retorika dikutip dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/17205142153.pdf . Diakses
pada 26 Maret 2011 pukul 10.38
2
Pandangan berbeda muncul dari Sokrates yang menyatakan bahwa retorika harus

digunakan untuk mencapai kebenaran. Retorika sokrates berupa teknik berdialog

dimana ia berpura-pura tidak tahu, melempar pertanyaan, kemudian memancing

perdebatan. Dengan dialog seperti ini, kebenaran akan ditemukan. Muridnya, Plato

berpendapat bahwa retorika menjadi penting ketika seseorang hendak menjadi

pemimpin atau ingin meraih jabatan di pemerintahan. Karyanya yang berjudul

dialogues menjabarkan tentang teknik menulis kerangka retorika yang tepat yang ada

hubungannya dengan kebenaran dan moralitas.

Murid Plato, Aristoteles lebih jauh menjelaskan retorika sebagai sebuah seni berbicara.

Menurutnya, keindahan bahasa hanya digunakan untuk membenarkan, memerintah ,

mendorong dan mempertahankan sesuatu. Retorika adalah Seni dengan prinsip-

prinsip dasar, seni kontekstual yang dibentuk oleh politik melalui penciptaan forum

yang mengatur praktiknya2 . Dari Dalam bukunya, De Arthe Of Rhetorica, ia

menjelaskan lima hukum retorika (five canon of Rhetorica) yaitu inventio (penemuan

karakter dan kebutuhan khalayak), dispositio (penyusunan pesan), elocutio (gaya

bahasa), memori, dan pronountiatio (penyampaian pesan). (Rakhmat, 1994:6-8). Kelima

hal tersebut senada dengan pendapat Cicero, seorang orator ulung yang selalu

mempelajari isi pidato dan cara penyampaian sebelum ia berorasi. Menurut Cicero

dalam bukunya De Oratore, seorang orator harus mampu meyakinkan dan

mempersuasi khalayaknya dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang

diperlukan, merangkainya secara sistematis dan logis, menghapalkannya, lalu terakhir

menyampaikannya dengan baik.3 Aristoteles juga mengklasifikasikan tiga prinsip

persuasif yang dapat digunakan untuk mempengaruhi khalayak dengan retorika.

Ketiganya adalah Ethos, Pathos dan Logos.

2
Aristotle. On Rhetoric. Trans. George A. Kennedy. Oxford University Press, New York, 1991.

3
Cicero, De Oratore. Dikutip dari
http://www.archive.org/stream/cicerodeoratore01ciceuoft/cicerodeoratore01ciceuoft_djvu.txt. diakses pada 26
Maret 2011 pukul 12.23
3
Ethos menurut Aristoteles berhubungan dengan karakter si pembicara. Sedangkan

Kennedy menafsiran karakter ini sebagai karakter moral, atau reputasi yang

didasarkan pada karakter pembicara. Ethos adalah kemampuan seorang pembicara

untuk menunjukkan kepada pendengarnya bahwa ia memiliki pengetahuan yang

luas, memiliki kepribadian yang dapat dipercaya dan status yang terhormat. Dan

kredibilitas dari pembicara ini terlihat dari isi pidatonya.

Pathos adalah persuasi yang menuntun pendengar untuk merasakan emosi di dalam

pidato sebuah pidato.4 Pathos ialah kemampuan pembicara untuk menyentuh hati dan

perasaan khalayak, sehingga pembicara dapat bermain dengan emosi, harapan,

kebencian dan kasih sayang dari khalayak. Konsep kedua ini sering disebut sebagai

emotional appeals.

Terakhir, W. Rhys Roberts mengartikan logos sebagai sesuatu yang membuat

argumen si orator dapat dipercaya5. Ini mengacu pada kemampuan si pembicara

untuk bisa menyajikan bukti-bukti ilmiah dari apa yang ia katakan.

Ketiga prinsip diatas menekankan bahwa dalam berpidato, kepercayaan si pendengar

menjadi penting. Khalayak menjadi penentu keberhasilan seorang orator dalam

membawakan pidatonya. Ketika pendengar tidak percaya dengan kata-kata si

pembicara, maka orasi tersebut hanyalah membuang waktu dan justru mematikan

reputasi si pembicara. Disini pembicara ditantang untuk memberikan argument yang

logis, empiris dan bertanggung jawab.

Tokoh-tokoh filsafat modern juga banyak menyumbangkan ide tentang retorika.

Misalkan Richard Wately dari aliran epistemologis mengatakan bahwa argumentasi

merupakan inti dari retorika. Retorika harus mampu menuntun pembicara untuk

mencari argumentasi yang tepat dan menyampaikannya dengan baik. Aliran Belles
4
Aristotle. On Rhetoric. Trans. George A. Kennedy. Oxford University Press, New York, 1991.
5
Aristotle. On Rhetoric. Trans. W. Rhys Roberts. Ed. Lee Honeycutt. Dikutip dari
http://www.public.iastate.edu/~honeyl/Rhetoric/homepage.html, 2001. Diakses tanggal 26 Maret 2011 pukul 11.58a
4
Lettres mendefinisikan retorika sebagai tulisan yang indah, yang mengutamakan

estetika pesan namun terkadang mengesampingkan substansi dan fungsi dari pesan

tesebut.6

Pada abad 20-an, ilmu retorika banyak berintegrasi dengan kajian psikologi dan

sosiologi, dan retorika lebih dikenal dengan sebutan speech atau public speaking.

Yang khalayak adalah James A winans yang mengungkapkan pentingnya

membangkitkan emosi melalui motif-motif psikologis, seperti kebutuhan khalayak,

kewajiban sosial dan kewajiban agama.7

Implementasi Retorika dalam kehidupan

Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan retorika di atas tidaklah menarik jika

tidak dilengkapi dengan penerapan teori-teori retorika dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam tugas ini saya akan mengambil pola pidato Presiden Indonesia , Susilo

Bambang Yudhoyono dan sedikit perbandingan dengan Presiden AS, Barrack Obama.

Kedua presiden itu adalah dua orang yang menurut saya memiliki kemampuan

retorika yang baik. Keduanya berhasil menjadi presiden setelah mengalahkan

kandidat lainnya dengan memenangkan suara lebih dari 50%. SBY menang 60,8%

suara8 sedangkan Obama unggul 53% dibanding McCain pada pemilu AS 2009 lalu. 9

Kemenangan keduanya jelas melibatkan peran masyarakat umum yang telah bersedia

menyumbangkan suaranya pada Pemilu 2011.

Dalam perkembangan selama ini, Barrack Obama dan SBY memiliki kekuatan dalam

menarik perhatian dan simpati khalayak melalui pidato-pidatonya. Usia keduanya

6
Sejarah dan Perkembangan Retorika dikutip dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/17205142153.pdf . Diakses
pada 26 Maret 2011 pukul 13.22
7
ibid
8
Din Ucapkan Selamatpada SBY. Dikutip dari http://matanews.com/2009/07/26 . Diakses pada 26 Maret 2011
pukul 13.38
9
Dari Hawaii ke Gedung putih. Dikutip dari http://berita.liputan6.com/liputanpilihan/201011/306050 . Diakses
pada 26 Maret 2011 pukul 13.43
5
yang masih tergolong muda serta penampilan yang menawan juga menjadi faktor

kemenangannya. Namun ada perbedaan mencolok dari tipikal retoris keduanya

apabila kita membandingkan secara langsung melalui media televisi belakangan ini.

Kekuatan pidato SBY dapat dilihat pada masa-masa kampanyenya yang pertama

hingga ia berhasil menang sebagai presiden pada pemilu 2004. Massa selalu mengelu-

elukan SBY setiap kali ia berbicara di depan umum. Keberhasilannya terlihat ketika ia

berhasil membuat 60.000 massa partai demokrat bersorak gembira saat ia berpidato di

gelora Bung karno pada pemilu 200410. Namun seiring bertambahnya massa

pemerintahan SBY hingga periode keduanya di tahun 2009, SBY seakan kehilangan

kekuatan retorikanya. SBY tidak sekuat dulu. Semangatnya saat menjanjikan “kerja

keras dan kerja cerdas” dalam pidato pelantikannya 2009 yang lalu hilang dimakan

waktu. Optimisme seakan pudar dari tiap-tiap naskah pidato dan gesture yang ia

perlihatkan saat bicara di depan umum. Yang terlihat justru sisi reaktif, keluhan dan

sentimen dari SBY, ditambah raut wajah loyo, kesal, marah, bahkan menangis .

SBY beberapa kali menunjukkan kekesalah saat ia mendapati beberapa Bupati tertidur

ketika ia bicara. Dia juga marah saat mendapati seorang menterinya tertidur saat ia

berpidato di sidang paripurna kabinet yang membahas renegosiasi kontrak tangguh.

(TvOne 28 Agustus 2008). SBY juga sering mengeluhkan tekanan dari lawan-lawan

politiknya melalui pidato-pidato kenegaraan. Bahkan Presiden sempat menitikkan air

mata haru saat memberikan pidato di Istana Bogor setelah 10 orang petani

mendapatkan tanah dari negara dalam rangka peringatan 50 tahun Agraria Nasional.

(Liputan 6 SCTV Oktober 2010). SBY keliru jika ia bermaksud mengungkapkan

keprihatinan dan meraih simpati masyarakat melalui air mata, disaat rakyat

memerlukan tindakan dan solusi konkret.

10
60 Ribu Pendukung SBY Telah Penuhi Gelora Bung Karno. Dikutip dari
http://preview.detik.com/detiknews/read . diakses pada 26 Maret 2011 pukul 13.59
6
Pidatonya tentang krisis Indonesia dan Malaysia adalah pidato yang sangat

dinantikan oleh masyarakat Indonesia sekaligus yang paling mengecewakan.

Masyarakat menantikan ketegasan dan pernyataan sikap SBY berkaitan dengan krisis

RI-Malaysia saat itu. SBY diharapkan lebih tegas memberikan tindakan bagi Malaysia

dan menenangkan masyarakat atas chaos yang terjadi karena permasalahan batas

wilayah maritim dan ditangkapnya 3 petugas Departemen Kelautan RI oleh . Tapi

ternyata dalam pidatonya, SBY justru berceloteh tentang sejarah dan kedekatan

hubungan Indonesia dan Malaysia serta kepentingan Indonesia terhadap Malaysia.

Ada satu kalimat yang mengesankan bahwa SBY sudah banyak berbuat, diantaranya :

Untuk itulah sejak awal saya berupaya keras untuk memperjuangkan hak-hak tenaga
kerja Indonesia, antara lain menyangkut gaji dan waktu itu memberikan perlindungan
hukum dan mendirikan sekolah bagi anak tenaga kerja Indonesia. Dalam kunjungan
terakhir ke Malaysia, kita telah berhasil mencapai kesepakatan mengenai pemberian
dan perlindungan hak bagi tenaga kerja kita di Malaysia (Diambil dari Metro TV 1
September 2010 melalui Youtube.com)

Kalimat diatas menyiratkan bahwa SBY berusaha meyakinkan masyarakat Indonesia

bahwa ia sudah berupaya melakukan advokasi bagi TKI di Malaysia. Namun ia tidak

memberikan suatu pernyataan sikap yang tegas terhadap Malaysia, apakah itu sejenis

ultimatum atau sekedar peringatan. Dalam pidatonya yang berdurasi kurang lebih 10

menit, cara bicara SBY terdengar seperti dosen yang bicara pada mahasiswanya.

Pidato SBY lebih terdengar seperti penyiar Radio di tahun 1960an sehingga

membosankan dan bertele-tele. Gesture dan ekspresinya amat monoton sehingga

membuat orang bosan dan kesal. Yang lebih mengecewakan, dalam pidatonya ia

seakan-akan membela dan memaklumi kesalahan Malaysia dengan berpesan agar

warga Indonesia tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Pada kalimat penutup ia

mengatakan:

Terakhir, insiden yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia baru-baru ini akan kita
tuntaskan penyelesaiannya. Indonesia akan terus mendorong Malaysia untuk benar-
benar menyelesaikan perundingan batas wilayah yang sering memicu terjadinya
insiden dan ketegangan. Dengan demikian, dengan dapat dicegahnya ketegangan dan
7
benturan-benturan yang tidak perlu, saya yakin permasalahan, hubungan baik dan
kerjasama bilateral antara Indonesia –Malaysia akan berkembang lebih besar lagi.
(sumber yang sama)

Pidato ini menuai banyak kritik, salah satunya dari Budiman Sudjatmiko.

Menurutnya, harusnya Presiden mengambil inisiatif melakukan pertemuan dengan

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, bukan hanya diserahkan menteri dan hanya

berkirim surat.11 Dalam pidato ini, SBY kehilangan kepercayaan dari masyarakat yang

menantikan ketegasannya. Ia di cap sebagai presiden yang cari aman dan hanya jago

dalam beretorika. Sejak saat itu juga, kata “retorika” tiba-tiba menjadi popular sebagai

preferensi bagi orang yang hanya bisa bicara namun nol tindakannya. SBY telah

kehilangan Ethos atau kredibilitas di mata sebagian orang. Kegagalannya dalam

beretorika, membuat orang sadar akan kegagalannya di dalam praktek. Jika pidatonya

bagus,setidaknya kelambanannya dalam bekerja akan luput di mata sebagian orang.

Tapi ketika ia sudah gagal dalam mempersuasi khalayak melalui kata-katanya, maka

ia dengan segera ditinggalkan.

Kondisi makin parahi ketika ia menyinggung persoalan kenaikan gaji Presiden dalam

rapat pimpinan TNI Polri . Hal itu menyulut kemarahan masyarakat karena presiden

dinilai tidak mampu mengukur situasi dan kondisi khalayaknya yang sedang

kesulitan karena kenaikan harga barang pokok. Padahal menurut Survey, Gaji

presiden Indonesia mencapai nilai 63 juta/bulan dan dana taktis 2 milyar/bulan, serta

menurut majalah The Economic Inggris, gaji Presiden RI adalah gaji dengan

kesenjangan tertinggi ketiga dari 22 negara di dunia. (MetroTV, Januari 2011) Hal ini

jelas bukan alasan untuk meminta kenaikan gaji. Dan sekalipun menurut jubir SBY itu

hanya lelucon, menurut saya SBY adalah presiden dengan selera humor terburuk.

11
SBY dinilai lamban hadapi Malaysia. Dikutip dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/08/30/brk,20100830-275062,id.html. Diakses pada 26 Maret
2011 pukul 15.01
8
Bertolakbelakang dengan SBY, Barrack Obama memiliki kemampuan persuasi yang

cukup tinggi. Hal ini terlihat dari kampanye presiden nya yang disebarkan melalui

Youtube. Obama telah berhasil menjangkau segmentasi anak muda Amerika yang

memang gandrung terhadap media baru. Kata “Vote” yang ia gunakan dalam

berkampanye membuat orang tidak merasa dipaksa untuk memilih Obama sebagai

presiden, melainkan lebih pada sebuah himbauan bagi anak muda untuk memberikan

suara pada Pemilu. Obama menyadari bahwa persoalan utama dari pemilu AS adalah

rendahnya partisipasi dari masyarakat terutama remaja untuk datang ke TPU dan

memilih.

Dalam pidatonya, Obama selalu terlihat semangat dan sering melayangkan senyum.

Hal ini sedikit mencerminkan jiwa mudanya yang enerjik dan optimis terhadap

perubahan. Beberapa pidatonya yang berkesan bagi masyarakat Indonesia adalah

Pidatonya di hadapann mahasiswa Indonesia di UI dan pidatonya di Mesir yang

menyebutkan nama Indonesia sebanyak 4 kali.

Dalam pidatonya di UI, Obama menyebutkan kata-kata “Pulang kampung”, dimana

dia ingin menunjukkan kedekatan emosional dengan Indonesia. Obama juga

membuka pidatonya dengan mengucapkan “Selamat pagi, assalamualaikum, salam

sejahtera” yang disambut tepuk tangan dari para hadirin. Tidak ada nada menghina

atau merendahkan muslim dengan ucapan salamnya. Yang terkesan adalah ia

berusaha menghargai Indonesia yang mayoritas beragama muslim.

Dalam pidatonya di Mesir, ia berusaha memperbaiki hubungan Islam dengan Negara-

begara Barat, walaupun ia tidak menyebutkan “Amerika” tapi menyebutkan “United

States”. Dalam pidatonya ini, Obama berhasil mengesankan dirinya sebagai seorang

Presiden Amerika yang menghargai perbedaan dan keberagaman, atau secara tegas

tidak memusuhi Islam. Ada beberapa cuplikan dari Obama yang saya sukai,

9
…Many more are simply skeptical that real change can occur. There is so much fear, so
much mistrust. But if we choose to be bound by the past, we will never move forward.
And I want to particularly say this to young people of every faith, in every country –
you, more than anyone, have the ability to remake this world….

It is easier to start wars than to end them. It is easier to blame others than to look
inward; to see what is different about someone than to find the things we share. But we
should choose the right path, not just the easy path. There is also one rule that lies at
the heart of every religion – that we do unto others as we would have them do unto us.
This truth transcends nations and peoples – a belief that isn’t new; that isn’t black or
white or brown; that isn’t Christian, or Muslim or Jew. It’s a belief that pulsed in the
cradle of civilization, and that still beats in the heart of billions. It’s a faith in other
people, and it’s what brought me here today.12

Teks pidato di atas sedikit menunjukkan keunggulan Obama dalam urusan Retorika.

Ia mampu mempersuasi pendengarnya dengan menjadikan pendengar sebagai

Subjek, bukan hanya objek.

Kekuatan Obama adalah ia mampu meramu ethos, pathos dan logos dalam tiap-tiap

naskah teksnya. Ia mampu menuntun aspek emosional dan rasional pendengarnya.

Obama juga mampu menggabungkan komunikasi verbal dan non verbal secara apik

yang tercermin dari intonasi yang teratur, artikulasi yang jelas serta gesture dan body

language nya yang tidak berlebihan.

Terakhir, Obama berhasil membangun koneksi antara dirinya dengan lawan

bicaranya. Obama sebisa mungkin memasukkan unsur/kata-kata yang lekat dengan

audiensnya, misal kata “Kerupuk” dan “Bakso” pada pidatonya di UI, yang secara

tidak langsung dapat menghilangkan jarak antara dirinya dengan pendengarnya.

Kesimpulannya, sebuah retorika dapat dikatakan berhasil ketika pembicara tidak

terdengar bergumam pada dirinya sendiri. Retorika yang baik adalah ketika tiap

orang mau mendengarkan dengan sukarela dan senang hati karena merasa

mendapatkan suatu inspirasi dan pencerahan dari si pembicara.

12
Teks Pidato Barrack Obama di Mesir 4 Juni 2009. Dikutip dari http://triwahjono.wordpress.com/2009/06/04 .
Diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 15.54
10

You might also like