You are on page 1of 106

RESUME TUTORIAL BLOK 10

SKENARIO 1

Oleh:
Kelompok A

1. Fiqnanda Ichfal Rizal (082010101003)


2. Fibiaka Algebri (082010101004)
3. Bella Mayfanni R. (082010101005)
4. M.Nursalim (082010101006)
5. Deliar Ismawadah (082010101007)
6. Anggun Anggraini (082010101008)
7. Bernadetta Christy (082010101009)
8. Dhea Anyssa (082010101010)
9. Icha P. (082010101011)
10.Delina Putri A. (082010101012)
11.Agung Prabowo (082010101015)
12.Falah Gemilang (082010101016)
13.Ayu Budhi trisna (082010101026)
14.Yudhistira K. (082010101075)
15.Made Ng. Arya (082010101079)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
SEKENARIO 1
Arah Kencing Ke Bawah

Bu amalia memeriksa putranya yang berusia 1 tahun, Andi, ke seorang dokter.


Menurut ibunya, ada yang aneh dengan alat kelamin putranya. Setiap kali Andi kencing,
alirannya tidak mengarah ke depan seperti normalnya anak laki-laki lain, tetapi malah
mengarah ke bawah. Setelah diamati ternyata lubang kencingnya memang ada di bagian
bawah penisnya. Dokter tersebut menyarankan Andi untuk memeriksa lebih lanjut ke dokter
bedah agar dapat diketahui apakah ada kelainan lain selain itu. Ternyata dari pemeriksaan
radiografi ditemukan bentuk ginjal yang tidak normal.

KEY WORD
 Andi, 1 tahun
 Ada yang aneh dengan alat kelamin Andi
 Kencing mengarah kebawah
 Lubang kencingnya ada di bawah penisnya
 Dirujuk ke dokter bedah.
 Pmx Radiologi : bentuk ginjal yang abnormal
GINJAL

URETER

VESIKA URUNARIA
ANATOMI
URETRA

PENIS

GINJAL

URETER

VESIKA URUNARIA

URETRA
HISTOLOGI
PENIS

NERFOUROLOGI REGULASI NEURAL & HORMONAL

FISIOLOGI FUNGSI GINJAL

PEMBENTUKAN URIN

RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON

FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM BASA

KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT


PROSEDUR
DIAGNOSTIK

PATOLOGI

GINJAL
VESIKA URINARIA,
URETER
URETRA & PENIS

POLIKISTIK
EKTOPIK EKTOPIK FISTULA PEXTIC

AGENESIS & DISGENESIS DUPLIKASI PELVIS EKSTROFIA PYOROMI

HORSE SHOE URETOROKEL URAKUS PERSISTEN PRIAFISMUS


TORSIO TESTIS
MEGAURETER STENOSIS
VARIKOKEL
EPISPADIA
HIDROKEL
HIPOSPADIA
SPERMATOKEL
URETRA BERKATUP
MALDESENSUS
MIELODISPLASIA TESTIS
FIMOSIS RETRAKTIL
PARAFIMOSIS TESTIS
FIMOSIS
PARAFIMOSIS

PEMBAHASAN
BASIC KNOWLEDGE
A. ANATOMI
1. GINJAL
Ginjal terletak di bagian possterior dari cavum adomen di lateral dari columna vertebralis,
retroperitoneal. Bentuknya sepeti kacang koro berwarna merah coklat.
Ren kiri terletak : setinggi VT . XI – VL. II
Ren kanan terletak : VT. XII – VL. III
Sumbu kedua ren ke arah latero caudal sejajar dengan sumbu m. Psoas mayor

Bagian- bagian ren dan permukaannya :


1. facies anterior
2. facies posterior
3. margo lateralis
4. margo medialis
5. polus cranialis
6. polus caudalis

Margo lateralis conveks ke lateral sednagkan margo medialis konkaf ke medial dan ditengah
– tengahnya terdapat hilus renalis (setinggi VL. I). Hilus merupakan pintu masuk ke dalam suatu
rongga (sinus renalis).
Stuktur dalam hilus renalis :
1. A.V Renalis
2. Pelvis renalis
3. pembuluh saraf dan limfe

Hubungan anatomi ren dengan organ sekitarnya :


1. Polus cranialis : Tertutup gld. Suprarenalis
2. Facies posterior : impresario dari m. Psoas mayor, M. Quadratus lumborum, dan apeneurosis
M. Transversus abdominis
3. Facies anterior :
 Ren dextra : dua pertiga bagian cranial berhubungan dengan facies posterior lobus hepar
dextra, inferiornya berhubungan langsung dengan flexura coli dextra dan pars descendens
duodeni, ke arah inferior medial berhubungan dengan intestinum tenue.
 Ren sinistra : Bagian tengah facies anterior ren sinitra berhubungan langsung dengan
corpus dan cauda pancreatis. Disebelah cranialnya ren berhubungan dengan facies
posterior gaster. Sebagian besar facies anterior berhubungan dengan jejunum proximal.
Tepi laterl daerah ini berhubungan dengan colon descendens / flexura coli sinistra

Fiksasi Ren :
1. Fascia Ren
Fascia praerenalis dan fascia Retrorenalis
2. Capsula Fibrosa
 Adalah jaringan ikat/ membran yang melekat langsung pada jaringan ren dan menjadi
dasar serta atap sinus renalis
 Memberikan septa- septa ke arah fascia renlis sehingga memperkuat fiksasi ren
3. Capsula Adiposa
Adalah jaringan lemak yang berada antara capsula fibrosa dan fascia renalis (termasuk
jaringan lemak perirenal)

Struktur Ginjal
1. Corteks renalis
 Bagian luar, terletak langsung di bawah capsula fibrosa warna merah coklat berbintik-
bintik ( Corpusculus renalis)
 Capsula bowman adalah permukaan dari salurn ginjal yang meliputi glmerulus
2. Medulla Renalis
 Letaknya dekat hilus terlihat garis putih-putih oleh karena adanya saluran-saluran yang
terletak dalam piramida renalis. Tiap piramida mempunyai basis yang menjurus ke arah
corteks dan apexnya bermuara ke dalam calyx minor, sehingga menimbulakan tonjolan :
Papilla renalis.

Nefron
1. Adanya kesatuan fungsional dari ginjal yang terdiri dari :
 Capsula Bowman dan glomerulus
 Tubulus contortus I
 Loop of Henle
 Tubulus contortus II
2. Saluran yang terletak dalam corteks :
 Capsula bowmn
 TC I
 TC II
3. Saluran dalam medulla:
 Loop of henle
 Duktus koligentes
 Duktus bellini (duktus papilaris)

Vascularisasi
a. Renalis  a. Segmentalis  a. Interlobaris  a. Arcuata  a. Interlobularis  a. Recta vera 
V. Interlobularis  V. Arcuata  V. Interlobaris  V. Renalis

Aliran Limfe : Menuju lnn. Paraaorta


Persyarafan : dari plexus sympatikus renalis ( sifat : vasomotor )
2. URETER
 Ureter merupakan saluran urine yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica
urinaria.
 Merupakan organ retroperitoneal.
 Terdiri atas pars abdominalis & pelvina
 Panjang sekitar 20-30 cm
 memiliki 3 penyempitan:
- Perbatasan pelvis renalis - ureter
- Peralihan ureter pars abdominalis ke pars pelvina
- Saat masuk ke dalam vesica urinaria
Penyempitan ini barperan sebagai lokasi stasis atau tersangkutnya batu pada saluran
kemih.
 Berbeda antara pria & wanita pada perjalanannya, dimana:
- Pada pria berjalan ventral dari cranial vesicula seminalis & lateral dari ductus
deferens.

- Pada wanita berjalan dorsal ovarium  dalam lig.cardinale  1-2 cm lateral


cervix uteri & ventral dari batas lateral vagina.
 Vascularisasi :
- a.renalis
- a.ovarica (pada wanita) dan a.spermatica interna (pada pria)
- a.Vesicalis inferior
 Innervasi:
Lower 3 thorax, lumbar 1, dan 2-4 sacral spinal corda dari renal dan aorta plexus.

3. VESICA URINARIA
Terletak dlm cavum pelvis subperitoneal
Dorsal symphisis ossis pubis
Bentuk saat kosong seperti limas sisi tiga dgn bagian:
- basis
- collum
- apex  pertemuan fac.inferolateralis dan superior di ventrocranial
MEMILIKI 3 FACIES :
● facies superior  menghadap ventral bentuk segitiga
● Facies dorsalis :
pd pria berhub.vesicula seminalis dan
pd wanita berhub. Vagina, cervix uteri
● 2 facies inferolateralis

LAPISAN-LAPISANNYA :
- tunica serosa.
- tunica muscularis (3 lapisan) disbt mm.detrusor
- tunica mucosa : membentuk rugae vesicae
 Fiksasi oleh diaphragma pelvis

BAGIAN DALAM V.U :


- Trigonum vesicae
Mucosa tidak membentuk rugae karena erat dengan lap muskularisnya. Merupakan
titik temu antara 2 muara ureter pars pelvina dengan ostium uretra interna
- Uvula vesicae tonjolan orificium uretra interna
- Ruggae vesicaeterbentuk jika V.u kosong, lipatan hilang bila V.u penuh
 Vascularisasi :
- A.Vesicalis superior
- A.vesicalis inferior
- Vena ke plexus venosus vesicalisà v.iliaca interna

- Aliran limfe ke illiaca interna, externa, communis dan lnn sacralis


4. URETRA
Perbedaaan uretra masculine dan uretra feminine, yaitu
URETRA MASCULINA, yaitu :
 Panjang ± 20 cm
 Dari collum vesica urinaria sampai ostium uretra externum pada gland penis

Uretra masculine di bagi menjadi 3 bagian, yaitu:


1. Uretra pars prostatica
 Panjang ± 3 cm berasal dari collum vesicae
 Berjalan dari basis prostate sampai ke apex prostate, lalu berlanjut menjadi uretra
pars membranacea
 Merupakan bagian yang paling lebar dan berdiameter terbesar dari seluruh uretra
 Terdapat crista uretralis, merupakan peninggian posterior dinding longitudinal
 Setiap crista terdapat sinus prostaticus, merupakan tempat muara glandula prostat
 Pada puncak Krista terdapat cekungan disebut utriculus prostaticus, pada
utriculus terdapat muara ductus ejaculatorius
2. Uretra pars membranacea
 Panjang ± 1,3 cm, terletak di diafragma urogenitale
 Dikelilingi musculus sphincter uretra, origo di arcus pubicus, insersio uretra,
innervasi ramus perinelis nervus pudendus
 Kebawah uretra pars membranacea melanjutkan diri sebagai uretra pars
spongiosa
 Bagian uretra yang paling pendek dan paling tidak dapat dilebarkan
3. Uretra pars spongiosa
 Panjang ± 15,75 cm dibungkus bulbus dan corpus spongiosa penis
URETRA FEMININA, yaitu :
 Panjang ± 3,8 cm terbentang dari collum vesica urinary sampai ostium uretra
externum bermuara vestibulum 2,5 cm distal dari clitoris
 Terdapat ductus glandula parauretralis yang dapat dilebarkan dengan mudah

5. PENIS
- Panjang sekitar 20 cm
- Terdiri atas 3 bagian, yaitu:
o Pars Prostatica
 Tempat bermuaranya ductus ejaculatorius
 Terdapat m.sphincter uretrae internum (bekerja involunter)
 Innervasi: plexus prostat
o Pars Membranacea
 Terdapat m.sphincter uretrae externum (bekerja volunter)
 Berjalan pada ruang kosong antara prostat dan bulbus penis
 Paling mudah rupture
 Innervasi: plexus pelvis
o Pars Cavernosa
 Terletak dalam corpus spongiosum penis
 Lumen uretrae melebar pada bulbus (fossa intrabulbaris) & fossa
navicularis
- Vascularisasi : a.hemoroidalis media, a.vesicalis caudalis, a.bulbus penis &
a.urethralis
- Vena ke plexus vesicopudendalis & V.pudenda interna
- Aliran limfe ke lnn.illiaca interna, illiaca externa dan inguinalis
- Untuk innervasi juga terdapat nervus cavernosa yang bersifat simpatik  untuk
kontraksi preprostatik sfingter selama ejakulasi dan mencegah refluks ejakulasi ke
vesika urinaria.

B. HISTOLOGI
1. GINJAL
Berbentuk seperti kacang dan mempunyai bagian cekung yang disebut hilus yang
merupakan tempat masuknya saraf, masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh
limfe, serta tempat keluar nya ureter.
Ginjal dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Cortex
a. Makros:
 Renal corpuscle
 Medullary rays
 Labyrinth
b. Mikros:
 Capsula Bowman
 Glomerulus
 TC1
 TC2
 Macula densa
 Urinary pole
 Vascular pole
 A. V. Interlobularis
2. Medula
Terdiri dari bentukan seperti kerucut atau piramid, yang disebut medullary pyramid.
Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar
yakni, capsula bowman, glomerulus, TC1, segmen tebal dan tipis ansa henle, TC2; dan
tubulus serta ductus coligentes.
A. Glomerulus
Merupakan suatu massa jalinan (gelungan) kapiler yang terdiri dari Vas Afferenss
(afferen arteriole) dan Vas Efferens (efferens arteriole).
Lobulus Glomerolus: terdiri dari 1 kelompok jalianan kapiler yang berasal dari satu
cabang utama vas afferens.
B. Mesangial Cell
Disebut juga Stalk cell atau intercapillary cell karena letaknya diantara kapiler
glomerolus. Bentuk selnya seperti bintang (stellate) dan mirip pericyte.

Fungsi sel ini adalah:


 Penyangga kapiler
 Phagocytosit
 Membuang protein besar dari lamina basalis kapiler
 Menurunkan aliran darah glomerolus (dengan rangsangan angiotensin)
 Dapat mengadakan mitosis bila diperlukan
C. Juksta – Glomerular Cell (J.G cell)
Merupakan modifikasi dari otot polos afferens arteriole yang kemudian berubah sifat
menyerupai epitel (epiteloid).
Terletak di dekat macula densa yang merupakan awal dari T.C. II dan berfungsi
membentuk Renin.
D. Extra-Glomerular Mesangial Cell (Lacis/Polkissen)
Terletak di dekat Juxta-glomerular cell, diantara afferens dan efferens arteriole. Sel ini
berfungsi membentuk Erythropoietin yang bisa merangsang pembentukan erytrosit
dalam sumsum tulang.
E. Juksta-Glomerular Apparatus: (complex)
Dibentuk oleh 3 macam struktur yaitu: Juxta-glomerular cell, macula densa dan Lacis
(Polkissen).
F. Tubulus Contortus Proximal (TC1)
Berawal dari Urinary-pole. Merupakan saluran yang berkelok-kelok menuju permukaan
ginjal, kemudian berbalik masuk daerah medullary rays sebagai Henle tebal descending,
menuju medulla. Saluran ini merupakan bagian dari nephron yang terpanjang dna
terlebar dan membentuk massa utama cortex.
Ciri-cirinya:
 Bentuk selnya berupa pyramid terpancung (kubis)
 Batas sel nya tidak jelas
 Sitoplasmanya banyak dan bersifat acidofilik
 Inti sel besar, pucat, dan jumlahnya hanya sedikit
 Mempunyai mikro-villi yang disebut Brush-border
G. Tubulus Contortus Distalis (TC2)
Terdapat di dalam cortex ginjal dan berawal dari macula densa, selanjutnya berakhir
dekat medullary –rays, kemudian masuk ke dalam collecting tubule (ductus colligentes).
Merupakan saluran pendek yang berlekuk-lekuk.
Ciri-cirinya:
 Merupakan epitel selapis kubis
 Batas sel juga tidak jelas seperti T.C I
 Sitoplasmanya pucat
 Jumlah intinya banyak dan tidak punya brush-border
H. Makula Densa
Berupa sel yang tersusun rapat sehingga pada sediaan tampak sebagai deretan inti yang
sangat berdekatan dan tampak gelap.
Merupakan perbatasan antara Henle tebal ascending dengan Tubulus contortus (T.C II)
Letak struktur ini berdekatan dengan:
 Afferens dan efferens arteriol
 Juxta-glomerular cell
 Lacis (Polkissen) cell atau extra glomerular mesangial cell
Sedangkan fungsi dari macula densa ini belum jelas.

Bagian Medula
Medulla terdiri dari bentukan-bentukan berbentuk segitiga yang disebut Medullary
Pyramid (pyramid ginjal). Bentukan-bentukan ini tampak pucat dan bergaris-garis sejajar
karena gambaran tubulus dan pembuluh darah yang terpotong membujur.
Bagian basis mempunyai batas yang tak jelas karena adanya tonjolan medullary-Rays
(processus Ferreini). Bagian Apex disebut Papilla Renalis yang bermuara ke dalam Calyx-
minor. Bagian ini mempunyai lubang-lubang yang disebut Area Cribosa. Bagian cortex yang
terdapat di antara medullary piramyd disebut Columna Renalis Bertini (Renal Column).
1. Loop of Henle (Ansa Henle)
Terdiri dari 3 bagian:
a. Henle tebal descending (bagian lurus TC 1)
Sel nya mirip dengan sel pada TC 1, bedanya:
a) Selnya lebih rendah
b) Mitokondrianya lebih sedikit dan kecil-kecil
c) Mikrovilinya lebih sedikitFungsinya sama dengan TC 1 yaitu reabsorbsi air dan
NaCl
b. Henle tipis
Ada 2 macam henle tipis:
a) Henle tipis dari short nephron
Saluran ini sangat pendek dan terletak pada bagian yang descending.
Lokasinya pada inner stripe medulla.
b)Henle tipis dari long-nephron
Saluran ini panjang sehingga meliputi bagian dari descending, lengkung dan
ascending.
Lokasinya sampai inner zone medulla, kemudian berbalik menuju outer zone.
Terdiri dari epitel selapis pipih sehingga mirip dengan kapiler.
Bedanya dengan kapiler:
- Epitel lebih tebal dengan inti yang lebih menonjol dan inti saling berdekatan
- Sitoplasmanya kurang acidofilik
-Mempunyai mikrovili tapi hanya sedikit dan pendek-pendek
c. Henle tebal ascending (Bagian lurus TC 2)
Saluran ini berjalan menuju cortex mendekati renal corpuscle asalnya, kemudian
berakhir pada daerah vascular pole (diantara vas afferens dan vas efferens) dengan
membentuk Macula Densa (densa spot) selanjutnya menjadi TC 2
Terdiri dari epitel selapis kubis yang mirip dengan TC 2 dimana batas selnya tidak
jelas. Hanya saja sel pada saluran ini lebih pendek dengan inti menojol ke lumen.
Tidak mempunyai brush border.

2. Collecting Tubule (ductus colligentes)


Saluran ini tidak termasuk bagian dari nephron.
Terdapat dalam medullary rays dan menjulur sampai medulla dimana kemudian dia
membentuk Papillary Duct Of Bellini yang bermuara ke dalam Calyx Minor sebagai
Area Cribosa.
Terdiri dari epitel selapis kubis rendah sampai silindris dengan batas sel yang sangat
jelas dan sitoplasmanya pucat.
Ductus Coligentes

2. URETER

Merupakan saluran penghubung ginjal dan Vesica Urinaria. Bentuk lumennya seperti
bintang karena lipatan-lipatan longitudinal akibat dari lamina propria yang kendor dan
adanya jaringan elastik serta otot polos.
Dindingnya terdiri dari 3 lapis :
a) Lapisan mukosa
Terdiri dari epitel peralihan (4-6 lapis sel), basal lamina dan lamina propria
b) Lapisan muskularis
Terdiri dari otot polos yang tebal. Terbagi menjadi 3 lapisan yaitu otot longitudinal
dalam, otot sirkuler dan otot longitudinal luar
c) Lapisan adventita

3. VESICA URINARIA
Mempunyai 3 lapis dinding :
a) Lapisan mukosa
Terdiri dari epitel peralihan, muskularis mukosa dan lamina propria. Dalam keadaan
kosong ketebalan epitel mencapai 6-8 lapis, bila terisi terdiri dari 2-3 lapis
Muskularis mukosa terdiri dari otot polos yang terputus-putus. Lamina propria relatif
tebal, lapisan eksternanya tebal dan submukosanya berlipat pada saat kosong
b) Lapisan muskularis
Terdiri dari 3 lapis otot polos, dimana pada bagian tengah yang arahnya sirkuler
merupakan lapisan yang paling tebal terutama pada daerah spinchter
c) Lapisan adventitia
Terdiri dari jaringan ikat fibro-elastis dan pada bagian superior ditutup lapisan
peritoneum
4. URETRA
Uretra merupakan suatu tabung yang di lalui urine dari vesika urinaria ke luar tubuh.
Uretra pada pria berbeda sama uretra pada wanita.
Pada pria :
Panjang 15 – 20 cm, terdri dari. :
– Pars prostatika : 3 – 4 cm

•Mulai orificium uretra internum

•Menembus prostat

•Bermuara : 2 ductus ejakulatorius

Ductus kelenjar prostat


•Epitel : transitionil

•Muscularis : 2 Lapis ( dalam longit – luar circ )

– Pars membranosa : 1 cm

•Mulai apex prostat  menembus membrana perineal sampai bulbus cavernosus


uretra

•Epitel : stratified columnar/ pseudo stratified columnar

– Pars cavernosa( pars spongiosa )

Kebanyakan berupa epitel bertingkat silindris dengan daerah epitel gepeng dan berlapis.
Di sepanjang uretra banyak dijumpai Kelenjar Littre. Kelenjar Littre ini merupakan
kelenjar mukosa yang kebanyakan di pars cavernosum. Bentuk kelenjar tubular bercabang.
Kelanjutan mucosa uretra. Epitel = uretra dan terletak di lamina propria.
Uretra wanita :
Lebih pendek kira-kira 4-5 cm, yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis dan memiliki
area dengan pipih silindris bertingkat. Bagian tengah uretra dikelilingi sfingter lurik volunteer
eksterna.
5. PENIS
Komponen utama penis adalah tiga masa silindris dari jaringan erektil dan uretra,
yang terbungkus kulit. Dua diantara silinder-silinder ini (korpus karvenosum penis) treletak
di dorsal. Yang lain terletak di ventral dan disebut korpus karvenosum uretra, atau korpus
spongiosum, yang mengelilingi uretra. Korpus kavenosum uretra melebar di bagian ujung,
yang membentuk glans penis. Sebagian besar uretra peni dilapisi oleh epitel bertingkat
silindris, namun epitel ini berubah menjadi epitel berlapis gepeng di glans penis. Kelenjar
Littre penyekresi lendir terdapat di sepanjang uretra penis.
Prepusium merupakan lipatan kulit retraktil yang mengandung jaringan ikat dengan
otot polos di bagian dalamnya. Kelenjar sebacea terdapat di lipatan dalam dan di kulit yang
menutupi glans.
Korpra karvenosa dibungku oleh lapisan jaringan ikat padat kuat, yaitu tunika
albugenia. Korpora karvenosa penis dan uretra terdiri atas jaringan erektil. Jaringan ini
mengandung sejumlah besar lumen vena yang dilapisi sel-sel endotel utuh dan dipisahkan
oleh trabekula yang terdiri atas serat jaringan ikat dan sel otot polos.

C. FISIOLOGI
1. REGULASI : NEURAL DAN HORMONAL
Kontrol pada ginjal terdiri dari :
1. Hormonal dan aukaroid, yang mempengaruhi
a. Filtrasi
b. Reabsorbsi
2. Neural (otonom), yang juga mempengaruhi
a. Filtrasi
b. Reabsorpsi
3. Autoregulasi

PENJELASAN :
1. Hormon dan Aukaroid
a. Filtrasi
 Epinephrine, Norepinephrine,endotelin
 untuk meminimalkan kehilangan darah
 Konstriksi asteriol aferen dan eferen => menurunkan GFR

 Angiotensin II
 Konstriksi erteriol aferen yang akan menurunkan aliran di kapiler
peritubulus (reabsorpsi Na dan air meningkat) serta meningkatkan
Phidros glomerulus
 Terjai pada penurunan tekanan darah yang menurunkan GFR
 Oksida nitrit
 Mencegah hipokonstriksi => ekskresi air dan Na normal
 PGE2 dan bradikinin
 Mengurangi efek konstriktor ginjal dari angiotensin II

b. Reabsorpsi
 Aldosteron
 Pada sel prinsipal ductus colingentes kortikalis
 Meningkatkan reabsorpsi Na dan air
 Meninhkatkan sekresi K

 Angiotensin II
 Di tubulus proksimal
 Meningkatkan reabsorpsi Na dan H20
 Meningkatkan sekresi H
 ADH
 Pada tubulus distal atau ductus colingentes
 Meningkatkan reabsorpsi air
 PNA
 Tubulus distal atau ductus colingentes => menurunkan reabsorpsi
NaCl
 PTH
 Tubulus proksimal, segmen tebal ascendens, tubulus distal
 Menurunkan reabsorpsi PO4 => meningkatkan reabsorpsi Ca+2

2. Sistem saraf otonom (simpatis)


a. Filtrasi
 Kuat
 Konstriksi arteriol renal
 Aliran darah ginjal menurun bukan peran utama
 GFR menurun
 Sedang
 Hanya mempunyai efek yang sedikit

b. Reabsorpsi
 Konstriksi arteriol aferen dan eferen => menurunkan GFR
 Menurunkan ekskresi Na dan air
 Meningkatkan absorpsi Na di tubulus proksimal dan segmen tebal
ascendens
 Aktivasi RAA

3. Autoregulasi
Fungsi : Mencegah perubahan drastis pada GFR

Tekanan arteri menurun => Phidrostatik menurun => GFR menurun => NaCl
di makula densa menurun sementara reabsorpsi NaCl proksimal meningkat =>
activasi renin dan penurunan tahanan arteriolar aferen.
2. FUNGSI GINJAL

Fungsi Ekskresi

 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah


eksresi air
 Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekskresi
Na+
 Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam
rentang normal
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H= dan
membentuk kembali HCO3-
 Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam
urat dan kreatinin)
 Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat

Fungsi Nonekskresi

            Menyintesis dan mengaktifkan hormone :

Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah


Eritropoetin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
1,25-dihidroksi vitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang
paling kuat
Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara local, dan
melindungi dari kerusakan iskemik ginjal
Degradasi hormone polipeptida

3. PEMBENTUKAN URIN
o Filtrasi glomerolus
o Reabsorpsi  dari tubulus ke darah
o Sekresi  dari darah ke tubulus
 Kecepatan ekskresi urine = laju filtrasi – laju reabsorpsi + laju sekresi
 Darah  glomerolus  kapsul bowman  filtrate ( bebas protein, bebas elemen
seluler, bebas RBC, bebas molekul dengan muatan negative )  tubulus  reabsorpsi
 sekresi  ekskresi
A. 100 % di ekskresi ( hanya difiltrasi )  kreatinin, urea, asam urat, garam asam urat
B. Difiltrasi dengan direabsorpsi sebagian  Na, Cl, HCO3
C. 100% tidak di ekskresi ( difiltrasi dengan direabsorpsi total )  asam amino, glukosa
D. Difiltrasi dengan disekresi

 Membrane kapiler glomerolus lebih tebal


Komposisi Filtrat Glomerulus : air dan bahan-bahan lain seperti natrium, glukosa, inulin,
mioglobin, albumin, asam amino, kecuali protein dan sel darah merah.

Membran kapiler glomerulus : terdiri dari tiga lapisan (dari dalam ke luar), yaitu
- Membrane endotel yang terdiri dari ribuan fenestrate
- Membran basalis, terdiri dari kolagen dan fibril proteoglikan
- Epitel dengan tonjolan seperti kaki panjang (podosit) dengan celah namanya slit
pores
Semua lapisan membran kapiler glomerulus sama-sama membentuk sawar filtrasi tapi
membran dasar atau membran basalis yang merupakan sawar bagi protein plasma
karena muatan listrik negatif kuat yang berkaitan dengan proteoglikan.
Kemampuan filtrasi zat terlarut tergantung dari dua hal yaitu:
1. Berat Molekul.
Semakin berat dan besar molekul maka semakin sulit untuk lewat atau terfiltrasi.
2. Muatan Molekul.
Semakin negatif maka semakin sukar untuk lewat. Sukar lewat karena muatan
negatif dan tolakan elektrostatiknya didesak oleh muatan negatif proteoglikan
membran dasar.

 Jika suatu molekul memiliki berat molekul mendekati berat molekul albumin
( 69.000), maka kemampuan filtrasi menurun hingga mendekati nol.

 GFR (180 liter / hari = 125 ml / menit) naik  Volume urine naik
 Keuntungan GFR tinggi
o Ginjal mampu menyingkirkan produk buangan dari tubuh dengan cepat
o Semua cairan dapat difiltrasi dan diproses oleh ginjal sepanjang waktu tiap
hari
o Mengatur volume dan komponen cairan tubuh dengan cepat dan tepat

 GFR ditentukan oleh :


o Keseimbangan kekuatan osmotic koloid dan hidrostatik lintas membrane
kapiler
o Koefisien filtrasi ( Kf )  hasil permeabilitas dan daerah permukaan filtrasi
kapiler
 GFR = Kf x Tekanan filtrasi akhir
Tekanan filtrasi akhir = tekanan hidrostatik glomerolus ( 60 mmHg ) – Tekanan
kapsula bowman ( 18 mmHg ) – Tekanan osmotic / onkotik koloid glomerolus ( 32
mmHg ) = 10 mmHg

 Yang mempengaruhi GFR :

o Kf naik  GFR naik


o Kf turun ( saat ada penyakit yang menurunkan fungsi, ketebalan membrane
kapiler glomerolus, konduktivitas hidrolik ginjal )  GFR turun ( merusak,
menghancurkan ginjal )
o Tekanan hidrostatik kapsula bowman naik, GFR turun
o Tekanan osmotic / onkotik koloid glomerolus naik, GFR turun
o Tekanan hidrostatik glomerolus naik, GFR naik
 Ditentukan oleh : Tekanan arteri, tahanan arteriol aferen, tahanan
arteriol eferen
 Tekanan arteri naik, tekanan hidrostatik glomerolus naik, GFR naik
 Tahanan arteriol aferen naik, tekanan hidrostatik glomerolus turun,
GFR turun
 Tahanan arteriol eferen naik :
 Akut  tekanan hidrostatik glomerolus naik, GFR naik
 Kronis ( jika konstriksi arteriol eferen > 3X kenaikan tahanan
arteriol eferen )  tekanan osmotic koloid naik  kekuatan
akhir filtrasi turun  GFR turun
 Aliran darah ginjal digunakan untuk nutrisi, membuang produk buangan, dan untuk
filtrasi. Rumus dari aliran darah ginjal adalah

 Aliran darah dalam vasa rekta medulla renal < daripada aliran dalam korteks renal
 GFR ditentukan oleh tekanan hidrostatik glomerolus dan tekanan osmotic koloid
kapiler glomerolus. Hal ini dipengaruhi oleh simpatis, hormone, autokoid ( zat
vasoaktif dalam ginjal yang bekerja local di ginjal ), dan kontrol umpan balik dalam
ginjal (intrinsic).
o Simpatis naik  konstriksi arteriol renal  aliran darah ginjal turun  GFR
turun
Hal di atas terjadi selama gangguan akut, parah, rekasi pertahanan, iskemia
otak, perdarahan hebat.
o Hormone
 Norepinefrin / epinefrin ( dari medulla adrenal )  konstriksi arteriol
 GFR turun
 Endotelin ( peptide yang dilepas saat sel endotel vascular ginjal /
jaringan lain rusak )
Pembuluh darah terluka  endotel rusak  endotelin keluar 
vasokonstriksi  bantu homeostasis  kehilangan darah turun 
GFR turun
 Angiotensin II ( dibentuk dalam ginjal dan sirkulasi sistemik )
Tekanan arteri turun / volume turun  angiotensin II naik 
konstriksi arteriol eferen  cegah GFR turun  reabsorpsi Na + air
naik
 Oksida nitrit dari endotel  cegah vasokonstriksi berlebihan 
memudahkan ren untuk ekskresi Na + air
 Prostaglandin ( PGE2 / PGI2 ) + bradikinin ( efek utamanya pada
arteriol aferen )  vasodilatasi GFR naik

 Autoregulasi
o  untuk petahankan GFR  kontrol ekskresi air + zat terlarut
o Menyediakan aliran darah lebih tinggi daripada yang dibutuhkan
o Mencegah perubahan yang besar pada GFR
o Menaikkan reabsorpsi saat GFR naik ( keseimbangan glomerolus )
o Perubahan tekanan arteri ( naik ) menyebabkan efek ekskresi air ( diuresis
tekanan ) dan efek ekskresi Na ( natriuresis tekanan ) yang berlangsung
parallel
 Filtrate glomerolus masuk ke tubulus ginjal, meliputi TC I, ansa henle, TC II, tubulus
collegentes, duktus collegentes
 Filtrasi + reabsorpsi > sekresi ( banyak zatnya )
 Filtrasi glomerolus tidak selektif kecuali pada protein plasma dan zat yang terikat
pada protein, sedangkan reabsorpsi tubulus sangat selektif
 Tubulus proximal
reabsorpsi tubulus hingga 65 % dari reabsorpsi total karena banyak mengandung
mitokondria, brush border, labirin intraseluler, saluran basal luas yang menyediakan
energi dan luas permukaan yang tinggi
 Ansa henle
o Terdiri dari bagian tipis descenden, tipis ascenden, dan tebal ascenden.
o Bagian tipis baik descenden maupun ascenden memiliki sedikit mitokondria
dan tidak memiliki brush border
o Tipis descenden  20 %  air direabsorpsi
o Tebal ascenden  25 %  impermeable terhadap air, hanya reabsorpsi zat
terlarut
 Tubulus distal  segmen pengencer
Reabsorpsi Na, K, Cl, impermeable terhadap air + ureum
 Tubulus distal bagian akhir dan tubulus collegentes kortikalis
o Impermeable terhadap ureum
o Terdiri dari sel prinsipalis dan sel intercalated  berperan dalam regulasi
asam basa
 Duktus collegentes medulla
o ADH mulai bekerja di segmen ini
o Reabsorpsi ureum
o 10 %  reabsorpsi Na + air
o Sekresi ion hydrogen  regulasi asam basa
 Aliran masuk naik  muatan tubulus naik  kecuali reabsorpsi naik 
keseimbangan glomerolus
 Reabsorpsi tubulus dipengaruhi hormon dan saraf
o Hormon

o Saraf  simpatis
 Simpatis  konstriksi arteriol  GFR turun  reabsorpsi Na di TC I,
tebal ascenden ansa henle naik  pipis sedikit, pekat
 Simpatis  renin + angiotensin II naik  reabsorpsi naik + sekresi
turun  pipis sedikit, pekat
 Urine pekat butuh 
o ADH yang tinggi
o Osmolaritas cairan interstisial medulla yang tinggi pula ( hiperosmotik
medulla renalis ), ditentukan oleh :
 Transport aktif Na, K, Cl keluar tebal ascenden ansa henle
 Transport aktif ion dari ductus collegentes
 Difusi pasif urea dari medulla ductus collegentes
 Difusi air dari tubulus medulla < reabsorpsi zat terlarut ke dalam
interstisium medulla
 Resirkulasi ureum  bantu membuat hiperosmotik medulla renalis

 TC II, ductus collegentes  berperan dalam ekskresi urine pekat  karena ADH
bekerja di sini
 Konsentrasi urine
 Pengonsentrasian urine

 Pengaturan sekresi ADH

o Jika ADH tinggi  mekanisme haus teraktivasi ( selain itu juga diaktivasi
oleh kekeringan mulut dan angiotensin II )
 Simpatis
o Konstriksi arteriol  GFR turun  reabsorpsi naik
o Reabsorpsi tubulus naik
o Rennin, aldosteron, angiotensin II tersekresi  reabsorpsi naik
o Regangan baroreseptor arterial turun di sinus karotikus dan arcus aorta 
karena volume darah turun, tekanan arteri sistemik turun
 Kalium direabsorpsi di TC I, ascenden ansa henle dan sekresinya di TC II, ductus
collegentes. Sekresi kalium oleh sel prinsipalis dirangsang oleh alkalosis, [K+]
extracell tinggi, aldosteron tinggi, dan laju aliran tubulus naik.
 Kalsium
4. SISTEM RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON (RAA)
Sistem renin-angiotensin-aldosteron berperan dalam pengaturan keseimbangan kadar
natrium tubuh. Sistem ini berhubungan dengn aparatus jukstaglomerulus (JGA) yang terdiri
dari 3 macam sel, yaitu jukstaglomerulus (JG) atau sel granular (yang memproduksi dan
menyimpan renin), makula densa (tubulus distal), dan mesangial ekstraglomerular atau sel
lacis.
Mekanisme pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron terjadi apabila terdapat
keadaan hipotensi atau hipovolemia, yang mana keadaan tersebut mempengaruhi laju perfusi
ginjal (hipoperfusi ginjal). Hipoperfusi ginjal menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal
dalam arteriol aferen dan menurunnya hantaran NaCl ke makula densa di tubulus distal.
Kedua keadaan tersebut merangsang sel JG untuk melepaskan renin. Renin kemudian diubah
menjadi Angiotensin 1 dan Angiotensin 1 diubah menjadi Angiotensin II oleh Angiotensin
Converting Enzym (ACE). Terbentuknya Angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk
melepaskan aldosteron, peningkatan laju reabsorpsi Na dan air, serta peningkatan volume
ECF. Selain itu, juga menyebabkan vasokonstriksi perifer. Akibat efek Angiotensin II
tersebut, menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah akhirnya juga
meningkatkan laju perfusi ginjal.
Hipotensi
Hipovolemi

Hipoperfusi ginjal

Tekanan perfusi ↓ dalam


↓ Hantaran NaCl ke
arteriol aferen
makula densa

Tonus simpatis ↑
Pelepasan renin ↑

Angiotensin I

Angiotensin II

Aldosteron ↑ Vasokonstriksi
Reabsorbsi Na ↑ + H2O perifer
Volume ECF ↑

Tekanan darah ↑
BIOKIMIA
1. KESEIMBANGAN ASAM-BASA
Definisi Asam Dan Basa
Ion hydrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom
hydrogen.molekul yang mengandung atom – atom hydrogen yang dapat melepaskan ion –
ion hydrogen dalam larutan yang disebut asam.
Misalnya HCL yang berionisasi dengan air membentuk ion –ion Hidrogen dan ion
klorida. Demikian juga asam karbonat berionisasi dalam air membentuk ion hydrogen dan
ion bikarbonat. Sedangakan basa adalah molekul yang dapat menerima ion hydrogen.
Protein – protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam
amino yang membangun protein dengan muatan akhir negative siap menerima ion –ion
hydrogen. Protein Hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel – sel tubuh
yang lain merupakan basa – basa tubuh yang paling penting.
Istilah basa sering disebut dengan alkali. Alkali adalah suatu molekul yang
terbentuk dari kombinasi satu atau lebih logam alkali – natrium , kalium , lithium- dengan
ion yang mendasar sepeti ion hidroksil . bagian dasr dari molekul ini bereaksi sangat
cepat dengan ion –ion hydrogen untuk menghilangkannya dari larutan dan oleh karena itu
merupakan basa – basa yang khas.
Istilah alkalosis adalah kelebihan pengeluaran ion-ion hydrogen dari cairan tubuh ,
sebaliknya penambahan ion –ion hydrogen yang berlebihan disebut asidosis.

Keadaan keasaman dalam tubuh dijaga tetap stabil diantara nilai 7.35–7.45
Setiap pergeseran pH akan berakibat sangat berbahaya karena H+ berpengaruh terhadap
stabilitas membran sel, struktur protein dan kerja enzim. Mekanisme kontrol pH dipengaruhi
oleh tiga buffer mayor dalam tubuh yaitu:
1. Protein buffer system. Buffer ini berkontribusi terhadap keseimbangan pH intraseluler
maupun ekstraseluler.
Jika kondisi asam atau saat pH turun maka ion karboksilat dan grup amino
dapat bertindak sebagai basa lemah dan menerima hidrogen membentuk gugus
karboksil (-COOH) dan ion amino(-NH3+). Efek ini secara terbatas kepada asam
amino bebas dan asam amino terakhir merupakan rantai polipeptida, karena carboksil
dan gugus amino dalam ikatan peptida tidak dapat berfungsi sebagai buffer.
Buffer dalam darah merah mempunyai perkecualian yaitu dengan
menggunakan buffer hemoglobin. Sistem hemoglobin mencegah perubahan drastis
pH akibat penurunan atau kenaikan pCO2.
2. Sistem Buffer asam karbonat dan bikarbonat.

Peran utama dari sistem ini adalah untuk mencegah perubahan pH akibat dari asam
organic dan asam tetap dalam ECF. Tetapi buffer ini mempunyai tiga keterbatasan
1. Sistem ini tidak dapat melindungi perubahan pH ECF akibat kenaikan atau
penurunan kadar CO2. Penambahan CO2 akan membuat reaksi bergeser ke kanan
yang akan nantinya akan membuat H2CO2 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-
sehingga pH akan menjadi turun.
2. Sistem ini hanya dapat berfungsi jika sistem respirasi dan pusat kontrol sistem
respirasi berjalan normal. Hal tersebut dikarenakan sistem respirasi dibutuhkan
untuk membuang CO2 yang dihasilkan.
3. Kemampuan sistem buffer asam terbatas pada ketersidiaan ion bikarbonat. Setiap
ion hidrogen yang dilepas dari darah membutuh ion bikarbonat. Ketika semua ion
bikarbonat habis maka sistem buffer ini tidakakan berjalan (walaupun hal ini
sangat jarang).
3. Sistem buffer phospat
Sistem ini hanya sebagai sistem pembantu pada ECF tetapi mempunyai peranan yang
penting dalam ICF dan dalam menyetabilkan pH urin.
Gangguan Keseimbangan Asam Basa

Acid-base Plasma pH Primary disturbance Compensation


imbalance

Respiratory - low - increased pCO2 - increased renal net acid excretion


acidosis with resulting increase in serum
bicarbonate

Respiratory - high - decreased pCO2 - decreased renal net acid excretion


alkalosis with resulting decrease in serum
bicarbonate

Metabolic - low - decreased HCO3- - hyperventilation with resulting low


acidosis pCO2

Metabolic - high - increased HCO3- - hypoventilation with resulting


alkalosis increase in pCO2

Respon Ginjal Terhadap Asidosis dan Alkalosis


Acidosis terjadi saat buffer plasma normal tertekan oleh kelebihan ion hidrogen. Saat
pH turun akibat produksi asam organik dan volatile maka respon ginjal terbatas pada
1. Sekresi H+
2. Aktifitas buffer pada cairan tubular
3. Pelepasan CO2
4. Dan rearbsorpsi NaHCO3
Ketika terjadi alkalosis maka
1. Jumlah sekresi H+ turun
2. Sel tubulu tidak menggunakan ion bikarbonat dalam cairan tubuler
3. Transport HCO3- ke dalam cairan tubulus saat pelepasan HCl kedalam cairan
peritubular.

2. KESEIMBANGAN AIR DAN ELEKTROLIT


Keseimbangan Air
Keseimbangan cairan dalam tubuh mengarah kepada interaksi cairan ekstra selular
dengan lingkungan di luar tubuh tanpa melihat adanya pengaruh elektrolit. Perpindahan
cairan tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini

Keseimbangan Air
Sumber Input Harian (ml)
Air dalam bentuk makanan 1000
Air dalam bentuk liquid 1200
Air hasil dari metabolisme 300
Total 2500

Metode Eliminasi Output Harian (ml)


Urination 1200
Evaporasi lewat kulit 750
Evaporasi lewat paru 400
Feses 150
Total 2500

Kehilangan air secara rutin secara kasar sekitar 2500 ml setiap harinnya melalui urin,
feses dan penguapan secara tidak sengaja. Penguapan secara sengaja melalui aktifitas
dapat mengakibatkan defisit air secara signifikan karena dapat mencapai sekitar 4 liter
air yang hilang.
Kenaikan temperatur melalui demam. Demam dapat meningkatkan kehilangan air
sekitar 200 ml di atas normal.
Intake Air. Intake secara kasar sekitar 2500 ml per hari atau sekitar 40ml/kgBB.
Salah satu sumber untuk memenuhi hal tersebut adalah pembentukan air lewat
metabolisme. Dalam metabolisme air didapat melalui reaksi fosforilasasi oksidatif
dalam mitokondria. Saat sel memecah 1 gram lipid sekitar 1,7 ml air dibuat (0.41ml/g
untuk protein dan 0.55ml/g untuk karbohidrat). Melalui cara ini sekitar 12 %
kebutuhan tubuh terpenuhi.

Kelebihan air dan Kekurangan Air


Air dalam tubuh tidak gampang dimonitor dari luar. Tetapi konsentrasi Na+ dalam
plasma merupakan indikator yang sangat berguna. Ketika air meningkat dan cukupkuat untuk
membuat konsentrasi Na+ dibawah 130 mEq/l maka muncul kondisi hiponatremia. Ketika
konsentrasi melebihi 150 mEq/l maka muncul kondisi hipernatremia.
Hyponatremia merupakan tanda dari overhidrasi atau kelebihan air. Penyebab dari
overhidrasi adalah:
1. Ingesti volume yang besar lewat fresh water atau infusion
2. Ketidakmampuan membuang air karena gagal ginjal kronis, gagal jantung, dan
cirrhosis.
3. Penyakit endokrin yang menyebabkan over produksi ADH
Kadar natrium yang rendah menyebabkan air berpindah menuju ICF yang berefek
utama ke sistem saraf pusat. Intoksikasi air merupakan hal yang jarang tetapi sangat
berbahaya. Proses yang cepat halusinasi, kejang, koma kemudian kematian dapat
terjadi.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan diuretik dan pemberian natrium

Hypernatremia merupakan tanda dari dehydrasi karena kekurangan air. Kehilangan air
menyebabkan rasa haus, kulit berkerut dan kering, penurunan volume plasma dan
tekanan darah yang dapat menyebabka shock pada sistem sirkulasi. Penatalaksanaan
yang dilakukan adalah dengan pemberian carian hypotonic secara enteral maupun
parentral.
Keseimbangan Elektrolit
Keadaan tubuh berada dalam keseimbangan asam dan basa. Hal tersebut menjadi penting
karena
 Konsentrasi elektrolit total berpengaruh kepada keseimbangan cairan
 Konsentrai elektrolit dapat mempengaruhi fungsi sel.
Dua kation yang patut diperhatikan adalah Na+ dan K+ karena
1. Kontribusi mereka yang besar dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler
2. Mereka mempunyai efek langsung dalam fungsi sel

Keseimbangan Natrium di pengaruhi 2 faktor yaitu:


1. Uptake ion natrium lewat saluran pencernaan. Ion natrium melewati epitel saluran
pencernaan melalui difusi dan carrier mediated transport
2. Ekskresi Ion Natrium pada ginjal dan tempat lain. Kehilangan natrium secara primer
di ekskresi melalui urin dan melalui penguapan.
Berikut bagan homeostasis regulasi natrium.
Keseimbangan Kalium
Secara kasar 98% kalium pada tubuh manusia berada dalam ICF. Sel mencurahkan
energinya untuk melindungi ion kalium agar tetap berada di dalam karena mereka berdifusi
keluar sitoplasma ke ECF. Sama seperti natrium, kadar konsentrasi ion kalium di ECF berada
dalam keseimbangan karena keseimbangan antara penyerapan pada epitel saluran cerna dan
pembungan pada ginjal. Pembuangan kalium dalam urine diatur oleh pompa ion pada tubulus
distal dan kolektivus.
Ion K+ yang terbuang lewat urin biasanya dibatasi oleh jumlah yang diarbsorpsi pada
epitel pencernaan yaitu sekitar 50-150 mEq/hari. Ratio sekresi K+ merupakan respon dari tiga
faktor berikut
1. Perubahan konsentrasi K+ pada ECF. Secara umum semakin besar konsentrasi kalium
pada cairan ekstraseluler semakin besar rasio sekresinya.
2. Perubahan PH. Saat PH turun maka PH pada cairan tubular juga turun maka kation
yang disekresikan cenderung ke H+ daripada K+ untuk mengganti ion natrium yang
hilang.
3. Kadar aldosteron. Jumlah ion kalium yang terbuang melalui urin sangat dipengaruhi
oleh aldosteron, karena pompa ion yang sensitif oleh hormon ini mengrearbsorpsi Na+
dan ditukar oleh K+ dari cairan peritubular.
Aldosteron dipengaruhi oleh angitensin II sebagai bagian dari pengontrol volume
darah, tetapi kadar K+ yang tinggi juga berpenogaruh langsung terhadap sekresi
aldosteron.

Hypokalemi
Saat konsentrasi potasium turun dibawah 2mEq/l maka suatu kelemahan otot yang
parah akan muncul yang kemudian diikuti oleh paralisis. Penyebab dari hipokalemi meliputi:
1. Intake inadekuat K+ yang tidak dapat mengimbangi output dari urin
2. Pemberian diuretik. Beberapa diuretik menyebabkan hipokalemi walaupun kadar
kalium dalam urine tetap sedikit. Hal tersebut dikarenakan volume yang banyak dari
urin juga menyebabkan kalium yang terbuang juga bertambah banyak
3. Sekresi aldosteron yang berlebihan. Sekresi aldosteron akan meningkatkan retensi
natrium yang berakibat pada peningkatan sekresi kalium
4. Peningkatan PH dalam ECF. Penurunan ion hidrogen dalam ECF akan menyebabkan
pelepasan ion hidrogen dalam sel, sebagai kompensasinya ion kalium dalam ECF
akan berpindah ke dalam sel untuk mempertahankan PH cairan intra seluler. Hal
tersebut tentu saja membuat kadar kalium plasma akan turun.

Hiperkalemi
Saat konsentrasi K+ melebihi 8mEq/l maka aritmia yang parah akan timbul. Faktor-
faktor yang mempengaruhinya adalah
1. Gagal ginjal. Gagal ginjal karena trauma maupun penyakit kronis akan menghambat
sekrese ion kalium.
2. Pemberian diuretik yang menghambat retensi Na+. Saat penyerapan natrium berjalan
lambat maka sekresi kalium juga berjalan lambat.
3. Penurunan pH ECF. Saat terjadi penurunan pH maka ginjal cenderung mensekresi H+
dari pada ion kalium. Kombinasi dari masuknya ion kalium dan penurunan sekresi
kalium akan menyebabkan hiperkalemi yang berlangsung sangat cepat dan berbahaya.
D. PROSEDUR DIAGNOSTIK
METODE MORFOLOGIK
  I.      METODE BIOKIMIA

Pemeriksaan  Kimia Urine

Proteinuria

Normal: <150 mg/hr

Uji yang sering digunakan adalah uji dipstick. Ujung kertas dicelupkan ke dalam
urine, lalu segera diangkat dan ditiriskan dengan mengetuk-ngetukkan ujung kertas celup
tersebut pada tepi tempat penampung urine. Hasilnya kemudian dibaca dengan
membendingkan dengan kartu daftar warna pada table.

Tingkatan dipstick Konsentrasi protein


(mg/dl)
0 0-5
Samar 5-20
1+ 30
2+ 100
3+ 300
4+ 1000

Hematuria

Hematuria sering ditemukan pada sejumlah penyakit ginjal dan proses patologik
traktus urinarius bagian bawah termasuk infeksi, batu, trauma dan neoplasma. Hematuria
merupakan gambaran yang mencolokpada glomerulonefritis, tetapi tidak pada penyakit
tubulointerstisial. uji dipstick
Konsentrasi ion hydrogen

Pada orang dewasa sehat, pH urine berkisar antara 4,5 sampai 8,0, tetapi rata-rata
specimen urine yang dikumpulkan cukup asam, pH 6,0 dengan adanya metabolit-metabolit
asam yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan tubuh normal dan nutrient.

Urine yang terus menerus bersifat asam dapat terjadi pada asidosis metabolic atau
respiratorik dan pada pireksia. Sedangkan urine yang terus menerus bersifat basa
menyatakan adanya infeksi pada saluran kemih oleh organism yang menguraikan urea.

Kadar pH urine dapat diukur melalui kertas Squibb Nitrazine atau uji dipstick. Selama
pengujian, perhatikan: (1) hanya urine segar yang dapat dipakai, (2) uji dengan kertas
celup, kertas harus segera diangkat setelah dicelupkan ke dalam urine agar reagen dalam
kertas tidak tercuci, (3)bendingkan warna dengan warna standar segera di bawah cahaya
yang mencukupi.

Berat Jenis

Dilakukan untuk menentukan konsentrasi urine. Berat jenis diukur dengan kapasitas
pengapungan hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder terisi urine. Berat jenis
sesungguhnya sesudah koreksi suhu adalah 1,020.

Jika minum banyak air, orang yang sehat dapat mengekskresi urine dengan berat jenis
minimal 1,001. Kalau kekurangan cairan, maka berat jenis maksimal besarnya sekitar
1,040. Jika urine mengandung glukosa atau protein, maka berat jenis menjadi jauh lebih
besar pada osmolalitas tertentu dibandingkan dengan urine yang normal. Dan jika urine
mengandung banyak urea, maka berat jenis akan lebih rendah.

Laju Filtrasi Glomerulus

            Laju filtrasi glomerulus (GFR) member informasi tentang jumlah jaringan ginjal yang
berfungsi. Cara yang paling teliti untuk mengukur GFR adalah dengan uji bersihan inulin.
Namun, uji ini jarang digunakan karena melibatkan proses infuse intravena dengan kecepatan
yang konstan dan pengumpulan urine pada saat-saat tertentu dengan kateter.
Uji bersihan kreatinin

Kreatinin merupakan hasil akhir metabolism otot yang dilepaskan dari otot dengan
kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urine dengan kecepatan yang sama.
Oleh karena itu kadarnya dalam plasma hampir konstan dan berkisar antara 0,7-1,5
mg/100 ml. Uji bersihan kreatinin ini dilakukan dengan mengumpulkan specimen urine 24
jam dan satu specimen darah dalam waktu 24 jam yang sama. Bersihan kreatinin
kemudian dihitung menggunakan rumus:

Ccr = Ucr x V                            Ucr = kadar kreatinin urine ; V = volume urine

             Pcr                               24 jam; Pcr = kadar kreatinin plasma

Ccr merupakan indeks GFR yang cukup baik. Kreatinin yang sedikit diekskresi
cenderung memperbesar perkiraan nilai GFR. Pada penyakit ginjal kronik dan beberapa
bentuk gagal ginjal akut, GFR turun di bawah nilai normal sebesar 125 ml/menit. GFR
juga menurun seiring bertambahnya usia: sesudah usia 30 tahun, nilai GFR menurun
dengan kecepatan sekitar 1ml/menit.

Kreatinin plasma dan nitrogen urea darah

Konsentrasi kreatinin plasma dan nitrogen urea darah (BUN) juga dapat digunakan
sebagai petunjuk GFR. Konsentrasi BUN normal besarnya sekitar      20 mg/100 ml. kedua
zat ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolism yang normalnya diekskresi dalam
urine. Bila GFR turun, kadar kretinin dan BUN plasma meningkat.

Tes Fungsi Tubulus

Tes ekskresi PSP

PSP merupakan zat warna tidak beracun, yang terutama diekskresi ke tubukus
proksimal. Daya ikat PSP pada protein plasma sangat tinggi sehingga hanya sekitar 4%
saja yang diekskresi oleh filtrasi glomerulus. Dengan dosis umum sebesar 6 mg, maka
kadar plasma dari zat warna ini hanya sekitar 1/5 dari kapasitas ekskresi PSP biasanya
dibatasi oleh kecepatan pengiriman ke tubulus melalui aliran plasma ginjal dan oleh fungsi
tubulus proksimal pada gangguan ginjal yang berat.
Makna utama tes ini adalah untuk mendeteksi dini gangguan fungsi dalam perjalanan
klinis penyakit ginjal.

Tes ekskresi PAH

PAH adalah suatu zat yang difiltrasi oleh glomerulus dan disekresi oleh tubulus
proksimal. Bila diberi dalam konsentrasi rendah, maka sekitar 92% akan dibersihkan
dalam satu sirkulasi melalui ginjal. Oleh karena itu tes ini merupakan cara yang sangat
cermat untuk mengukur aliran plasma ginjal yang pada orang dewasa sekitar 600
ml/menit.

Tes pemekatan dan pengenceran

Fungsi ginjal dianggap normal bila berat jenis specimen urine pagi hari sebesar 1,025
atau lebih. Untuk menjamin hasil tes yang lebih tepat, pasien harus menjalani diet normal
dan tidak boleh mendapat diuretic sebelum menjalani tes. Pasien diinstruksikan untuk
makan malam normal jam 6 dan tidak makan atau minum lagi sebelum tes selesai
keesokan harinya. Specimen urine dikumpulkan esok harinya jam 6,7 dan 8. Sedikitnya
salah satu dari ketiga specimen harus punya berat jenis 1,025 atau lebih.

Tes pengenceran urine dilakukan dengan menyuruh pasien minum satu liter air dalam
jangka waktu 30 menit. Kemudian specimen urine dikumpulkan selama 3 jam. Setidaknya
salah satu diantara specimen urine tersebut punya berat jenis 1,003 atau kurang.

Kemampuan pengenceran mungkin terganggu pada pasien insufisiensi adrenal,


penyakit hati dan gagal jantung. Kemampuan mengencerkan urine biasanya menghilang
pada penyakit ginjal yang sudah lanjut, sedangkan kemampuan pemekatan urine
menghilang lebih awal.

Tes pengasaman urine

Tes ini digunakan untuk mengukur kapasitas maksimal ginjal dalam mengekskresi
asam, dan khusus ditujukan untuk mendiagnosis penyakit asidosis tubulus ginjal.
Pada tes yang berlangsung 5 hari ini, control urine dikumpulkan selama 2 hari. Pasien
kemudian diberi ammonium klorida (sebanyak 12 g/ hari) selama 3 hari berikutnya.
Ammonium klorida dimetabolisme menjadi urea dan hydrogen klorida, sehingga
mengakibatkan asidosis pada pasien tersebut. Dalam keadaan normal ginjal mengekskresi
beban asam yang diterimanya dan pH urine berkisar pada 5,3 atau kurang.pada asidosis
tubulus ginjal, gradient ion hydrogen dalam lumen tubulus dan plasma tidak dapat
dipertahankan, sehingga pH urine tidak dapat direndahkan.

Tes konservasi natrium

Tes ini kadang-kadang digunakan untuk menentukan berapa banyaknya natrium yang
diperlukan dalam diet pasien nefritis yang kehilangan garam.

  II.   METODE MORFOLOGIK

 Pemeriksaan Mikroskopik Urine

            Pemeriksaan mikroskopik urine dilakukan pada specimen urine yang baru saja
dikumpulkan, kemudian disentrifugasi, endapannya disuspensikan dalam 0,5 ml urine. Pada
orang sehat, urine mengandung sedikit sel dan unsure lain yang berasal dari seluruh saluran
kemih-kelamin,dan tidak lebih dari satu atau dua eritrosit dan tiga atau empat leukosit per
lapang pandang besar. Unsure abnormal yang tersering dalam urine adalah eritosit, leukosit,
bakteri dan silinder. Semua silinder berasal dari ginjal dan diduga merupakan cetakan tubulus
ginjal, dan oleh karenanya silinder memiliki nilai diagnostic yang tinggi.

Hasil Urinalisis Normal dan Abnormal yang Lazim Dijumpai

Sifat Normal Abnormal dan Kemungkinannya


Tampilan Jernih Keruh:banyak ditemukan eritrosit dan leukosit seperti
dalam UTI atau endapan kristal urat atau kristal
   
fosfat

   
Merah atau coklat:hematuria, hemoglobinuria
Warna Kekuning-kuningan

    Merah:makan buah bit, piridium

    Coklat:ikterus pada sal. Empedu, porfirin  dalam


porfiria, melanin dalam melanoma
    
Oranye:piridium
Sedikit berbau

Bau  
Bau tidak enak pd UTI, bau aseton pd diabet
  1,001-1,035
ketoasidosis, bau amonia jika specimen didiamkan

Berat jenis 5-6,5


Relative konstan mendekati 1,010 pd gagal ginjal

pH  
>7,5 diduga terdapat UTI dengan organism yang
menghasilkan urea
  0 hingga samar

Sebagian besar penyakit ginjal ditandai proteinuria,


Protein <150 mg/hari
sindrom nefrotik:>3,5 g/hr
  Negative
DM
Glukosa Negative
DM
Keton 0-2/LPB
 UTI, glomerulonefritis, neoplasma, batu, nekrosis
Eritrosit   papilaris, koagulopati

  0-4/LPB Meningkat pada UTI dan keadaan lain

Leukosit 0-5/LPB Jumlah berlebihan  peny. Ginjal

Sel epitel 0 UTI

Bakteri 0 Sindrom nefrotik

Badan lemak
oval    

Silinder 0-1/LPB(hialin) Peny. Ginjal

Kristal Banyak jenis Sistin:aminoasiduria abnormal

Pemeriksaan Bakteriologik Urine

            Menghitung bakteri harus dilakukan melalui inokulasi permukaan lempeng agar
nutrient, menggunakan sengkelit berkaliberasi yang memberikan 0,001 ml urine. Lempeng
agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C dan koloni yang terbentuk
kemudian dihitung. Jumlah koloni 105 (100.000) atau lebih organism/ml specimen urine yang
diambil dari urine pancaran tengah menunjukkan bakteriuria bermakna.

   III.PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Foto Polos Abdomen

            Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrining untuk
pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Menurut Blandy, cara pembacaan foto yang
sistematis harus memperhatikan 4S :

Side: diperiksa apakah penempatan sisi kiri dan kanan sudah benar. Sisi kiri ditandai dengan
adanya bayangan gas pada lambung dan sisi kanan oleh bayangan hepar.

Skeleton: perhatikan tulang-tulang vertebra, sacrum, kosta serta sendi sakroiliaka. Adakah
kelainan bentuk atau perubahan densitas tulang akibat metastasis.

Soft tissue: perhatikan adanya pembesaran hepar, ginjal, buli-buli akibat retensi urine atau
tumor buli-buli, serta perhatikan bayangan garis psoas.
Stone: perhatikan bayangan opak dalam system urinaria yaitu mulai dari ginjal, ureter hingga
buli-buli. Bedakan dengan kalsifikasi pembuluh darah atau flebolit dan feses yang mengeras
atau fekolit.

            Selain itu perhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain, misalnya bayangan
jarum-jarum (susuk) yang terdapat di sekitar paravertebra yang sengaja dipasang atau
bayangan klip yang dipasang pada saat operasi untuk menjepit pembuluh darah.

Pielogram Intravena (IVP)

Prosedur yang lazim: foto polos radiografi abdomen yang kemudian dilanjutkan
dengan penyuntikan media kontras intravena. Media kontras bersirkulasi melalui aliran darah
dan jantung menuju ginjal untuk diekskresi. Sesudah disuntikan, maka setiap menit selama 5
menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran korteks ginjal. Pada
glomerulonefritis korteks tampak menipis,. Pada pielonefritis dan iskemia korteks seakan-
akan termakan oleh ngengat. Pengisian yang adekuat dari kaliks akan terevaluasi pada
pemeriksaan radiografi menit ke-3 dan ke-5. Foto lain yang diambil pada menit ke-15 dapat
memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter  distorsi bila terdapat kista, lesi dan obstruksi.
Foto terakhir pada menit ke-45 memperlihatkan kandung kemih.

USG Ginjal 

            USG khususnya bermanfaat untuk membedakan tumor padat dengan kista yang
mengandung cairan. Penilaian ultrasonic tidak bergantung pada fungsi ginjal sehingga USG
dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal berat dengan ginjal yang tidak terlihat pada IVP.
Ukuran ginjal dapat ditentukan dengan tepat dan adanya obstruksi dapat diketahui. Kegunaan
lain adalah penilaian ginjal unilateral yang tidak dapat dilihat hidronefrosis, penilaian
cangkok ginjal dan letak ginjal untuk menentukan tempat jarum pada biopsy ginjal perkutan.

 CT Scan

CT Scan menggambarkan secara teliti seluruh system urinarius. CT Scan berperan


penting dalam penetapan stadium neoplasma ginjal dan telah menggantikan IVP dalam kasus
trauma ginjal, memperlihatkan batu pada traktus urinarius yang tidak terlihat dengan
radiografi.
MRI

MRI menghasilkan gambaran yang lebih rinci bila dibandingkan dengan CT scan.
MRI dapat menggambarkan pembuluh darah ginjal dengan sangat jelas.

Pemeriksaan Mikroskopik Urine


Pemeriksaan mikroskopik urine dilakukan pada specimen urine yang baru saja
dikumpulkan, kemudian disentrifugasi, endapannya disuspensikan dalam 0,5 ml urine. Pada
orang sehat, urine mengandung sedikit sel dan unsure lain yang berasal dari seluruh saluran
kemih-kelamin,dan tidak lebih dari satu atau dua eritrosit dan tiga atau empat leukosit per
lapang pandang besar. Unsure abnormal yang tersering dalam urine adalah eritosit, leukosit,
bakteri dan silinder. Semua silinder berasal dari ginjal dan diduga merupakan cetakan tubulus
ginjal, dan oleh karenanya silinder memiliki nilai diagnostic yang tinggi.

Pemeriksaan Bakteriologik Urine


Menghitung bakteri harus dilakukan melalui inokulasi permukaan lempeng agar
nutrient, menggunakan sengkelit berkaliberasi yang memberikan 0,001 ml urine. Lempeng
agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C dan koloni yang terbentuk
kemudian dihitung. Jumlah koloni 105 (100.000) atau lebih organism/ml specimen urine yang
diambil dari urine pancaran tengah menunjukkan bakteriuria bermakna.
E. PATOLOGI
GINJAL
1. POLIKISTIK GINJAL
2. Penyakit Ginjal Autosomal Resesif

Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit polikistik infantile,gangguan autosom


resesif yang jarang ini mungkin tidak terdeteksi sampai sesudah masa bayi. Selain kista pada
ginjal,kista juga ditemukan didalam hati
Patologi:
Kedua ginjal sangat membesar dan secara makroskopis ditemukan banyak sekali kista
di seluruh korteks dan medulla. Pemeriksaan mikroskopis menunjukan bahwa kista
merupakan dilatasi duktus kolektivus,interstisium dan sisa tubulus dengan perkembangan
fibrosis interstisial dan atrofi tubulus dapat menyebabkan gagal ginjal
Pada sebagian penderita juga terdapat kista didalam hati ,pada kasus yang berat kista
didalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis,hipertensi portal dan kematian karena
pecahnya varises esophagus.
Manifestasi klinis:
Penderita mempunyai masa pinggang bilateral pada saat lahir ,ganguan ini
dihubungkan dengan oligohidramnion,karena janin tidak manghasilkan urin yang cukup.
Oligohidramnion dapat mengakibatkan sindrom potter (hidung pesek, dagu berceruk,lipatan
epikantus,telinga terletak abnormal rendah,kelainan tungkai), sebagai akibat kompresi janin
dan hipoplasia paru. Hipoplasia paru dapat menyebabkan kegawatan pernapasan neonatus,
dengan pneumotoraks spontan.
Pemeriksaan:
Manifestasi klinis di dukung denagn ultrasonografi yang menunjkan pembesaran yang
nyata dan hiperekogenik ginjal yang seragam . Sedang pielogram akan menunjukan
kekeruhan duktus kolektivus yang mengalami dilatasi. Karena duktus ini berjalan melalui
korteks ke medulla dan akan tampak gais-garis radial yang serupa dengan jeruji roda.
Pengobatan:
Pengobatan bersifat suportif,mencakup menejemen hipertensi yang cermat.
Prognosis:
Anak dengan pembesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus
karena insufisiensi paru atau ginjal. Sedang anak-anak yang mampu bertahan dapat hidup
selama beberapa tahun sebelum terjadi insufisiensi ginjal. Selama masa ini ukuran ginjal
mengkerut dan hipertensi menjadi kurang berat. Bila terjadi gagal ginjal ,dialisis dan
transplantasi ginjal harus dipertimbangkan. Pada penderita fibrosis hati ,sirosis dapat
mengakibatkan hipertensi portal,karena prognosisnya jelek.
3. Penyakit Ginjal Polikistik Autosom Dominan

Dikenal juga dengan penyakit polikistik dewasa,gangguan autosom dominan ini


merupakan penyebab gagal ginjal stadium akhir pada orang dewasa .
Etilogi:
Defek genetic pada suatu lokus pada lengan pendek kromosom 16
Patologi:
Pada orang dewasa yang terkena kedua ginjal memebesar dan menampakan kista-
kista korteks dan medulla yang terutama merupakan pelebaran tubulus.Penyakit ini biasanya
muncul pada usia dekade ke-4 atau ke-5 dengan hematuria makroskopis atau mikroskopis.
Kelainan yang menyertai dapat meliputi kista hati tanpa arti klinis dan aneurisma pembuluh
darah otak yang dapat menyebabkan pendarahan intracranial.
Manifetasi klinis:
Hematuria atau masa pinggang unilateral atau bilateral,dapat terjadi hipertensi
Pemeriksaan:
Kista seringkali dapat diperlihatkan dengan ultrasonografi pielografi intavena atau
scan tomografi komputasi (CT),biasanya pemeriksaan radiografi dan biopsy ginjal
memperkuat diagnosis
Pengobatan:
Pengobatan bersifat suportif,mencakup menejemen hipertensi yang cermat

Komplikasi
Kista yang besar dapat menyumbat sistem pelviokalises atau saluran kemih. Bisa
terjadi perdarahan di dalam kista atau daerah perineal, yang engakibatkan rasa nyeri yang
sangat pada pasien. Kista ginjal juga dapat mengalami infeksi, bila meluas sampai ke
parenkim ginjal, sehingga dapat menyebabkan infeksi sistemik.
Komplikasi lain: urolitiasis, nefrokalsinosis, keganasan.
Prognosis
Prognosis ginjal polikista ini sangat buruk, karena pasien akan jatuh pada kondisi
terminal.

4. GINJAL EKTOPIK
Kelainan bawaan pada saluran urogenital sering ditemukan. Insidensnya sampai
sekitar satu dari tiga orang di antara penyandang kelainan bawaan.
Saluran kemih dan genitalia berasal dari kloaka embrional dan sistem eksresi yaitu
ginjal dan gonad dari sumber yang sama, yaitu pro- dan mesonefrons. Penyebab terjadinya
kelainan embrional tersebut sering tidak diketahui. Faktor herediter kadang memegang
peranan kausal. Pengaruh radiasi dan infeksi virus seperti rubela dan bahan kimia, misalnya
talidomid, sudah lama juga di kenal sebagai faktor penyebab.
Menurut Guitrres 40% dari keadaan patologis tersebut di sebabkan oleh berbagai hal
seperti ; jumlah, letak, bentuk, ukuran ataupun perputaran dari ginja, kaliks, ureter, maupun
kandung kemih. Biasanya kelainan ini berhubungan dengan kelainan pada kulumna vertebra,
tractus gastrointestinal bawah, tractus genitalia atau medulla spinalis dan menings.
Kadang kelainan bawaan tidak menyebabkan gejala atau tanda , misalnya agenesia
satu ginjal. Tapi kelainan bawaan mungkin juga merupakan keadaan fatal seperti agenesia
kedua ginjal. Efek patologi yang mungkin terjadi adalah ganguan faal, obstruksi jalan kemih,
inkontenensia kemih, infertilitas, ganguan faal seks, keganasan, hipertiensi, predisposisi
infeksi, dan ganguan kosmetik.
Perubahan letak ginjal biasanya berupa ginjal ektopik menyilang (cross ectopic
kidney), ginjal ektopik dalam pelvis, dan ginjal ektopik dalam torak.
Insiden:
Insidens dari ginjal ektopik adalah 1: 900, dan tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. 10 % dari kasus tersebut kelainannya bilateral, dan yang unilateral biasanya
terjadi pada sisi kiri.
Pada kelainan letak ginjal ektopik menyilang (cross ectopic kidney), terdapat 1 kasus
dari 500 orang. Pada kelainan ginjal tapal kuda 1 kasus dari 400 orang. Perbandingan untuk
laki-laki dan perempuan untuk cross ectopic kidney adalah 6 : 1, sedangkan untuk tapal kuda
2 : 1.
Etiologi:
Ginjal ektopik merupakan kelaina kongenital
Patofisiologi
Dalam kehidupan janin, ginjal naik dari tempat asalnya dalam pelvis
setinggi vertebra lumbal II. Ginjal kemudian mengadakan rotasi 90o kedalam sepanjang
sumbu longitudinalnya. Hilus ginjal mengarah ke medial dan sedikit ke depan.

Kekurangan atau tidak adanya rotasi, rotasi yang berlebihan atau sebaliknya
merupakan kelainan yang sering dijumpai. Hilus menghadap ke depan seperti terjadi pada
kehidupan janin yang dengan kaliks-kaliks diproyeksikan ke luar dari kedua sisi pelvis pada
foto frontal. Pada rotasi sebaliknya, kedua ginjal berputar ke luar dari pelvis renal langsung ke
lateral. Kelainan rotasi relatif lebih sering dijumpai. Dapat terjadi unilateral atau bilateral.

Kebanyakan kelainan bawaan disebabkan oleh gangguan penyatuan, fusi atau


konfluensi antara saluran embriologi sehingga terjadi ginjal ektopik.

Cross ectopic kidney, di sebabkan oleh dua hal, yaitu kegagalan pemisahan sel
nefrogenik  dan penyatuan dua blastema yang  naik ke abdomen.

Menyatunya ginjal tersebut biasanya berhubungan dengan kelainan ginjal seperti


wilms tumor, hidronefrosis, displasia multikistik dan ureterokel ektopik. Kelainan ini biasa
terjadi pada ginjal non-ektopik. Tidak diketahui adanya hubungan dengan kelainan sistem
non-genitourinaria.

Secara anatomis ginjal torakal ditandai dengan:

 Kelainan rotasi
 Elongasi uretra
 Ginjal meninggi
 Deviasi ginjal bagian bawah ke medial.
Petister – Goedek dan Runir mengelompokkan ginjal torakal ke dalam 4 kelompok :

-  Ginjal torakal dengan diafragma tertutup

-    Ginjal torakal dengan relaksasi diafragma

-    Ginjal torakal dengan herniasi diafragma

-    Ginjal torakal dengan ruptur diafragma akibat trauma

Diagnosis
Pemeriksaannya bisanya ginjal ektopik insiden paling banyak dijumpai adalah pelvic kidney.
Pelvic kidney ini sulit dideteksi oleh USG. Oleh kaeran itu, untuk mencapai keberadaan
99m
ginjal pada pelvis diperlukan sintigrafi renal dengan memakai Tc-DMSA, pencitraan CT-
scan atau MRI.
Pemeriksaan Penunjang
USG, intravenous pyelogram (IVP), atau voiding cystourethrogram (VCUG).
Pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal.
Seringkali ginjal yang terletak pelvikal mengalami hipoplasia, refluks, dan mengalami
obstruksi, sehingga fungsinya menurun dan sulit dideteksi dengan USG. Untuk itu guna
mencari keberadaan ginjal pada pelvis diperlukan sintigrafi renal dengan memakai
pencitraan CT-scan, atau MRI.
Gambaran Radiologis
Cross ectopic kidney tidak terlihat pada foto x-ray, oleh karena itu digunakan foto
IVP, untuk melihat masa ginjal atipik dan kedua ureter. Pada pemeriksaan USG memberikan
gambaran paremkim ginjal, gambaran bayangan terjadi pada aspek longitudinal gambarannya
dismorfik disertai bentuk “S” atau sigmoid bayangan di bagian bawah letaknya dibagian
medial dan menuju kebagiananterio dari spina. Masa multikistik tampak sebagai gambaran
displasia multikistik.
(Gambar Cross ectopic kidney pada janin umur 2 bulan disertai kelainan ginjal)

Ginjal torakal, pada fotox-ray tampak seperti masa radioopak berbentuk oval
dibagian dasar dari toraks yang melekat dengan dinding diafragma, untuk membantu
diagonasa dianjurkan menggunakan CT-Scan. (7)

(Gamabar .foto toraks posisi PA tampak bayangan masa raioopak berbentuk oval dibagian
bawah hemitoraks kiri yang melekat dengan diafragma (7))
(Gambar gingal torakal pada CT-scan toraks(7))
Pada USG tampak gambaran isthmus, malrotasi, dan pemajangan aksis renalis.
Tampak pula elongasi bagian bawah , gelumbung udara pada kandung kemih, dan kadang
tampak pula bayang lain seperti batu, hidronefrosis, dan skar korteks.

(Gambar USG abdomen menunjukkan masa jaringan lunak hipoechoic (isthmus) dibagian
anterior spina dan aorta yang merupakan bagian bawah dari ginjal(7))
Diagnosis Banding:
Menyatunya ginjal tersebut bianya berhungan dengan kelainan ginjal seperti wilms
tumor, hidronefrosis, displasia multikistik dan ureterokel ektopik. Kelainan ini biasa terjadi
pada ginjal non-ektopik.

5. AGENESIS DAN DISGENESIS GINJAL


- Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah satu
(unilateral) atau kedua ginjal (Bilateral) tidak terbentuk.
- Kasus ini sangat jarang terjadi
- Sekitar 1 diantara 1.500 bayi terlahir hanya dengan satu ginjal dan ginjal ini
biasanya lebih besar dari normal
- Pada agenesis 1 ginjal, bisa bertahan hidup, tapi sangat riskan terhadap resiko
kerusakan ginjal itu
- Kelainan ini sering didapatkan pada oligohidramnion yang pada pemeriksaan
USG dapat diketahui yang disertai dengan hipoplasia paru-paru dan kelainan
Wajah (Sindroma Potter)
- Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding
rahim, Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas
(wajah Potter).
- Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh
menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi
abnormal.
- Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik),
- Diagnosa agenesis ginjal ini biasanya ditegakkan secara kebetulan dengan
USG, IVP atau Scanning.

Agenesis ginjal unilateral ataupun bilateral secara embriologis mungkin disebabkan


karena kelainan dari tunas ureter yang menginduksi perkembangan jaringan metanefrik.
Tidak adanya tunas ureter atau adanya kelainan perkembangan ureter menyebabkan
terganggunya perkembangan blastema metanefrik menjadi ginjal dewasa.
Kasus ini sangat jarang, agenesis ginjal unilateral dijumpai kira-kira pada 1 antara 1000
individu dan agenesis bilateral terjadi pada 1 diantara 3000.
 Unilateral
Manifestasi klinis akibat agenesis ginjal unilateral tidak tampak, kalau pada ginjal
pada sisi yang lain (kontra lateral) berfungsi normal. Kelainan ini biasanya ditemukan
secara kebetulan pada saat pemeriksaan kesehatan rutin/screening, USG, IVP, atau
scanning.
Agenesis ginjal biasanya disertai dengan kelainan organ genetalia pada sisi yang
sama. Kelainan duktus mesonefrik unilateral pada saat embrio menyebabkan kelainan
tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi pria yang sesisi (ipsilateral). Karena itu
jika dijumpai satu vas deferens atau hipoplasia tertis pada satu sisi, patut dicurigai
kemungkinan adanya agenesis ginjal unilateral. Pada wanita, kelainan organ
reproduksi yang terjadi bersamaan dengan agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau
unikornua, hipoplasia atau tidak adanya tuba atau ovarium, hipoplasia uterus, dan
aplasia atau tidak didaptkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan sindroma
Rokitansky-kuster Hauser.
Insiden kelainan bawaan pada sisten genetalia yang menyertai agenesis ginjal
unilateral pada wanita 4 kali lebih sering daripada pria.
 Bilateral
Pada kasus agenesis ginjal bilateral, sering didapatkan oligohidramnion berat pada
kehamilan 14 minggu. Keadaan ini terjadi karena janin meminum cairan amnion,
tetapi tidak dapat mengeluarkannya. Janin akan dapat bertahan hidup sampai lahir
karena ginjalnya tidak diperlukan untuk pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati
beberapa hari setelah lahir. Cacat berat lahir menyertai keadaan ini pada 85% kasus
termasuk tidak adanya atau kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta vesikula
seminalis. Cacat di system lain juga sering ditemui antara lain cacat jantung, atresia
trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya buli – buli atau ereter, pneumothoraks
spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia paru – paru, syndroma Potter (wajahnya
aneh), labiopalatoskisis dan kelainan otak.

- Agenesis Ginjal Unilateral


Prognosis
 Baik bila ginjal pada sisi lain berfungsi dengan normal karena masih bisa
menopang beban fisiologi ginjal dgn baek mskipun memang sdikit susah
payah tidak seperti pada ginjal yg normalnya terbentuk dengan lengkap

Komplikasi
 Terjadi kelainan tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi pria yang sesisi
(ipsilateral). Maka akan dijumpai satu vas deferens atau hipoplasia tertis pada
satu sisi
 Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi bersamaan dengan
agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia atau tidak
adanya tuba atau ovarium, hipoplasia uterus, dan aplasia atau tidak
didaptkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan sindroma Rokitansky-kuster
Hauser.

- Agenesis Ginjal Bilateral


Prognosis
 Buruk : Janin akan dapat bertahan hidup sampai lahir karena ginjalnya
tidak diperlukan untuk pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati
beberapa hari setelah lahir

Komplikasi
 Cacat berat lahir menyertai keadaan ini pada 85% kasus termasuk tidak
adanya atau kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta vesikula
seminalis. Cacat di system lain juga sering ditemui antara lain cacat
jantung, atresia trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya buli – buli
atau ereter, pneumothoraks spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia
paru – paru, syndroma Potter (wajahnya aneh), labiopalatoskisis dan
kelainan otak.
6. HORSE SHOE GINJAL
Pengertian
Ginjal tapal kuda adalah salah satu kelainan kongenital dimana ginjal menyatu pada
bagian bawahnya sehingga bentuknya menyerupai tapal kuda.

Epidemiologi

Ginjal Tapal kuda merupakan anomali fusi yang paling sering dijumpai, dan pada
otopsi klinis dijumpai insiden anomali ini 1:400. Lebih dari 90% kedua ginjal mengadakan
fusinpada katup bawah ginjal

Etiologi

Dikarenakan Selama perjalanan naik untuk trbentuknya ginjal tetap,dimana ginjal


berjalan melewati sudut percabangan yang dibentuk aa. umbilikales,kedua ginjal terdorong
demikian dekatnya satu sama lain selama perjalanannya melalui percabangan itu sehingga
mereka membentuk suatu istmus yang berupa parenkim ginjal atau jaringan fibrous.

Patofisiologi
Ginjal yang berasal dari metanerfos biasanya tampak pada minggu ke 5 dan ginjal yang
semula terletak di daerah panggul bergeser ke kedudukan yang lebih cranial di rongga perut.
Selama perjalanan naik ginjal berjalan melewati sudut percabangan yang dibentuk arteri
umbilikalis tetapi kadang kedua ginjal terdorong demikian dekatnya satu sama lain selama
perjalanannya melalui percabangan itu sehingga mereka membentuk suatu istmus yang
berupa parenkim ginjal atau jaringan fibrous.
EMBRIOLOGI SISTEM UROGENITAL
Sistem urogenital dapat dibagi dalam dua unsur yang sangat berbeda dari sifatnya sistem
urinarius dan sistem genitalia.
Akan tetapi jika dipandangan dari sudut anatomi dan embriologi, kedua sistem ini sangat
berhubungan  berasal dari rigi mesoderm ( mesoderm intermedia ) disepanjang dinding
belakang rongga perut.
Sistem Ginjal
Pada manusia terbentuk tiga sistem ginjal yang berbeda dengan urutan dari kranial ke kaudal
selama kehidupan dalam kandungan, yaitu pronefros, mesonefros, metanefros

Pronefros
 Terbentuk oleh 7-10 klompok sel padat di daerah leher. Kelompok pertama
membentuk nefrotom vestigium yang menghilang sebelum nefroton yang disebelah
kaudalnya terbentuk.
 Akhir minggu ke-4, semua tanda sistem pronefros menghilang
Mesonefros
 Berasal dari mesoderm intermedia dari segmen dada bagian atas hingga lumbal
bagian atas.
Pada akhir minggu ke-4 ketika sistem pronefros mengalami regresi, Saluram ekskresi
mesonefros tampak  (memanjang) membentuk glomerolus(bagian medial) dan simpai
bowman (keduanya disebut Korpuskulus mesonefrikus ( renalis) Bagian Lateralnya,
saluran berkumpul pada duktus mesonefrikus ( duktus wolff)
 Pertengahan bulan ke-2, mesonefros bagian medial membentuk gonad dan rigi yang
terbentuk oleh kedua organ tsb disebut rigi urogenital. Saluran sebelah kaudal tetap
berdiferensiasi.
 menjelang akhir bulan ke-2, bag kranial sebagian besar menghilang. Bag kaudal pada
pria tetap ada dan ikutmembentuk sistem kelamin dan pada wanita menghilang.

Metanefros atau ginjal tetap


 tampak pada minggu ke-5
 satuan ekskresinya berkembang dari mesoderm metanefros
 sistem pengumpul
berkembang dari tunas ureter  (menembus metanefros) bagian distalnya tertutup
oleh topi.
Tunas ureter (melebar)  pelvis renalis kalises mayor (memnentuk 2 tunas,
masing-masing tunas berkembang menjadi saluran sampai 12 generasi)  generasi
ke-2 membesar dan menyerap masuk saluran generasi ke-3 dan ke-4, terbentuk
kalises minor generasi ke-5 sampai setesurnya memanjang dan menyebar
membentuk piramida ginjal.
Gejala
Jika tidak menimbulkan komplikasi, anomali ini tidak menimbulkan gejala, dan
secara tak sengaja hanya terdeteksi pada saat dilakukan pemeriksaan pencintraan saluran
kemih untuk mencari anomali ditempat lain.
Keluhan muncul jika disertai obstruksi pada uretropelvic junction atau refluk vesiko
ureter (VUR) yaitu berupa nyeri atau timbulnya masa pada pinggang. Obstruksi atau VUR ini
dapat menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 USG
 VCUG (voiding cystourethrogram)
 PVI (intravenous pyelogram)

PENATALAKSANAAN
Tidak perlu dilakukan penetalaksanaan bila asimtomatis
 Terapi yang dilakukan suportif untuk mengatasi komplikasi yang terjadi
 Pertimbangan terapi :
- Usia, keadaan umum, riwayat medis
- Parahnya kelainan
- Ekspentansi ortu penderita terhadap terapi

URETER
1. URETER EKTOPIK
Definisi
Kelainan kongenital jika ureter bermuara di leher vesica urinaria atau lebih distal dari
itu.
Epidemiologi
Insiden ureter ektopik belum diketahui dengan pasti, tapi autopsi pada anak
didapatkan 1 dari 1900 autopsi. Kurang lebih 5-17% ureter ektopik mengenai kedua sisi. 80%
pada wanita, disertai dengan duplikasi sistem pelviureter, pada pria umumnya terjadai pada
single-ureter. Kejadia pria : wanita = 2,9 : 1
Etiologi
Kelainan dari perkembangan tunas ureter yang muncul dari duktus mesonefros.
Diagnosis
Ureter ektopik pada pria kebanyakan bermuara pada ureter posterior, meskipun
kadang bermuara pada vesikula seminalis, vas deferens, atau duktus ejakulatorius. Muara
pada uretra posterior seringkali tidak memberikan gejala, tetapi muara ureter pada vasa
deferens seringkali tidak menyebabkan keluhan epididimis yang sulit disembuhkan karena
vasa deferens dan epididimis selalu teraliri oleh urin
Pada wanita, ureter ektopik seringkaloi bermuara pada uretra dan vestibulum. Keadaan ini
memberikan keluhan yang khas pada anak kecil, yaitu celana dalam selalu basah oleh urine
(inkontinensia kontinua) tetapi dia masih bisa miksi seperti orang normal.
Jika ureter ektopik terjadi pada duplikasi system pelviureter, ureter ektopik menerima
drainase dari ginjal system cranial. Selain itu muara ureter ektopik biasanya atretik dan
mengalami obstruksi sehingga seringkali terjadi hidronefrosis pada segmen ginjal sebelah
cranial. Pada pemeriksaan PIV, hidronefrosis mendorong segmen kaudal terdorong ke bawah
dank e lateral sehingga terlihat sebagai gambaran bunga lili yang jatuh (dropping lily).
Pemeriksaan sitoskopi mungkin dapat menemukan adanya muara ureter ektopik pada
uretra atau ditemukan hemitrigonum (tidak ditemukan salah satu muara ureter pada buli). Jika
ditemukan muara ureter ektopik pada uretra, dapat dicoba dimasuki kateter ureter dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan uretografi retograd

Penatalaksanaan
Jika ditemukan muara ureter ektopik pada uretra dapat di coba di masuki kateter ureter dan
dilanjutkan dengan ureterografi retrograp.
Namun ureter ektopik tergantung kelainan yang tedapat pada ginjal. Jika ginjal sudah
mengalami kerusakan nefroereterektomi, tetapi kalau masih bisa dipertahankan dilakukan
implantasi ureter pada vesica urinaria.

2. DUPLIKASI PELVIS
Duplikasi ureter bisa tidak lengkap bisa juga total. Jika duplikasi ureter tidak lengkap
terdapat dua pileum dan kedua ureter bergabung sehingga hanya ada satu muara dikandung
kemih. Jika duplikasi komplit kedua ureter bermuara terpisah.
Sering tidak disertai gejala, tanda, atau penyulit. Kadang terdapat arus kemih bolak-
balik dari pilem dan ureter yang slian sebaliknya secara terus-menerus. Fenomena yoyo ini
mengandung timbulnya hidronefrosis dan infeksi.
Patifisologi
Pada duplikasi ureter total, ureter dari bagian ginjal atas biasanya muaranya lebih
kaudal daripada muara ureter yang dari bagian ginjal kaudal sehingga kedua ureter bersilang
(Hukum Weiger-Mayer).
Muara ektopik ureter dari katub kranial pada laki-laki dileher kandung kemih, uretra
prostatika, vesica seminalis, duktus deferens atau epididimis. Pada perempuan dileher
kandung kemih, uretra, septum utertovaginal, atau dinding depan vagina sehingga tidak
dipengaruhi oleh sfingter uretra. Sering terjadi hidronefrosis ginjal yang kranial karena muara
ureter yang ektopik stenosis.

Manifestasi Klinik
Muara ektopik lebih banyak ditemukan pada anak perempuan, kebanyakan unilateral
disertai infeksi. Jika muara terletak distal dari sfingter atau vagina, didapat inkontenensia
sehingga kemih menetes terus menerus, disertai miksi tetap seperti biasa. Pada laki-laki tidak
terjadi inkontenensia tetapi terjadi epididimitis sebelum masa akil balig.
Pengobatan
Tergantung dari ada tidaknya refluk atau obstruksi dan derajat kerusakan fungsi ginjal
baik di bagian kutub cranial maupun kaudal ginjal. Jika terdapat refluk dari 1 maupun kedua
ureter yang terduplikasi dan tidak terdapat hidroureter maka diberikan antibiotic profilaksis
untuk mencegah pyelonephritis. Jika pasien dengan hidroureter dan disertai refluk dengan
derajat yang sangat tinggi (derajat V), koreksi bedah sebaiknya dilakukan (jika refluk
menyebabkan kerusakan parah pada kutub kaudal ginjal, biasanya akan dilakukan
heminephrectomy). Jika pasien memiliki ureter ektopik berhubungan atau tidak berhubungan
dengan ureterocele, terapi tergantung dari fungsi segmen kutub ektopik bagian atas. Jika
fungsinya buruk atau tidak berfungsi, maka diindikasikan melakukan pole heminephrectomy
dan ureterectomy. Jika berfungsi dengan baik, ureteropyelostomy dari kutub bagian atas
sampai bawah dapat dilakukan.

3. URETOROKEL
Definisi, Epidemiologi, Etiologi
Ureterokel adalah sirkulasi atau dilatasi kistik terminal ureter. Letaknya mungkin
berada dalam buli-buli (intravesikel) atau mungkin ektopik diluar muara ureter yang normal,
antara lain terletak di leher buli-buli atau uretra. Ureterokel yang letaknya intravesikular
biasanya merupakan ureter satu-satunya yang terletak pada sisi itu, sedangkan ureterokel
ektopik pada umumnya berasal dari duplikasi ureter yang menyalurkan urine dari ginjal kutub
atas. Bentuk ureter ektopik ternyata lebih sering dijumpai pada ureterokel intravesika.
Kelainan ini ternyata 7 kali lebih banyak dijumpai pada wanita, dan 10 % anomaly ini
mengenai kedua sisi.

Patofisiologi
Ureterokel kecil tidak bergejala . Ureterokel yang cukup besar akan
mendorong muara ureter yang sebelah kontralateral dan menyebabkan obstruksi leher buli
diikuti dengan hidroureter dan hidronefrosis. Biasanya ditemukan ISK kambuhan atau kronik.
Bila ureterokel besar atau terdapat penyulit, maka perlu tindak bedah berupa ekstirpasi
uretrokel dan neoimplantasi ureter ke dalam kandung kemih.

Tanda serta gejala


- Uterokel kecil: tidak ada gejala
- Uterokel Besar: mendorong muara ureter yang di sebelah kontaralateral sehingga bisa
terjdai obstruksi leher buli, infeksi saluran kemih, dan inkontinensia urine. Tak jarang timbul
pada ureter distal karena obstruksi.
Pemeriksaan
Pemeriksaan PIV menunjukkan adanya dilatasi kistik atau filling defect pada buli-buli
dengan ujung ureter memberikan gamabaran seperti kepala cobra (cobra head) . Sering kali
bentukan filling defect itu didiagnosis bandingkan dengan batu non opak atau bekuan darah
pada buli-buli, dengan USG dapat dibuktikan bahwa filling defect adalah bentukan kistik dari
ureterokel. Tak jarang juga ditemukan hidronefrosis atau adanya duplikasi system pieloureter
pada pemeriksaan PIV. Selain itu timbul refluks vesiko ureter

4. MEGA URETER
Definisi
Ureter mengalami dilatasi berat, memnajang, dan berkelok – kelok. Secara histologis
karena kelebihan serabut-serabut otot sirkuler dan kolagen pada uretr distal, sehingga
menyebabkan obstruksi, hematuria dan infeksi. Ureter secara seluruhnya menjadi hipotonik
dan adinamik yang terkadang jua meliputi vesika urinaria.
Diagnosis
Menurut klasifikasi internasional, megaureter dibagi menjadi primer dan sekunder,
obstruksi dan/atau refluks dan non-refluks, non-obstruksi. Penatalaksanaan dari megaureter
tipe refluks dijelaskan pada bagian vesikoureter refluks (VUR). Evaluasi diagnostik sama
seperti pada hidronefrosis unilateral. Derajat obstruksi dan fungsi ginjal secara terpisah
ditentukan dengan skintigrafi ginjal dan IVU.
Pada beberapa survei ditunjukkan bahwa intervensi operasi berdasar hanya dari
urogram ekskretori saat ini sangatlah jarang. Dengan perbaikan spontan sampai 85% pada
pasien dengan megaureter obstruksi primer, drainage tinggi secara Sober atau cincin
ureterokutaneostomi saat ini tidak lagi dilakukan.
Komplikasi
 Kemandulan
 Inkontinensia
 Ruptur vesica urinaria spontan
 Infeksi
Prognosis
Tergantung dari durasi dan komplikasi yang ditimbulkan oleh megaureter tersebut,
>90% dilaporkan sukses. Operasi ureterosistoneostomi menurut Cohen, Politano-Leadbetter
atau teknik Psoas-Hitch dapat dipertimbangkan sebagai cara operasi. Indikasi untuk terapi
bedah dari megaureter adalah infeksi rekuren selama menggunakan antibiotika profilaksis,
penurunan fungsi ginjal secara terpisah, tetap terjadinya refluks setelah 1 tahun dibawah
profilaksis serta adanya obstruksi yang signifikan

VESIKA URINARIA, URETRA, PENIS


1. FISTULA
Epidemiologi, dan Etiologi
Fistule vesica urinaria sering dijumpai di klinis. Fistule bisa berhubungan dengan
kulit, intestinum, atau organ reproduksi wanita. Keluhan utamanya biasanya bukan urologi.
Penyebabnya a.l.: (1) penyakit intestinum-divertikulitis, 50-60%; ca kolon, 20-25%; dan
Chron disease, 10%; (2) penyakit ginekologi-nekrosis akibat kelahiran yang sukar; ca servik
stadium lanjut; (3) perawatan penyakit ginekologi setelah histerektomi, operasi cesar rendah,
atau radioterapi tumor; dan (4) trauma.

Manifestasi Klinis
A. Fistula vesicointestinal
Gejala-gejala muncul dari fisula vesicointestinal termasuk peradangan buli-buli,
feses dan gas keluar dari uretra, dan perubahan pada kebiasaan usus (konstipasi, distensi
abdomen, diare) yang disebabkan oleh penyakit usus. Tanda-tanda obstruksi usus bisa
dikurangi; kaku otot bisa ditemukan pada peradangan.
Barium enema, upper GI series, atau sigmoidoskopi bisa menunjukkan
hubungannya. Setelah barium enema, urin tersentrifugasi difoto Röntgen. Adanya barium
radiopak menunjukkan diagnosis fistula vesikokolon. Sistogram bisa menampakkan gas
di buli-buli atau refluks materi opak ke dalam usus. Pemeriksaan sistoskopik, prosedur
paling bermanfaat, menunjukkan reaksi peradangan parah yang terlokalisir sebagai tanda
adanya isi usus yang keluar. Kateterisasi jalur fistula bisa bermanfaat; selain itu
pemasukan cairan radioopak juga bisa menegakkan diagnose.
B. Fistula vesicovaginal
Biasanya merupakan sekuel dari luka akibat obstetric, bedah, atau radiasi atau
karena ca servik yang invasive. Remebesan urin yang konstan merupakan hal yang
paling menyebalkan pasien. Pemeriksaan pelvis biasanya menampilkan bukaan fistula,
atau bisa juga dilakukan dengan sitoskop. Terkadang kateter bisa melewati fistula ke
vagina. Vaginografi sering menampilkan fistula ureterovaginal, vesikovaginal, dan
rektovaginal. Kateter Foley 30ml diselipkan ke dalam vagina dan balon dipompa. Cairan
radioopak dimasukkan dan kemudian dialkukan foto Röntgen. Biopsy pada ujung fistula
mungkin menampilkan karsinoma.

Diagnosis
Penting untuk membedakan fistula ureterovaginal dari vesicovaginal.
Phenazopyridine (Pyridium) diberikan per oral untuk memberi warna orange pada urin. Satu
jam kemudian, 3 batang kapas diselipkan ke dalam vagina, dan cairan methylene blue
dimasukkan ke buli-buli. Pasien disuruh berjalan keliling, seteah itu batang diperiksa. Jika
bola kapas bagian proksimal basah atau berwarna orange, berarti fistulanya adalah
ureterovaginal. Jika bagian dalam kapas berwarna biru, diagnosanya fistula vesicovaginal.
Hanya jika bagian distal kapas berwarna biru, mungkin pasien mengalami inkontinensia.

2. EKSTROFIA
Definisi
Kelainan kongenital sebagian dinding abdomen dan dinding vesica urinaria. Vesica
urinaria tampak membalik dari dalam keluar, dengan permukaan internal dinding terlihat
melalui celah pada dinding anterior.
Epidemiologi
Termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya 1 : 10.000-50.000 kelahiran
hidup. Laki-laki : perempuan = 2 : 1
Etiologi
Perkembangan inkomplit bagian infraumbilikal dinding abdomen anterior.
Diagnosa

Gambaran klinisnya sebagai berikut :

Tampilannya khas karena tekanan visera dibelakangnya.

 Batas dinding abdomen dapat dirasakan.


 Ketiadaan umbilikus

Kandung-kemih terbuka pada abdomen bagian bawah, dengan mukosa sepenuhnya terpapar
melalui defek fasia triangular. Dinding abdomen tampak panjang karena umbilikus susunan-
rendah pada batas atas piringan kandung kemih. Jarak antara umbilikus dan anus
dipersingkat. Mukulus rektus bercabang di bagian distal melekat pada tulang pubis yang
terpisah luas. Hernia inguinal indirek sering terjadi (>80% pada pria, >10% pada wanita)
akibat cincin inguinal lebar dan kurangnya kanalis inguinalis oblique.
 Genitalia
o Pria

Falus pendek dan luas dengan kurvatura naik (korda dorsalis). Glans terletak terbuka
dan datar seperti sekop, dan komponen dorsal kulup tidak ada. Piringan uretra
memperluas panjang falus tanpa atap. Piringan kandung-kemih dan piringan uretra
berkesinambungan, dengan verumontanum dan duktus ejakulatorius tampak dalam
piringan uretra prostatika. Anus di anterior digantikan dengan mekanisme sfingter
normal. (1)

o Wanita

Klitoris secara seragam jadi bifida dengan labia berlainan di superior. Muara piringan
uretra bersambung dengan piringan kandung-kemih. Vagina anterior dipindahkan.
Anus di anterior digantikan dengan mekanisme sfingter normal
 Muskuloskeletal

Simfisis pubis terpisah lebar. Muskulus rektus divergen tetap melekat ke pubis. Rotasi
eksternal tulang inominata menyebabkan gaya berjalan timpang pada pasien yang dapat
berjalan namun tidak menyebabkan permasalahan ortopedi nantinya.
Pada pria, epispadia penis komplit lebih luas dan lebih pendek dari biasanya, dan hernia
inguinal bilateral mungkin muncul; prostat dan vesika seminalis mengalami rudimenter,
sedangkan testis normal dan biasanya turun.

          Pada wanita klitoris bifida dan labia minora terpisah di anterior; memperlihatkan
orifisium vagina. Pada kedua jenis kelamin, terdapat pemisahan tulang pubis, yang terhubung
dengan ligamen yang kuat. Defek tulang menyebabkan hilangnya disabilitas dan berikutnya
melahirkan bisa normal. Linea alba juga lebar. Pada kasus yang jarang, bentuk inkomplit
epispadia penis atau epispadia wanita, pubis bersatu dan genitalia eksternal hampir normal,
meskipun pada wanita klitoris bifida.

Diantara beberapa kelainan lain yang dapat menyertai exstrophia adalah:

1. Jarak tulang pubis melebar


2. Defek perut berbentuk segitiga yang memperlihatkan selaput kandung kemih.
3. Jumlah kolagen meningkat tetapi otot kandung kemih berkurang
4. Lokasi pusat berada di atas kelainan, dapat disertai hernia umbilikal (usus keluar dari
rongga perut melalui bagian otot perut yang lemah)
5. Epispadia, yaitu letak abnormal muara saluran kemih di atas seharusnya.
6. Ukuran penis lebih kecil dari normal, testis belum turun ke kantung kemaluan
7. Muara vagina sempit, bibir vagina (labia) lebar dan muara saluran kemih (uretra)
pendek
8. Anus sempit atau keluar dari rongga tubuh

Deferensial Diagnosa
 Patent urachus
 Persistent cloaca

Penatalaksanaan
Biasanya dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, dilakukan pengalihan saluran
urinarius disertai reseksi vesica urinaria, kemudian dilanjutkan dengan pembenahan epispadia
pada penis. Disarankan agar operasi dilakukan pada saat anak berusia 3-18 bulan.
Penatalaksanaan ini memiliki tingkat keberhasilan yang memuaskan.
Fungsi ginjal dan pembentukan urin pada sebagian besar pasien berfungsi secara normal
walaupun ada beberapa yang mengalami enuresis.
3. URAKUS PERSISTEN

Duplikasi ureter bisa tidak lengkap, bisa juga total. Jika tidak lengkap, terdapat dua
pielum dan kedua ureter bergabung sehingga hanya ada satu muara di kandung kemih. Jika
duplikasi komplit, kedua ureter terpisah. Sering tidak disertai ada gejala, tanda, atau penyulit.
Kadang terdapat arus kemih bolak-balik dari pielum dan ureter yang satu ke pielum dan
ureter yang lain dan sebaliknya secara terus-menerus. Fenomena yoyo atau pendulum ini
mengundang timbulnya hidronefrosis dan infeksi.

Pada ureter dupleks total, ureter dari bagian ginjal atas biasanya muaranya lebih
kaudal daripada muara dari bagian ginjal kaudal sehingga kedua ureter bersilang(hokum
weigert-meyer).

Muara ektopik ureter darikutup cranial pada lelaki di leher kandung kemih. Uretra
prostika, vesikula seminalis, duktus deferens atau epididimis. Pada perempuan di leher
kandung kemih, uretra, septum uretrovaginal, atau dinding depan vagina sehingga tidak
dipengaruhi sfingter uretra. Sering terjadi hidroureter dan hidronefrosis ginjal yang cranial
karena muara ureter yang ektopik stenotik.

Gambaran klinis: lebih banyak ditemukan pada anak perempuan. Kebanyakan


unilateral disertai infeksi. Jika muaranya terletak distal dari sfingter atau di vagina, didapat
inkontinensia sehingga kemih menetes terus, disertai miksi seperti biasa . pada lelaki tidak
terjadi inkontinensia itu, tetapi terjadi epidemitis sebelum masa akli balig.

Patofisiologi
Adanya halangan aliran urin dari pelvis renalis kedalam ureter, sehingga pengeluaran
urin dari pelvis ke ureter menjadi tak efisien sehingga terjadi dilatasi yang progresif pada
prelum dan system kalises. Mula-mula otot pelvis renalis mengalami hipertrofi kemudian
terjadi penurunan GFR, pada akhirnya terjadi penurunan fungsi ginjal

4. STENOSIS URETRA
Merupakan stenosis kongenital pada meatus urin eksternal, normalnya bagian paling
sempit pada uretra pria, disertai dengna phimosis. Setelah sirkumsisi, ulserasi meatal dapat
menyebabkan striktura meatus. Ketika ostium meatus berkurang dapat terjadi retensi urin
dengan efek tekanan kembali dan dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Derajat yang lebih
ringan pada stenosis menyebabkan hilangnya aliran urin normal dengan spraying atau
dribbling
Secara embriologi, alantois menghubungkan sinus urogenital dengan umbilicus.
Normalnya, alantois mengalami obliterasi dan digantikan oleh korda fibrosa (urakus) yang
membentang dari fundus buli-buli sampai ke umbilicus. Pembentukan urakus berhubungan
dengan saat penurunan vesica urinaria. Letak yang yerlalu tinggi lebih sering berhubungan
dengan urakus persisten daripada obstruksi jalan keluar vesica urinaria.
Obliterasi yang tidak sempurna kadang bisa terjadi. Jika obliterasi yang tidak
sempurna terjadi pada ujung superior, maka bisa terbentuk sebuah sinus. Yang pada saat
infeksi bisa menimbulkan pus yang purulen. Pada obliterasi tak sempurna di bagian inferior,
akan terbentuk hubungan dengan vesica urinaria, tetapi biasanya bersifat asimptomatis.
Selain itu, jika urakus tersisa di bagian tengah, maka akan terbentuk kista yang bisa menjadi
cukup besar. Pada saat kista ini terinfeksi, akan menimbulkan tanda-tanda sepsis local
maupun general. Sangat jarang urakus persisten terjadi mulai dari umbilicus sampai vesica
urinaria, yang mengakibatkan urin merembes keluar. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa hari
setelah kelahiran.
Adenokarsinoma bisa muncul pada kista urakus, terutama pada ujung inferior, dan
akan menginvasi jaringan di bagian bawah dinding abdomen anterior. Bentukan ini akan
nampak pada saat sitoskopi. Batu juga bisa muncul pada kista urakus yang akan terlihat jelas
pada foto Röntgen.
Penatalaksanaan terdiri atas eksisi urakus, yang terletak di bawah peritoneum. Jika
adenokarsinoma muncul reseksi secara menyeluruh sangat dibutuhkan. Prognosis baik selama
tidak ada kelainan kongenital serius lainnya. Prognosis buruk jika muncul adenokarsinoma.
Patofisiologi
Merupakan stenosis kongenital pada meatus urin eksternal, normalnya bagian paling
sempit pada uretra pria, disertai dengna phimosis. Setelah sirkumsisi, ulserasi meatal dapat
menyebabkan striktura meatus. Ketika ostium meatus berkurang dapat terjadi retensi urin
dengan efek tekanan kembali dan dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Derajat yang lebih
ringan pada stenosis menyebabkan hilangnya aliran urin normal dengan spraying atau
dribbling.

Penatalaksanaan
Dengan meatotomy atau dilatasi meatal diindikasikan untuk stenosis simtomatik, jika
striktura cukup untuk untuk mencegah drainase bebas pada luka pada pasien dengan uretritis
atau terdapat kebutuhan dimasukkan endoskopi instrumen transuretrally.
Meatotomi. Meatus yang sempit dibuka dengan memotong pada fine probeyang
diletakkan di uretra anterior. Tepi sayatan pada urotelium dan kulit dijahit bersama dengan
sutura yang absorbable. Jika stenosis kambuh, skin flap dapan digunakan sebagai
meatosplasti untuk meluaskan meatus

5. EPISPADIA

Epidemiologi
Insidensi pada epispadia penuh sekitar 1 dari 120.000 laki-laki dan 1 dari 450.000
perempuan.
Definisi dan Klasifikasi
Uretra mengalami kesalahan letak pada dorsal, dan klasifikasi berdasarkan posisinya
pada laki-laki. Pada epispadia glandular, ostium uretra terletak pada aspek dorsal glans, yang
pipih dan rata. Pada tipe penile, meatus uretra, yang seringkali pipih dan ber-gap,terletak
diantara simphisis pubis dan sulkus corona. Sebuah sekungan dorsal biasanya meluas dari
meatus melalui sampai ke glans. Pada tipe penopubic memilki ostium pada penopubic
juntion, dan seluruh penis memilki cekungan dorsal distal meluas melalui glans.
Insidensnya 1 per 100.000; lebih sering terjadi pada lelaki daripada perempuan. Insiden pada
laki-laki 1 : 120.000 dan pada wanita 1 : 450.000. Epispadia merupakan keadaan terbukanya
uretra di sebelah ventral. Kelainan ini merupakan keadaan terbukanya uretra di sebelah
ventral. Muara urethra berada dibagian dorsal, bisa di glanduler, penil atau penopubic. Pada
kelainan ini sering disertai dengan inkontinensia. Kelainan ini mungkin meliputi leher
kandung kemih (epispadia total) atau hanya uretra (epispadia parsial)
Wanita dengan Epispadia mempunyai clitoris bifida dan labia tidak bersatu, sehingga
sering inkonensia, dan merupakan bagian dari exstrophy buli-buli. Pada laki-laki sering
terdapat dorsal chorde. Rekontruksi sering tidak membawa hasil baik.
Pada perempuan yang menderita epispadia total, terlihat mons veneris yang lebar
karena simfisis turut terbuka, uretra terbuka dan klitoris terbelah, disertai inkontinensia. Pada
lelaki, gambaran klinisnya seperti pada ekstrofia vesika.
Pada epispadia parsial, tidak terdapat inkontinensia; hanya uretra atau sebagiannya
terbelah. Kelainan ini tidak berarti pada perempuan karena tidak ada keluhan atau gangguan.
Biasanya pada lelaki ada penis pendek dan bengkak karena korda yang menjadikan gangguan
pada miksi dan koitus.
1.
Patofisiologi
Uretra mengalami kesalahan letak pada dorsal, dan klasifikasi berdasarkan posisinya
pada laki-laki. Pada epispadia glandular, ostium uretra terletak pada aspek dorsal glans, yang
pipih dan rata. Pada tipe penile, meatus uretra, yang seringkali pipih dan ber-gap,terletak
diantara simphisis pubis dan sulkus corona. Sebuah sekungan dorsal biasanya meluas dari
meatus melalui sampai ke glans. Pada tipe penopubic memilki ostium pada penopubic
juntion, dan seluruh penis memilki cekungan dorsal distal meluas melalui glans.

Prognosis & Komplikasi


Meskipun operasinya sukses, pasien akan mengalami masalah dengan:
 Inkontinensia urine
 Depresi, komplikasi psikososial
 Disfungsi seksual

6. HIPOSPADIA
Definisi
Suatu kelainan yang terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis
Epidemiologi
Terjadi pada satu dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anomaly paling
sering yang sering terjadi
Manifestasi klinis
Anak-anak: tidak ada masalah fisik yang bererti
Remaja: tidak ada masalah fisik yang berarti
Dewasa: chordee akan menghalangi hubungan seksual
Infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal, dapat timbul stenosis
meatus yang menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin, dan sering terjadi
kriptorkidisme.
Patofisiologi
Tidak terdapat preputium ventral sehingga preputium dorsal menjadi berlebihan
(dorsal hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral). Biasanya disertai
stenosis meatus uretra dan anomaly bawaan berupa testis maldesensus atau hernia inguinalis
Hipospodia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan
dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaanya harus dilakukan oleh mereka yang
betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi penis menjadi


lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran
kencing arahnya kedepan dan dapat melakukan koitus dengan normal, prosedur
operasi satu tahap pada usia yang dini dengan komplikasi yang minimal.

Penyempurnaan tehnik operasi dan perawatan paska operasi menjadi prioritas utama.

Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air seni keluar)
berada diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis, sepanjang ventral
batang penis sampai perineum. Jadi lubang tempat keluar kencing letaknya bukan pada
tempat yang semestinya dan terletak di sebelah bawah penis bahkan ada yang terletak di
kantong kemaluan.

Seperti tampak dalam gambar. Tampak variasi dari letak orifisium uretra eksterna
(dapat bervariasi mulai dari anterior, middle dan posterior)

Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah.


Diharapkan anak tidak malu dengan keadaannya setelah tahu bahwa anak laki lain kalau
BAK berdiri sedangkan anak pengidap hipospadia harus jongkok seperti anak perempuan
(karena lubang keluar kencingnya berada di sebelahi bagi bawah penis). Selain itu jika
hipospadia ini tidak dioperasi, maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan
penetrasi / coitus. Selain penis tidak dapat tegak dan lurus (pada hipospadia penis bengkok
akibat adanya chordae), lubang keluar sperma terletak dibagian bawah.

Operasi hipospadia satu tahap (ONE STAGE URETHROPLASTY) adalah


tehnik operasi sederhana yang sering dapat digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal.
Sambil dilihat di gambar, tipe distal ini yang meatusnya letak anterior atau yang middle..
Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak
dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang
disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris tidak
dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang
berat seperti korda yang berat, globuler glans yang bengkok kearah ventral (bawah) dengan
dorsal skin hood dan propenil bifid scrotum (saya agak kesulitan mencari istilah awam untuk
istilah medis diatas). Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih kearah
proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan
kelainan lain di skrotum atau sisa kulit yang sulit di”tarik” pada saat dilakukan operasi
pembuatan uretra (saluran kencing). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2
tahap. Operasi Hipospadia dua tahap, tahap pertama dilakukan untuk meluruskan penis
supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal
(lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup
bagian ventral / bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap kedua) dilakukan uretroplasti
(pembuatan saluran kencing / uretra) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tehnik
operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan
yang dialami oleh pasien.

Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada skrotum
dapat berupa undescensus testis, monorchidism, disgenesis testis dan hidrokele. Pada penis
berupa propenil skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter
berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.

Secara umum tekniknya terbagi menjadi operasi satu tahap dan multi tahap. Operasi
perbaikan komplikasi fistula dilakukan 6 bulan paska operasi yang pertama.

Setelah menjalani operasi, perawatan paska operasi adalah tindakan yang amat sangat
penting. Orang tua harus dengan seksama memperhatikan instruksi dari dokter bedah yang
mengoperasi. Biasanya pada lubang kencing baru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan
kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri oleh air kencing. Di bagian
supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk
mengalirkan air kencing.

Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas di non fungsikan terlebih dulu sampai
seorang dokter yakin betul bahwa hasil uretroplasty nya dapat berfungsi dengan baik. Baru
setelah itu kateter dilepas.

Komplikasi paska operasi yang terjadi : 1. Edema/pembengkakan yang terjadi


akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan
darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi. 2. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat
ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10% . 3. Striktur, pada proksimal
anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis. 4. Divertikulum,
terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang
mengakibatkan dilatasi yang lanjut. 5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis
korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. 6. Rambut dalam
uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu
saat pubertas.

Untuk menilai hasil operasi hipospadia yang baik, selain komplikasi fistula
uretrokutaneus perlu diteliti kosmetik dan ‘stream’ (pancaran kencing) untuk melihat adanya
stenosis, striktur dan divertikel.

Prognosis
Baik bila dengan terapi yang adekuat yaitu dengan chordee adalah dengan pelepasan
chordee dan restrukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus
dilakukan sebelum usia sekolah untuk menahan berkemih (sekitar usia 2 tahun). Prepusium
dipakai untuk proses rekonstruksi, oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di
sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia dan diatasi dengan melepaskan
jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.

7. URETRA BERKATUP
Definisi
Terdapat plica yang simetri pada orutelium yang dapat menyebabakan obtruksi pada
uretra laki-laki. Biasanya ditemukan pada disata verumontanum namun dapat berada dalam
uretra prostatik. Bersifat seperti katup sehingga, walaupun urine tidak mengalir dengan
lancar, kateter ureteral dapat masuk tanpa kesulitan. Dalam beberapa kasus, katup terbentuk
tidak sempurna dana pasien tetap tanpa gejala sampai remaja atau dewasa. Dalam kasus ini
uretraprostatika terdilatasi dan terdapat saccula dan divertikula.
Patofisiologi
Terdapat plica yang simetri pada orutelium yang dapat menyebabakan obtruksi pada
uretra laki-laki. Biasanya ditemukan pada disata verumontanum namun dapat berada dalam
uretra prostatik. Bersifat seperti katup sehingga, walaupun urine tidak mengalir dengan
lancar, kateter ureteral dapat masuk tanpa kesulitan. Dalam beberapa kasus, katup terbentuk
tidak sempurna dana pasien tetap tanpa gejala sampai remaja atau dewasa. Dalam kasus ini
uretraprostatika terdilatasi dan terdapat saccula dan divertikula.
Katup sulit untuk dilihat pada uretroskopi karena aliran akan membuat katup pada
posisi terbuka. Jika vesica terisi dengan media kontras, dilatasi uretra diatas katup dapat
digambarkan pad cystogram.
Terapi
Kateter suprapubis di masukkan unutk melepaskan terkan balik dan mencegah efek
gagal ginjalsebelum terapi definitif dengan transuretral resesi pada katup menggunakan
pediatrik resektoskop.

8. MIELODISPLASIA
Definisi
Merupakan malformasi/abnormalitas corda sakralis/ radix yang dapat menyebabkan
kontrol urine inkomplete pada siang dan malam.
Epidemiologi
Menurut National Institute of Health, mielodisplasia merupakan penyakit yang jarang
terjadi, < 200.000 dari US population.

Patofisiologi
Merupakan malformasi atau abnormalitas corda sakralis atau radix yang dapat
menyebabkan kontrol urin inkomplete pada siang dan malam. Karena bisanya terdapat
sejumlah residu urine, infeksi biasanya terdapat pada urinalisis.
Pasase kateter atau postvoiding film diabil pada konjungsi dengan urogram ekskretori
menunjukkan adanya residu urine. Plain film pada abdomen dapat menunjukkan spina bifida.
Cystometrogram biasanya menunjukkan vesica flaccid neurogenik. Cystocopy menunjukkan
vesica yang atonik dengan trabekulasi sedang dan bukti infeksi.
Diagnosis
Kandung kemih aktif dengan tahanan perifer rendah, kandung kemih kosong atau
hamper kosong sehingga refluks dan infeksi jarang ditemukan, tetapi pasien mengalami
inkontinensia urin
Pada kandung kemih aktif yang tahanan perifernya tinggi, kencing keluar secara menetes atau
memancar kecil, disertai residu dalam jumlah besa, tekanan intravesikel menongkat, dan
hamper selalu diikuti infeksi. Kandung kemih sukar dikosongkan dengan menekan perut
Pada kandung kemih inaktif yang tahanan perifernya rendah, kapasitas kandung
kemih tidak terganggu dan dapat mudah dikosongkan dengan menekan perut. Refluks tidak
berarti dan infeksi tidak naik ke ginjal
Pada kandung kemih yang tahanan perifernya tinggi didapatkan kapasitas kandung kemih
besar dengan jumlah residu besar. Kandung kemih tidak bisa dikosongkan dengan tekanan
pada perut

Deferensial Diagnosa
Lesi melintang sumsum tulang belakang

9. FIMOSIS
DEFINISI
Fimosis adalah penyempitan ujung prepusium yang biasanya disebabkan oleh fibrosis
tepi prepusium.

ETIOLOGI
Fimosis dapat terjadi akibat radang seperti balanopostitis (radang glans dan
prepusium) atau setelah sirkumsisi yang tidak sempurna.

PATOFISIOLOGI

            Pada fimosis dapat terjadi 2 penyulit yaitu balanopostitis kronik dan residif serta
kesulitan miksi. Balanopostitis sukar sembuh karena tindak hygiene biasa untuk
membersihkan glans dan permukaan dalam prepusium tidak dapat dilakukan. Sudah tentu
retensi smegma akan berperan dalam proses patologi ini. Risiko perkembangan malignitas
kulit glans penis atau dalam  prepusium sangat meningkat pada fimosis.
 

Penatalaksanaan
Tidak dianjurkan untuk melakukan retraksi secara paksaan. Jika disertai balanitis dapat diberi
salep dexametasone 0,1 % 3-4 kali selama 6 minggu, diharapkan setelah 6 minggu dapat
diretraksi sevara spontan. Jika terjadi penggelembungan ujung prepusium atau positis dan
adanya infeksi lainnya dapat dilakukan indikasi sirkumsisi.

10. PARAFIMOSIS
Definisi : Prepusium penis yang di retraksi sampai di sulkus koronarium tidak dapat
dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus
koronarius
Etiologi : Menarik Prepusium ke proksimal yang biasanya di lakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter tetapi tidak dikembalikan ketempat
semula secepatnya.

Patofisiologi
Parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik kulit preputium
ke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk mengembalikannya
lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau saat memasang selang untuk
berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis. Kulit preptium yang tidak bisa kembali
ke depan batang penis akan menjepit penis sehingga menimbulkan bendungan aliran darah
dan pembengkakan (edema) glans penis dan preputium, bahkan kematian jaringan penis
dapat terjadi akibat hambatan aliran darah pembuluh nadi yang menuju glans penis. Oleh
karena itu, setelah memastikan bahwa tidak ada benda asing seperti karet atau benang yang
menyebabkan penis terjepit, dokter akan berupaya mengembalikan kulit preputium ke
posisinya secara manual dengan tangan atau melalui prosedur invasif dengan bantuan obat
bius (anestesi) dan penenang (sedasi). Jarang diperlukan tindakan sirkumsisi darurat untuk
mengatasi parafimosis. Walaupun demikian, setelah parafimosis diatasi secara darurat,
selanjutnya diperlukan tindakan sirkumsisi secara berencana oleh karena kondisi parafimosis
tersebut dapat berulang atau kambuh kembali.
 
Penatalaksanaan
Preputium diusahakan di kembalikan secara manual dengan teknik memijat gland
selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secra perlahan preputium dikembalikan
pada tempatnya. Jika usaha gagal, lakukan dorsum insisi pada tempatnya setelah edema dan
proses inflamasi menghilang pasien dianjurkan menjalani sirkumsisi

11. PEXTIC PYOROMI


Definisi
Didapatkannya plak atau indurasi pada tunika albuginea korpus kavernosa penis
sehingga menyebabkan terjadinya angulasi (bengkok) batang penis saat ereksi.
Epidemiologi
Prevalensi = 1 : 100 pada pria. Termasuk rare disease.
Etiologi
 Penyebab pasti belum diketahui
 Tetapi secara histopatologi plak mirip dengan vaskulitis pada kontraktur
Dupuytren yang disebabkan reaksi imunologik
 Dapat juga disebabkan oleh trauma pada penis dan juga perdarahan

Pentalaksanaan
 Konservatif
Tanpa terapi 50% penyakit ini dapat mengalami remisis spontan setelah observasi selama
1 tahun. Dapat dicoba dengan pemberian tamoxifen 20 mg dua kali sehari selama 6
minggu. Jika menunjukkan respon yang baik pengobatan diteruskan 6 bulan. Untuk
mencegah aktivitas fibroblast dapat dicegah dengna pemberiancolchicine atau verapamil.
Nyeri yang berkepanjangan dapat diberikan vitamin E 200 mg tiga kali sehari.
Pemberian potassium aminobenzoat tidak menyenangkan karena menimbulkan banyak
efek samping.
 Operasi
Indikasi operasi adalah pada penyakit peyronie adalah deformitas penis yang
mengganggu senggama atau disfungsi erekasi akibat peyronie. Saat operasi ditentukan
jikapenyaakit telah stabil atau matang, anatara lain : sudah tidak ada nyeri saat ereksi dan
kurvatura atau deformitas penis saat ereksi saat menetap atau stabil. Biasanya keadaan
dicapai setelah 12-18 bulan sejak awal timbulnya penyakit.
Banayk tekink operasi yang dikerjakan hingga kini, mulai dari eksisi plak kemudian
tandur kulit atau cara Nesbitt. Nesbitt melakukan eksisi oval pada konveksitas tunika
albuginea, dan selanjutnya defek yang terjadi di jahi dengan benang tidak diserap. Pasca
operasi sering terjadi pemendekan dari penis.

12. PRIAFISMUS

ISKEMIK

            Ditandai dengan adanya iskemia atau anoksiapda otot polos kavernosa. Semakin lama
ereksi, iskemi makin berat dan 3-4 jam ereksi dirasakan semakin sakit. Setelah 12jam terjadi
edema interstisial dan kerusakan endotelium sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa terjadi
setelah 24-48 jam. Setelah >48jam terjadi pembekuan darah dalam kavernosa dan terjadi
destruksi endotel sehingga jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya.

Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4minggu dan otot polos nekrosis diganti oleh
jaringan fibrosa sehingga kehilangan kemampuan untuk mempertahankan ereksi max.

NON ISKEMIK

            Banyak terjadi setelah mengalami suatu trauma pada daerah perineum/setelah operasi
rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi. Prognosis lebih baik daripada iskemik dan ereksi
dapat kembali kesedia kala.

13. TORSIO TESTIS


Gambaran klinis
- Nyeri hebat timbul tiba-tiba, nyeri perut dalam-dalam, mual, muntah.
- Tetis teraba bengkak, nyeri tekan...kulit scrotum oodema, merah, sehingga sulit
dipalpasi
Pemeriksaan penunjang

            Untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum lainnya : dengan
memakai stetoskop Doppler, USG Doppler, sinitigrafi testis yang bertujuan menilai adanya
aliran darah pada testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah pada testis.
Sedangkan pada keradangan akut testis terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

Terapi

 Detorsi Manual

            Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan cara
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio.

Operasi

            Dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis ke arah yang benar. Setelah itu
dilakukan penilaian apakah testis yang mengalamitorsio masih viable (hidup) atau mengalami
nekrosis.

            Jika testis masih hidup, dilakukan orkipodeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkipodeksi pada testis kontralateral.

            Orki[podeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3
tempat untuk mencegah agar testis tidak terpeluntir kembali, sedangkan pada testis yang
sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian
disusul orkipodeksi pada testis kontalateral. Testis yang mengalami nekrosis  jika tetap
dibiarkan berada dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian  hari.
14. VARIKOKEL
Definisi, Epidemiologi, dan Etiologi
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Verikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria, dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70-93%). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena cava dengan arah miring. Di samping itu, vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat
varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya : spermatika kanan
pada vena renalis kanan atau adanya situs inversus.

Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara,
anatara lain :
1. Terjadi stagnasi darah balik sirkulasi testis sehingga testis mengalmi hipoksia karena
kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat
hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
menyebabkan gangguan spermatogenesis testies kanan dan pada akhirnya terjadi
infertilitas.

Diagnosis
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan maneuver
valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan
seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah cranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan :
1. Derajat kecil : varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan maneuver
valsava
2. Derajat sedang: varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan maneuver valsava
3. Derajat besar : varikokel yang dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan maneuver
valsava
Kadangkala sulit menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun
terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu pemeriksaan
auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini dapat
mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. Varikokel yang
sulit diraba secara klinis seperti disebut varikokel subklinik.
Pengukuran dengan alat orkidometer dilakukan untuk menentukan besar atau volume
testis dengan membandingkan testis kanan dan kiri
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli semineferi
dilakukan pemeriksaan analisis semen.
EVALUASI PENATALAKSANAAN
3pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa
indicator antara lain :
1. Bertambahnya volume testis
2. Perbaikan analisis semen (yang dilakukan setiap 3 bulan)
3. Pasangan itu menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari
palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis
semen, 50% pasangan hamil
Komplikasi
 Suhu testis meningkat
 Jumlah sperma sedikit
 Male infertility
Prognosis
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa
indikator:
1. Bertambahnya volume testis
2. Perbaikan hasil anamnesis semen
3. Pasangannya hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari
Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis
semen, 50% pasangan menjadi hamil.

15. HIDROKEL

Hidrokel, hydroceles adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan


parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya.

Etiologi

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena: (1) belum sempurnanya
penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis
(hidrokel komunikans) atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.

Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab
sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan
terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis
itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.

Gambaran klinis

Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan
fisis didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada
pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang
terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan
ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong
hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel
testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting karena
berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan koreksi
hidrokel.

 Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis
tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang
hari.
 Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar
kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
 Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar
pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan ke dalam rongga abdomen.

Terapi

Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan
setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih
tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi.

Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan
hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat
menimbulkan penyulit berupa infeksi.

Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah: (1) hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2) indikasi kosmetik, dan (3) hidrokel permagna
yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-
hari.

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan
eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in
toto

Penyulit

Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna
bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis.

16. SPERMATOKEL
 Spermatokel adalah suatu massa di dalam skrotum yang menyerupai kista, yang
mengandung cairan dan sel sperma yang mati.

Jika ukurannya besar dan mengganggu, bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkatnya.

Epidemiologi
1. Spermatokel dapat berasal dari divertikulum rongga yang ditemukan pada caput
epididimid. Sperma yang menumpuk disitu lama kelamaan akan menumpuk dan
membuat suatu divertikulum pada caput epididimis.
2. Spermatokel ini diduga pula berasal dari epididimitis atau trauma fisik. Timbulnya
scar pada bagian manapun di epididmis, akan menyebabkan obstruksi dan mungkin
mengakibatkan timbulnya spermatokel.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Pemeriksan fisik menunjukkan adanya massa di dalam skrotum yang:


- Unilateral (hanya ditemukan pada salah satu testis)
- Lunak
- Licin, berkelok-kelok atau bentuknya tidak beraturan
- Berfluktuasi, berbatas tegas atau padat.

Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah:


 USG skrotum
 Biopsi.

Penatalaksanaan

Kista kecil pada spermatokel dapat dihilangkan ataupun dibiarkan bila dia tidak
menimbulkan gejala atau asimtomatik. Hanya kista yang menimbulkan ketidaknyamanan
pada pasien dan pembesaran kista yang merupakan indikasi spermatocelectomy.Mungkin
paska operasi akan dirasakan sensasi nyeri.Operasi ini biasanya menggunakan general
ataupun local anastesi.

Penatalaksanaan

Kista kecil pada spermatokel dapat dihilangkan ataupun dibiarkan bila dia tidak
menimbulkan gejala atau asimtomatik. Hanya kista yang menimbulkan ketidaknyamanan
pada pasien dan pembesaran kista yang merupakan indikasi spermatocelectomy.Mungkin
paska operasi akan dirasakan sensasi nyeri.Operasi ini biasanya menggunakan general
ataupun local anastesi.

Prognosis

Bagi pasien yang menjalani operasi spermatocelectomy akan mengakibatkan


kemandulan atau infertilitas.
17. MALDESENSUS TESTIS

Gambaran klinis

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis
di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum
mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut
bagian bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau
berubah menjadi tumor testis.

Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah
ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum melainkan berada di
inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk mencari keberadaan testis,
jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat.

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan anorkismus
bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal antara
lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji dengan pemberian hormon hCG (human
chorionic gonadotropin).

Uji hCG untuk mengetahui keberadaan testis :

 Periksa kadar testosteron awal  Injeksi hCG 2000U/hari selama 4 hari


 Apabila pada hari ke V: Kadar meningkat 10 kali lebih tinggi daripada kadar semula
Testis memang ada

Keberadaan testis sering kali sulit untuk ditentukan, apalagi testis yang letaknya
intraabdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa sarana
penunjang, di antaranya adalah flebografi selektif atau diagnostik laparoskopi.

Pemakaian ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak
manfaatnya sehingga jarang dikerjakan. Pemeriksaan flebografi selektif adalah usaha untuk
mencari keberadaan testis secara tidak langsung, yaitu dengan mencari keberadaan pleksus
Pampiniformis. Jika tidak didapatkan pleksus pampiniformis kemungkinan testis memang
tidak pernah ada.
Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis mulai dari dari fossa renalis hingga anulus
inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan daripada melakukan
eksplorasi melalui pembedahan terbuka..

Diagnosis Banding

Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada
di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi
karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan
aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan
kelainan ini tidak perlu diobati.

Selain itu maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis memang
tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak terbentuk testis atau testis yang
mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.

Tindakan

Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya,
baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan,
testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi
kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah
pada usia 1 tahun.

Medikamentosa :
- Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada
kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum
memuaskan. Obat yang digunakan adalah hormone hCG yang disemprotkan
intranasal

Tujuan operasi pada kriptokismus :


I. Mempertahankan fertilitas
II. Mencegah timbulnya degenerasi maligna
III. Mencegah timbulnya kemungkinan terjadinya torsio testis
IV. Melakukan koreksi hernia
V. Psikologis, mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak punya testis
Operasinya orkidopeksi yaitu meletakkan testis kedalam skrotum dengan melakukan fiksasi
pada kantung subdartos

Medikamentosa

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada kelainan
bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat yang
sering dipergunakan adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.

Operasi

Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2)


mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis,
(4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri
karena tidak mempunyai testis.

Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum
dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.
18. RETRAKTIL TESTIS
Definisi
adalah descended testis yang mudah berpindah (bolak-balik) dari scrotum ke
abdomen. Retractile testis tidak mengarah ke kanker atau komplikasi lain. Biasanya
menghilang atau normal kembali saat pubertas sehingga tidak memerluka tindakan operasi.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik dan sonografi. Pada pemeriksaan fisik, testis lebih mudah diraba
bila penderita pada posisi duduk bersila (crossed-leg). Perlu juga diperhatikan perkembangan
kulit skrotum dan hipertrofi testis kontralateral. Sonografi dan magnetic resonance imaging
(MRI) dapat membantu untuk menemukan lokasi testis yang tidak teraba; akurasi MRI adalah
90% untuk testis intraabdomen. Laparoskopi sudah ditetapkan sebagai prosedur diagnostik
dan terapeutik jika diduga terdapat retensi abdomen. Pada prosedur ini, posisi testis di
abdomen dapat ditemukan dan diletakkan ke skrotum dengan menggunakan teknik sesuai
dengan kondisi anatomis. Tes stimulasi human chorionic gonadotrophin (HCG), sebagai
bukti adanya jaringan testis yang menghasilkan testosteron, sebaiknya dilakukan sebelum
operasi eksplorasi pada testis yang tidak teraba bilateral.
Deferensial Diagnosa
Maldesensus testis

You might also like