You are on page 1of 11

MAKALAH AGAMA

ISLAM

Tentang :
LARANGAN BERBUAT KERUSAKAN DI BUMI
DAN
KEBURUKAN KAUM YANG BERBUAT
KERUSAKAN DI BUMI

Nama : Dede Reynaldi & Ahmad Julianur


Kelas : XI IPA 4

LARANGAN BERBUAT KERUSAKAN DI BUMI DAN


KEBURUKAN KAUM YANG BERBUAT KERUSAKAN DI
BUMI

ISLAM DAN KEDAMAIAN

Tak satu pun agama yang memberikan toleransi terhadap kekerasan, baik terhadap
diri sendiri ataupun orang lain. Bukan semata-mata ajaran agama itu yang melarang,
melainkan karena kekerasan bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai
kemanusiaan.

Kekerasan akan menghancurkan manusia dan peradabannya yang telah dibangun


sejak permulaan manusia itu ada. Manusia dan peradabannya selalu mendambakan
terbangunnya perdamaian dan kedamaian sejati, bukan perdamaian yang dibuat-buat
(semu) karena berbagai motif yang terselubung dan tidak bertanggung jawab. Perdamaian
yang diharapkan adalah perdamaian yang didasarkan cinta kasih sesama sebagai makhluk
Tuhan, yang mempunyai beban dan tanggung jawab sama di muka bumi, yaitu
mewujudkan perdamaian itu sendiri.

Karena peradaban manusia selalu diwarnai pertentangan dan kepentingan, maka


Tuhan memberi petunjuk berupa agama untuk membimbing manusia kepada jalan yang
benar atau jalan perdamaian. Peradaban dan budaya yang tidak dibimbing oleh agama
akan membawa sengsara dan pertentangan. Ini terbukti dengan semakin hilangnya nilai-
nilai kemanusiaan dan kebersamaan akibat modernisasi yang tidak dibarengi dengan
peneguhan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sikap kebersamaan dan gotong-
royong telah diganti dengan sikap individualistis, sikap saling tolong-menolong dan
membantu berubah menjadi saling bermusuhan (antagonistik), serta spiritualitas murni
digantikan dengan spiritualitas semu yang serba formalis. Inilah yang membawa manusia
kepada kekacauan dan ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mewujudkan perdamaian di dunia
ini. Bahkan, perdamaian itu merupakan sebagian dari pokok keberagamaan umat. Iman
sebagai inti dari agama mengandung tiga pengertian, yaknial-iman (percaya kepada
keesaan Allah),al-am anah (sikap jujur), dan al-aman (menghadirkan keamanan dan
kedamaian).

Orang yang menyatakan beriman kepada Allah dituntut mampu melaksanakan tiga
makna tersebut, yaitu: percaya, jujur, dan damai. Orang beriman yang hanya percaya
kepada Allah namun tidak bersikap jujur dan malah berbuat kerusakan dan kekerasan
berarti keimanannya tidak sempurna.
Manusia harus utuh dalam beragama, tidak setengah-setengah, serta tidak memilah
dan memilih dalam melaksanakan perintah agama. Allah dengan tegas menyatakan dalam
surat al-Baqarah ayat 208:

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara


keseluruhan dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya
syetan itu musuh yang nyata”.

Orang yang menghendaki kesempurnaan agama (total beragama) harus mampu


menghadirkan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, karena kedamaian itu
merupakan bagian dari ajaran agama, bahkan menjadi identitas bagi agama Islam. Nabi
bersabda:

“Yang dikatakan orang Islam itu adalah orang di mana orang lain (muslim
lain) merasa selamat dari tangan dan lisannya”.

Sehingga, Islam ketika dalam peperangan pun mempunyai etika yang sangat
agung, misalnya dilarang membunuh wanita dan anak-anak, dilarang merusak tanaman
dan benda lain, serta tidak boleh membunuh masyarakat sipil. Islam menganjurkan agar
umatnya menjadi pihak yang bertahan bukan yang mulai melakukan kekerasan atau
peperangan. Banyak ayat yang mendukung perdamaian ini, misalnya kandungan surat an-
Nisâ: 90-91, al-Baqarah: 224, asy- Syûrâ: 40, dan lain-lain.

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa
memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim”.

Meskipun Allah pernah melarang umat Islam melakukan perdamaian seperti dalam
surah Muhammad ayat 35, “Janganlah kamu lemah dan minta damai, padahal kamulah
yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi
(pahala) amal-amalmu”, namun konteks larangan damai ini adalah tatkala musuh
menyerang dan tidak mau diajak damai. Sekali lagi, Islam menganjurkan agar melakukan
perdamaian dulu. Jika perdamaian itu tidak bisa dilakukan, maka Islam baru melarang
mengalah atau mundur dari peperangan. Inilah sikap lunak dan tegas dalam Islam.

Mahmud Muhammad Thaha, ulama asal Maroko mengatakan bahwa shalat


seorang muslim tidak sempurna manakala tidak menghadirkan jiwa (khusyu’) dalam
takbiratul ihram dan sala m. Kehadiran jiwa saat takbiratul ihram berarti pengakuan
secara jujur dan ikhlas akan kekuasaan Tuhan sebagai pencipta dan dirinya sebagai
hamba yang sebenarnya. Kehadiran jiwa saatsalam berarti aplikasi kehambaan indiividu
di hadapan masyarakat untuk selalu melahirkan keselamatan (salam), kedamaian, dan
ketentraman.

Perdamaian dan kedamaian itu dapat bergasil apabila dimulai dari pribadi masing-
masing. Ibda’ bi nafsik (mulailah dari dirimu sendiri), demikian sabda Nabi. Memulai
perdamaian dari diri sendiri berarti harus mampu menghadirkan kedamaian dalam jiwa
dan menjauhkannya dari kerusakan dan kehancuran, Allah berfirman:

“Nafkahkanlah hartamu di jalan Allah dan janganlah kamu merusak dirimu


sendiri dengan tanganmu, serta berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berbuat baik.”

Diri kita pun harus dipenuhi hak-haknya, hak jasmani, hak rohani, serta harus
dijauhkan dari hal-hal yang merusak jasmani dan rohani itu.

Sebagai mahkluk sosial, manusia diwanti-wanti oleh Islam agar mewujudka


perdamaian dan menjauhkan kerusakan dalam lingkup sosial kemasyarakatan. Allah
sangat mengecam kerusakan yang dilakukan umat manusia di muka bumi ini. “Telah
tampak kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia.” Dalam hal ini, menjaga
lingkungan dari kerusakan adalah sebaguan dari ajaran Islam untuk mewujudkan
kebersamaan dan kedamaian bersama. Menghadirkan kedamaian pada diri sendiri dan
masyarakat tidak akan bernilai tanpa dilandasi dengan bertaqwa kepada Allah dan
kepatuhan kepada Rasulullah SAW, karena perintah perdamaian dan larangan berbuat
kerusakan adalah perintah Allah dan perilaku yang dilakukan oleh Nabi. “Jika kalian
mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan senantiasa mencintaimu dan
memaafkan dosa-dosamu,” demikian Allah menegaskan dalam firman-Nya. Artinya,
sebagai umat Muhammad, kita harus berperilaku mengikuti pola perilaku yang
diajarkannya, yaitu akhlak karimah (perilaku yang baik), di mana beliau adalah contoh
yang terbaik (uswatun khasanah).

Surah Ar Rum Ayat 41-42 tentang Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan
manusia, Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah Muhammad,
adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-
orang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).”
Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakan sebagai khalifah di
muka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk memanfaatkan, mengelola,
dan memelihara alam semesta. Allah telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan
dan kesejahteraan semua makhluk-Nya, khususnya manusia.

Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia terhadap alam dapat


menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir, kekeringan, yaya ruang
daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar adalah buah kelakuan
manusia yang justru merugikan mansia dan makhluk hidup lainnya. Islam mengajarkan
adar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali tercermin dalam
pelaksanaan beberapa ibadahm seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat
Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh hewan. Apabila larangan itu
dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah
SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi.
Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya yang bias
dilakukan, seperti yang terdapat [ada amanat GBHN, rehabilitasi SDA berupa hutan,
tanah dan air yang rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program
penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan perlu disempurnakan.
Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan
makin ditingkatkan tanpa merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.

Surah Al A’raf Ayat 56-58 tentang Peduli Lingkungan

Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoanya kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan penuh harap (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dengan
orang-orang yang berbuat baik. Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah
membawa awan mendung, kami halau ke daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan
di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-
buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-
mudahan kamu engambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh
dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanam-tanamannya tumbuh merana.
Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang
bersyukur.”
Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan mahkluk Allah
lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung, lembah-
lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk
diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak
dan dibinasakan.

Hanya saja ada sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka
tidak hanya merusak sesuatu yang berupa materi atau benda saja, melainkan juga berupa
sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk
menutupi keburukan tersebut sering kali merka menganggap diri mereka sebagai kaum
yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang berbuat
kerusakan di muka bumi.

Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi karena Dia
telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan ini
mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu
penghidupan dan sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas : 4).

Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada
hambanya ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat Nya. Angin
yang membawa awan tebal, di halau ke negeri yang kering dan telah rusak tanamannya
karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada hujan, dan kepada
penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu dia menurunkan hujan yang lebat di
negeri itu sehingga negeri yang hampir mati tersebut menajdi subur kembali dan penuh
berisi air. Dengan demikian, dia telah menghidupkan penduduk tersebut dengan penuh
kecukupan dan hasil tanaman-tanaman yang berlimpah ruah.

Surat Sad Ayat 27-28 tentang Perbedaan Amalan Orang Beriman dengan Orang
Kafir

Artinya : “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir,
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS Sad :
27 )

Allah SWT menjelaskan bahwa dia menjadilakn langit, bumi dan makhluk apa
saja yang berada diantaranya tidak sia-sia. Langit dengan segala bintang yang menghiasi,
matahari yang memancarkan sinarnya di waktu siang, dan bulan yang menampakkan
bentuknya yang berubah-ubah dari malam kemalam serta bumi tempat tinggal manusia,
baik yang tampak dipermukaannya maupun yang tersimpan didalamnya, sangat besar
artinya bgi kehidupan manusia. Kesemuanya itu diciptakan Allah atas kekuasaan dan
kehendaknya sebagai rahmat yang tak ternilai harganya.

Allah memberikan pertanyaan pada manusia. Apakha sama orang yang beriman
dan beramal saleh dengan orang yang berbuat kerusakan di muka bumi dan juga apakah
sama antara orang yang bertakwa dengan orang yang berbuat maksiat? Allah SWT
menjelaskan bahwa diantara kebijakan Allah ialah tidak akan menganggap sama para
hambanya yang melakukan kebaikan dengan orang-orang yang terjerumus di lembah
kenistaan. Allah SWT menjelaskan bahwa tidak patutlah bagi zat Nya dengan segala
keagungan Nya, menganggap sama antara hamba-hambanya yang beriman dan
melakukan kebaikan dengan orang-orang yang mengingkari keesaannya lagi
memperturutkan hawa nafsu.

Mereka ini tidak mau mengikuti keesaan Allah, kebenaran wahyu, terjadinya hari
kebangkitan dan hari pembalasan. Oleh karena itu, mereka jauh dari rahmat Allah sebagai
akibat dari melanggar larangan-larangannya. Mereka tidak meyakini bahwa mereka akan
dibangkitkan kembali dari dalam kuburnya dan akan dihimpun dipadang mahsyar untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya sehingga mereka berani zalim terhadap
lingkungannya.

Allah menciptakan langit dan bumi dengan sebenar-benarnya hanya untuk


kepentingan manusia. Manusia diciptakan Nya untuk menjadi khalifah di muka bumi ini
sehingga wajibuntuk menjaga apa yang telah dikaruniakan Allah SWT.

Contohnya:

Bumi semakin panas, pemanasan global, itulah isu yang kita rasakan sekarang ini,
dan isu ini sampai kapankah berakhir?. Nyatanya hari demi hari yang dirasakan memang
bumi semakin panas. Jam 8 pagi dirasakan panasnya sama dengan jam 12 siang masa
dekade 20 tahunan ke belakang. Bahkan di Amerika sana telah disimulasikan oleh
komputer, bagaimana jadinya jika pemanasan global ini mampu mencairkan kutub atau
benua Antartika, hasilnya permukaan laut akan meninggi sampai 60 meter tingginya,
bukankah jika terjadi maka bumi ini menjadi kiamat?.

Bumi semakin panas, persaingan hidup semakin keras. Bahkan setiap orang bagai
ada di dunia satwa hutan belantara dimana hukum rimba berlaku, si kuat memangsa si
lemah demi sekedar mengenyangkan perutnya. Berjuta problema kehidupan membayangi
silih berganti, terkadang problem yang satu belum tersolusi, datang pula problem lainnya,
hal ini terus bertumpuk dan tak pernah berujung dalam penyelesaian.
Bumi semakin panas, eksplorasi alam terus berlangsung, pemerkosaan hutan,
cuaca tak menentu, petani tidak bisa lagi melakukan jadwal tanamnya seperti dulu, banjir,
longsor ketika musin hujan, atau kekeringan ketika musim kemarau. Sementara itu, di
setiap jalanan atau gang sempit, becek kumuh berjubel ratusan orang dewasa dan anak-
anak memenuhi jalanan bak kelinci dikandangnya. Mereka melakukan aktivitas seharian
tanpa mengenal waktu berbaur satu sama lain tanpa mengindahkan norma-norma kaedah
dalam pergaulannya. Mereka mau jadi apa nantinya?

Kebutuhan primer, sekunder mapun mewah manusia telah menyebabkan manusia


harus mengeksplorasi apapun di muka bumi ini. Inilah penyebab utama percepatan
rusaknya alam, bumi semakin panas. Padahal eksplorasi ini akan terus berlangsung dan
semakin cepat sejalan dengan tingkat populasi manusia yang semakin tinggi dan akan
mencapai angka 9,2milyar manusia pada tahun 2050.

Apakah faktor terlalu banyaknya manusia ini berpengaruh terhadap ekosistem


alam? Menurut berita yang bersumber dari Kompas Cybermedia, menyebutkan bahwa
"Manusia telah merusak Bumi dengan kecepatan yang tidak diduga sebelumnya. Hal ini
meningkatkan resiko kerusakan alam yang bisa mengakibatkan munculnya penyakit,
kekeringan, atau zona mati di lautan". Lebih lanjut dikatakan bahwa; "Penelitian yang
melibatkan 1.360 ahli dari 95 negara ini menyebutkan naiknya populasi manusia selama
50 tahun terakhir telah meningkatkan pencemaran dan eksploitasi berlebih terhadap dua
pertiga sistem ekologi yang menjadi tumpuan kehidupan. Aktivitas manusia telah
merusakkan fungsi alami Bumi dan kemampuan eskosistemnya sehingga barangkali tidak
akan ada yang tersisa bagi generasi mendatang. Disebutkan, sepuluh hingga 30 persen
mamalia, burung, dan jenis- jenis amfibi telah terancam punah. Ini adalah tanda
menurunnya dukungan bagi kehidupan di planet kita. Selama 50 tahun terakhir, manusia
telah mengubah ekosistem secara lebih cepat dan meluas dibanding waktu lain dalam
sejarah. Pertumbuhan permintaan makanan, air, kayu, serta bahan bakar belum pernah
sebanyak jangka waktu itu. Ini mengakibatkan hilangnya keanekaragaman kehidupan di
Bumi". Lebih lanjut Kompas Cybermedia menyebutkan, bahwa "dicontohkan, sejak
tahun 1945, semakin banyak tanah yang berubah menjadi lahan pertanian atau
pemukiman dibandingkan sepanjang abad 18 dan 19". Apakah keprihatinan ke depan itu
tidak berkepanjangan?. Tengoklah statistik kependudukan yang menyatakan bahwa pada
tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai 9,2 miliar dan penduduk Indonesia 280 juta.
Padahal sebagaimana di lansir Kompas Cybermedia tersebut bahwa terlalu banyaknya
penduduk itu selain berpengaruh secara revolusioner terhadap faktor ekosistem juga akan
mempengaruhi langsung sector ekonomi dan sosial.
Untuk itu, tidak ada salahnya kita merenung sejenak untuk menyikapi ayat
berikut: "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia.

QS 2:60, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami
berfirman: 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu'. Lalu memancarlah daripadanya dua
belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-
masing). Makan dan minumlah rejeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu
berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan."

QS 2:205, "Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk


mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan
Allah tidak menyukai kebinasaan."

QS 5:33, "Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi


Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh
atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang
dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar."

Ajaran Agama Menghendaki Umatnya Hidup Melaksanakan Keseimbangan

Ajaran agama Islam menghendaki umatnya (pengikutnya) melaksanakan


"keseimbangan" dalam menempuh hidup ini. Allah tidak menginginkan yang hanya
mementingkan salah satu dari dua kebahagiaan, mementingkan kebahagiaan dunia saja
tanpa kebahagiaan akhirat, atau mementingkan akhirat saja, tanpa kebahagiaan dunia.

Menurut Umar Shihab, seseorang dalam pandangan Islam, tidak boleh hanya sibuk
dan mementingkan urusan dunianya, bekerja dan beramal untuk dunianya saja, dan
mengabaikan untuk akhiratnya. Atau sebaliknya, ia hanya beribadah terus-menerus,
melakukan salat terus menerus, melakukan puasa terus-menerus, bezikir terus-menerus
tanpa berhenti, dengan tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kebahagiaan dan
kemaslahatan hidupnya di dunia. Untuk kebahagiaan dunia kita dituntut untuk bekerja,
dan untuk kebhagiaan di akhirat, kita perlu bekerja.
Umar Shihab menjelaskan, Allah telah menciptakan bagi manusia kehidupan dan
kematian dengan maksud agar Allah dapat menilai siapa di antara manusia itu yang dapat
melakukan amal-amal yang terbaik. Kehidupan yang telah diciptakan bagi manusia di
dunia ini merupakan kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk berusaha dan
melakukan segala upaya yang hasilnya akan dapat dirasakan oleh manusia itu sendiri,
tidak hanya sewaktu mereka masih hidup di dunia ini, tetapi juga dapat dirasakan di alam
nanti, yaitu alam akhirat.

Kehidupan sesudah mati yang diciptakan oleh Allah untuk manusia di akhirat nanti
merupakan kesempatan untuk menikmati dan merasakan hasil yang telah dilakukan
sewaktu berada di alam dunia. Oleh sebab itu, ajaran Islam menegaskan bahwa dunia ini
merupakan tempat untuk menanam tanaman yang hasilnya dipetik di akhirat kelak.

Baik ayat-ayat Al-Qur'an maupun hadis-hadis Rasulullah sama-sama menegaskan


bahwa manusia harus dapat mengusahakan keseimbangan hidup, baik untuk di dunia di
satu sisi maupun untuk akhirat di sisi lain. Ini berarti bahwa manusia tidak boleh
mengutamakan salah satu sisi saja di atas sisi yang lain, seperti mementingkan kehidupan
dunia saja tanpa memperhatikan kehidupan akhirat, atau sebaliknya mengutamakan
kehidupan akhirat saja tanpa memperhatikan kehidupan dunia. Islam tidak menginginkan
terjadinya hal seperti itu. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam salah satu ayat Al-Qur'an
dalam Surat S. Al-Qashash (28): 77 yang menyatakan:

Dan carilah (kebahagiaan) negeri akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu, dan janganlah engkau melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ada 5 hal pokok yang terkandung di dalam ayat di atas, yaitu 1) perintah untuk
mencari dan meuntut kebahagiaan dunia akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah
di dunia ini, 2) larangan Allah agar manusia tidak melupakan bahagiannya dari
kenikmatan dunia, 3) perintah Allah untuk berbuat ihsan (berbuat kebajikan) kepada
orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada manusia, 4) larangan Allah agar
manusia tidak berbuat kerusakan di muka bumi, dan 5) Allah menyatakan
ketidaksukaannya terhadap orang yang berbuat kerusakan.

"Di sini kita dituntut untuk meraih kebahagiaan hidup di akhirat dengan
menggunakan berbagai sarana dan kenikmatan yang diberikan Allah di dunia ini, tanpa
kita melupakan upaya-upaya untuk menuntut kebahagiaan hidup di dunia. Kita
diperintahkan untuk meraih dua kebahagian secara bersama-sama, kebahagiaan di dunia
dan kebahagiaan di akhirat," papar Umar Shihab.

Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar itu menjelaskan, keseimbangan


hidup menjadi tuntutan dan harapan. Segala nikmat dan rezeki yang diberikan Allah di
atas dunia ini harus dijadikan sebagai sarana untuk mencapai dan meraih kenikmatan di
akhirat. Harta yang diberikan Allah, misalnya, harus menjadi sarana yang dapat
memberikan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Harta, secara duniawi maupun
ukhrawi, dapat memberikan kebahagiaan bagi pemiliknya. Secara duniawi, harta dapat
memberikan kehidupan dunia yang layak dan berkecukupan bagi pemiliknya, dan secara
ukhrawi, harta dapat menjadi bekal untuk kebahagiaan di akhirat, apabila dengan
hartanya itu pemiliknya telah melakukan tuntutan-tuntutan agama, seperti mengeluarkan
zakatnya. Bagi orang tertentu, harta itu hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan
duniawi, tanpa ada sedikit pun dampaknya untuk kebahagiaan ukhrawi.

Islam menuntut agar manusia selalu berupaya untuk meraih secara bersama-sama
dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Islam sebaliknya
mencela manusia yang hanya mementingkan satu aspek saja, tanpa memperhatikan aspek
lainnya. Orang-orang mukmin sejati akan selalu berupaya untuk memenuhi dan meraih
dua kebahagiaan itu dengan melakukan usaha dan ibadah sesuai dengan tuntunan ajaran
agama dan selalu mengharap agar dua kebahagiaan itu dapat diraihnya.

Maka dapat kita pahami adanya kekafiran di dalam diri manusia, bukan pada diri
golongan Kafirun saja, tetapi bisa jadi kekafiran tersebut hadir di
dalam diri orang yang mengaku dirinya beriman, yang menyatakan sebagai
pemeluk Islam, yang mempunyai cara dan ciri beribadat dan beramal seperti orang yang
telah mendapat ke-iman-an dari Allah, namun tidak memperhitungkan suci diri, bersih
dalam beragama, lurus di jalanNya dan adanya Ilmu Allah yang termiliki. Coba
perhatikan bagaimana orang-orang yang mengaku dirinya Islam, tetapi mereka
melakukan KKN, menghujat, memfitnah, sombong, suka bertengkar, ingkar janji,
mengikuti hawa nafsunya yang rendah, rakus terhadap duniawi, dan sebagainya.

Bagaimana pula dengan orang-orang yang berpenampilan bagai orang suci, bahkan
ucapan-ucapannya sangat menarik bahkan kadang-kadang membawa
ayat-ayat Allah, tetapi ternyata menurut Allah dalam kenyataannya adalah
orang-orang yang penentang terhadap Allah. Mereka senang sekali berbuat
kerusakan di bumi ini, kerusakan moral, suka mengobarkan peperangan,
perusak ciptaan Allah yang berupa tanaman, hewan, dan mahluk-mahluk Allah
lainnya, yang sebenarnya diciptakan Allah untuk kebaikan diri mereka.

You might also like