You are on page 1of 9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dalam
berislam serta limpahan rahmat meniti jalan kehidupan menggapai Ridha-nya. Shalawat
dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat serta
seluruh pengikut-nya yang senantiasa menjadikan AL-Qur’an dan As-Sunnah sebagai
pedoman menuju kebangkitan hakiki sehinnga mampu berjaya dan memimpin dunia
dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibawah panji laa illaha illallah.

Saya mengucapkan termakasih kepada semua pihak yg telah memberikan konstribusi


sehingga tugas PERENCANAAN DAN PENGUJIAN MATERIAL JALAN RAYA
ini dapat saya selesaikan.Terutama kepada pembimbing saya BU ONI yg telah
membimbing saya dalam proses pembuatan tugas ini.

Saya berharap agar tulisan ini dapat berguna juga sebagai sarana untuk pembelajaran
kepada junior-junior saya yang akan mengambil mata kuliah ini .dan untuk saya sendiri
sebagai tugas karena mengambil mata kuliah ini.

Akhirnya saya mohon maaf jika dalam penulisan ini terdapat kekurangan serta
kekeliruan,untuk itu saya mohon agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan saya ditugas yang akan datang.

Meulaboh,23 maret 2011

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Maksud dan Tujuan


Sejarah transportasi telah berkembang sejak dahulu kala ketika manusia hidup
pada masa primitif, manusia selalu mengadakan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sesuai dengan perkembangan sejarah, jalan sebagai salah satu sarana
transportasi telah mulai ada sejak manusia menghuni bumi yang terus berkembang sesuai
dengan pola pemikiran manusia untuk terus menyempurnakan hasil temuan terdahulu.
Penemuan kendaraan bermotor telah membuat perubahan pada pola transportasi.
Mobilisasi semakin bertambah lancar ,jarak bukan lagi merupakan hambatan pada
kegiatan dan kehidupan masyarakat.

Pertumbuhan lalu lintas yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan


penduduk dan pertumbuhan ekonomi masyarakat perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan
pergerakan sebagai bentuk nyata dari aktifitas penduduk memerlukan sarana dan
prasarana transportasi yang memadai agar pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kualitas hidup tidak mengalami kendala. Kelancaran tranportasi juga ikut memicu
perluasan kota. masyarakat tidak perlu lagi harus berdesak-desak pada pusat kota. Mereka
dapat mencari lokasi yg tenang (sesuai) untuk tempat tinggal dan lain sebagainya yang
terletak dipinggiran kota umpamanya. Dengan menggunakan kendaraan bermotor,
mereka dengan mudah dapat mencapai fasilitas-fasilitas lain yang diperlukannya.

Jaringan jalan sebagai bentuk sarana tranportasi, maka perencanaan konstruksi


jalan merupakan bagian yang perlu mendapatkan perhatian. Jaringan jalan yang baik
tanpa ada-nya dukungan perencanaan konstruksi yang baik maka tidak akan mendapatkan
tujuan yang optimal.

Pada perkembangan terakhir manusia telah mengenal sistem perkerasan jalan


yang baik dan mudah dikerjakan serta pola perencanaan jalan raya yang semakin
sempurna. Menurut Djamal Abdat (1981), jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan
sebagai penghubung lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Lintasan artinya
menyangkut jalur tanah yang diperkuat atau diperkeras dan jalur tanah tanpa perkerasan.
Lalu lintas artinya menyangkut semua benda dan makhluk yang melewati jalan tersebut.

Jalan raya yang dimaksud adalah jalan raya biasa, dibangun dengan syarat-syarat
tertentu hingga dapat dilalui oleh kendaraan (lalu lintas). Syarat-syarat yang diperlukan
jalan raya terutama adalah untuk memperoleh :

a. permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar;
b. mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada di atasnya;
c. dapat dilalui dengan kecepatan tinggi, hingga permukaan jalan tidak tergusur,
berserakan dan sebagainya.
Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian
besar. Bagian-bagian itu adalah perencanaan geometrik jalan, perencanaan perkerasan
material jalan dan perencanaan dalam pembangunan serta administrasinya.

Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian
besar, yaitu :
- perencanaan geometrik jalan
- perencanaan perkerasan material jalan
- perencanaan dalam pembangunan serta administrasinya

 Perencanaan Geometrik Jalan


Terdiri dari ukuran-ukuran jalan serta bentuk-bentuk lintasan yang diperlukan. Ukuran-
ukuran tersebut mencakup lebar bagian-bagian jalan dan fasilitasnya yang dikaitkan
dengan kendaraan dan kelincahan geraknya, tinggi mata pengemudi, rintangan dan
sebagainya. Bentuk permukaan dan lintasan dikaitkan dengan keamanan jalan dan lalu
lintas.

 Perencanaan Perkerasan Material Jalan


Perkerasan adalah lapisan jalan yang diperlukan untuk memenuhi syarat-syarat utama
jalan yaitu permukaan jalan harus mampu memikul berat kendaraan dan dapat melalui
dengan kecepatan tinggi. Perkerasan ini dibuat dari material- material alam.

 Perencanaan Pembangunan dan Administrasi Jalan Raya


Pelaksanaan pembangunan jalan raya sangat memerlukan keterampilan tersendiri sesuai
dengan jenis jalan dan kemudahan yang ada, baik dari segi material, tenaga ahli, peralatan
dan waktu. Sehingga semua proses tersebut diperlukan suatu administrasi tersendiri.

Sebagai sarana transportasi, jalan raya juga merupakan sarana pembangunan


pengembangan wilayah yang penting, oleh karena itu lalu lintas di atas jalan raya harus
bergerak dengan lancar dan aman sehingga proses pergerakan ataupun proses
pengangkutan dapat berjalan dengan cepat, aman, nyaman, tepat, dan efisien.

1.2 Ruang Lingkup Tugas Yg Dikerjakan

Dalam tugas perencanan ini, perhitungan yang dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan yang meliputi penentuan lintasan (trase), alinyemen horizontal, alinyemen
vertikal, penampang memanjang jalan, serta penentuan volume galian dan timbunan atau
kubikasi.
1.2.1 Penentuan Trase Rencana

Penentuan lintasan dilakukan berdasarkan peta topografi yang telah


disediakan, titik asal (origin) dan titik tujuan (destination) telah ditentukan. Langkah awal
penentuan trase adalah memperhatikan situasi medan. Contour tersebut terus ditelusuri
untuk mencari lintasan yang sesuai dengan PPGJR (Peraturan Perencanaan Geometrik
Jalan Raya) No. 13 tahun 1970 serta ketentuan-ketentuan lain yang diberikan dalam tugas
rancangan ini. Dalam perencanaan ini dibuat tiga alternatif lintasan, kemudian dipilih satu
lintasan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada
.
1.2.2 Perencanaan Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus


pada bidang datar peta (trace). Trase jalan biasa disebut situasi jalan, secara umum
menunjukkan arah dari jalan yang bersangkutan. Perencanaan alinyemen horizontal
merupakan perencanaan tikungan lengkap dengan komponen-komponennya. Tikungan
yang direncanakan dalam tugas perencanaan ini berjumlah dua tikungan yang meliputi
Spiral-Circle-Spiral (S-C-S), dan Full Circle (FC).

1.2.3 Perencanaan Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang


vertikal terhadap sumbu jalan atau bidang tegak melalui sumbu jalan atau di sebut juga
gambar proyeksi tegak lurus bidang gambar. Dengan kata lain alinyemen vertikal
merupakan potongan memanjang jalan yang akan memperlihatkan lengkungan vertikal
dan besarnya tanjakan. Perencanaan alinyemen vertikal ini didasarkan pada beberapa
syarat, yaitu syarat keamanan, kenyamanan dan drainase untuk masing-masing beda
kelandaian yang ada.

1.2.4 Penentuan Volume Galian dan Timbunan (Cut and Fill)

Berdasarkan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal (alinyemen


horizontal) dan proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal (alinyemen vertikal/potongan
memanjang as jalan) yang telah direncanakan, dapat digambarkan penampang melintang
jalan pada setiap stasioner yang diinginkan. Dalam tugas perencanaan ini, penampang
melintang jalan digambarkan untuk setiap titik kritis (K). Volume galian dan timbunan
ditentukan berdasarkan penampang melintang jalan yang telah digambarkan.

1.3 Gambaran Umum Perencanaan Jalan

Permukaan bumi yang relatif tidak datar merupakan kendala utama dalam
perencanaan jalan, karena dalam perencanaan suatu jalan raya, pekerjaan yang diinginkan
adalah pekerjaan yang relatif mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan
timbunan (fill) yang besar. Di lain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya
menginginkan jalan yang relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Untuk itu
dibutuhkan analisa dalam perencanaan jalan agar keamanan dan kenyamanan kendaraan
yang beroperasi di jalan raya dapat diciptakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perencanaan geometrik jalan raya adalah:
 Kelas Jalan
 Kecepatan rencana
 Standar perencanaan
 Penampang melintang jalan
 Volume lalu lintas
 Keadaan topografi
 Alinyemen horizontal
 Alinyemen vertikal
 Bentuk tikungan
 Jarak pandang

1.3.1 Kelas Jalan

Jalan dibagi dalam klas-klas yang penetapannya kecuali didasarkan


pada fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas
yang diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp)


yang besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata(LHR) kedua jurusan.

1.3.2 Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang ditetapkan untuk


perencanaan/disain dimana korelasi segi-segi fisiknya akan mempengaruhi operasi
kendaraan. Kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang dapat
dipertahankan sehingga kendaraan yang bergerak seakan-akan diarahkan dalam
pergerakkannya.
1.3.3 Standar Perencanaan
Jalan yang direncanakan termasuk jalan raya untuk jalan penghubung
(kelas III) dengan data sebagai berikut :
a. 2 lajur 2 arah;
b. kecepatan rencana 50 km/jam;
c. lebar perkerasan 7 m;
d. bahu jalan 2 x 1,5 m, kemiringan memanjang bahu 4%;
e. kemiringan memanjang jalan (longitudinal) maksimal 10 %;
f. kemiringan melintang (transversal) jalan 2 %;
g. kemiringan talud 1:2;
h. tebal galian maksimum 8 m;
i. tebal timbunan maksimum 5 m.

1.3.4 Penampang Melintang Jalan

Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus


sumbu jalan yang dapat menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan dalam
arah melintang.

Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan


kelas jalan dan kebutuhan lalu lintas yang dilayani. Beberapa bagian jalan yang dapat
dilihat dari potongan melintang jalan adalah :

a. Lebar perkerasan Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan


lebar jalur lalu lintas normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana
tercantum dalam daftar I PPGJR, kecuali : - jalan penghubung dan jalan kelas II c
= 3,00 meter - jalan lalu lintas padat = 3,50 meter - jalan utama = 3,75 meter

b. Lebar bahu Untuk jalan kelas III, lebar bahu jalan (berm/shoulder) minimum
adalah 1,50 – 2,50 m untuk semua jenis medan.

c. Drainase Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan
seperti saluran tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan
berdasarkan data hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi
hujan, serta sifat daerah aliran. Drainase harus dapat membebaskan konstruksi
akibat pengaruh air.

d. Kebebasan pada jalan raya Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan


pengemudi di jalan raya dengan tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini
merupakan bagian kiri kanan jalan yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR
No. 13/1970).
1.3.5 Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang besarnya
menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan.

1.3.6 Keadaan Topografi


Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu disesuaikan
dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam tiga golongan
umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah kurang lebih
tegak lurus sumbu jalan.

Tabel 1.1 Klasifikasi Medan dan Besarnya Lereng Melintang

GOLONGAN MEDAN LERENG MELINTANG


Datar(D) 0-9%
Perbukitan(B) 10-24,9%
Pegunungan(G)  25 %

Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya


meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Tikungan
Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehingga
terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas
harus cukup luas.

b. Tanjakan
Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi kecepatan kendaraan, dan
jika tenaga tariknya ridak cukup, maka berat muatan kendaraan harus dikurangi
yang berarti mengurangi kapasitas angkut sehingga sangat merugikan. Oleh
karena itu, dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan
kelandaian sekecil mungkin.

1.3.7 Alinyemen Horizontal


Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian
tikungan, di mana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar daerah
tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan tikungan
diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perlu
dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan
berdasarkan kemiringan maksimum dengan koefisien gesekan melintang
maksimum.
b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang digunakan untuk
mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau sebaliknya.
Panjang minimum lengkung peralihan umumnya ditentukan oleh jarak yang
diperlukan untuk perubahan miring tikungan yang tergantung pada besar landai
relatif antara permukaan kedua sisi perkerasan dan bekerjanya gaya sentrifugal.
c. Pelebaran perkerasan pada tikungan, yang bergantung pada:
R = jari-jari tikungan
= sudut tikungan
Vr = kecepatan rencana

Rumus yang digunakan adalah rumus yang dikutip dari “Dasar-Dasar


Perencanaan Geometrik Jalan (Silvia Sukirman) halaman 142, yaitu sebagai
berikut:

Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan (Rc)


Rc = R – ¼ bn

Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur sebelah
dalam (B)
B =
Lebar hambatan akibat kesukaran mengemudi di tikungan

Lebar total perkerasan di tikungan


Bt = n (B + C) + Z
Tambahan lebar perkerasan pada tikungan

Δb = Bt – Bn
Keterangan :
R = panjang jari-jari tikungan (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
P = jarak antar gandar truk (m)
A = jarak tonjolan kendaraan (m)
n = jumlah lajur
C = koefisien kebebasan samping (0,5)
b = lebar kendaraan (m)
bn= lebar perkerasan (m)

Tetapi dalam tugas perencanaan ini besar pelebaran perkerasan pada daerah
tikungan tidak dihitung.
d. Pandangan bebas pada tikungan

Sesuai dengan panjang jarak pandangan yang diperlukan baik jarak


pandangan henti maupun jarak pandangan menyiap, maka diperlukan kebebasan
samping. Suatu tikungan tidak harus selalu harus dilengkapi dengan kebebasan
samping yang tergantung pada :
1). jari-jari tikungan (R);
2). kecepatan rencana (Vr) yang langsung berhubungan dengan jarak
pandangan (S);
3). keadaan medan lapangan.

Seandainya menurut perhitungan diperlukan adanya kebebasan samping, akan


tetapi keadaan medan tidak memungkinkan, maka diatasi dengan memasang rambu
peringatan sehubungan dengan kecepatan yang diizinkan.
Dalam meninjau jarak kebebasan samping suatu tikungan ada dua
kemungkinan teori sebagai pendekatan :

a). Jarak pandangan lebih kecil dari panjang tikungan (S<L)

You might also like