You are on page 1of 59

KOMUNIKASI LISAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MEMBACA PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS VII SMPLB-C1


YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2008-2009

SKRIPSI

TRI SISWATI
NIM. X5107686

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
i
KOMUNIKASI LISAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MEMBACA PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS VII SMPLB-C1
YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2008-2009

Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Oleh :
TRI SISWATI
NIM. X5107686

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji


Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. B. Sunarti, M.Pd Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd


NIP. 19450313 197403 2001 NIP. 197607302006042001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada Hari :
Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

(Nama Terang) (Tanda Tangan)

Ketua : Drs. R. Indianto, M.Pd …….…………

Sekretaris : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes ………………

Anggota I : Dra. B. Sunarti, M.Pd ……………….

Anggota II : Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd …..……………

Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd


NIP. 19600727 198702 1 001

iv
MOTTO

 Bersabar dan selalu berusaha untuk mencapai puncak prestasi


(Penulis)

 Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu


bersenang-senang kemudian
(Peribahasa)

v
PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :


 Suamiku tercinta
 Anak-anakku tercinta
 Rekan-rekan senasib sepenanggungan
 almamater

vi
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan
penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk melengkapi tugas-tugas
dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Jurusan
Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Banyak sekali hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Penulisan
skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa adanya doa, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.
3. Drs. Salim Choiri, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar
Biasa.
4. Drs. Maryadi, M.Ag, selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa.
5. Dra. B. Sunarti, M.Pd, selaku Pembimbing I terima kasih telah membimbing
dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
6. Dewi Sri Rejeki, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II terima kasih atas
bimbingan dan arahan yang diberikan dari awal hingga akhir penulisan skripsi
ini.
7. Drs. H. Riyanto selaku Kepala sekolah SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya
Darma Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
8. Murid-murid Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta
yang telah membantu dalam menjadi sampel dalam penelitian ini.
9. Dosen-dosen pengajar program studi Pendidikan Luar Biasa, terima kasih
untuk setiap ilmu yang diberikan sehinga penulis mendapatkan bekal untuk
penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, terima kasih kerjasamanya.
11. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu terima kasih untuk
bantuan dan semangat yang telah diberikan.

vii
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
penelitian selanjutnya.

Surakarta, Agustus 2009

Penulis

viii
ABSTRAK

Tri Siswati, X5107686. Komunikasi Lisan Untuk Meningkatkan Kemampuan


Membaca Pada Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial
Setya Darma Surakarta Tahun Pelajaran 2008-2009. Skripsi, Surakarta :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Agustus 2009.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi


lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak tunagrahita kelas VII
SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta.
Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa kelas VII
SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta sebagai subjek penelitian.
Data penelitian berupa kemampuan berbicara diperoleh dengan tes setelah
dalam proses pembelajaran menerapkan komunikasi lisan bagi anak tuna
grahita. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi. Analisis data
dilakukan dengan analisis kualitatif meliputi tiga akhir kegiatan terjadi secara
bersamaan dan terus menerus selama dan setelah pengumpulan data, yaitu : 1)
Reduksi data, 2) Penyajian data, dan 3) Penarikan kesimpulan/verivikasi
selain itu dalam analisis data juga digunakan analisis secara deskriptif
komparatif untuk membandingkan kondisi awal setelah dilaksanakannya
tindakan 1 dan tindakan berikutnya. Model penelitian menggunakan model
penelitian Kemmis dan MC Tonggort yang merupakan model spiral. Model ini
terdiri atas 4 komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan membaca lisan
siswa dengan menggunakan metode komunikasi lisan dengan melihat pada nilai
ulangan harian pada pada kondisi awal nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 70,
pada siklus I yaitu nilai terendah 5 dan nilai 72 tertinggi 72, pada siklus II yaitu
nilai rendah 57 dan nilai tertinggi 75, sedangkan pada siklus III nilai terendah 60
dan nilai tertinggi 75.
Dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas VII SMPLB-C1
Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta dilaksanakan pembelajaran membaca
dengan menggunakan komunikasi lisan. Dengan demikian secara teoritis terbukti
hipotesis yang menyatakan bahwa dengan menggunakan komunikasi lisan dapat
meningkatkan kemampuan membaca dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi
siswa kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta Tahun
Pelajaran 2008-2009dapat diterima/teruji kebenarannya.

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 4
C. Tujuan Masalah ..................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................... 5
A. KajianTeori ........................................................................... 5
1. Tinjauan Anak Tuna Grahita ............................................ 5
a. Pengertian Anak Tuna Grahita ..................................... 5
b. Karakteristik Anak Tuna Grahita ................................. 6
c. Ciri-ciri Anak Tuna Grahita ......................................... 7
d. Faktor Penyebab Tuna Grahita .................................... 9
e. Klasifikasi Anak Tuna Grahita ..................................... 12
2. Tinjauam Kemampuan Berkomunikasi Lisan ................. 13
a. Pengertian Tentang Kemampuan Berkomunikasi Lisan 13
b. Macam-macam Komunikasi Lisan .............................. 16
3. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca ....................... 18
a. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca ................... 18
b. Tinjauan Tentang Membaca Lanjut ............................. 19

x
B. Kerangka Berpikir ......................................................... 20
C. Perumusan Hipotesis ...................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 22
A. Setting Penelitian .................................................................... 22
B. Subyek Penelitian ..................................................................... 22
C. Sumber Data ............................................................................. 22
D. Pengumpulan Data ................................................................... 22
E. Validasi Data ............................................................................ 22
F. Indikator Kinerja ...................................................................... 23
G. Prosedur Penelitian .................................................................. 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 27
A. Deskripsi Kondisi Awal ............................................................ 27
B. Deskripsi Hasil Siklus I ............................................................ 27
C. Deskripsi Hasil Siklus II ........................................................... 32
D. Deskripsi Hasil Siklus III .......................................................... 37
E. Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus ............................... 41
F. Hasil Penelitian ......................................................................... 42
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43
A. Simpulan ................................................................................... 43
B. Saran ......................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 45
LAMPIRAN ............................................................................................... 46

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Daftar Identitas Siswa Tuna Grahita Mampu Latih Kelas VII
SMPLB – C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta ................... 27
Tabel 2. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses
Pembelajaran ................................................................................... 29
Tabel 3. Hasil Nilai Kemampuan Membaca Siswa ..................................... 29
Tabel 4. Indikator Penilaian .......................................................................... 30
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa ....................... 31
Tabel 6. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses
Pembelajaran ................................................................................... 33
Tabel 7. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan pada Anak SLB-C1
Kelas VII SMPLB ......................................................................... 34
Tabel 8. Indikator Penilaian .......................................................................... 35
Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak
Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1 .............................................. 36
Tabel 10. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses
Pembelajaran .................................................................................. 38
Tabel 11. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi dalam Percakapan
untuk Meningkatkan kemampuan Membaca ................................. 39
Tabel 12. Indikator Penilaian ......................................................................... 39
Tabel 13. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak
Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1 ............................................. 40
Tabel 14. Proses Pembelajaran ..................................................................... 41
Tabel 15. Hasil Penelitian .............................................................................. 42

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus I ........................................... 28


Gambar 2. Grafik Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa .......................... 31
Gambar 3. Tanya Jawab Pada Siklus II ......................................................... 33
Gambar 4. Grafik Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa .......................... 36
Gambar 5. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus III di Luar Kelas ................. 38
Gambar 6. Grafik Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa .......................... 40

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ..........................................
Lampiran 2. Surat Ijin Penyusunan Skripsi ...................................................
Lampiran 3. Permohonan Ijin Research Kepada Sekolah ..............................
Lampiran 4. Permohonan Ijin Kepala Sekolah ..............................................
Lampiran 5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar .............................
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..........................................
Lampiran 7. Daftar Nama Siswa Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial
Setya Darma Surakarta .............................................................
Lampiran 8. Instrumen Angket Siswa ............................................................
Lampiran 9. Hasil Tes Siswa .........................................................................
Lampiran 10. Laporan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan
Sosial Setya Darma Surakarta...................................................
Lampiran 11. Laporan Hasil Pemeriksaan Psikologis Siswa .........................

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan bahasa sebagai
alat komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa memiliki
cakupan yang luas yaitu bahasa ujaran/lisan dan bahasa tertulis. Bahasa
lisan hanya merupakan makna verbal dari penyampaian bahasa, sedangkan
bahasa tertulis adalah bahasa yang diungkapkan melalui simbol. Peranan
bahasa sangat penting, manusia dapat berkomunikasi dengan lingkungan
menggunakan bahasa sebagai penyalur ide atau gagasan. Bahasa Indonesia
merupakan bahasa pengantar dan sebagai bahasa persatuan bagi bangsa
Indonesia. Pengajaran Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting
dalam membentuk kebiasaan, sikap, serta kemampuan dasar yang diberikan
kepada siswa untuk berkomunikasi. Dalam pengajaran Bahasa
Indonesia bukan hanya pengetahuan bahasa saja yang diberikan melainkan
juga mencakup ketranpilan bahasa berkomunikasi diantaranya kemampuan
membaca, berbicara, dan menulis.
Seperti diketahui Pengajaran Bahasa Indonesia selama ini kurang
sekali melatih anak dalam keterampilan menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Siswa banyak diberi pengetahuan dan aturan-aturan tata
bahasa tanpa pernah tahu bagaimana mengkaitkannya dalam latihan-latihan
menulis dan berbicara Indonesia untuk berkomunikasi, baik secara lisan
maupun tertulis. Menurut Dawson yang dikutip oleh Henry Guntur
Tarigan (1994:2), "Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin
terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikiran.
Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan
banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih
keterampilan berfikir".
Anak tunagrahita mengalami kelambatan untuk berkomunikasi
dan menerima informasi, maka perlunya pemberian layanan khu sus

1
2

yang diselenggarakan oleh pihak sekolah yaitu SLB-C1 yang menampung


anak-anak tunagrahita. Untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan
kemampuan dan potensi yang masih biasa dikembangkan, dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No: 20 Pasal 23
tahun 2003 tentang pendidikan khusus menyatakan sebagai berikut:
"Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam melalui proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan memiliki kecerdasan dan
bakat istimewa ".
Tuntutan untuk dapat layanan khusus juga dinyatakan dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No: 27 tahun 1991 yang menyatakan sebagai
berikut: Peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental agar
mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat dengan menggunakan hubungan timbal
balik dan lingkungan, sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti
pendidikan lanjutan.
Salah satu anak berkebutuhan khusus yang mutlak memerlukan
pelayanan secara khusus adalah anak tunagrahita, keterbatasan intelektual
atau kecerdasan yang mereka miliki berada di bawah rata-rata anak normal.
Anak tunagrahita yang masih biasa diberikan pendidikan dan latihan secara
khusus sesuai dengan kemampuannya adalah anak tunagrahita yang
IQ-nya antara 20-50. Lingkungannya yang sangat berpengaruh bagi
perkembangan berkomunikasi anak tunagrahita adalah sekolah, sehingga
peranan guru sangat penting dalam mengoptimalkan komunikasi anak
melalui ketepatan dalam kegiatan belajar mengajar dengan mengolah
tehnik, sarana, materi yang ada dalam kurikulum pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus. Usaha pengembangan kemampuan anak tunagrahita
tidak lepas dari kesiapan anak dalam bidang kemampuan dasarnya,
kemampuan dasar tersebut antara tain kemampuan komunikasi lisan dan
kemampuan membaca. Kemampuan tersebut terangkum dalam
3

kemampuan bahasa yang juga kemampuan berkomunikasi. Komunikasi


yang dikembangkan adalah komunikasi lisan yang sering digunakan
anak tunagrahita dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Anak tunagrahita sering menceloteh dengan bahasa yang tidak
tepat, bahkan tidak jelas apa maksudnya, anak tunagrahita memiliki
kemampuan yang kurang dalam merangkai kalimat dengan benar dan
sering kali dalam Bahasa Indonesia anak menyisipkan bahasa daerahnya.
Kenyataan yang dihadapi oleh anak antara lain bahwa pengajaran Bahasa
Indonesia yang mengarah pada kemampuan berkomunikasi masih kurang
diberikan oleh guru. Guru hanya melihat perkembangan anak dari teoritik
saja dan tidak mengarah ke dalam penggunaan bahasa dalam kehidupan
sehari-hari. Melihat kenyataan tersebut guru sebagai seorang pendidik
dan pembimbing dalam komunikasi lisan agar dapat mengarahkan pada
komunikasi yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai bekal anak
dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengajarkan komunikasi tidak lepas dari faktor-faktor lain yang
mempunyai peranan penting yaitu pada kemampuan mendengar dan
membaca. Kedua aspek tersebut saling mempengaruhi dan saling terikat,
dan membaca memiliki persamaan kedua-duanya bersifat reseptif, bersifat
menerima (Tarigan, 1994: 4); mendengar adalah menerima informasi
lisan, sedangkan membaca menerima dari sumber informasi tertulis. Dari
kedua aspek tersebut sangat mempengaruhi perkembangan berkomunikasi
lisan pada anak. Seorang guru harus bisa memberikan penanganan serta
metode yang terarah dan sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita, maka
manfaat yang diperoleh anak tunagrahita akan mempengaruhi
perkembangan dalam berkomunikasi secara lisan anak tunagrahita mampu
melatih dengan lingkungannya.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti membahas masalah
dengan judul "Komunikasi Lisan untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca pada Anak Tunagrahita Kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial
Setya Darma Surakarta".
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan alasan pemilihan judul tersebut di
atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
“Apakah dengan komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan
membaca pada anak tunagrahita kelas VI SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya
Darma?”

C. Tujuan Penelitian
“Untuk meningkatkan kemampuan membaca melalui komunikasi lisan
pada anak tunagrahita kelas VII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma
Surakarta”.

D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi siswa, guru dan lembaga pendidikan antara lain :
1. Manfaat praktis
a. Sebagai pertimbangan bagi sekolah dan guru dalam memberikan
perlakuan dan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita.
b. Sebagai masukan bagi orang tua dan guru untuk memperhatikan
perkembangan komunikasi anaknya.
c. Sebagai bahan perkembangan dan masukan bagi studi kasus yang
sejenis yang melibatkan kemampuan komunikasi lisan dan
kemampuan membaca untuk pokok bahasan yang lain.
2. Manfaat teoritis
a. Untuk membantu siswa agar mampu berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar.
b. Untuk membantu siswa dalam hal penangkapan informasi dari
luar serta kelancaran penyampaian informasi melalui berbicara.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Tinjauan Anak Tunagrahita
a. Pengertian Anak Tuna Graha
Untuk mengetahui tentang pengertian anak tunagrahita di sini
dikemukakan pendapat menurut PP No. 72 tahun 1991 yang dikutip oleh
Moh. Amin :
Anak-anak dalam kelompok di bawah ini normal dan/atau lamban
dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun
kecerdasannya disebut anak terbelakang mental; istilah resminya di
Indonesia disebut anak tunagrahita. Dan istilah lainnya yang
dikemukakan oleh beberapa ahli tentang sebutan anak tunagrahita
diantaranya cacat mental, lemah otak, terbelakang mental, retardasi
mental dan lain-lain.

Kemudian menurut D. Henderschee seperti yang dikutip oleh


Munzayanah (1998: 11), "Seorang disebut lemah otak, jika ia karena tidak
cukup daya pikirnya, tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri di tempat
yang sederhana dalam masyarakat, dan jika dapat juga hanyalah dalam
keadaan yang sangat baik".
Menurut Tjutju Sutjiati Somantri (1995: 154) memberikan definisi
anak tunagrahita yang dikembangkan oleh AAMD (American Association of
Mental Deficiecy) sebagai berikut : "Keterbelakangan mental menunjukkan
fungsi intelek di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai
ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa
perkembangan".
Boimin (1986: 31) memberikan pengertian anak debil atau anak
tunagrahita ringan yaitu, "Anak yang terbelakang mental yang dapat
mengikuti pendidikan yang tidak banyak melibatkan yang tinggi, maka
tidak mampu mengikuti pendidikan normal pada umumnya dan harus
masuk sekolah khusus yaitu SLB bagian C".
Pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak tunagrahita

5
6

ringan adalah orang yang karena perkembangannya di bawah normal tidak


sanggup untuk menerima pelajaran dengan cukup dari program sekolah dasar
umum, tetapi masih memiliki potensi untuk dikembangkan.

b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan


Menurut Moh. Amin (1995: 37), anak tunagrahita ringan banyak yang
lancar berbicara tetapi kurang perkembangan kata-katanya. Mereka
mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti
pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Pada
umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur
12 tahun, tetapi itupun hanya sebagian. Sebagaimana tertulis juga dalam The
New American Webster (1956: 301) bahwa : "Moron (debile) is a person
whose mentality does not develop beyond the 12 years old level". Maksudnya
kecerdasan berpikir seseorang tunagrahita ringan paling tinggi dengan
kecerdasan anak-anak normal usia 12 tahun.
Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1987: 10-11) karakteristik anak
tunagrahita ringan adalah:
1. Tingkatan kecerdasan berkisar sekitar 50/55-70/75 dengan MA
antara 7-10 tahun. Jadi mental walaupun anak sudah mencapai
12 tahun kemampuan mentalnya hanya setaraf anak normal berusia
antara 7-10 tahun.
2. Sukar berfikir abstrak dan terikat dengan lingkungannya.
3. Anak kurang dapat berfikir secara logis, kurang dapat berfikir
secara menganalisis.
4. Kurang dapat menghubung-hubungkan antara kejadian satu dengan
kejadian lainnya.
5. Anak kurang dapat membedakan antara hal yang penting dengan
hal yang tidak penting.
6. Kurang dapat mengendalikan perasaan.
7. Dapat mengingat-ingat beberapa istilah tetapi kurang dapat
memahami istilah tersebut.
8. Ingatan anak mudah melerai.
9. Anak mudah dipengaruhi.
10. Cara berfikir konkrit.
11. Kepribadian kurang harmonis, sekitar menilai baik dan buruk.
12. Daya pengamatan anak sangat rendah.
13. Kurang sanggup mengatur rangsangan-rangsangan dari luar.
14. Daya konsentrasi anak dan sering terganggu
7

15. Anak kurang adanya kesanggupan untuk mandiri

Berdasarkan karakteristik tersebut maka dijelaskan bahwa anak


tunagrahita ringan umum adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan anak di bawah normal.
b. Daya konsentrasi rendah dan mudah terganggu.
c. Sukar berfikir abstrak.
d. Daya pengamatan rendah.
e. Anak kurang dapat menghubungkan kejadian-kejadian mengingat-ingat
yang satu dengan yang lain.
Melihat ciri-ciri di atas maka keterlambatan dalam perkembangan dan
kemampuan berbahasa anak tunagrahita ringan sangat terbatas. Keterbatasan
dalam ketrampilan berbahasa akan mempengaruhi terhadap kemampuan
berkomunikasi. Pengajaran yang baik adalah dengan mengembangkan potensi
yang masih ada seperti pada kemampuan dasar bahasa Indonesia, yaitu
menyimak dan membaca. Guna mengembangkan kemampuan komunikasi
secara lisan dalam bahasa Indonesia kemampuan ini diberikan dalam tahap
sederhana.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik
anak tunagrahita ringan adalah kemampuan anak yang tergolong rendah yaitu
IQ 50/55-70/75, dan daya pikir yang kurang. Sehingga anak tunagrahita
sangat memerlukan bimbingan khusus guna memenuhi keterbatasan-
keterbatasan yang mereka miliki.

c. Ciri-ciri Anak Tunagrahita


Beberapa pendapat mengenai cirri-ciri dari anak tunagrahita adalah
sebagai berikut:
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Untuk kepentingan pendidikan anak tunagrahita dibagi menjadi
tiga golongan yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan
tunagrahita berat. Di bawah ini akan dikemukakan ciri-ciri anak
tunagrahita antara lain :
8

a) Ciri-ciri anak tunagrahita ringan/ anak tunagrahita mampu


didik
Anak ini mempunyai IQ antara 50-70, paling tinggi dapat
menyelesaikan pendidikan sampai kelas IV/V sekolah dasar.
Gerakan tidak lincah, sulit berbicara, sulit menyesuaikan diri,
mudah dipengaruhi dan diperintah orang lain, emosinya yang
meledak-ledak, keras kepala dan mudah putus asa.
(Depdikbud, 1984:55).
b) Ciri-ciri anak tunagrahita sedang/ anak tunagrahita mampu
latih
Anak ini mempunyai IQ antara 25-50 paling tinggi mampu
menyelesaikan sekolah sampai kelas I/II Sekolah Dasar.
Lambat dalam menganggapi rangsangan, bicaranya
terganggu, perkembangan jiwanya terlambat baik dalam
berpikir, ingatan maupun perasaan, tidak mempunyai gairah
hidup, tidak mampu menjaga diri sendiri, tidak mampu
memelihara badannya sendiri, seluruh tergantung kepada
pertolongan orang lain (Depdikbud. 1984: 56).
c) Ciri-ciri anak tunagrahita berat/ perlu rawat
Anak ini mempunyai 1Q kurang dari 25 setara anak-anak
normal diantara 1-3 tahun. Perkembangan jaemani dan
rohaniya sangat sedikit. Anak mampu rawat yang sangat
parah tidak mampu berdiri, hidupnya hanya tidur terlentang
ditempat tidur, sedangkan anak mampu rawat perasaan lapar,
haus, panas, dingin dan lain-lain. (Depdikbud, 1984: 57).

2. Menurut Munzayanah (1998: 24) menyatakan bahwa, karakteristik yang


nampak serta banyak terjadi pada anak tunagrahita adalah sebagai berikut:
1) Anak mengalami kelebihan bicara.
2) Mengalami gangguan dalam sosialisasi.
3) Biasanya diikuti dengan kelainan fisik yang lain, missal
trebral Palsy, tuna dengar.
4) Peka terhadap penyakit.

3. Sam Isbani (1993: 18) berpendapat tentang cirri-ciri anak tunagrahita


atau subnormal mental adalah sebagai berikut:
Sukar melihat perbedaan pendapat antara benda-benda yang
tempatnya mirip satu sama lain. Seringkali mengalami kesulitan
dalam mendengar, mengenal kembali dan melokasikan suara. Jadi
sukar untuk mengerti suatu perintah-perintah atau petunjuk. Pada
umumnya tidak mampu mengingat kembali, serta sulit berpikir
atau menangkap inti dari suatu persoalan. Apabila minat,
perhatian dan konsentrasi sudah jarang serta sukar mengingat-
ingat maka pelajaran-pelajaran yang sifatnya hafalan akan sulit
9

dipelajari.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli


dapat penulis simpulkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita ringan antara lain
IQ antara 50-70, emosi yang tidak stabil, mengalami gangguan sosialisasi,
mudah putus asa, dan biasanya diikuti dengan penyakit bawaan/ kelainan
bawaan.

d. Faktor Penyebah Tuna Gmhita


Faktor penyebab tunagrahita diklasifikasikan oleh para ahli sesuai
sudut pandangannya masing-masing, namun secara garis besar pada
prinsipnya sama. Berikut ini klasifikasi etiologi dari berbagai pendapat:
1. Menurut Mulyono Abdurrachman dan Sudjadi S. (1994 : 30-38)
menyatakan penyebab anak tungrabita sebagai berikut:
a) Faktor Genetik
(1) Kerusakan biokimia
Para ahli biokimia telah mengidentifikasi sejumlah substansi kimia
yang berpengaruh terhadap kondisi genetik sub normal misalnya
materi kimia yang berupa karbohidrat, lemak dan asam amino.
Phenylketonuria diketahui sebagai penyakit yang diturunkan yang
dapat menyebabkan retardasi mental. Hal ini disebabkan oleh
metabolisme asam amino abnormal yang diturunkan, ketidak
mampuan perombakan senyawa phenylketonuria menjadi senyawa
tyrosine akibat dari deflsiensi enzim hati khusus.
(2) Abnormalitas kromosom
Abnormalitas kromosom paling umura ditemukan syndrome down
atau syndrome mongol. Pada mulanya penyakit ini disebut
penyakit down, tetapi karena penderita memiliki mata sipit, maka
ada yang menyebut sebagai mongolisme. Bentuk lain dari
abnormalitas kromosom bagi anak dengan syndrome down berasal
dari transJokasi, yaitu anak memiliki 46 kromosom tetapi satu
pasang dari kromosom tersebut mengalami kerusakan dan bagian
yang lain tergantung dengan kromosom yang lain.
b) Penyebab Tunagrahita pada Masa Natal
(1) Infeksi Rubella/ Cacar
Pada awal tahun 1940-an telah ditemukan bahwa virus rubella
yang mengenai ibu selama tiga bulan kehamilan pertama
kemungkinan menyebabkan kerusakan kogninental dan
kemungkinan terjadinya retardasi mental pada anak. Kerusakan-
kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tersebut misalnya
10

gangguan pengelihatan, tuli, penyakit hati, mikrosefali, dan


retardasi mental.
(2) Faktor Rhesus (RH)
Pada manusia 86% memiliki RH-positif dan 14% RH-negatif.
Darah RH-positif dan RH-negatif merupakan pasangan yang saling
menolak (incompatible). Jika keduanya bertemu dalam satu
aliran darah yang sama, maka akan terbentuk aglitinin, yang
menyebabkan darah menggumpal dan mengbasilkan sel-sel
darah yang tidak dewasa (immature blood cells) dan gagal
menjadi sel yang dewasa di dalam sumsum tulang. Hasil
penelitian Yanet dan Lieberman seperti dikutip oleh Kirk
Gallagher (1979: p. 119) menunjukkan adanya hubungan
keberadaan RH darah yang tidak kompatibel (incompatible)
pada penderita retardasi mental.

(3) Penyebab Prenatal


Berbagai peristiwa pada saat kelahiran yang memungkinkan
terjadinya retardasi mental yang terutama adalah luka-luka saat
kelahiran, sesak nafas (asphyxia) dan prematurias.
(4) Penyebab Post Natal
Penyakit-penyakit akibat infeksi dan problema nutrisi yang
diderita pada bayi dan pada awal kanak-kanak dapat menyebabkan
retardasi mental adalah ancephalitis dan meningitis.
(5) Penyebab Sosio-kultural
Menurut Patto dan Polloway (1986: 188) melaporkan bahwa
anak tunagrahita banyak ditemukan di daerah yang tingkat
sosialnya rendah, hal ini disebabkan ketidak mampuan lingkungan
memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada
masa perkembangan.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa kurangnya kontak pribadi dengan
anak, misalnya dengan mengajak berbicara, tersenyum, bermain,
mengakibatkan timbulnya sikap tegang, dingin, menutup diri. Keadaan
seperti ini pada akhirnya mengakibatkan anak agak sulit menerima
rangsangan-rangsangan dari luar yang akan berpengaruh buruk terhadap
perkembangan anak baik perkembangan fisik maupun perkembangan
mentalnya.
11

2. Menurut Yanet yang dikutip oleh Prasadio (1986: 14) penyebab


tunagrahita digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a) Kelompok biomedik, yang meliputi:
(1) Prenatal dapat terjadi karena :
(a) Infeksi pada ibu sewaktu mengandung.
(b) Gangguan metabolisme.
(c) Iradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2 sampai 6 minggu.
(d) Kelainan kromosom.
(e) Malnutrisi.
(2) Natal, antara lain berupa :
(a) Anaxia
(b) Asphysia
(c) Prematuritas dan postmaturitas
(d) Kerusakan otak
(3) Post natal, dapat terjadi karena :
(a) Malnutrisi
(b) Infeksi, meningitis dan anchepalitis
(c) Trauma

b) Kelompok sosio kultural, psikologik atau lingkungan.


Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psikososial dalam
keluarga, dalam hal ini Davis mengemukakan tiga macam teori yaitu :
(1) Teori Stimulasi
Pada umumnya adalah retardasi mental yang tergolong ringan,
disebabkan karena kekurangan rangsangan atau kekurangan
kesempatan dari keluarga.
(2) Teori Gangguan
Kegagalan keluarga dalam memberikan proteksi yang cukup
terhadap stress pada masa kanak-kanak sehingga mengakibatkan
gangguan pada proses mental.
(3) Teori Keturunan
Hubungan ini mengemukakan bahwa hubungan antara orang tua
dan anak sangat lemah akan mengalami disorganisasi, sehingga
apabila anak mengalami stress akan bereaksi dengan cara yang
bermacam-macam untuk dapat menyesuaikan diri atau dengan kata
lain "Security System" sangat lemah di dalam keluarga.
12

c) Menurut Munzayanah (1998: 5) klasifikasi etiologi yang lain


dipandang dari empat hal yaitu:
a) Luka otak.
b) Gangguan fisiologis.
c) Faktor keturunan.
d) Pengaruh kultur dan lingkungan.

e. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Terdapat bermacam-macam klasifikasi anak tunagrahita yang
dikemukakan oleh para ahli, dimana masing-masing mempunyai perbedaan
dalam pemberian sudut pandangnya. Berikut berbagai macam klasifikasi anak
tunagrahita yang dikemukakan oleh Munzayanah (1998: 19) antara lain :
1. Klasifikasi Menurut Deraiat Kecacatannya
Penetapan klasifikasi ini berdasarkan pengukuran intelegensi
yaitu terbagi menjadi :
a) Idiot atau idiocy, IQ 0-25
b) Imbesi atau imbesilitas, IQ 25-50
c) Debi atau bebilitas/ moron, IQ 50-70
2. Klasifikasi Menurut Etiologi
Klasifikasi ini sangat berarti bagi jumlah untuk usaha-usaha
pencegahan, agar jumlah cacat garahita tidak semakin bertambah bayak.
Klasifikasi etiologi itu sebagai berikut :
a) Sebab-sebab keturunan (heriditer)
b) Sebab-sebab gangguan fisik
c) Sebab-sebab kerusakan pada otak
3. Klasifikasi Menurut Tipe-tipe Klinik
Sistem klasifikasi ini berdasarkan pada anomaly (penyimpangan-
penyimpangan) fisik yang terdapat pada anak-anak antara lain :
a) Cretinisme (kretin, kerdil, cebol)
b) Mongol (mongolisme, mogoloid)
c) Microcephalic (microchepalus)
13

d) Hidrochepalic (hydrocepalus)
e) Cerebral palsy
4. Untuk Tinjauan Pendidikan
Untuk tinjauan pendidikan, klasifikasi ini dititik beratkan pada
kemungkinan kemampuan anak dapat menerima pendidikan atau tidak.
Klasifikasi ini meliputi
1) Feeble mindidi/mentally deficiet
2) Mentally handicapped
3) Slow leaner
5. Klasifikasi dari "The American Association Mental Deficency"
a) Mild deficiency
b) Moderate deficiency
c) Severe deficiency
6. American Association on Mental Deficency (AAMD)
Klasifikasi menurut American Association on Mental Deficency
(AAMD) atas dasar tinjauan medik, meliputi:
a) Penyakit karena infeksi
b) Penyakit karena antoksitas
c) Penyakit akibat trauma/ sebab fisik
d) Penyakit akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan/ nutrisi
e) Penyakit akibat pertumbuhan bam
f) Penyakit akibat pengaruh prenatal yang tidak diketahui
g) Penyakit dari sebab-sebab yang tidak jelas dengan reaksi fungsional
yang nyata dan kemungkinan psikologik.
Dari tinjauan tentang anak tunagrahita di atas maka anak
tunagrahita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak tunagrahita
mampu latih.

2. Tinjauan Kemampuan Berkomunikasi Lisan


a. Pengertian Tentang Kemampuan Komunikasi Lisan
Hambatan yang disandang anak-anak tunagrahita juga berakibat
14

pada munculnya problem-problem dalam bahasanya. Seorang anak yang


memiliki problem kebahasaan umumnya tidak dapat mengirimkan atau
menerima pesan-pesan tentang dunianya. Anak-anak demikian memiliki
pengetahuan tentang diri dan lingkungannya, tetapi tidak dapat
membicarakannya dan memahami makna pembicaraan orang lain dengan
baik. Oleh karena itu, proses pembelajaran bahasa bagi anak tunagrahita
diperlukan, agar mereka mampu berkomunikasi dengan baik.
Kemampuan dalam kamus umum Bahasa Indonesia (1986: 628)
berarti, "kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kekayaan".
Menurut Syaifuddin Azwar (2002: 22) disebutkan bahwa,
"kemampuan verbal merupakan salah satu kemampuan yang bisa
menggambarkan tingkat inteligensi seseorang. Kemampuan ini meliputi
pemahaman akan hubungan kata, kosakata, dan penguasaan bahasa untuk
berkomunikasi".
Dewa Ketut Sukardi (1997: 115) yang berpendapat bahwa,
"kemampuan verbal merupakan sesuatu yang penting dalam semua aktifitas
akademis dan non akademis di sekolah menengah".
Pengertian komuniakasi menurut Edward Depari yang dikutip oleh A.
W. Widjaja (1988: 14) adalah, "Proses penyampaian gagasan, harapan, pesan
yang disampaikan melalui lambing tertentu yang mengandung arti yang
dilakukan oleh penyampaian pesan ditunjukkan kepada penerima pesan".
Komunikasi menurut John R. Schemerthorn (A.W. Widjaja, 1988: 14) itu
dapat diartikan, "sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima
simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka".
Komunikasi sendiri menurut Tarmansyah (1996: 89) "pada
dasarnya merupakan kemampuan dalam aspek berbahasa, bercerita, suara
dan irama kelancaran". Menurut Carl I Hovland yang dikutip oleh AW
Widjaja (1988: 15) "komunikasi adalah proses dimana seseorang individu
mengoperkan perangsangan untuk mengubah tingkah laku individu-individu
yang lain". Berbeda dengan pendapat William Albig yang dikutip oleh AW
Widjaja (1988: 15) mengatakan bahwa, "komunikasi adalah proses
15

pengoperan lambing-lamabang yang berarti individu-individu".


Pengertian komunikasi lisan menurut Unung Cahyana Effendi (2986:
6), komunikasi lisan adalah : "Proses penyampaian suatu pesan oleh orang
lain kepda orang lain untuk memberi tahu atau merubah sikap, pendapat,
atau perilaku baik langsung maupun tidak langsung melalui media".
Menurut Unung C. E. komunikasi dapat melalui lisan atau verbal
dan dengan media komunikassi. Yang dimaksud komunikasi lisan disini
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seorang kepada orang lain untuk
memberi tahu atau untuk merubah sikap, pendapat atau perilaku melalui oral
atau alat ucap manusia yaitu mulut. Bagi orang normal tentunya lebih mudah
mengajarkan berkomunikasi secara baik namun bagaimana dengan anak
tunagrahita yang mengalami kelaianan. Untuk mengajarkan komunikasi
yang baik bukanlah hal yang mudah terlebih pengaruh lingkungan berperan
dalam perkembangan berkomunikasi. Seorang anak yang terbiasa dari kecil
menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, mempunyaj
kemampuan lebih dalam berkomunikasi dibandingkan dengan anak yang
mengenal bahasa Indonesia saat anak memasuki sekolah.
Menurut FX. Sudarsono (1981: 2) faktor yang mempengaruhi
komunikasi lisan meliputi, "penggunaan bahasa, memiliki keberanian dan
ketenangan kesanggupan menyapaikan ide dengan lancar dan teratur".
Faktor-faktor tersebut selalu hadir apabila orang berkomunikasi lisan
dan apabila salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
berkomunikasi tidak tfetpenuhi akan terjadi kelambatan dalam belajar dan
penurunan kualitas pembicara.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
kemampuan komunikasi lisan merupakan penyampaian yang melibatkan
aspek berbahasa, bicara, suara dan irama dengan mengandalkan kemampuan
berpikir, mengartikan pesan orang lain, menghayati kenyataan dan
kemampun mengekspresikan. Sehingga dapat menyampaikan perasaan,
kehendak, pikiran dan pesan dengan rangkaian kaidah bahasa melalui
kalimat yang sesuai dengan aturan tata bahasa yang dituturkan alat bicara.
16

b. Macam-macam Komunikasi Lisan


Bentuk komunikasi lisan dalam penelitian ini tertuju pada komunikasi
lisan dalam bentuk percakapan. Alasan pemilihan percakapan ini, karena
sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita masih duduk di bangku
Sekolah menengah lebih mengutamakan komunikasi lisan dalam bentuk
percakapan yang tentunya dari percakapan ini akan berkembang dan
mengarah kebentuk komunikasi lisan yang lebih luas.
Menurut De Vito (1978) yang dikutip oleh Alo Liliweri (1994: 43-
44), dan enam macam jenis komunikasi lisan atau verbal yaitu :
Pertama, emotive speech, merupakan gaya bicara yang lebih
mementingkan aspek psikologis. la lebih mengutamakan pilihan "kata" yang
didukung oleh pesan non verbal.
Kedua, phatic speech, adanya gaya komunikasi verbal (lisan) yang
berusaha menciptakan hubungan sosial sebagaim,ana yang dikatakan oleh
Bronislaw yang dikutip oleh Alo Liliweri (1994) dengan phatic
communication ini tidak dapat diterjemahkan secara tepat karena ia hams
dilihat dalam kaitannya dengan konteks disaat "kata" diucapkan dalam satu
tatanan sosial masyarakat.
Ketiga, cognitive speech merupakan jenis komunikasi verbal (Jisan)
yang mengacu pada kerangka berpikir atau rujukan yang secara tegas
mengartikan suatu kata yang denotative dan bersifat infomatif.
Keempat, rethohcal speech mengacu pada komunikasi verbal (lisan)
yang menekankan sifat kognitif. Gaya bicara ini mengarahkan pilihan ucap
yang mendorong terbentuknya perilaku.
Kelima, metalingual speech adalah komunikasi lisan secara verbal,
tema pembicaraanya tidak mengacu pada obyek dan peristiwa dalam dunia
nyata melainkan tentang pembicaraan itu sendiri. Tipe pembicaraan ini sulit
dilakukan oleh anak tunagrahita karena bersifat sangat abstrak dan
berorientasi pada code atau tanda-tanda komunikasi.
Kenenam, poetic speech adalah komunikasi lisan yang secara verbal
berkutat pada struktur penggunaan kata yang tepat melalui perpindahan
pilihan kata, ketetapan ungkapan biasanya menggambarkan rasa seni dan
pandangan serta gaya-gaya lain yang khas.

Menurut Sarwadi dan Soepomo (1993: 73), "Untuk mencapai


komunikasi lisan yang baik, dalam berkomunikasi lisan secara formal, bahasa
Indonesia yang dipergunakan adalah bahasa baku". Persyaratan yang harus
diperhatikan dalam berkomunikasi lisan adalah:
1) Faktor kebahasaan dalam komunikasi lisan.
2) Faktor non kebahasaan dalam komunikasi lisan.
17

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:


1) Faktor kebahasaan dalam komunikasi lisan.
a) Pelafalan atau pengucapan yang baik dan jelas dengan lafal baku,
sehingga perlu mengoreksi kesalahan-kesalahan pengucapan fonem,
pengucapan fokal ataupun konsonannya.
b) Diksi atau pilihan kata.
Pilihan kata ini mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai
untuk menyampaikan suatu gagasan dan bagaimana mengungkapkan
ungkapan yang tepat.
c) Struktur kalimat.
Kalimat yang digunakan dalam komunikasi lisan secra formal adalah
kalimat baku.
d) Intonasi
Suatu kalimat akan lebih jelas maksudnya apabila diucapkan dengan
kalimat yang tepat, intonasi ini penting artinya bagi anak tuna grahita
sendiri untuk lebih memperjelas apa yang diucapkannya.
2) Faktor non kebahasaan dalam komunikasi lisan
Faktor non kebahasaan perlu mendapatkan perhatian juga untuk
mendapatkan keefektifan berbicara. Faktor non kebahasaan dalam
komunikasi lisan meliputi :
a. Sikap wajar, tenang dan tidak kaku.
b. Pandangan terarah kepada lawan bicara atau bagi anak tuna grahita
adalah keterarahan wajah.
c. Gerak-gerik atau mimic yang tepat
d. Volume suara.
e. Kelancaran atau ketepatan.

3. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca


a. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca
Henry Guntur Tarigan (1985: 7) yang mengutip pendapat Hangson
mengemukakan :
18

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan


oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan
penulis melalui media kata-kata. Berdasarkan pendapat ini maka
proses membaca ada unsur kejelian dari pembaca untuk mengetahui
isi yang tersirat ataupun yang tersurat dalam membaca.

Dari pendapat tersebut, maka dapat diperoleh pengertian, membaca


merupakan suatu proses yang dilakukan dengan mengenal lambang-
lambang tertulis untuk memperoleh makna dari suatu bacaan.
Menurut Pungkas Wingko W (2002: 5), "Membaca tidak hanya
sekedar menyuarakan lambang-lambang secara tertulis, akan tetapi lebih dari
pada itu membaca dalam arti sesungguhnya ialah perbuatan yang dilakukan
berdasarkan kerjasama beberapa ketrampilan yaitu : mengamati, memahami
dan memikirkan". Membaca merupakan kegiatan memusatkan perhatian
terhadap bacaan, sehingga mendapatkan pemahaman yang dimaksud.
Membaca merupakan proses penangkapan dan pemahaman ide
atau curahan atau aktivis jiwa penulis yang tertuang dalam suatu bacaan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa kegiatan membaca tidak sekedar
menyuarakan lambang-lambang tertulis melainkan merupakan suatu
pemahaman isi bacaan.
Berdasarkan uraian seperti tersebut di atas maka pengertian membaca
merupakan proses menyebutkan kata-kata yang ditulis dengan simbol yang
dapat dimengerti. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses
untuk memahami yang tersirat dan yang tersurat, melibatkan pikiran yang
terkandung di dalam kata-kata yang tertulis.

b. Tinjauan Tentang Membaca Lanjut


Membaca sangat penting artinya dalam pengembangan penguasaan
bahasa. Membaca merupakan salah satu bidang pengajaran bahasa
Indonesia menurut S. Nasution (1972: 60), adalah, "proses membaca
dibagi menjadi dua tahap yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut".
Lebih lanjut beliau mengemukakan bahwa, dalam membaca permulaan
dimaksudkan untuk mengenal huruf dalam kata-kata, sedangkan dalam
19

membaca lanjut dimaksud agar anak sanggup dan memahami sesuatu yang
dituliskan". Membaca lanjut diberikan untuk anak Sekolah Dasar kelas
empat ke atas, begitu pula Di SLB YSSD Surakarta. Membaca lanjut
disini dikhususkan membaca nyaring dengan vokal yang benar dan daya
ingat terhadap bacaan. Membaca nyaring adalah kegiatan atau aktifitas
membaca yang melibatkan pengelihatan dan ingatan untuk memahami isi
bacaan dengan kenyaringan suara dan ketepatan pengucapan.

c. Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita


Membaca bagi anak tunagrahita ringan membutuhklan ketrampilan
khusus dari seorang pendidik yang ditegaskan oleh Sutratinah Tirtonegoro
(1987: 37-38), "ada beberapa yang merupakan handicap dalam pendengaran,
kurang pengelihatan, kerusakan pada otak, kesehatan yang krang baik,
penyesuaian diri dan sikap, dan kesalahan guru dalam memperlakukan anak
didiknya".
Dengan melihat kenyataan tersebut kemampuan membaca anak
tunagrahita tidak lepas dari kesiapan anak dan kesiapan pengajar tetapi juga
tidak lepas dari ketunaan yang disandang oleh anak tunagrahita. Tingkat
membaca pada anak tunagrahita ringan kelas SMPLB-C1 YSSD, mengarah
pada membaca lanjut misalnya membaca nyaring yang mengutamakan
ketepatan anak dalam membaca wacana dan pengucapan kosakata yang benar
dengan tema bacaan yang sederhana tentang hal-hal yang sering dijumpai
anak dan tidak melibatkan pemikiran, mengingat, daya konsentrasi dan daya
ingat yang kurang.

B. Kerangka Berpikir
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami perkembangan mentalnya
di bawah normal dan kecerdasannya di bawah rata-rata yaitu diantara 20-50,
untuk memperoleh pendidikan tidak dapat disatukan dengan anak normal
sehingga membutuhkan program khusus, pendidikan khusus, serta bimbingan
khusus, salah satunya yaitu SLB-C, untuk anak-anak mampu latih. Anak
20

tunagrahita yang intelegensinya di bawah rata-rata banyak mengalami gangguan


komunikasinya.
Banyak faktor yang mempengaruhi berkomunikasi lisan pada anak
tunagrahita, seperti intelegensi, konsentrasi, yang kurang dan ingatan mudah lelah
menyebabkan kelambatan dalam menerima informasi, sehingga penangan sangat
penting dalam mengarahkan dan membimbing dalam kegiatan belajar dan
mengajar yang efektif serta pengadaan suasana dan metode yang disesuaikan
dengan kemampuan anak Tuna Grahita mampu latih.
Dengan adanya komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan
membaca yang berguna bagi siswa sesuai dan menumbuhkan pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, efisien dan menyenangkan bagi siswa SMPLB-C, YSSD
Surakarta maka kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tindakan Guru
Anak Kondisi Awal Dalam Kemampuan
Tunagrahita Kemampuan Pembelajaran Membaca
SLB-C Membaca Lewat Komunikasi Meningkat
Lisan

Gambar 1. Kerangka Berpikir

C. Perumusan Hipotesis
Hipotesa berasal dari dua penggal kata menurut Suharsimi Arikunto
(1993: 62) adalah, “Hipo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya
“kebenaran”.
Kemudian secara difinitif Suharsimi Arikunto (1993: 62) menyebutkan
bahwa Hipotesa "Suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian”.
Jadi hipotesa adalah suatu pernyataan atau jawaban terhadap
permasalahan penelitian yang masih lemah dan perlu diuji terlebih dahulu
berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pokok hipotesa
dalam suatu penelitian adalah sebagai dasar untuk menguji membuktikan hasil
penelitian, atau dengan kata lain Hipotesa sebagai dasar karya suatu penelitian ini,
21

yaitu komunikasi lisan dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa


kelas VII SMPLB- C1 YSSD Surakarta Tahun 2009/2010.
22

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian
Tempat penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SLB-Cl Yayasan
Sosial Setya Darma Jl. Mr. Sartono No. 32 Cengklik Kelurahan Nusukan
Kecamatan Banjasari Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada semester
genap tahun pelajaran 2008/2009 yang dimulai pada bulan Pebruari 2009 sampai
dengan Juni 2009.

B. Subyek Penelitian
Subyek dalam hal ini adalah siswa kelas VII SLB-C1 Yayasan Sosial
Setya Darma yang berjumlah 5 siswa, terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 3 siswa
perempuan. Guru wali kelas dan komponen sekolah yang ada untuk perolehan
data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data tentang
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dalam proses pembelajaran dan hasil
evaluasi yang dicapai siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan observasi yang dilakukan
selama pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Tes digunakan
untuk mengukur pemahaman siswa terhadap komunikasi lesan untuk
meningkatkan kemampuan membaca. Adapun observasi dilakukan untuk
mengetahui proses atau pelaksanaan pembelajaran.

E. Validitas Data
Untuk menjamin validasi data, peneliti mengembangkan penelitian
lembar pengamatan selama proses pembelajaran dan pencatatan (dokumentasi),

22
23

hasil belajar siswa. Selain itu peneliti juga akan melakukan wawancara dengan
teman sejawat dan Kepala Sekolah untuk memperoleh data tentang kesan
terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif meliputi tiga akhir
kegiatan terjadi secara bersamaan dan terus menrus selama dan setlah
pengumpulan data, yaitu : 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, dan 3)
Penarikan kesimpulan/verivikasi (Milles dan Huberman, 1992) selain itu dalam
analisis data juga digunakan analisis secara deskriptif komparatif untuk
membandingkan kondisi awal setelah dilaksakannya tindakan 1 dan tindakan
berikutnya.
1. Reduksi data
Reduksi data dilakukan sebagai proses pemilihan, pemersatuan,
pemerhatian dan penyederhanaan data kasar yang diperoleh dari catatan-
catatan tertulis di lapangan. Tahap reduksi data merupakan bentuk
analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarah, mebuang yang
tidak perlu dan mengorganisasi data sehingga kesimpulan-kesimpulan akhir
dapat ditarik dan divertifikasi.
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan menyusun sekumpulan informasi
yang diperoleh dari hasil reduksi data secara naratif sehingga memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan Kesimpulan
Tahap akhir dalam analisis data kualitatif yaitu melakukan penarikan
kesimpulan akhir yang diperoleh dari hasil reduksi dan penyajian data di atas.

F. Indikator Kinerja
Indiktor kinerja peneliti ini adalah mencangkup beberapa hal yang saling
berkaitan dalam pembelajaran komunikasi lesan untuk meningkatkan
kemampuan membaca yaitu:
1. Siswa terlibat aktif, kreatif dalam pembelajaran.
2. Siswa merasa senang dalam pembelajaran.
24

3. Siswa mempunyai kompetensi memahami, mengamati, mengidentifikasi


komunikasi lisan dalam pembelajaran.
4. Siswa dapat memecahkan masalah.
5. Siswa dapat memilih strategi yang tepat untuk belajar komunikasi dalam
pembelajaran.
6. Peningkatan kemampuan membaca melalui komunikasi lisan.
7. Ketuntasan belajar kemampuan membaca.

G. Prosedur Penelitian
Model penelitian adalah prosedur yang menggambarkan bagaimana
penelitian akan dilaksanakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
tindakan yang dikembangkan Kemmis dan MC Taggart (1998: 63).
Penelitian ini meliputi 3 siklus dan masing-masing siklus terdiri atas
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi dan evaluasi. Adapun
masing-masing tahap dapat dijelaskan sebagai berikut :
Siklus I
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Lengkap dengan instrument yang diperlukan agar
tindakan yang dilakukan sesuai dengan tujuan, peneliti membuat 3 RPP
untuk 3 siklus. Instrument yang diperlukan adalah lembar observasi siswa,
lembar penilaian, dalam pembelajaran komunikasi lisan.
2. Pelaksanaan Tindakan/ Action
Pada tindakan I pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
a) Pemberian materi pada kegiatan awal pembelajaran, peneliti
melakukan persepsi dalam pembelajaran komunikasi lisan.
b) Pada kegiatan ini, peneliti menampilkan beberapa contoh komunikasi
lesan dalam pembelajaran.
3. Pengamatan/Observer
Pada saat melakukan tindakan peneliti melakukan pengamatan
25

terhadap semua kegiatan siswa, konsentrasi siswa selama pembelajaran,


dalam pemahaman konsep tentang komunikasi lisan untuk meningkatkan
kemampuan membaca.
4. Refleksi/ Reflection
Setelah kegiatan inti, berdasarkan dari hasil observasi, peneliti
melakukan refleksi untuk menilai sejauh keefektifan pembelajaran dalam
rangka untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa, tentang
komunikasi lisan dalam meningkatkan kemampuan membaca. Untuk
menilai keberhasilan siswa, peneliti juga melakukan kolaborasi dengan
teman sejawat mencari solusi juga hambatan-hambatan yang muncul untuk
diperbaiki pada siklus kedua.

Siklus II
1. Perencanaan/ Plan
Pada tahap ini, peneliti menggunakan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) untuk siklus 2 (ke dua) dengan materi komunikasi lisan
dalam percakapan.
2. Pelaksanaan Tindakan/ Action
Pada kegiatan awal, peneliti melakukan apersepsi tentang
komunikasi lisan, peneliti mengajak para siswa untuk aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.

3. Pengamatan/ Observer
Saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan
terhadap semua kegiatan siswa, bagaimana kesiapan siswa dalam
pembelajaran konsentrasi siswa selama pembelajaran, reaksi siswa terhadap
pembelajaran itu.
4. Refleksi/ Reflection
Setelah kegitan inti, berdasarkan dan hasil observasi, peneliti
melakukan refleksi untuk menilai sejauh mana keberhasilan dalam
pembelajaran komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca
26

dan mencari solusi dari hambatan-hambatan yang muncul untuk memperbaiki


pada siklus ke 3.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal


Penelitian ini dilakukan pada anak tunagrahita mampu latih pada Kelas VII
SMPLB – C1 Yayasan Sosial Setya Darma. Dengan mengambil sampel pada 5
anak Tahun Pelajaran 2008/2009.
Data dari subyek penelitian sejumlah 5 siswa: 2 laki-laki dan 3 perempuan.

Tabel 1. Daftar Identitas Siswa Tuna Grahita Mampu Latih Kelas VII SMPLB –
C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta
No. Nama Siswa L/P Nilai Awal
1. IS L 70
2. DR P 60
3. F P 55
4. J L 70
5. JS P 50

B. Deskripsi Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Peneliti membuat rencana pembelajaran yang disampaikan pada siswa
SMPLB-C1 di dalam kelas dengan instrumen yang diperlukan Lembar
Observasi Siswa, lembar penilaian dalam pembelajaran komunikasi lisan
untuk meningkatkan kemampuan membaca.

2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan di dalam kelas, peneliti memberikan materi pada
Kegiatan Awal Pembelajaran.
Peneliti mengadakan persepsi dalam pembelajaran komunikasi lisan tentan
lingkungan sekolah.

26
27

Contoh :
Lingkungan Kelas
- Apa saja yang di dalam kelas VII SMPLB –C1
- Ada anak-anak dan alat-alat sekolah
- Ada guru
- Ada meja
- Ada kursi
- Ada papan tulis
- Ada penggaris
- Ada penghapus, kapur dan sebagainya
Ditunjukkan benda-benda nyata dan ucapan yang benar.

Gambar 1. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus I

3. Hasil Pengamatan
Peneliti melakukan pengamatan bersama dengan rekan guru terhadap semua
kegiatan siswa di dalam kelas.
Konsentrasi siswa di dalam kelas ada yang sudah aktif mengikuti, namun
masih ada yang pasif.
28

Tabel 2. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran


Kondisi Awal Prestasi Tindakan Kondisi Akhir
Belajar
- Pembelajaran lebih - Guru menerapkan - Siswa lebi senang
berperan pada bimbingan individu dalam pembelajaran
guru itu.
- Siswa enggan atau - Guru memberi - Siswa lebih
malas belajar motivasi belajar menguasai materi
dengan cara dialog yang diberikan oleh
guru.
- Prestasi belajar - Guru membimbing - Siswa dapat
masih rendah siswa dalam mengucapkan
mengucapkan nama- sebagian nama-nama
nama benda yang benda yang ada di
ada di dalam kelas. dalam kelas.

Tabel 3. Hasil Nilai Kemampuan Membaca Siswa


No. Nama Subyek Nilai Kemampuan Membaca Keterangan
1. IS 72 Baik
2. DR 61 Cukup
3. F 55 Kurang
4. J 72 Baik
5. JS 50 Kurang
29

Tabel 4. Indikator Penilaian


Kemampuan
No. Indikator Mampu Mampu dg Tidak
Bantuan Mampu
Kemampuan membaca
1. Kemampuan membaca vokal a,
i, u, e, o
2. Kemampuan membaca
konsonan b, d, p, k, m, n
3. Kemampuan membedakan
4. Bunyi huruf b dan d
5. Bunyi huruf m dan n
6. Bunyi huruf p dan k
7. Kemampuan membaca nama
benda di dalam kelas
misal : me – ja
bu – ku
papan – tulis
kursi
kapur, dan sebagainya
8. Menirukan ucapan guru
9. Membaca dengan bantuan
10. Membaca tanpa bantuan
Kriteria Penilaian
Kriteria Penilaian untuk soal No. 1 – 6
Skor 1 : Jika tidak dapat sama sekali mengenal huruf
Skor 2 : Jika dapat menyebutkan 1 huruf dengan benar
Skor 3 : Jika dapat menyebutkan 2 huruf dengan benar
Skor 4 : Jika dapat menyebutkan 3 huruf dengan benar
Skor 5 : Jika dapat mengucapkan semua huruf dengan baik dan benar
30

Kriteria Penilaian untuk soal 7 – 10


Skor 1 : Jika siswa tidak dapat membaca sama sekali
Skor 2 : Jika siswa tidak dapat menirukan ucapan guru
Skor 3 : Jika siswa dapat menirukan ucapan guru
Skor 4 : Jika siswa dapat membaca dengan bantuan
Skor 5 : Jika siswa dapat membaca lancar tanpa bantuan

Data di atas setelah dihitung hasil sebagai berikut :


Rata-rata kemampuan siswa sebesar dengan skor tertinggi 72 dan skor
terendah 50.
Berikut ini penulis sajikan tabel distribusi frekuensi dan grafik histogram.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa


Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif
50 – 55 Rendah 2 40
55 – 61 Sedang 1 20
61 - 72 Tinggi 2 40
5 100
Berdasarkan tabel di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram
di bawah ini :

2.5
2 2
2
Frekuensi

50 – 55
1.5
1 55 – 61
1
61 - 72
0.5
0
50 – 55 55 – 61 61 - 72
Interval

Grafik 2. Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa


31

Untuk mengaktifkan siswa, peneliti mengulang-ulang materi yang


disampaikan itu sambil menunjukkan benda nyata dan mengucapkan bersama-
sama, untuk meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan kemampuan
membaca siswa.
contoh :
- Meja
- Kursi
- Buku
- Papan tulis dan sebagainya

4. Refleksi
Untuk meningkatkan prestasi belajar pada siswa supaya aktif aktif mengikuti
pembelajaran tentang komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan
membaca diperbaiki pada Siklus II.

C. Deskripsi Siklus II
1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti memberikan materi komunikasi lisan dalam percakapan
tanya jawab.kn

2. Pelaksanaan Tindakan
Pada kegiatan awal peneliti melakukan appersepsi tentang komunikasi
lingkungan sekolah, peneliti mengajak para siswa untuk aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan di dalam kelas. Peneliti menyampaikan keadaan yang ada
di lingkungan sekolah dan juga lingkungan rumah masing-masing
siswa/tempat tinggalnya.
Contoh :
- Di sekolah ada pohon apa saja ? Sebutkan !
Jawab : …………………………………………………………………….
- Adakah tempat perpustakaan di sekolahmu?
Jawab : …………………………………………………………………….
32

- Di manakah bila ibu memasak di rumah ?


Jawab : …………………………………………………………………….
- Apa kantin itu?
Jawab : …………………………………………………………………….
- Apa kegunaan kamar tamu ? Dan sebagainya
Jawab : …………………………………………………………………….
Kemudian ditanyakan apa saja yang ada di lingkungan rumah masing-masing
siswa.

Gambar 3. Tanya Jawab Pada Siklus II

Tabel 6. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran


Kondisi Awal Prestasi
Tindakan Kondisi Akhir
Belajar
- Kegiatan awal - Guru mengajak para - Siswa
peneliti melakukan siswa aktif dalam memperhatikan
appersepsi tentang pembelajaran keterangan guru
komunikasi lisan.
- Guru - Guru menanyakan - Ada 2 siswa yang
menyampaikan apa saja yang ada di menjawab dengan
33

keadaan lingkungan sekolah lancar 2 siswa,


lingkungan di dan di lingkungan menjawab dengan
sekolah dan juga rumah masing- bantuan, 1 siswa
tingkah laku di masing siswa pasif dan tidak mau
rumah masing- menjawab.
masing siswa /
tempat tinggalnya.
- Konsentrasi - Guru mengulang- - Siswa akti dalam
belajar masih ulang materi yang menjawab
rendah disampaikan sambil pertanyaan itu
menunjukkan namun masih juga
gambar-gambar dan ada yang malas tidak
tulisan dalam menjawab.
kegiatan belajar
mengajar untuk
meningkatkan
komunikasi lisan
siswa.

Tabel 7. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan pada Anak SLB-C1


Kelas VII SMPLB
No. Nama Subyek Nilai Kemampuan Membaca Keterangan
1. IS 75 Baik
2. DR 62 Cukup
3. F 60 Cukup
4. J 74 Baik
5. JS 57 Kurang
34

Tabel 8. Indikator Penilaian


Kemampuan
No. Indikator Mampu Mampu dg Tidak
Bantuan Mampu
Kemampuan komunikasi lisan
1. Kemampuan mengucapkan
kosakata dengan benar
Kemampuan menjawab
pertanyaan :
2. Di mana anak-anak bersekolah?
3. Kelas berapa anak-anak
sekarang?
4. Ada berapa ruang kelas
SMPLB?
5. Sebutkan 3 macam tanaman di
lingkungan sekolah itu ?
6. Adakah ruang perpustakaan ?
7. Di manakah bila ibu memasak ?
8. Untuk apa kantin itu ?
9. Di rumahmu ada pohon apa saja
ucapkan ?
10. Apa kegunaan kamar tamu itu ?
Kriteria Penilaian
Kriteria Penilaian untuk soal No. 1
Skor 1 : Jika tidak mampu
Skor 2 : Jika mampu dengan bantuan
Skor 3 : Jika mampu sendiri
Kriteria Penilaian untuk soal 2 - 10
Skor 1 : Jika tidak dapat menjawab pertanyaan
Skor 2 : Jika mampu menjawab pertanyaan
Skor 3 : Jika mampu menjawab dengan baik dan benar
35

Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak Tunagrahita


Kelas VII SMPLB – C1
Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif
0 – 57 Rendah 1 20
60 – 62 Sedang 2 20
74 - 75 Tinggi 2 40
5 100

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas dapat disajikan dalam


bentuk grafik histogram di bawah ini :

2.5
2 2
2
Frekuensi

0 – 57
1.5
1 60 – 62
1
74 - 75
0.5
0
0 – 57 60 – 62 74 - 75
Interval

Grafik 3. Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa

3. Hasil Pengamatan
Deskripsi hasil pengamatan siswa sebagai berikut :
Ada 2 siswa yang aktif mengikuti pembelajaran dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan, ada 1 siswa yang mengantuk dan 2 siswa yang pasif hanya diam
saja, kreativitas dalam pembelajaran nampak masih pasif.
36

4. Refleksi
Untuk mencapai nilai yang tertinggi 80 (delapan puluh), maka peneliti
mengadakan penelitian tahap berikutnya pada tahap III.

D. Deskripsi Siklus III


1. Perencanaan Tindakan
Pada siklus ini peneliti menggunakan Rencana Pembelajaran tentang
komunikasi lisan dalam percakapan untuk meningkatkan kemampuan
membaca pada siswa.
Pada kegiatan awal peneliti mengadakan tanya jawab tentang percakapan
sekitar lingkungan sekolah.
Pelaksanaan penelitian bersama-sama dengan siswa dilaksanakan di luar kelas.

2. Pelaksanaan Tindakan
Peneliti menunjukkan macam-macam pohon yang ada di lingkungan sekolah.
Contoh :
- Pohon pisang
- Pohon melinjo
- Pohon jambu
- Pohon pepaya
- Tanaman bumbu
Dan tempat-tempat seperti ;
- Tempat parkir kendaraan
- Gedung pertemuan
- Dapur untuk tata boga
- Tempat masak, dan sebagainya
37

Gambar 4. Kegiatan Pembelajaran pada Siklus III di Luar Kelas

Tabel 10. Hasil Pengamatan Guru Terhadap Anak dalam Proses Pembelajaran
Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir
Apersepsi - Guru memberikan - Siswa mampu
- Memberikan apersepsi yang mengucapkan nama-
penjelasan tentang menaruh tentang nama benda di
komunikasi lisan macam : benda- lingkungan sekolah
dan percakapan benda dan tanaman dan mampu
di lingkungan menunjukkan nama-
sekolah dengan alat nama benda di
benda nyata dan lingkungan sekola.
tulisan.
- Siswa aktif - Guru memberi - Siswa mampu
mengikuti motivasi belajar di menyebutkan
pembelajaran di luar kelas dengan macam-macam
luar kelas cara berdialog. tanaman di kebun
sekolah
- Siswa aktif lagi - Guru membagikan - Siswa lebih senang
kembali mengikuti teks bacaan dan aktif mengikuti
pembelajaran di sederhana tentang pelajaran itu siswa
38

dalam kelas kebunku. dan guru bersama-


sampai pelajaran sama membaca teks
selesai. bacaan itu berulang-
ulang.

Tabel 11. Hasil Nilai Kemampuan Berkomunikasi dalam Percakapan untuk


Meningkatkan kemampuan Membaca
No. Nama Subyek Nilai Kemampuan Membaca Keterangan
1. IS 80 Baik
2. DR 75 Baik
3. F 75 Baik
4. J 80 Baik
5. JS 60 Cukup

Tabel 12. Indikator Penilaian


Kemampuan
No. Indikator Mampu Mampu dg Tidak
Bantuan Mampu
1. Kemampuan membaca teks
pendek tentang lingkungan
sekolah dengan judul
“Kebunku”.
2. Kemampuan memahami isi
bacaan
3. Adakah kebun di sekolahan ?
4. Ditanami apa kebun itu ?
5. Sebutkan 4 macam tanaman
supaya subur diberi apa ?
6. Kemampuan bermain pekan
untuk komunikasi lisan
39

7. Is : Bu tanaman itu layu


8. Guru : Siapa yang piket hari ini,
tolong disirami tanamannya.
9. Guru : Bu, saya juga ingin
membantu
10. Guru : Baiklah supaya tanaman
bunga itu tumbuh subur
Keterangan kriteria penilaian
Skor 1 : Jika tidak mampu
Skor 2 : Jika mampu dengan bantuan
Skor 3 : Jika mampu sendiri

Tabel 13. Data Nilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan bagi Anak


Tunagrahita Kelas VII SMPLB – C1
Interval Kategori Frekuensi Frek. Relatif
0 Rendah 0 0
0 – 60 Sedang 1 20
75 – 80 Tinggi 4 80
5 100
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas dapat disajikan dalam
bentuk grafik histogram di bawah ini :

5
4
4
Frekuensi

0
3
0 – 60
2
1 75 – 80
1
0
0
0 0 – 60 75 – 80
Interval

Grafik 3. Frekuensi Kemampuan Membaca Siswa


40

3. Hasil Pengamatan
Pada saat melakukan pengamatan peneliti melakukan pengamatan terhadap
semua kegiatan siswa dalam kegiatan tanya jawab dan menunjukkan macam-
macam tanaman, juga tempat-tempat yang ada di sekelilingnya. Siswa satu per
satu melaksanakan tugas itu.

4. Refleksi
Berdasarkan pengamatan penulis mengemukakan pendapat bahwa siapa
semua aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di luar kelas, lebih
menyenangkan.

E. Pembahasan Tiap Siklus dan Antarsiklus


Tabel 14. Proses Pembelajaran
No. Kondisi Awal Siklus I Siklus II Siklus III
Siswa masih Siswa masih ada 2 siswa Dari kondisi
ada yang tidak yang belum dengan siklus I, II, III.
aktif dalam mengikuti bantuan siswa Dari kondisi awal
mengikuti pembelajaran yang ke kondisi akhir
pembelajaran masih semuanya mengantuk terdapat
di dalam kelas sendiri dan 2 siswa peningkatan
yang aktif keaktifan siswa
mengikuti dalam mengikuti
di dalma kelas
maupun di luar
kelas.
41

F. Hasil Penelitian
Tabel 15. Hasil Penelitian
Refleksi kondiis
Kondisi
No. Siklus I Siklus II Siklus III awal ke kondisi
Awal
akhir
Nilai pada Nilai Nilai Nilai Dari kondisi
kondisi terendah 5 rendah 57 terendah 60 awal ke kondisi
awal nilai akhir terdapat
terendah 50 peningkatan
Nilai Nilai 72 Nilai Nilai hasil belajar
tertinggi 70 tertinggi tertinggi 75 tertinggi 80 siswa.
72

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikaji pembahasan sebagai berikut :


Anak tunagrahita dalam perkembangannya mengalami hambatan dari
berbagai hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita mampu latih tersebut,
salah satu diantaranya hambatan dalam kemampuan membaca suku kata menjadi
kalimat yang sederhana.
Dengan kondisi demikian, maka anak perlu diberikan latihan-latihan yang
teratur dan terarah dalam komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan
membaca siswa salah satu usaha untuk mengatasi hambatan kemampuan
membaca adalah dengan memberikan suatu metode pembelajaran yang digunakan
untuk memudahkan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Di sini digunakan pembelajaran orientasi mobilitas sebagai alat bantu
karena anak tunagrahita akan lebih cepat dapat menerima suatu informasi dalam
bentuk yang konkret, akan mempengaruhi kemampuan anak dalam membaca.
42

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan melalui penilaian
dapat disimpulkan melalui penilaian proses dan penilaian hasil/evaluasi
mengalami peningkatan pada kondisi awal. Siklus I, Siklus ke II dan Siklus III
dan mencapai standar ketuntasan yang ditetapkan nilai tertinggi 80 ini dapat
dilihat bahwa pada kondisi awal penelitian terendah 50 dan tertinggi 70. kemudian
pada siklus I nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 72. Kemudian siklus II penilaian
proses terendah 57 dan nilai tertinggi 75. Siklus ke III penilaian proses terendah
60 dan tertinggi 80.
Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar siswa
dari kondisi awal, siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan. Jadi
komunikasi lisan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak
tunagrahita kelas VIII SMPLB-C1 Yayasan Sosial Setya Darma Surakarta Tahun
Pelajaran 2008/2009.

B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut :
Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan kemampuannya.
1. Bagi Sekolah Luar Biasa SLB-CI Yayasan Sosial Setya Darma
- Menambah sarana dan prasarana membaca sehingga siswa akan lebih
semangat dalam membaca.
- Dalam komunikasi lisan sehari-hari membiasakan penggunaan bahasa
yang baik dan benda sehingga dapat membantu para siswa untuk
meningkatkan kemampuan membaca.
- Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan
siswa dan sumber belajar yang tersedia.

42
43

2. Bagi guru dan orang tua :


- Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa
peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbagai kegiatan
berbahasa dan sumber belajar.
- Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai
dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.
- Orangtua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan
program di sekolah dalam mencukupi kebutuhan anak dalam belajar salah
satunya dengan melatih anak berkomunikasi lisan walaupun dengan
kata/kalimat yang sederhana untuk dapat meningkatkan kemampuan
membaca siswa.
44

DAFTAR PUSTAKA

Abjad M.G, 1991, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia,


Jakarta, Erlangga.

Boimin P, 1986, Pendidikan Anak Terbelakang Mental. Jakarta, Depdikbud

Depdikbud, 1998, Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Mata Pelajaran


Bahasa Indonesia, Jakarta

________, 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMPLB


Tunagrahita Sedang (SMPLB-C1), Jakarta, Depdiknas

J.S. Badudu, 2003, Pintar Berbahasa Indonesia SLTP Kelas I, Jakarta,


Balai Pustaka

Mulyono Abdurrahman. 1994, Pendidikan Luara Bisa Umum, Jakarta,


Depdikbud

Pasaribu dan Simanjuntak, 1980, Program Belajar Mengajar, Bandung, Balai


Pustaka.

Suharsimi Arikunto, 1990, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan praktis,


Jakarta, Bhineka Cipta

________, 2007, Penelitian Tindakan kelas, Jakarta, Bumi Aksara

Sumardi Suryabrata, 1984, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi,


Jogyakarta, Andi Offset

Sutjihati Somantri, 1996, Psikologi Anak Luar Biasa, Depdikbud, Jakarta,

W.J.S. Purwodarminto, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai


Pustaka.

You might also like