You are on page 1of 16

1

TETANUS

A. TINJAUAN TEORI

I. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot,
tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman
closteridium tetani

II. Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob
seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang
menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya
kuman yang menghasilkan endotoksin.

III. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif
yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai
ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot
sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin
banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi

1
2

dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :


Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran
sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

IV. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan
berkembang menjadi berat

V. Manifestasi Klinik
- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk
membuka mulut (trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas
(fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)

2
3

- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin
seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia,
hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat
- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan
berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang
tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

VI. Penatalaksanaan Medik


Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang
jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi,
membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10
hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. netralisasi toksin
toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di
jaringan.
Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif
perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
1. nutrisi dan cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan
penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral

3
4

- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat


kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien


- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang


- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan
dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan
makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal
terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan
dosis rumatan.
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada
hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi ,
harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga
pernafasan maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :


1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin
kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen
.

4
5

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


TETANUS

I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang
meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien
dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui
observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara
(yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan
(berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur
(mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :

a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
2. Keluhan utama kejang
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam

5
6

terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan


demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile
?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana
menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita
segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan
sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada

6
7

penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,


Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya
benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies
gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan
endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang
aseptik.
6. Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera
makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis

7
8

ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah


? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur
jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur
siang ?

b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan
kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,

8
9

keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.


Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh?
Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ?
Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor
kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi

9
10

kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?


Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari
pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa Data


Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data,
menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan
dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang
disebut diagnosa keperawatan.

10
11

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti


tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan
atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang
berulang.
2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi
sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

II. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,
bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan
tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan
keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan
kejang berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Penemuan faktor pencetus untuk
Identifikasi dan hindari memutuskan rantai penyebaran toksin

11
12

faktor pencetus tetanus.


2. 2. Tempat yang nyaman dan tenang
tempatkan klien pada tempat dapat mengurangi stimuli atau
tidur yang memakai rangsangan yang dapat menimbulkan
pengaman di ruang yang kejang
tenang dan nyaman 4. efektivitas energi yang dibutuhkan
3. untuk metabolisme.
anjurkan klien istirahat 5. lidah jatung dapat menimbulkan
4. obstruksi jalan nafas.
sediakan disamping tempat
tidur tongue spatel dan gudel 5. tindakan untuk mengurangi atau
untuk mencegah lidah jatuh mencegah terjadinya cedera fisik.
ke belakng apabila klien
kejang
5.
lindungi klien pada saat
kejang dengan :
- longgarakn pakaian
- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang
dapat melukainya 6. dokumentasi untuk pedoman dalam
- kencangkan pengaman penaganan berikutnya.
tempat tidur
- lakukan suction bila banyak
sekret
6.
catat penyebab mulainya 7. tanda-tanda vital indikator terhadap
kejang, proses berapa lama, perkembangan penyakitnya dan
adanya sianosis dan gambaran status umum klien.
inkontinesia, deviasi dari
mata dan gejala-hgejala
lainnya yang timbul. 8. efek samping dan efektifnya obat

12
13

7. diperlukan motitoring untuk tindakan


sesudah kejang observasi lanjut.
TTV setiap 15-30 menit dan 9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi
obseervasi keadaan klien depresi pernafasan dan kelainan irama
sampai benar-benar pulih jantung.
dari kejang
8. 11. untuk mengantisipasi kejang,
observasi efek samping dan kejang berulang dengan menggunakan
keefektifan obat obat antikonvulsan baik berupa bolus,
9. syringe pump.
observasi adanya depresi
pernafasan dan gangguan
irama jantung
10.
lakukan pemeriksaan
neurologis setelah kejang
11.
kerja sama dengan tim :
- pemberian obat
antikonvulsan dosis tinggi
- pemeberian antikonvulsan
(valium, dilantin,
phenobarbital)
- pemberian oksigen
tambahan
- pemberian cairan parenteral
- pembuatan CT scan

b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang


penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan
penyakitnya dapat meningkat.

13
14

Kriteria Hasil :
1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan
penanganannya
2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
3. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna
pendidikan kesehatan yang diberikan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi tingkat 1. Tingkat pengetahuan penting untuk
pengetahuan klien dan keluarga modifikasi proses pembelajaran orang
2. Hindari proteksi yang dewasa.
berlebihan terhadap klien , 2. tidak memanipulasi klien sehingga
biarkan klien melakukan ada proses kemandirian yang terbatas.
aktivitas sesuai dengan
kemampuannya. 3. kerja sama yang baik akanmembantu
3. ajarkan pada klein dan dalam proses penyembuhannnya
keluarga tentang peraawatan
yang harus dilakukan sema 4. status kesehatan yang baik membawa
kejang damapak pertahanan tubuh baik
4. jelaskan pentingnya sehingga tidak timbul penyakit
mempertahankan status penyerta/penyulit.
kesehatan yang optimal dengan
diit, istirahat, dan aktivitas yang 5. efek samping yang ditemukan secara
dapat menimbulkan kelelahan. dini lebih aman dalam penaganannya.
5. jelasakan tentang efek
samping obat (gangguan 6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik
penglihatan, nausea, vomiting, merupakan dasar salah satu pencegahan
kemerahan pada kulit, synkope terjadinya infeksi berulang.
dan konvusion)
6. jaga kebersihan mulut dan gigi
secara teratur

14
15

2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan
dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan
perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI,
1989;162 )

2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu
langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

15
16

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I
Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas
Airlangga, Surabaya.

16

You might also like