You are on page 1of 14

Pendataan untuk Identifikasi Calon Penerima Bantuan

Langsung Tunai
(Nona Iriana, M.Si)

I. Pendahuluan

Kenaikan harga minyak dunia sangat mempengaruhi harga minyak di


Indonesia, karena kebutuhan minyak di Indonesia lebih tinggi dari jumlah
minyak yang diproduksi. Beberapa saat yang lalu harga minyak yang ada
jauh lebih rendah dari harga minyak dunia, karena sebagian mendapat
subsidi dari pemerintah. Pemerintah kemudian memutuskan menyesuaikan
harga dengan harga minyak dunia karena subsidi yang dikeluarkan untuk itu
sangat besar, sedangkan keadaan ekonomi belum stabil. Dengan kenaikan
tersebut pemerintah dapat mengurangi subsidi yang harus ditanggung
namun kenaikan harga minyak mengakibatkan kenaikan harga barang-
barang baik makanan maupun bukan makanan. Akibatnya masyarakat yang
daya belinya rendah semakin terpuruk, terutama masyarakat miskin,
sehingga terjadi keresahan.
Untuk mengurangi keresahan masyarakat miskin, maka pemerintah
mengalihkan sebagian dana subsidi minyak kepada masyarakat miskin
dengan cara memberi bantuan tunai langsung kepada masyarakat miskin.
Untuk itu diperlukan data mengenai berapa, siapa, dan di mana masyarakat
miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) yang biasa menghitung jumlah
penduduk miskin tidak memiliki data tentang siapa dan di mana tempat
tinggalnya. Hasil penghitungan jumlah penduduk miskin dari BPS hanya
menunjukkan gambaran umum yang digunakan untuk perencanaan dan
evaluasi hasil pembangunan. BKKBN mempunyai data tentang keluarga
yang dirinci menurut tingkat kesejahteraannya, lengkap dengan alamat
tempat tinggalnya, namun konsep dan definisinya berbeda dengan yang
diinginkan. Karena pentingnya masalah tersebut diatasi, suatu sistem
pendataan yang dapat menunjukkan siapa dan di mana masyarakat miskin
harus segera diadakan.
Sistem seperti ini, pada dasarnya tidak bisa dilakukan oleh BPS, karena
sesuai dengan undang-undang BPS tidak boleh mengungkapkan identitas
responden. Lagi pula pendataan menyeluruh seperti ini tidak akan dapat
dilakukan oleh instansi BPS sendiri tanpa bantuan instansi lain, khususnya
Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Dibutuhkan jumlah petugas
pencacah yang cukup banyak. Petugas BPS di tingkat kecamatan tidak

213
sanggup melakukan pencacahan sendiri dan mitra statistik yang bisa
membantu pun jumlahnya terbatas. Depdagri bisa memberi bantuan
dengan merekrut staf desa/pegawai kelurahan. Selain itu, sosialisasi
merupakan hal penting untuk mempermudah pendataan. Semua ini tidak
bisa dilakukan BPS sendiri tanpa bantuan kegiatan ini harus dibantu dari
instansi lain, misalnya Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo).
Instruksi Presiden No. 12 adalah dokumen penting yang merupakan
pegangan utama BPS untuk melaksanakan pendataan yang dinamakan
Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk Tahun 2005 (PSE05). Dalam Inspres
tersebut disebutkan instansi yang terlibat dalam pendataan serta tugas-
tugasnya: tugas BPS adalah (1) mengkoordinasikan kegiatan penyiapan
data, termasuk menyiapkan dan mendistribusikan kartu tanda pengenal
rumah tangga miskin supaya bantuan langsung tunai (BLT) dapat diberikan
kepada rumah tangga miskin; dan (2) memberikan akses data rumah tangga
miskin kepada instansi pemerintah lain yang melakukan kegiatan
kesejahteraan sosial. Dengan demikian diperoleh informasi tentang siapa
dan di mana rumah tangga miskin sehingga dana yang disalurkan tepat ke
yang bersangkutan.
Tujuan pendataan adalah untuk memperoleh direktori berupa daftar nama
dan alamat rumah tangga miskin, urutan (rangking) rumah tangga miskin
berdasarkan tingkat keparahannya (nilai score tertinggi sampai terkecil untuk
masing-masing kabupaten/kota), dan klasifikasi rumah tangga miskin:
sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.

II. Cakupan
Pendataan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan
satuan lingkungan setempat (SLS) terkecil sebagai satuan unit kerja. SLS
terkecil yang dimaksud adalah rukun tetangga (RT) yang umumnya dikenal
di sebagian besar wilayah Indonesia. Di Bali dan Sumatera Barat SLS
terkecil masing-masing adalah banjar dan jurong. Kampung/dusun juga
merupakan SLS terkecil untuk daerah yang tidak menggunakan istilah RT.
Jumlah SLS terkecil masing-masing propinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.

III. Prosedur Pembuatan Daftar Rumah Tangga Miskin


Untuk dapat memperoleh data rumah tangga miskin di seluruh wilayah
Indonesia tanpa harus mendatangi seluruh rumah tangga, maka pendataan
dilakukan secara bertahap, yaitu:

214
1. Mempelajari kantong-kantong kemiskinan sampai wilayah terkecil.
Perwakilan BPS propinsi diminta untuk mengidentifikasi wilayah yang
banyak dihuni penduduk miskin secara cepat, untuk mendapat informasi
jumlah kantong kemiskinan dan letak kantong-kantong tersebut.
Identifikasi secara cepat dapat dilakukan dengan scara melihat keadaan
tempat tinggal penduduk. Informasi ini digunakan juga untuk merekrut
pencacah di wilayah yang dekat dengan tempat tinggalnya.
2. Mendatangi kantong-kantong kemiskinan tersebut, untuk mendapatkan
rumah tangga yang betul-betul miskin. Informasi mengenai rumah
tangga ini dapat diperoleh dari ketua satuan lingkungan setempat (SLS),
misalnya ketua RT, dusun, kampung atau lainnya tergantung wilayah
setempat. Nama-nama kepala rumah tangga yang dianggap miskin
dicatat pada Daftar PSE05.LS (lihat Lampiran 2). Apabila ditemui rumah
tangga miskin yang tinggal di suatu SLS, namun keberadaannya tidak
diakui kepala SLS-nya, maka rumah tangga tersebut di catat dalam
Daftar PSE05.LSK (Lampiran 3).
3. Mendatangi rumah tangga yang sudah tercatat dalam Daftar PSE05.LS,
kemudian kepala rumah tangga, atau orang yang ada di rumah yang
mengetahui keadaan rumah tangga, diwawancarai untuk mendapatkan
informasi yang lebih rinci. Informasi tersebut dicatat dalam Daftar
PSE05.RT (Lampiran 4). Apabila rumah tangga yang didatangi
dianggap tidak miskin oleh petugas, maka rumah tangga tersebut dicoret
dari daftar. Sebaliknya apabila ditemukan rumah tangga yang dianggap
miskin oleh petugas, tetapi tidak terdaftar, maka petugas mencatat
rumah tangga tersebut ke dalam daftar. Rumah tangga yang terdaftar
dalam PSE05.LSK tidak didatangi petugas dan juga tidak dicatat dalam
Daftar PSE05.RT. Hal ini dilakukan karena mereka dianggap termasuk
salah satu sasaran Departemen Sosial dalam rangka program
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
4. Selanjutnya rumah tangga yang telah diwawancarai dengan Daftar
PSE05.RT diseleksi berdasarkan isian pertanyaan dalam daftar tersebut.
Proses seleksi dilakukan dengan proses komputerisasi. Pertama
dokumen PSE05.RT dientry di masing-masing daerah, kemudian
hasilnya dikirim ke pusat. Isian pertanyaan yang digunakan untuk
penseleksian tersebut ada sebanyak 14 variabel, seperti terlihat pada
Tabel 1.

215
Tabel 1. Daftar 14 Variabel dan Klasifikasi yang Dicakup Dalam
PSE05.RT
No. Variabel Klasifikasi Variabel
1. Luas Lantai
2. 1 = tanah/bambu/kayu berkualitas rendah
Jenis Lantai
2 = semen/keramik/kayu berkualitas tinggi
3. 1 = bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah
Jenis Dinding
2 = tembok/kayu berkualitas tinggi
4. Fasilitas Tempat
1 = bersama/umum/lainnya 2 = sendiri
Buang Air Besar
5. 1 = sumur/mata air tak terlindung/sungan/air hujan
Sumber Air Minum 2 = air kemasan/leding/pompa/sumur/mata air
Terlindung
6. Sumber Penerangan 1 = bukan listrik 2 = listrik (PLN/nonPLN
7. 1 = kayu/arang 2 = minyak tanah
Bahan Bakar
3 = gas/listrik
8. Membeli 1 = tidak pernah membeli 2 = satu kali
Daging/Ayam/Susu 3 = dua kali dan lebih
9. 1 = satu kali 2 = dua kali
Frekuensi Makan
3 = tiga kali dan lebih
10. Membeli Pakaian 1 = tidak pernah membeli 2 = satu stel
Baru 3 = dua stel dan lebih
11. Kemampuan berobat 1 = ya 2 = tidak
12. 1= pertanian padi/palawija 6 = perdagangan
2 = perkebunan 7 = angkutan
Lapangan Usaha 3 = peternakan 8 = jasa
4 = perikanan 9 = lainnya
5 = industri 0 = tidak bekerja
13. 1 = SD/MI ke bawah 2 = SLTP
Pendidikan
3 = SLTA ke atas
14. Asset
a. Tabungan 1 = ya 2 = tidak
b. Emas 1 = ya 2 = tidak
c. TV berwarna 1 = ya 2 = tidak
d. Ternak 1 = ya 2 = tidak
e. sepeda motor 1 = ya 2 = tidak

Selanjutnya 14 variabel diklasifikasikan menjadi skor 1 dan 0. Skor 1


menunjukkan variabel yang mengidentifikasikan rumah tangga miskin.
Sebaliknya skor 0 menunjukkan variabel yang mengidentifikasikan rumah
tangga miskin. Pengklasifikasian skor 14 variabel dapat dilihat pada Tabel
2.

216
Semakin banyak skor 1 yang dimiliki suatu rumah tangga maka semakin
miskinlah ia. Namun indikasi rumah tangga miskin berbeda antara satu
wilayah dengan wilayah lain. Oleh karena itu banyaknya rumah tangga
miskin pada suatu variabel digunakan bobot sebagai penimbang dalam
penghitungan rumah tangga miskin.

Tabel 2. Pengklasifikasian Skor Variabel

Klasifikasi
No. Variabel Keterangan
Skor 1 Skor 0
1. PERKAP Pengeluaran per
kapita
2. LULANT1
*)
Luas lantai per kapita Jika <= 8 m
2
Jika > 8 m
2

3. LULANT2
*)
Luas lantai per kapita Jika <= 10 m
2
Jika > 10 m
2

4. LULANT3
*)
Luas lantai per kapita Jika <= 15 m
2
Jika > 15 m
2

5. LANTAI Jenis lantai Jika tanah Jika bukan tanah


6. DINDING Jenis dinding Jika bambu/ lainnya Jika tembok/kayu
7. JJAMBAN Fasilitas Tempat BAB Jika bersama/ umum Jika sendiri

8. SBRMIN Sumber air minum Jika sumur/mata air tak Jika air kemasan/
terlindung/ sungai/air leding/ pompa/
hujan dll sumur/mata air
terlindung
9. LISTRIK Sumber penerangan Jika petromak dll Jika PLN/nonPLN
10. BHBAKAR Bahan bakar Jika kayu/minyak Jika gas/listrik
11. DAGSU Daging/ayam/susu Jika tidak pernah Jika membeli 1 kali
12. MAKAN Frekuensi makan Jika makan 1xsehari Jika makan 1x dan 2x
sehari
13. BAJUU Beli pakaian baru Jika tdk pernah membeli Jika membeli >= 1
stel
14. SEHATT Kemampuan berobat Jika tidak mampu Jika mampu berobat
15. LAPUS Lapangan usaha KRT Jika pertanian Jika bukan pertanian
16. EDUC Pendidikan KRT Jika SD ke bawah Jika SMP ke atas

17. ASET Kepemilikan asset Jika tidak ada aseset Jika ada asset

*) Penggunaan variabel luas lantai tergantung hasil uji Tukey di masing-masing


propinsi. Variabel yang digunakan adalah apabila hasil uji coba menunjukkan
rata-rata penjelasannya mendekati garis kemiskinan.

217
Contoh penghitungan skor adalah sebagai berikut, misalnya di suatu
kabupaten distribusi rumah tangga miskin masing-masing variabel adalah:
- Jumlah rumah tangga miskin dengan luas lantai < 8 m2 adalah 1000
rumah tangga
- Jumlah rumah tangga miskin dengan frekuensi makan 1 x sehari adalah
500 rumah tangga
- Jumlah rumah tangga miskin yang tidak pernah membeli baju adalah
800 rumah tangga
- Jumlah rumah tangga miskin yang tidak mampu berobat adalah 500
rumah tangga
- Jumlah rumah tangga miskin yang jenis lantainya tanah adalah 1000
rumah tangga
Maka penghitungan bobot masing-masing variabel sbb:
Jumlah rumah tangga masing-masing variabel dibagi dengan jumlah seluruh
rumah tangga, seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Contoh Penentuan Bobot Variabel

Variabel Jumlah
Bobot
rumah tangga
(1) (2) (3)

Luas lantai 1000 1000/3800 = 0,263


Frekuensi makan 500 500/3800 = 0,132
Kemampuan membeli pakaian 800 800/3800 = 0,210
Kemampuan berobat 500 500/3800 = 0,132
Jenis lantai 1000 1000/3800 = 0,263

Jumlah 3800 1,000

Dengan menggunakan nilai bobot, selanjutnya dihitung nilai indeks untuk


mendapatkan kategori keparahan kemiskinan suatu rumah tangga. Nilai
indeks paling rendah 0 dan paling besar 1. Semakin besar nilai indeks
semakin miskin rumah tangga tersebut.

218
Kategori keparahan kemiskinan suatu rumah tangga adalah sebagai
berikut:
1) RT sangat miskin (very poor) bila nilai indeks: 0,80 – 1,00
2) RT miskin (poor) bila nilai indeks: 0,60 – 0,79
3) RT mendekati miskin (near poor) bila nilai indeks: 0,20 – 0,59
4) RT tidak miskin (tereliminir oleh model) bila nilai indeks: < 0,20
Misalnya suatu rumah tangga lantainya tanah dengan luas lantai 8 meter
persegi, sehari makan 2 kali. Rumah tangga ini mampu berobat namun
tidak pernah beli baju baru. Nilai indeks rumah tangga tersebut adalah
sebagai berikut: (0,263x1) + (0,132x0) + (0,210*1) + (0,132*0) + (0,263*1)=
0,736. Dengan nilai indeks ini maka rumah tangga dikategorikan rumah
tangga miskin.
Selanjutnya daftar rumah tangga yang dikategorikan miskin dan sangat
miskin hasil penghitungan ini diserahkan ke PT Pos, untuk dibuatkan kartu
KKB. KKB dibuat 2 rangkap, satu diserahkan ke BPS untuk diberikan ke
rumah tangga yang bersangkutan dan yang lainnya dipegang oleh PT Pos
yang juga sebagai pembayar BLT di daerah. KKB yang ada di PT Pos
merupakan salinan, namun KKB ini tidak bisa diuangkan. Dengan
menggunakan KKB tersebut penduduk dapat mengambil dana BLT di Kantor
Pos yang ditunjuk. Dalam KKB tercantum nama dan alamat pemegang
kartu. KKB ini tidak bisa diperjualbelikan atau dipindahtangankan.
Penyerahkan KKB dilakukan BPS daerah secara langsung, dari rumah ke
rumah. Untuk memastikan bahwa rumah tangga yang menerima KKB
adalah rumah tangga yang layak mendapatkannya, maka dalam waktu yang
bersamaan petugas melakukan verifikasi terhadap rumah tangga yang akan
menerima KKB tersebut. Kalau masih ditemukan adanya rumah tangga
yang tidak layak mendapat KKB, maka KKB tersebut tidak diberikan.
Sebaliknya bila ditemukan rumah tangga yang layak menerima, maka rumah
tangga tersebut didaftar dengan menggunakan Daftar PSE05. RT.
Pada waktu pembagian KKB, masyarakat sudah mengetahui bahwa
pemerintah akan memberikan dana bantuan berupa uang yang
pendataannya dilakukan oleh BPS, sehingga ketika penyerahkan KKB,
banyak penduduk yang juga ingin mendapatkan dana tersebut. Untuk itu
pemerintah meminta BPS berkerja sama dengan pemerintah daerah untuk
membuat tempat pendaftaran susulan atau Posko.
Pendataan susulan melalui Posko disebut sebagai pendataan tahap II.
Penentuan RT miskin pada tahap II berbeda dengan tahap I. Pada tahap II
hanya menggunakan metode scoring berdasarkan 14 variabel yang ada,

219
tanpa menghitung nilai indeks. Nilai skor masing-masing variabel terdapat
pada Tabel 2. Nilai skor tertinggi adalah 14 dan terendah adalah 0. Semakin
tinggi nilai skor semakin miskin. Kategori tingkat keparahan sebagai berikut:
1) RT sangat miskin (very poor) bila jumlah skor: 14
2) RT miskin (poor) bila jumlah skor: 12-13
3) RT mendekati miskin (near poor) bila jumlah skor: 9-11
4) RT tidak miskin (tereliminir oleh model) bila jumlah skor: < 9.
Kegiatan pendataan PSE05 mulai dari persiapan sampai dengan selesai
dirancang selama 4 bulan, mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2005.
Namun kegiatan pendataan dapat selesai hingga 31 Juli 2006. Hal ini terjadi
karena adanya ketidakpuasan dari masyarakat yang tidak mendapat BLT,
padahal mereka merasa juga berhak mendapatkan BLT. Ketidakpuasan
masyarakat umumnya disampaikan langsung ke BPS, dalam bentuk
demonstrasi, pengancaman kepada pegawai, bahkan pengrusakan kantor.

IV. Pelaksanaan Pendataan PSE05 Khusus untuk Propinsi Nanggroe


Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias (Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan)
Pendataan rumah tangga miskin di Propinsi NAD dan Pulau Nias dilakukan
dengan cara yang berbeda dengan propinsi lainnya. Pada saat yang
bersamaan dengan dilaksanakannya kegiatan PSE05, di Propinsi NAD dan
Pulau Nias sedang dilakukan kegiatan sensus penduduk NAD pasca
tsunami yang dikenal dengan sensus penduduk Aceh dan Nias (SPAN).
Pelaksanaan PSE05 diintegrasikan dengan pelaksanaan SPAN, yaitu pada
awal tahun 2006.
Penanggungjawab kegiatan adalah BPS propinsi masing-masing daerah.
Pemantauan kegiatan dan kemajuan proses pencacahan dilakukan secara
harian. BPS propinsi diwajibkan memberikan laporan, minimal setiap 3 hari
sekali ke sekretariat PSE05 pusat tentang penyelesaian lapangan dan
kemajuan proses pengolahan data. Dalam komunikasi dengan BPS pusat
dan BPS kabupaten/kota, BPS propinsi juga membentuk sekretariat BPS
propinsi dengan nomor telepon/fax yang dapat dihubungi setiap waktu.
Seluruh rumah tangga dicacah dengan Daftar PSE05.RTAN (setara dengan
Daftar PSE05.RT) kecuali rumah tangga yang tinggal di kamp, barak atau
tenda pengungsi. Hal ini dilakukan karena kebutuhan rumah tangga yang

220
tinggal di kamp, barak dan tenda pengungsi sudah dipenuhi pemerintah
dengan program Jatah Hidup (Jadup). Selain Daftar PSE05.RTAN, daftar
yang digunakan adalah Daftar PSE05.LBS, daftar yang setara dengan
Daftar PSE05.LB. Namun demikian sistem pengkategorian rumah tangga
miskin atau tidaknya sama dengan rumah tangga di propinsi lainnya.

V. Data yang Dihasilkan


Ada dua jenis data yang secara resmi dikeluarkan oleh BPS dan dapat
digunakan oleh masyarakat umum yaitu daftar rumah tangga penerima BLT
lengkap dengan identitasnya dan rumah tangga menurut kategori keparahan
kemiskinannya. Jumlah rumah tangga miskin yang layak menerima BLT
seluruh Indonesia pada tanggal 31 Mei 2006 1 ada sebanyak 19.100.905
rumah tangga atau 32,25 persen dari jumlah seluruh rumah tangga yang
ada di Indonesia. Jumlah terbanyak terdapat di Propinsi Jawa Timur
(3.236.880 rumah tangga), Jawa Tengah (3.171.201 rumah tangga) dan
Jawa Barat (2.905.217 rumah tangga), sedangkan yang paling sedikit di
Propinsi Bangka Belitung (33.652 rumah tangga), seperti terlihat pada Tabel
4.
Di Propinsi Sulawesi Selatan, kabupaten yang paling banyak menerima BLT
terdapat di Kabupaten Gowa (64.731 rumah tangga) dan yang paling sedikit
adalah Kota Pare-pare (6.265 rumah tangga). Namun demikian secara
persentase, terdapat 2 kabupaten yang persentasenya cukup tinggi, yaitu
Kabupaten Bantaeng (60,02 persen) dan Kabupaten Jeneponto (61,36
persen) dan persentase terendah di Kabupaten Luwu Utara (19,66 persen).
Dilihat dari tingkat keparahannya, maka jumlah rumah tangga sangat miskin
paling banyak terdapat di Kabupaten Tana Toraja (19.196 rumah tangga)
dan paling sedikit terdapat di Kabupaten Kota Pare-pare (846 rumah
tangga). Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 5.
Jumlah rumah tangga miskin penerima BLT di Propinsi Sulawesi Barat
paling banyak terdapat di Kabupaten Poliwalimandar (33.977 rumah
tangga). Namun secara relatif, Kabupaten Mamasa yang paling tinggi
persentasenya (81,17 persen), seperti terlihat pada Tabel 6.

1
Kepala BPS menentukan bahwa tanggal 31 Mei 2006 merupakan hari kegiatan akhir
PSE05.

221
VI. Penutup
Hasil pendataan PSE05 dianggap cukup berhasil dalam meredam
masyarakat ketika adanya kebijakan pemerintah menaikkan tarif BBM. Bagi
BPS model pendataan PSE05 ini merupakan pengalaman yang sangat
berharga. BPS menjadi dikenal oleh masyarakat. Masyarakat bisa
menerima secara langsung manfaat dari hasil pendataan. Namun
pengorbanan untuk mendapat kepercayaan masyarakat cukup berat,
misalnya dengan adanya pengrusakan kantor dan peneroran terhadap
pegawai.

222
Tabel 4. Jumlah Rumah Tangga Miskin Penerima BLT menurut
Tingkat Keparahan Kemiskinan per Propinsi
(Keadaan tanggal 31 Mei 2006)

Hampir Sangat Jumlah (6)/(7)*10


No. Propinsi Miskin Jumlah Rumah
Miskin Miskin Tangga* 0
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Nanggroe Aceh
195,745 208,774 92,519 497,038
Darussalam
2 Sumatera Utara 420,562 342,655 181,755 944,972 3,220,920 29.34
3 Sumatera Barat 87,859 123,592 101,189 312,640 1,289,729 24.24
4 Riau 95,715 126,075 71,917 293,707 1,172,436 25.05
5 Jambi 88,753 77,676 33,309 199,738 672,775 29.69
6 Sumatera Selatan 269,216 265,846 148,119 683,181 1,942,080 35.18
7 Bengkulu 48,555 67,518 47,863 163,936 552,206 29.69
8 Lampung 230,321 342,777 211,943 785,041 1,749,687 44.87
9 Bangka Belitung 6,569 18,692 8,391 33,652 258,384 13.02
10 Kepulauan Riau 31,944 27,502 14,233 73,679 362,124 20.35
11 DKI 66,513 70,316 23,651 160,480 2,301,872 6.97
12 Jawa Barat 1,223,903 1,065,439 615,875 2,905,217 11,083,702 26.21
13 Jawa Tengah 1,277,795 1,544,513 348,893 3,171,201 8,675,498 36.55
14 DI Yogyakarta 105,592 130,079 39,439 275,110 998,757 27.55
15 Jawa Timur 955,039 1,763,373 518,468 3,236,880 10,482,444 30.88
16 Banten 374,446 219,497 108,106 702,049 2,395,393 29.31
17 Bali 31,832 70,705 44,507 147,044 937,896 15.68
18 NTB 125,969 259,907 181,729 567,605 1,114,410 50.93
19 NTT 187,907 297,997 137,233 623,137 861,312 72.35
20 Kalimantan Barat 160,873 98,345 101,687 360,905 1,062,720 33.96
21 Kalimantan Tengah 62,968 62,872 71,633 197,473 535,184 36.90
22 Kalimantan Selatan 106,893 62,609 76,446 245,948 964,952 25.49
23 Kalimantan Timur 82,591 92,395 53,109 228,095 779,536 29.26
24 Sulawesi Utara 33,979 60,773 32,543 127,295 622,914 20.44
25 Sulawesi Tengah 42,916 83,837 84,620 211,373 596,584 35.43
26 Sulawesi Selatan 170,709 238,042 186,215 594,966 2,100,945 33.65
27 Sulawesi Tenggara 124,383 117,366 39,591 281,340 561,488 50.11
28 Gorontalo 23,475 37,871 41,385 102,731 314,796 32.63
29 Sulawesi Barat 21,568 60,647 29,687 111,902
30 Maluku 46,921 98,463 37,457 182,841 336,414 54.35
31 Maluku Utara 16,303 22,072 26,979 65,354 301,872 21.65
32 Irjabar 59,956 40,626 26,936 127,518
33 Papua 191,832 138,138 156,887 486,857 972,847 63.15
19,100,90
Jumlah 6,969,602 8,236,989 3,894,314 59,221,877 32.25
5
*) Berdasarkan Hasil Susenas 2005

223
TABEL 5. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Propinsi Sulawesi
Selatan menurut Tingkat Keparahan Kemiskinan per
Kabupaten/Kota
(Keadaan tanggal 31 Mei 2006)

Jumlah
Hampir Sangat
No. Propinsi Miskin Jumlah Rumah (6)/(7)*100
Miskin Miskin
Tangga*

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Kab. Selayar 1,531 4,546 4,196 10,273 29,456 34.88


2 Kab. Bulukumba 5,538 9,348 8,161 23,047 90,991 25.33
3 Kab. Bantaeng 8,050 7,078 7,390 22,518 37,520 60.02
4 Kab. Jeneponto 9,971 22,310 15,569 47,850 77,984 61.36
5 Kab. Takalar 9,500 11,050 6,918 27,468 57,648 47.65
6 Kab. Gowa 22,265 25,872 16,594 64,731 130,208 49.71
7 Kab. Sinjai 2,927 6,261 7,080 16,268 50,240 32.38
8 Kab. Maros 3,549 8,929 9,413 21,891 65,984 33.18
Kab. Pangkajene 8,266 10,847 8,418 27,531 62,144 44.30
9 Kepulauan
10 Kab. Barru 2,782 5,192 4,393 12,367 40,988 30.17
11 Kab. Bone 4,936 14,019 18,472 37,427 167,040 22.41
12 Kab. Soppeng 2,872 4,338 3,113 10,323 55,632 18.56
13 Kab. Wajo 4,724 9,075 7,675 21,474 92,032 23.33
Kab. Sidenreng 6,255 7,997 5,102 19,354 58,501 33.08
14 Rappang
4,754 9,830 6,002 20,586 80,435 25.59
15 Kab. Pinrang
16 Kab. Enrekang 2,603 6,414 3,289 12,306 39,296 31.32
17 Kab. Luwu 9,430 15,398 10,950 35,778 69,760 51.29
18 Kab. Tana Toraja 6,060 16,931 19,196 42,187 103,766 40.66
19 Kab. Luwu Utara 6,062 9,756 5,529 21,347 108,580 19.66
20 Kab. Luwu Timur 4,313 6,274 3,807 14,394 46,080 31.24
21 Kota Makassar 36,605 20,847 12,708 70,160 291,040 24.11
22 Kota Pare-Pare 2,787 2,632 846 6,265 25,640 24.43
23 Kota Palopo 4,929 3,098 1,394 9,421 26,768 35.20

Jumlah 170,709 38,042 186,215 594,966 1,807,733 32.91

*) Berdasarkan Hasil Susenas 2005

224
TABEL 6. Jumlah Rumah Tangga Miskin di Propinsi Sulawesi
Barat menurut Tingkat Keparahan Kemiskinan per
Kabupaten/Kota
(Keadaan tanggal 31 Mei 2006)

Jumlah
Hampir Sangat
No. Propinsi Miskin Jumlah Rumah (6)/(7)*100
Miskin Miskin
Tangga*
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Kab. Majene 4,347 10,042 4,099 18,488 28,828 64.13


2 Kab. Polewali Madar 9,047 15,103 9,827 33,977 88,320 38.47
3 Kab. Mamasa 1,583 13,529 8,578 23,690 29,184 81.17
4 Kab. Mamuju 5,676 16,750 6,205 28,631 86,112 33.25
5 Kab. Mamuju Utara 915 5,223 978 7,116 18,560 38.34

Jumlah 21,568 60,647 29,687 111,902 251,004 44.58

*) Berdasarkan Hasil Susenas 2005

225
Daftar Pustaka

BPS, 2005, Distribusi Kartu Kompensasi BBM

_________, ”Metodologi Penentuan Rumah Tangga Miskin PSE05” (Draft


Publikasi). Badan Pusat Statistik, Jakarta.

_________, Pedoman I: ”Pedoman Pengelolaan Kepala BPS Propinsi dan


Kabupaten/Kota PSE05”. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

_________, Pedoman 2: ”Pedoman Pelaksanaan Lapangan KSK/PKSK


dan PCL”. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

_________, Pedoman: ”Pelaksanaan Lapangan PSE05 khusus Anggroe


Aceh Darussalam dan Pulau Nias”. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.

_________, Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin. Badan Pusat


Statistik, Jakarta.

226

You might also like