You are on page 1of 52

ISPA

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ( ISPA )


1. PENGERTIAN

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila
infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu
pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu
pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis,
tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan
terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila
ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat
antibiotic.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah,
asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran
pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.

2. JENIS – JENIS ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

• Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).

• Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

• Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
• Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah
atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit
atau lebih.

• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tldak menangis atau meronta).

• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50
kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada napas cepat.

3. TANDA – TANDA BAHAYA

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-
gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan
bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit,
meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh
dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.

Tanda-tanda klinis

• Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,
napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

• Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.

• Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,
kejang dan coma.

• Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris

• hypoxemia,
• hypercapnia dan

• acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan
umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing

4. PENATALAKSANAAN KASUS ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan
strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan
turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit
ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit
ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek
biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


• Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
• Meningkatkan makanan bergizi
• Bila demam beri kompres dan banyak minum
• Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
• Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
• Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek

Pengobatan antara lain :


• Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi
dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam
untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air
(tidak perlu air es).
• Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok
teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

DAFTAR PUSTAKA

• DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

• Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut. 1992

• Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien

• Alih bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta: EGC.1999

PENGKAJIAN :

I. IDENTITAS PASIEN

Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Suku :
Pekerjaan :
Status perkawinan :
Tanggal MRS :
Pengkajian :
Penanggung jawab :
Regester :
Diagnosa masuk :
Alamat :

II. RIWAYAT KESEHATAN


Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan

Riwayat penyakit sekarang


2 hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan
Dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

Riwayat penyakit dahulu


Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang

Riwayat penyakit keluarga


Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut

Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik di fokuskan pada pengkajian sistem pernapasan :

Pengkajian tanda – tanda vital dan kesadaran klien


Inspeksi :

• Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan


• Tonsil tanpak kemerahan dan edema
• Tampak batuk tidak produktif
• Tidak ada jaringna parut pada leher
• Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi

Palpasi
• Adanya demam
• Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
• Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

Perkusi
• Suara paru normal (resonance)

Auskultasi
• Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
IV. PEMERIKSAASN PENUNJANG

• Tanggal :
• HB :
• LED :
• Hematokrit :
• Trombosit :
• MCV :
• MCH :
• MCHC :
• Diff Count :
• Urien PH :
• Ureum :
• Kreatinin :
• SGOT :
• SGPT :
• Na :
• Kalium :
• Cl :
• AGD :
• PCO2 :
• Radiologi :
• ECG :

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

I. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi

Tujuan : Suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37, 5 ‘ C

INTERVENSI

1.Observasi tanda – tanda vital

2.Anjurkan pada klien/keluarga umtuk melakukan kompres dingin ( air biasa) pada kepala /
axial.

3.Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat
seperti terbuat dari katun.

4.Atur sirkulasi udara.


5.Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hr.

6.Anjurkan klien istirahat ditempat tidur selama fase febris penyakit.


7.Kolaborasi dengan dokter :
• Dalm pemberian therapy, obat antimicrobial
• antipiretika

RASIONALISASI

1.Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya.

2.Degan menberikan kompres maka aakan terjadi proses konduksi / perpindahan panas dengan
bahan perantara .

3.Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap
keringat.

4.Penyedian udara bersih.

5.Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

6.Tirah baring untuk mengurangi metabolism dan panas.

7.Untuk mengontrol infeksi pernapasan


Menurunkan panas

II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia

Tujuan : * klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.


* klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.
* Tidak menunujukan tanda malnutrisi.

INTERVENSI

1.Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari

2.Berikan makan pporsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat

3.Beriakan oral sering, buang secret berikan wadah husus untuk sekali pakai dan tisu dan
ciptakan lingkungan beersih dan menyenamgkan.
4.Tingkatkan tirai baring.

5.Kolaborasi
• Konsul ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien

RASIONALI

1.Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.

2.Untuk menjamin nutrisi adekuat/ meningkatkan kalori total

3.Nafsu makan dapt dirangsang pada situasi rilek, bersih dan menyenangkan.

4.Untuk mengurangi kebutuhahan metabolic

5.Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.

III. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

Tujuan : Nyeri berkurang / terkontrol

INTERVENSI

1.Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10), factor memperburuk atau
meredakan lokasimya, lamanya, dan karakteristiknya.

2.Anjurkan klien untuk menghindari allergen / iritan terhadap debu, bahan kimia, asap,rokok.
Dan mengistirahatkan/meminimalkan berbicara bila suara serak.

3.Anjurkan untuk melakukan kumur air garam hangat

4.Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi
• Steroid oral, iv, & inhalasi

• analgesik
RASIONAL

1.Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang
diberikan.

2.Mengurangi bertambah beratnya penyakit.

3.Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.

4.Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat pengeluaran histamine


dalam inflamadi pernapasan.

Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri

IV. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun)
Diposkan oleh Resti Agista di 04:03 0 komentar

KANKER HATI

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
a. Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau
metastase dari tumor jaringan lainnya.
b. Sinonim dari hepatoma adalah carcinoma hepatoselluler.
c. Merupakan tomur ganas nomor 2 diseluruh dunia , diasia pasifik terutama Taiwan ,hepatoma
menduduki tempat tertinggi dari tomur-tomur ganas lainnya.laki :wanita 4-6: 1.
d. Umur tergantung dari lokasi geografis. Terbanyak mengenai usia 50 tahun. Di Indonesia
banyak dijumpai pada usia kurang dari 40 tahun bahkan dapat mengenai anak-anak.

2. PATOFISIOLOGI
a. Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama / menahun. Khususnya yang disebabkan
oleh alkoholik dan postnekrotik.
b. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.
c. Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke
hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya
untuk keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan
kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan
pankreas.
d. Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor
yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
3. PATOLOGI
a. Ada 3 type :
1. Type masif - tumor tunggal di lobus kanan.
2. Type Nodule - tumor multiple kecil-kecil dalam ukuran yang tidak sama.
3. Type difus - secara makroskpis sukar ditentukan daerah massa tumor.
b. Penyebarannya :
1. Intrahepatal.
2. Ekstrahepatal.

4. ETIOLOGI
a. Virus Hepatitis B dan Virus Hepatitis C
b. Bahan-bahan Hepatokarsinogenik :
Aflatoksin
Alkohol
Penggunaan steroid anabolic
Penggunaan androgen yang berlebihan
Bahan kontrasepsi oral
Penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (Hemochromatosis)

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium:
500 mg/dl, HbsAg positf dalam serum, Kalium, Kalsium. Darah lengkap ;
SGOT,SGPT,LDH,CPK, Alfa fetoprotein 
2. Radiologi :
Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Thorak foto, Arteriography.
3. Biopsi jaringan liver.

6. PENGOBATAN
Pengobatan tergantung dari saat diagnosa ditegakkan.
1. Fase dini
Dimana pembedahan adalah pilihan utama yaitu reseksi segmen atau lobus hati
2. Pemberian kemoterapi secara infus
3. Penyinaran .

7. PROGNOSA
Tumor ganas liver memiliki prognosa yang jelek dapat terjadi perdarahan dan akhirnya
kematian. Dan proses ini berlangsung antara 5-6 bulan atau beberapa tahun

ASUHAN KEPERAWATAN
B. KONSEP DASAR
1. PENGKAJIAN
GEJALA KLINIK
Fase dini : Asimtomatik.
Fase lanjut :Tidak dikenal simtom yang patognomonik.
Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh
setelah makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita
mengeluh nyeri tulang.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
1. Ascites
2. Ikterus
3. Hipoalbuminemia
4. Splenomegali, Spider nevi, Eritoma palmaris, Edema.
Secara umum pengkajian Keperawatan pada klien dengan kasus kanker hati, meliputi :
1. Gangguan metabolisme
2. Perdarahan
3. Asites
4. Edema
5. Hipoproteinemia
6. Jaundice/icterus
7. Komplikasi endokrin
8. Aktivitas terganggu akibat pengobatan

II.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi,


metabolisme vitamin di hati.

TUJUAN :

1. Mendemontrasikan BB stabil, penembahan BB progresif kearah tujuan dgn normalisasi nilai


laboratorium dan batas tanda-tanda malnutrisi
2. Penanggulangan pemahaman pengaruh individual pd masukan adekuat .

INTERVENSI :
1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan sesuai indikasi
2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat. Dorong
penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari.
3. Berikan antiemetik pada jadwal reguler sebelum / selama dan setelah pemberian agent
antineoplastik yang sesuai .

RASIONAL :
1. Keefektifan penilaian diet individual dalam penghilangan mual pascaterapi. Pasien harus
mencoba untuk menemukan solusi/kombinasi terbaik.
2. Kebutuhan jaringan metabolek ditingkatkan begitu juga cairan ( untuk menghilangkan
produksi sisa ). Suplemen dapat memainkan peranan penting dlm mempertahankan masukan
kalori dan protein adekuat.
3. Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang
menimbulkan stess.

B. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )

TUJUAN :
1. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi
nyeri.
2. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

INTERVENSI :
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan
penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada
daerah antara perut dan dada.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.
3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai

RASIOANAL :
1. memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan / keefektifan intervensi misalnya :
nyeri adalahindividual yang digabungkan baik respons fisik dan emesional
2. meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian
3. kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS.

A. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan

TUJUAN :
1. dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh.

INTERVENSI :
1. dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/
tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.
2. pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung /
pernapasan.
3. beri oksigen sesuai indikasi

RASIONAL :
1. meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa
kelelahan yang berarti.
2. teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan
dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
3. adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.

D. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan asites

TUJUAN :
1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.
2. Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan

INTERVENSI :
1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau perlambatan
penyembuhan .
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada
menggaruk.
4. Balikkan / ubah posisi dengan sering
5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin dokter

RASIONAL :
1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area
radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.
2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.
4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak perlu.
5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata.

Tuhas mata kuliah KMB II


Diposkan oleh Resti Agista di 04:02 1 komentar

HERNIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


HERNIA

PENGERTIAN
Keluarnya isi rongga tubuh atau abdomen lewat suatu celah pada dinding yang mengelilinginya
TIPE HERNIA
-Hernia Redusible :
Jaringan yang keluar mudah dikembalikan kedalam rongga abdomen.
-Hernia Iredusible :
Jaringan yang keluar tidak mudah dikembalikan kedalam rongga abdomen karena adanya
plengketan pada kantong tsb.
-Hernia Stranggulata :
Leher kantong sebagai torniquet menyumbat aliran darah shg lumen usus dan usus menjadi
kematian jaringan beberapa jam.

MACAM HERNIA
-H. Diafragmatika
-H. Inguinalis/Scrotalis
-H. Femoralis
-H. Umbilikalis
-H. Insisional
-H. Epigastrika

ETIOLOGI
-Kongenital
-Kegemukan
-Kehamilan
-Batuk kronis
-Mengangkat benda berat

PATOFISIOLOGI
-Defek dinding otot mungkin kongenital karena kelemahan jaringan atau ruang luas pada
ligamen inguinal atau karena trauma.
-Tekanan intraabdominal meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan, mengangkat
berat, batuk dan cedera traumatik tekanan tumpul.
-Bila kedua faktor ini bersama dengan kelemahan otot, maka mengalami hernia.

PENATALAKSANAAN MEDIKAL
-Pemberian penyokong atau bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk.
-Insisi untuk membuang kantung hernia dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut.
Pada insufisiensi massa otot digunakan graft mata jala tembaga (steel mesh) utk menguatkan
area herniasi.

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri (saat mengejan) bd kondisi hernia atau intervensi pembedahan
Tujuan :
Nyeri menurun dalam 1 jam intervensi, ditandai penururunan skala nyeri, tidak meringis.

Intervensi Keperawatan :
-Kaji dan catat keadaa nyeri ; jenis, lokasi, durasi, pencetus, yang menurunkan nyeri.
-Beri tahu untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat berat. Anjurkan
menekan insisi dengan tangan atau bantal selama batuk.
-Ajarkan tentang pemasangan penyokong skrotal tau kompres es untuk membatasi edema dan
mengendalikan nyeri.
-Gunakan tindakan distraksi, interaksi verbal, gosokan punggung dan latihan relaksasi.
-Berikan analgesik sesuai program.

2. Retensi kemih bd nyeri, trauma dan penggunaan anestesi selama pembedahan abdomen
bawah.
Tujuan :
Pasien berkemih tanpa kesulitan, ditandai haluaran 100 ml setiap berkemih dan 1000-1500 ml
lebih dalam 24 jam.

Intervensi Keperawatan :
-Kaji dan catat distensi suprapubik atau tidak bisa berkemih
-Pntau haluaran urine.
-Permudah berkemih dengan posisi.

3. Kurang pengetahuan ; komplikasi GI bd adanya hernia dan tindakan untuk mencegah


kekambuhan.
Tujuan :
-Pengetahuan meningkat, ditandai pasien mengungkapkan tanda dan gejala komplikasi GI.

Intervensi Keperawatan :
-Ajarkan untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, mual dan muntah, demam, distensi
abdomen yang memperberat serangan inkarserata atau strangulasi usus.
-Anjurkan diet atau suplemen tinggi serat dan masukkan cairan 2-3 liter perhari.
-Ajarkan mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.

Materi Kuliah Semester II KMB II


Diposkan oleh Resti Agista di 04:01 0 komentar

GASTRISTIS

PENGERTIAN
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)

Gastritis adalah suatu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang
bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan. ( J. Reves, 1999 )

Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus dan lokal yang
disebabkan oleh makanan, obat – obatan, zat kimia, stres, dan bakteri.

PENYEBAB
• Indisekresi diet : makan terlalu banyak, cepat, terlalu berbumbu, atau makanan yang terinfeksi.
• Penyebab lain : alcohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi.

PATOFISIOLOGI
• Gastritis akut dapat menjadi tanda infeksi sistemik. Bentuk yang lebih berat disebabkan oleh
asam kuat atau alkalis sehingga mukosa menjadi gangrene atau perporasi.
• Gastritis kronis dihubungkan dengan ulkus atau oleh bakteri Helicobacter pylori.

MANIFESTASI KLINIS
Gastritis akut :
• Ulserasi superficial yang menimbulkan hemorragie
• Ketidaknyamanan abdomen (mual, anoreksia)
• Muntah serta cegukan
• Dapat terjadi kolik dan diare.

Gastritis kronis :
Tipe A :
• Asimtomatis
Tipe B :
• Mengeluh anoreksia
• Sakit ulu hati setelah makan
• Bersendawa
• Rasa pahit dalam mulut
• Mual dan muntah

PENATALAKSANAAN MEDIKAL
• Menghindari alcohol dan makan sampai gejala berkurang
• Diet tidak mengiritasi
• Bila diperlukan berikan cairan intravena
• Bila akibat asam atau alkalin kuat encerkan dengan antacid (Aluminium hidroksida)
• Bila akibat alkali kuat gunakan jus lemon encer atau cuka yang diencerkan
• Bila korosi berat, hindari emetic dan lavase karena adanya bahaya perforasi
• Modifikasi diet, istirahat, reduksi stress dan farmakologi.

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan :
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan
Tujuan :
- Ansietas berkurang
Intervensi Keperawatan :
- Tindakan kedaruratan untuk klien yang mencerna
asam atau alkali
- Berikan terapi pendukung setelah kegawatdaruratan
- Siapkan untuk pemeriksaan diagnostic
- Gunakan pendekatan yang tenang
- Jelaskan semua prosedur dan tindakan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan masukan
nutrient tidak adekuat.
Tujuan :
- Pasien dapat meningkatkan masukan nutrisi adekuat dan menghindari
makanan pengiritasi.
Intervensi Keperawatan :
- Berikan dukungan fisik dan emosional
- Hindari makanan dan cairan lewat mulut sampai
gejala akut berkurang
- Berika terapi IV sesuai kebutuhan
- Hindari minuman kafein
- Hindari alcohol dan nikotin.
3. Risiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan ketidakcukupan masukan cairan dan kehilangan cairan berlebihan akibat muntah.
Tujuan :
- Keseimbangan cairan dipertahankan
Intervensi Keperawatan :
- Pantau masukan dan haluaran setiap hari terhadap
dehidrasi
- Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk keseimbangan
cairan
- Waspadai terhadap indicator gastritis hemorragis
(hematemesis, takhikardia, hipotensi).
4. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa
Tujuan :
- Nyeri berkurang
Intervensi Keperawatan :
- Instruksikan menghindari makanan dan minuman yang mungkin
mengiritasi mukosa lambung
- Kaji derajat nyeri dan dapatkan kenyamanan melalui obat.
Diposkan oleh Resti Agista di 04:00 0 komentar

APENDIKSITIS

A. PENGERTIAN
Appendiksitis adalah merupakan peradangan pada appendik periformil. yaitu saluran kecil yang
mempunyai diameter sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi appendik pada daerah
illiaka kanan,dibawah katup illiocaecal,tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc burney.

B. B.ETIOLOGI
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel lympoid
Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau
neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami
bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
tekanan intra lumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan
menyebabkan edema dan ulserasi mukosa.Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang
ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
1. Ulserasi pada mukosa.
2. Obstruksi pada kolon oleh Fekalit (feses yang mengeras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing.
5. Tumor.
6. Striktur karena Fibrosis pada dinding usus.

C. TANDA DAN GEJALA


Anoreksia biasanya tanda pertama
Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian
menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal).
Retrosekal/nyeri punggung/pinggang.
postekal/nyeri terbuka → diare.
Muntah, demam → derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Lekositosis → bervariasi, tidak mempengaruhi diagnosa/penatalaksanaan
D. DIAGNOSA BANDING
Adenisitis Mensentrik.
Kista ovari
Koletiasis
Batu ginjal/uretra.
Diverkulitis

E. KOMPLIKASI
Perforasi dengan pembentukan abses
Peritonitis generalisata
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

F. PENATALAKSANAAN
Tidak ada penataksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena
dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai
48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila
operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena
dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien memerlukan antibiotik dan drainase
G. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen
appendik.Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan
sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan ( Karsinoma Karsinoid )
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama
mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang
tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus
yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan
aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini
disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis
gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi
akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak
karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks
yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena
telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat
ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis
kronis (Junaidi ; 1982).
INSIDEN
Appendiksitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada wanita dan laki-
laki insidennya sama terjadi kecuali pada usia pubertas.Dan usia 25 tahun lebih banyak dari laki-
laki dengan perbandingan 3 : 2.
PENCEGAHAN
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada
lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi
karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga
menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis
menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan peritonitis.

PRIORITAS MASALAH
1.Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi
appenditomi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.
4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan
secara oral
RENCANA KE PERAWATAN
1.Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post operasi appendiktomi

TUJUAN
Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
-tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat
1. Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat
2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler
3.Dorong ambulasi dini
4.Berikan aktivitas hiburan
5. Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika

RASIONAL
1.Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan
karakteristik nyeri.
2. Menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ
4. meningkatkan relaksasi
5. Menghilangkan nyeri

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri

TUJUAN
Toleransi aktivitas dengan kriteria :
-klien dapat bergerak tanpa pembatasan
-tidak berhati-hati dalam bergerak

INTERVENSI
1. catat respon emosi terhadap mobilitas
2.Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien
3. Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan

RASIONAL
1.Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan
2. Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan
3. Memperbaiki mekanika tubuh
4. Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

3.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi

TUJUAN
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
-tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan

INTERVENSI
1. Ukur tanda-tanda vital
2. Observasi tanda-tanda infeksi
3. Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
4. Observasi luka insisi

RASIONAL
1. Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
2. Deteksi dini terhadap infeksi akan mempermudah dalam
3. Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4. Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan pemasuka n cairan secara
oral

TUJUAN
Kekurangan volume cairan tidak terjadi

INTERVENSI
1.Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh
2.Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
3.Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena

RASIONAL
1.Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan atau
kebutuhan pengganti.
2.Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
3.Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan fungsi
ginjal

Daftar Pustaka
1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta
2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000, Jakarta.
4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal), EGC,
Jakarta.
Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina Aksara Jakarta
Diposkan oleh Resti Agista di 03:59 0 komentar

GIZI BURUK

I. PENGERTIAN
Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya
gizi buruk ini diderita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy yang
sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus/bakteri.

II. ETIOLOGI
1) Penyebab langsung
• Penyakit infeksi
2) Penyebab tidak langsung
• Kemiskinan keluarga
• Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
• Sanitasi lingkungan yang buruk
• Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
III. KLASIFIKASI GIZI BURUK
A. Kurang kalori ( marasmus)
Marasmus adalah kekurangan energy pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh
terpakai sehingga anak kurus dan keriput.
1) Etiologi :
Penyebab utama dari kekurangan makanan yang mengandung kalori
Penyebab umum:
• Kegagalan menyusui anak : ibunya meninggal
• Tidak adanya makanan tambahan
2) Tanada & gejala
Tampak sangat kurus, sehingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng
Kulit keriput , jari lemak subtikus sangat sedikit sampai tidak ada
Perut cekung
Sering disertai penyakit kronis; diare kronik

3) Patofisiologi
Defisiensi kalori yang lama

Penghancuran jaringan lemak


(kebutuhan energy)

Menghilangnya lemak dibawah kulit

Penciutan/pengecilan otot

Pelisutan tubuh yang menyeluruh

B. Kurang protein ( kwashiorkor )


Kwashiorkor adalah penyebab utama dari kekurangan makanan yang mengandung protein
hewani. Penyakit ini biasanya diderita oleh golongan sosial ekonomi rendah.

1) Etiologi :
Defisiensi asupan protein
2) Tanda & gejala
Kegagalan pertumbuhan tampak dengan berat badan rendah maupun ada edema
Edema pada kaki
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Cengeng
Cracy papement
Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung mudah dicabut tanpa rasa sakit dan
rontok
Pembesaran hati
Otot mengecil, lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk
Sering disertai infeksi anemia , diare.

C. Kurang kalori dan protein ( marasmus – kwashiorkor )


Etiologi, tanda dan gejalanya merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.

IV. PENATALAKSANAAN
Makanan /minuman dengan biologic tinggi gizi kalori / protein. Pemberian secara bertahap dari
bentuk dan jumlah mula – mula cair (seperti susu) lunak (bubur) biasa ( nasi lembek).

Prinsif pemberian nutrisi


1. Porsi kecil,sering,rendah serat, rendah laktosa
2. Energy / kalori : 100 K kal / kg BB/ hari
3. Protein : 1 – 1,5 g / kg BB / hari
4. Cairan : 130 ml / kg BB / hari Ringan - sedang
: 100 ml / kg BB / hari Edema Berat
Obati / cegah infeksi
Antibiotic
a. Bila tampak komlikasi : Cotrymoksasol 5 ml
b. Bila anak sakit berat : Ampicillin 50 mg / kg BB IM/ IV
Setiap 6 Jam Selama 2 Hari
Untuk Melihat kemajuan / perkembangan anak
• Timbang berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
• Catat kenaikan BB anak tiap minggu

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DENGAN GIZI BURUK

I. PENGKAJIAN
a) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, No Register, agama, tanggal
masuk Rs , dll
b) Keluhan utama
Tidak ada nafsu makan dan muntah
c) Riwayat penyakit sekarang
Gizi buruk biasanya ditemukan nafsu makan kurang kadang disertai muntah dan tubuh terdapat
kelainan kulit (crazy pavement)
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat penyakit infeksi , anemia, dan diare sebelumnya
e) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang lain menderita gizi buruk

II. Pemeriksaan fisik


a) Inspeksi
• Mata : agak menonjol
• Wajah : membulat dan sembab
• Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
• Abdomen : perut terlihat buncit
• kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
b) Palpasi
Pembesaran hsti ± 1 inchi
c) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal

III. Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan
darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru

IV. Diagnosa keperawatan


1. Pemenuhan nutrisi kurang daari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi dalam 2 minggu
kriteria hasil :
• Klien tidak muntah lagi
• Nafsu makan kembali normal
• Edema Berkurang /Hilang
• BB sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
Rencana :
1) Beri asupan makanan/minuman tinggi kalori/protein
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat/vitamin/nutrisi
4) Observasi pengawasan pemberian cairan
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi
Tujuan: Integritas kulit kembali normal.
Kriteria hasil:
• Gatal hilang/berkurang.
• Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.

Rencana:
• Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
• Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak
tetap kering.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.

3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah.
Kriteria hasil:
• Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan.
• Dapat mengulangi isi penyuluhan.
• Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di rumah.
Rencana:
• Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
• Jelaskan tentang:
Nama penyakit anak.
Penyebab penyakit.
Akibat yang ditimbulkan.
Pengobatan yang dilakukan.
• Jelaskan tentang:
Pengertian nutrisi dan pentingnya.
Pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya.
Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak mengandung protein.
• Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan.
• Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC
Lynda juall carpenito, diagnose keperawatan edisi 6
Kapita selekta kodekteran edisi ketiga jilid 2
Marilan E Doenges, 1999
Diposkan oleh Resti Agista di 03:58 0 komentar

ANAK THALASSEMIA

I. Konsep dasar penyakit


Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom
berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang
atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997).
Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan
sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120
hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.

Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada beta
thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada
meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalm sel
sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih
permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik.
Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas ggugusan hem yang akan mengoksidasi
hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.

Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu thalassemia mayor yang
memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan thalasemia minor yang sering tidak
memberikan gejala yang jelas.

II. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan
oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel - selnya

III. Patofisiologi
Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantau globin disebabkan rendahnya
hemoglobin intraseluler (hipokromia) dan kelebihan relative rantai lainnya.
• β-Thalasemia . denagan berkurangnya sintesis β-globin, sebagian besasr rantai α yang
diproduksi tidak dapat menemukan pasangannya rantai β untuk berikatan. Rantai α yang bebas
membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan menghasilkan berbagai akibat selanjutnya, yang
terpenting adalah kerusakan membrane sel, menyebabkan keluarnya K⁺ dan gangguan sintesis
DNA. Perubahan ini menyebakan destruksi precursor sel darah merah dalam sumsum tulang
(eritropoesis inefektif) dan hemolisis sel darah abnormal dilimpa (status hemolitik). Anemia
yang disebabkannya, bila parah, menyebabkan ekspansi kompensasi sumsum eritropoetik, yang
dapat menembus korteks tulangdan menyebabkan abnormalitas rangka pada anak-anak yang
sedang bertumbuh. Eritropoesis yang inefektif juga berkaitan dengan absorpsi berlebihan besi
dari makanan, yang bersama dengan berulangnya transfuse darah (diperlukan oleh bebrapa
penderita) menebabkan kelebihan besi yang parah.
• α-thalassemia. Berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai α dan rantai non-α (β,γ, atau
δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai pasangan aakan membentuk agregat yang tidak stabil
yang merusak sel darah merah dan prekursornya.

IV. Tanda danm gejala

1. Pucat
2. Fasies mongoloid fasies cooley
3. Gangguan pertumbuhan
4. Hepatosplenomegali
5. Ada riwayat keluarga
6. Ikterus atau sub ikterus
7. Tulang; osteoporosis, tampak struktur mozaik
8. Jantung membesar karena anemia kronis
9. Ginjal juga kadang – kadang juga membesar disebabkan oleh hemophoesis ekstra meduller
10. Kelainan hormonal seperti : DM, hipotiroid, disfungsi gonad
11. Serangan sakit perut dengan muntah dapat menstimulasi gejaaala penyakit abdomen yang
berat

V. Pemeriksaan Laboratorium
• Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit
dalm batas normal
• Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
• Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
• Kadar besi serum meningkat
• Bilirubin indirect meningkat
• Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
• Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor

VI. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa
menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai,
komplikasi lain :
• Infark tulang
• Nekrosis
• Aseptic kapur femoralis
• Asteomilitis (terutama salmonella)
• Hematuria sering berulang-ulang

VII. Asuhan keperawatan


A. Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan
merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan,
biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3. Riwayat kesehatan anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan


Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini
terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis
dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita
thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.

8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)


Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir.
Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang
normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang
disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran
fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada
ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

10. Penegakan diagnosis


1) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai
berikut:
o Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
o Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
o Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
o Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam
serum tinggi
2) Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah
berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah
didalam pembuluh darah.

11. Penatalaksanaan
1. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
2. Perawatan khusus :
1) Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat
lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu
besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi
Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun.
Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya
belum memadai.

B. Diagnosa keperawatan

I. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai
dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera
ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
• Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%

INTERVENSI

1. Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas

2. Atur Posisi Semi Fowler

3. Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah

4. Pemberian O2 kapan perlu

RASIONAL

1. Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu
Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat

2. Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat


3. Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat

4. Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat

II. Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai
dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali,
produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
• Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik

INTERVENSI
1. Onservasi Intake Output Cairan
2. Observasi Tanda Vital

3. Beri pasien minum sedikit demi sedikit

4. Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter

RASIONALISASI

1. Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan


2. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takcikardi
3. Dengan minum sedikit demi sedikit tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara
bertahap
4. Pemasukan cairan secara parenteral sehingga cairan menjadi adekuat

III. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi
dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut
distensi, peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
• Nyeri abdomen hilang atau kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
• Peristaltic usus normal

INTERVENSI

1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya

2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit

3. Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit

4. Kolaborasi pemberian obat analgetik

RASIONALISASI

1. Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
2. Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
3. Membantu mengurangi tegangan otot

4. Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.


Edisi 3.Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta
Diposkan oleh Resti Agista di 03:57 0 komentar

ANAK HEMOFILIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

a. Definisi
Hemofilia berasal dari bahasa yunani kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti
darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.

Hemophilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.

Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau
kelainan biologik faktor VIII (antihemophilic globulin) dan faktor IX (komponen tromboplastin
plasma). (David Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran).

Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X.
Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai
kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita
juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu
pembawa carrier dan bersifat letal

b. Etiologi
Herediter
Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII
(AHG)
Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic Antecendent)

Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:


1. Hemofilia A
Hemofilia A dikenal juga dengan nama Hemofilia Klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang
paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Kekurangan faktor VIII protein pada
darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

2. Hemofilia B
Hemofilia B dikenal juga dengan nama Chrismas disease : karena ditemukan untuk pertama
kalinya pada seorang bernama Steven Chrismas asal kanada.
Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX . dapat muncul dengan bentuk
yang sama dengan tipe A.
Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama, namun yang membedakan tipe A / B adalah dari
pengukuran waktu tromboplastin partial deferensial.

Hemophilia A atau Hemofilia B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, hemophilia A
terjadi sekurang – kurangnya 1 di antara 10.000 orang, Hemofilia B lebih jarang ditemukan ,
yaitu 1 di antara 50.000 orang.

Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.


a) Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
b) Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
c) Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).

c. Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang letaknya
dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama,
kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap
pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada
hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan
pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai merangkak
maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal.
Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh darah
(yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh. Pembuluh
darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh→Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh →
perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang -
benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh).

e. Diagnosa
Jika seorang bayi / anak laki-laki mengalami perdarahan yang tidak biasa, maka diduga dia
menderita hemofilia. Pemeriksaan darah bisa menemukan adanya perlambatan dalam proses
pembekuan. Jika terjadi perlambatan, maka untuk memperkuat diagnosis serta menentukan jenis
dan beratnya, dilakukan pemeriksan atas aktivitas faktor VII dan faktor IX.

f. Pemeriksaan Khusus
Riwayat keluarga dan riwayat perdarahan setelah trauma ringan
Kadar faktor VIII dan faktor IX
PTT diferensial

g. Penatalaksaan
 Tranfusi untuk perdarahan dan gunakan kriopresipitat faktor VIII dan IX, tranfusi di lakukan
dengan teknik virisidal yang di ketahui efektif membunuh virus-virus yang dapat menyebabkan
infeksi lain akibat tranfusi, dan di sebut sebagai standar terbaru tatalaksana hemofilia yaitu FVIII
rekombinan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular virus.
Aspirasi hemartosis dan hindari imobilitas sendi
Konsultasi genetik

II. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian perawatan
Pada pengkajian anak dengan hemophilia dapat ditemukan adanya pendarahan kambuhan yang
dapat timbul setelah trauma baik ringan maupun berat. Pada umumnya pendarahan di daerah
persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha ; sedangkan otot yang paling
sering terkena adalah flrksor lengan bawah. Khususnya pasa bayi dapat terlihat adanya
perdarahan yang berkepanjangan setelah bayi dilakukan sirkumsisi, adanya hematoma setelah
terjadinya infeksi , sering pendarahan pada mukosa oral dan jaringan lunak, sering awalnya
disertai dengan nyeri kemudian setelah nyeri akan menjadi bengkak, hangat, dan menurunnya
mobilitas. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai jumlah trombositnya normal, masa
protombinnya normal, masa tromboplastin parsialnya meningkat.

Aktivitas
Gejala :Kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda :Kelemahan otot, somnolen
Sirkulasi
Gejala :Palpitasi
Tanda :Kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebral
Eliminasi
Gejala :Hematuria
Integritas ego
Gejala :Persaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda :Depresi, menarik diri, ansietas, marah
Nutrisi
Gajala :Anoreksia, penurunan berat badan
Nyeri
Gejala :Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda :Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
Keamanan
Gejala :Riwayat trauma ringan, perdarahan spontan.
Tanda :Hematom

b. Diagnosa Keperawatan

A. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif ditandai dengan kesadaran
menurun, perdarahan

Tujuan/Kriteria hasil: Tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian kapiler baik, perdarahan
dapat teratasi
INTERVENSI
1.Kaji penyebab perdarahan

2.Kaji warna kulit, hematom, sianosis

3.Kolaborasi dalam pemberian IVFD adekuat

4.Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah

RASIONAL
1.Dengan mengetahui penyebab dari perdarahan maka akan membantu dalam menentukan
intervensi yang tepat bagi pasien

2.Memberikan informasi tentang derajat /keadekuatan perfusi jaringan dan membantu dalam
menentukan intervensi yang tepat

3.Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta memaksimalkan kontraktilitas/curah


jantung sehingga sirkulasi menjadi adekuat

4.Memperbaiki / menormalakn jumlah sel darah merah dan meningkatkan kapasitas pembawa
oksigen sehingga perfusi jaringan menjadi adekuat

B. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat perdarahan ditandai


dengan mukosa mulut kering,turgor kulit lambat kembali.

Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan, mukosa mulut lembab,


turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik

INTERVENSI
1.Awasi TTV
2.Awasi haluaran dan pemasukan
3.Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4.Kolaborasi dalam pemberian cairan adekuat

RASIONAL
1.Perubahan TTV kearah yang abnormal dapat menunjukan terjadinya peningkatan kehilangan
cairan akibat perdarahan / dehidrasi

2.Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan membantu
mengevaluasi status cairan

3.Memberikan informasi tentang derajat hipovolemi dan membantu menentukan intervensi

4.Mempertahankan keseimbangan cairan akibat perdarahan


C. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia
ditandai dengan seringnya terjadi cedera

Tujuan/Kriteria hasil: Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi

INTERVENSI
1.Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman pada tempat tidur
2.Hindarkan dari cedera, ringan – berat
3.Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
4. Anjurkan pada orangtua untuk segera membawa anak ke RS jika terjadi injuri
5. Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cedera. 1. Menurunkan resiko cidera / trauma

RASIONAL

1.Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme pembekuan menigkatkan resiko perdarahan


meskipun cidera /trauma ringan

2. Paien hemofilia mempunyai resiko perdarhan spontan tak terkontrol sehingga diperlukan
pengawasan setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera

3.Identifikasi dini dan pengobatan dapat membatasi beratnya komplikasi

4.Orang tua dapat mengetahui mamfaat dari pencegahan cidera/ resiko perdarahan dan
menghindari injuri dan komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Penerbit Buku


Kedokteran EGC
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta
Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran.Binarupa Aksara.Jakarta
Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta
www.id.wikipedia.org
www.medicastore.com
www.indonesian hemophilia society.com
www.info-sehat_com.htm
www.purnama87.blogspot.com/2008/05/askep-hemofilia.html
Diposkan oleh Resti Agista di 03:56 0 komentar

JIWA DENGAN KRISIS


A. DEFINISI
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat
menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu.
Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup
yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah
(koping) yang biasa digunakan.

Krisis terjadi melalui empat fase :


Fase I : Ansietas meningkat sehingga muncul stimulus individu untuk
menggunakan koping yang biasa dipakai.
Fase II : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan gagal.
Fase III : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan bantuan orang lain.
Fase IV : Terjadi ansietas berat / panik yang menunjukkan adanya disorganisasi psikologis.

Faktor Pencetus Terjadinya Krisis :


1. Kehilangan : - Kehilangan orang yang penting
- Perceraian
- Pekerjaan

2. Transisi : - Pindah rumah


- Lulus sekolah
- Perkawinan
- Melahirkan

3. Tantangan : - Promosi
- Perubahan karir

Kualitas dan Maturitas Ego dinilai berdasarkan ( G. Caplan 1961) :


1. Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta mempertahankan
keseimbangan.
2. Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan problem.
3. Kemampuan untuk mengatasi problem serta mempertahankan keseimbangan social.

B. FAKTOR PENGIMBANG ( Balancing Factory )


Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu :
1) Persepsi individu terhadap kejadian
a) Arti kejadian tersebut pada individu
b) Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu
c) Pandangan realistic & tidak realistic terhadap kejadian
2) Situasi yang mendorong / dukungan situasi
- Ada orang / lembaga yang dapat mendorong individu
3) Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu
- Sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya.

C. TIPE – TIPE KRISIS


1. Krisis Maturasi
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang yang setiap saat tahap
mempunyai tugas dan masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi
individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya tiap tahap dipengaruhi
kemampuan individu mengatasi stress yang terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan yang dapat mengganggu
keseimbangan psikologis, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, menjadi orang tua,
menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh
peran yang memadai, sumber – sumber interpersonal, dan tingkat penerimaan orang lain
terhadap peran baru.

2. Krisis Situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat dari suatu
kejadian yang spesifik, seperti : kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tidak diinginkan atau
kehamilan diluar nikah, penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai, kegagalan disekolah.

3. Krisis Malapetaka ( Krisis Sosial )


Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta
menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan di lingkungan seperti : gunung meletus,
kebakaran dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang seperti halnya pada krisis
maturasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KRISIS

A. PENGKAJIAN
1. Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang tercantum oleh kejadian dan gejala yang timbul.
a) Kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian maupun karena perpisahan.
b) Kehilangan biopsikososial seperti : kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit,
kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.
c) Kehilangan milik pribadi misalnya : kehilangan harta benda, kehilangan kewarganegaran,
rumah kena gusur.
d) Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan
pasangan hidup.
e) Ancaman – ancaman lain yang dapat diidentifikasi termasuk semua ancaman terhadap
pemenuhan kebutuhan.

2. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian


Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis, termasuk pokok – pokok pikiran dan
ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
a) Apa arti makna kejadian terhadap individu
b) Pengaruh kejadian terhadap masa depan
c) Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistis
d) Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri, dengan keluarga, dengan teman.
e) Apakah punya teman tempat mengeluh
f) Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga
g) Apakah ada orang atau lembaga yang dapat memberikan bantuan
h) Apakah mempunyai keterampilan menggantikan fungsi orang yang hilang
i) Perasaan diasingkan oleh lingkungan
j) Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic

Data yang dikumpulkan berkaitan dengan koping individu tak efektif, sbb :
1. Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan.
2. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, putus asa.
3. Perasaan diasingkan oleh lingkungan.
4. Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.
5. Mengungkapkan ketidakpastian terhadap pilihan – pilihan.
6. Mengungkapkan kurangnya dukungan dari orang yang berarti.
7. Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan.
8. Perasaan khawatir, ansietas.
9. Perubahan dalam partisipasi social.
10. Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
11. Tampak pasif, ekspresi wajah tegang.
12. Perhatian menurun.

Pada krisis malapetaka perilaku individu dapat diidentifikasi berdasarkan fase


respon terhadap masalah musibah yang dialami.

FASE
1.Dampak Emosional
2.Pemberani (heroic)
3.Bulan madu (honeymoon)
4.Kekecewaan
5.Rekonstruksi dan Reorganisasi

RESPON
1.Fase ini sudah termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut : syok, panic,
takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta
mungkin terjadi perilaku merusak diri.

2.Terjadi suatu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga, dan tim kedaruratan
kegiatan yang konstruktif saat itu dapat mengatasi ansietas dan depresi. Akan tetapi aktifitas
yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.

3.Fase ini mulai terlihat pada satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka.
Kebutuhan bantuan orang lain berupa uang, sumber daya, serta dukungan dari berbagai pihak.
Perkumpulan akan membantu memberikan masyarakat baru masalah psikologis dan masalah
perilaku mungkin terselubung.

4.Fase ini berakhir dalam 2 bulan s/d 1 tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa,
timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membanding – bandingkan
keadaan tetangganya dengan dirinya, dan mulai tumbuh rasa benci atau sikap bermusuhan
terhadap orang lain.

5Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalhnya. Mereka mulai
membangun rumah, bisnis dan lingkungannya. Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun
setelah terjadi musibah.

B. PERENCANAAN
Dinamika yang mendasari krisis ditetapkan alternative penyelesaian, langkah – langkah untuk
mencapai penyelesaian masalah seperti : menentukan lingkungan pendukung dan memperkuat
mekanisme koping.

C. TUJUAN
1. Membantu pasien agar dapat berfungsi lagi seperti sebelum mengalami krisis.
2. Meningkatkan fungsi pasien seperti dari sebelum terjadi krisis (bila mungkin)
3. Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri.

D. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari urutan yang paling
dangkal sampai paling dalam, yaitu :
1) Manipulasi lingkungan
Ini adalah intervensi dengan merubah secara langsung lingkungan fisik individu atau situasi
interpersonalnya, untuk memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.
2) Dukungan umum (general support)
Tindakan ini dilakukan dengan membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan
siap untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta penuh perhatian
merupakan dukungan bagi pasien.

3) Pendekatan genetic (genetic approach)


Tindakan ini digunakan untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera
mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu – individu yang
menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada resiko bunh diri / membunuh orang
lain.
4) Pendekatan individual (individual approach)
Tindakan ini meliputi penentuan diagnose, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien
tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika
ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan dengan orang lain yang
dicintai, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah.

TUJUAN
Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas.
INTERVENSI
1. Membina hubungan saling percaya dengan
lebih banyak memakai komunikasi non
verbal.
2. Mengizinkan pasien untuk menangis.
3. Menunjukkan sikap empati.
4. Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien
belum mau berbicara.
5. Mengatakan kepada pasien bahwa perawat
dapat mengerti apabila dia belum siap untuk
membicarakan perasaannya dan mungkin
pasien merasa bahwa nanti perawat akan
mendengarkan jika dia sudah bersedia
berbicara.
6. Membantu pasien menggali perasaan serta
gejala – gejala yang berkaitan dengan
perasaan kehilangan.

2. Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang dirawat di
rumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah.

TUJUAN
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain.

INTERVENSI
1. Melakukan pendekatan kepada anggota
keluarga dengan sikap yang hangat, empati
dan memberi dukungan.
2. Menanyakan kepada keluarga tentang
penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya, seperti timbulnya penyakit,
beban yang dirasakan, akibat yang diduga
timbul karena penyakit yang didertita oleh
anggota keluarga tersebut.
3. Menanyakan tentang perilaku keluarga
yang sakit.
4. Menanyakan tentang sikap keluarga secara
keseluruhan dalam menghadapi keluarga
yang sakit.
5. Mendiskusikan dengan keluarga apa yang
sudah dilakukan untuk mengatasi perasan
cemas, takut, dan rasa bersalah.

F. EVALUASI
Beberapa hal yang dievaluasi antara lain :
1. Dapatkah individu menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum krisis terjadi ?
2. Sudah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan tercantum oleh kejadian yang menjadi
factor pencetus ?
3. Apakah perilaku maladaptif atau symptom yang ditunjukkan telah berkurang ?
4. Apakah mekanisme koping yang adaptif sudah berfungsi kembali ?
5. Apakah individu telah mempunyai pendukung sebagai tempat ia bertumpu/berpegang ?
6. Pengalaman apa yang diperoleh oleh individu yang mungkin dapat membantunya dalam
menghadapi keadaan krisis dikemudian hari ?

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta
Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.
Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.
Diposkan oleh Resti Agista di 03:55 0 komentar

ABORTUS

A. Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi pada waktu janin masih
demikian kecilnya sehingga tidak dapat hidup di luar rahim, yaitu bila berat bayi masih kurang
dari 500 gram atau par{angnya kurang dari 35 cm atau kehamilan kurang dan20 minggu.

B. Etiologi
Faktor-faktor penyebab sangat banyak. Pada bulan pertama dari kehamilan abortus hampir selalu
didahului oleh matinya fetus. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah :
o Faktor telur sendiri
o Faktor ibu
o Faktor bapak
l) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat, Kelainan
berat biasanya menyebabkan kematian fetus pada hamil muda. Fakfor-faktor yang menyebabkan
kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut :
o Kelainan kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi,
poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
o Lingkungan kurang sempuma. Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi
kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
o Pengaruh dari luar. Radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil
konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan
pengaruh teratogen.

2) Kelainan pada plasenta


Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan olsigenisasi plasenta terganggu,
sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi
sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
3) Kelainan genetalia ibu
o Kongenital anomali (ripoplasia uterio uterus bikornis)
o Kelainan letak dari uterus seperti retrofelsi uteri fiksata
oTidak sempumanya persiapan utenrs untuk menanti nidasi dari pada ovum yang sudah dibuatri
seperti kurangnya progesteron/esfiogen, endometitis, mioms submukus.
o Uterus terlalu cepat regang ftehamilan gandq mola)
o Distorsio dari uterus : oleh karena di dorong oleh tumor pelvis
4) Penyakit-penyakit ibu
o Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggr : pneumonia,tifoid, pielitis, rubeola demam
malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari si ibu atau invasi dari
kuman dan virus pada fetus.
o Keracunan Pb, nikotin, gas racun & alkohol
o Ibu yang asfiksia seperti pada dekomp kordis, penyakit paru berat, anemi gravis
o Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid avit A/C/E, diabetes mellitus.
5) Rhesus Antagonisme
Pada Rhesus Antagonisme darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus sehingga terjadi
anemi pada fetus yang menyebabkannya mati.
6) Terlalu cepat korpus luteum meniadi atrofis
7) Perangsangan pada ibu sehingga menyebabkan uterus berkontraksi, misalnya : sangat terkejut
obat-obatan uterus tonika, ketakutan, laparotomi
8) Trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena instnrmen" benda dan
obat-obatan.
9) Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi kordis,
malnutrisi,nefritis, sifilis, keracunan( alkohol,nikotin,Pb) sinar rontgen, avitaminosis.
10)Faktor serviks: inkompetensi serviks,sevisitis

C. Patologi
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan Nekrosis di jaringan
dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini memicu kontraksi uterusy ang
menyebabkane kspulsi.A pabila kantung dibuka, biasanya dijumpai janin kecil yang mengalami
maserasi dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan
disebut blighted ovum.
Mola kameosa atau darah adalah suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul
memiliki ketebalan bervariasi, dengan vili korionik yang telah berdegenerasi tersebar di
antaranya. Rongga kecil di dalam yang terisi cairan tampak Menggepeng dan terdistorsi akibat
dinding bekuan darah lama yang tebal.
Pada abortus tahap lebih lanjut terdapat beberapa kemungkinan hasil. Janin yang tertahan dapat
mengalami maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang
mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan,
meninggalkan dermis. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis. Cairan amnion
mungkin terserap saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus.
Kadang-kadang, janin akhimya menjadi sedemikian kering dan tertekan sehingga
mirip dengan perkamen, yang disebut juga sebagai fetus papiraseus.

D. Klasifikasi
Abortus dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
o Abortus spontaneus
Yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, tetapi
karena faktor alamiah. Aspek klinis abortus spontaneus meliputi :
a) Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan pervaginam pada paruh
pertama kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dari beberapa jam
sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di
anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap
disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah
suprapubis. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu. Dalam hal ini
perlu diputuskan apakah kehamilan dapat dilanjutkan.
Sonografi vagina,pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (hCG) serum, dan
kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk
memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Dapat juga digunakan tekhnik pencitraan
colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.
Setelah konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus
diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta
dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ulhasonografi abdomen atau
probe vagina Dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam
rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase.

Penanganan abortus imminens meliputi :


* Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
* Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik
peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
* Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apaka}r janin masih hidup.
b) Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil
konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan
kerokan.
PenangananA bortus Insipiens meliputi :
l) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum
manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan:
* Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
* Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
* Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
* Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau
larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.
3) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
c) Abortus lnkompletus
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau
sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang
sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.
Penanganan abortus inkomplit :
1) Jika perdarahant idak seberapab anyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso
prostol4 00 mcg per oral.
2) Jika perdarahanb anyak atau terus berlangsungd an usia kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi hasil konsepsi dengan :
- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang
setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila
perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer
laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi (maksimal 800 mcg)
- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d) Abortus Kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis
dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya
sudah keluar dengan lengkap.
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila
penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat
maka perlu diberikan transfusi darah.
e) Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri
eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan
serviks uteri menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Padap emeriksaand
itemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan.
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil
konsepsi dari kanalis servikalis.
f) Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati
itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi
diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus
imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Diagnosis
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian
menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang,
mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan
menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan
besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-
kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga
pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Penanganan
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera
dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar
fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang
mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan
karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin
yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
g) Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada
umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28
minggu.
Etiologi
l. Kelainan daxi ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan hasilnya adalah
pembuahan yang patologis.
2. Kesalahan-kesalahan pada ibu:
. Disfungsi tiroid
. Kesalahan korpus luteum
. Kesalahan plasenta, tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus
luteum atrofis. Ini dapat dibuktikan dengan mengukur pregnandiol dalam urin.
- Keadaan gizi si ibu (malnutisi)
. Kelainan anatomis dari rahim
. Febrisu ndulands( contagiousa bortion)
. Hipertensi oleh karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/villi
Terganggu dan fetus jadi mati.
- Gangguan psikis
. Serviks inkompeten
. Rhesus antagonism

Pemeriksaan
1. Histerosalpingografi untuk mengetahui ada tidaknya pada uterus submukus mioma dan
kongenital anomaly
2. BMR dan kadar jodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan gld.
Thyroid
3. Psiloanalis
Diagnosis
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis khususnya diagnosis
abortus habitualis karena inkompetensia menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu dalam
kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mules, ketuban menonjol dan
pada suatu saat pecah. Kemudian timbul mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin
yang biasanya masih hidup dan normal.
Terapi
Pengobatan padaz kelainan dari endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Penanganannya terdiri atas : memperbaiki
keadaan umum, pemberian makanan yang bergizi, anjuran istirahat yang cukup, larangan koitus
dan olah raga. Merokok dan minum alkohol dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeter
terapinya adalah operatif : SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical cerclage).

h) Abortus infeksious,a bortuss eptik


Abortus infeksious adalah abortus yang disertai infeksi pada genetali sedang abortus septik
adalah abortus infeksious berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah
atau peritonium. Pada abortus infeksious, infeksi terbatas pada desidua. Sedangkan pada abortus
septic virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba parametrium, dan
peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.
Diagnosis
Diagnosis abortus infeksious ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda
infeksi alat genital seperti Pils, takikardi, perdarahan pervagina yang berbau,uterus yang
membesar, lembek serta nyeri tekan, dan leukositosis.
Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil demam tinggi
dan tekanan darah menurun. Untuk mengetahui kuman penyebab perlu diadakan pembiakan
darah dan getah pada serviks uteri.
Terapi
- Bila perdarahan banyak berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
. Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pembiakan dan uji kepekaan obat) :
l. Berikan suntikan penisilin l juta satuan tiap 6 jam
2. Berikan suntikan streptomisin 500 mg setiap L2 jam
3. Atau antibiotika spektrum luas lainnya.
. 24-28 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan banyak,
lakrrkan dilatasi dan kuretase pengeluaran hasil konsepsi.
. infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
. Pada abortus septik terapi sama sajq hanya dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan yang
tepat sesuai hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
. Tindakan operatif, dilakukan melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan, dilakukan
bila keadaan umum dan panas mulai mereda.
o Abortus provakatus (induced abortion)
Yaitu abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
a) Abortus medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus karena tindakan kita sendiri, berhubung kalau kehamilan dilanjutkan terus dapat
membahayakan jiwa si ibu.
b) Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak berdasarkan medis atau legal.
E. Komplikasi
l) Perdarahan
Perdarahand apat diatasi denganp engosonganu terus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu
pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak
diberikan pada waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada pada uterus dalam posisi
hiperrefiofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda
bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,
penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persolaan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin
pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus, dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan unfuk menentukan luasnya cedera, untuk
selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3) Infeksi
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat
(syok endoseptik)

Daftar Pustaka

Cunninghamm, F. Garry. 2005. Obstetri Williom. Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. 1990. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Oxorn, Harry. L990. ILMU KEBIDANAN, Fisiologi don patologi persalinan.


Jakarta: Yayasan Essentia Medica

wiknjosastro, Hanifa. 1992. Ilmu kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina pustaka


Diposkan oleh Resti Agista di 03:54 0 komentar

KANKER SERVIKS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Suatu keadaan dimana sel kehilangan kemampuanya dalam mengendalikan kecepatan
pembelahan dan pertumbuhannya. (Prawiroharjo, Sarwono: 1994)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari
adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya .
(FKUI, 1990;FKPP, 1997)
Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim/serviks yang abnormal dimana sel-sel
ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah keganasan. Kanker ini hanya
menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam status sexually active. Tidak pernah
ditemukan wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual pernah menderita kanker ini.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita
yang berusia 35-55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita
penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
2. ETIOLOGI
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel yang
ganas tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan tersebut, antara lain :
1) Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
2) Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex).
3) Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian menunjukkan bahwa 10-30
% wanita pada usia 30’an tahun yang sexually active pernah menderita infeksi HPV (termasuk
infeksi pada daerah vulva). Persentase ini semakin meningkat bila wanita tersebut memiliki
banyak pasangan seksual. Pada sebagian besar kasus, infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan
bersifat menetap.
Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin dbanyak berganti-ganti
pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya
sel-sel mulut rahim yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH
yang berbeda-beda pada multipatner dapat merangsang terjadinya perubahan kearah displasia.
4) Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2
5) Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali
6) Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan tubuh.

3. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:
a. Usia.
b. Jumlah perkawinan
c. Hygiene dan sirkumsisi
d. Status sosial ekonomi
e. Pola seksual
f. Terpajan virus terutama virus HIV
g. Merokok dan AKDR

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Perdarahan
b. Keputihan yang berbau dan tidak gatal
c. Cepat lelah
d. Kehilangan berat badan
e. Anemia

Tingkat keganasan klinik dibagi menurut Federation of Gynecology and Obstetric:


TINGKAT KRETERIA
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah stroma tak >
3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh limfe atau pembuluh darah.
Ib Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologi
ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina dan
parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
III Penyebaran telah sampai 1/3 bagian distal vagina atau ke parametrium sampai panggul.
IIIa Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang parametrium tidak dipersoalkan asal tidak
sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat antara tumor
dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa rektum dan atau
vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
IVa Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar dari pangul
kecil, metastasi jauh belum terjadi
IVb Telah terjadi metastasi jauh.

5. PENATALAKSANAAN
a. Biopsi.
b. Histerektomi transvaginal
c. Radioterapi
d. Radiasi paliatif
e. Kemoterapi

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN.
a. Identitas klien.
b. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau tetapi tidak
gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk
memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan
keluarga.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian
dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit
menular lain.
f. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan agaimana
pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.

2. PEMERIKSAAN FISIK.
a. Inspeksi
• Perdarahan
• keputihan
b. palpasi
• nyeri abdomen
• nyeri punggung bawah

3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Sitologi
b. Biopsi
c. Kolposkopi
d. Servikografi
e. Gineskopi
f. Pap net (pemeriksaan terkumpoteresasi dengan hasil lebih sensitif)

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia . pencegahan terhadap terjadinya komplikasi
perdarahan.
Intervensi :
• Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
• Berikan cairan secara cepat.
• Pantau dan atur kecepatan infus.
• Kolaborasi dalam pemberian infus

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan:
Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
• Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
• Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet yang ditentukan.
• Pantau masukan makanan oleh klien.
• Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai dengan diet.
• Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.

c. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi .


Tujuan:
Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
• Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
• Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.
• Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan
• Anjurkan pasien beristirahat sesuai kebutuhan.
• Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotika.
d. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan:
Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
Intervensi :
• Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap (Hb dan Trombosit)
• Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan.
• Observasi tanda-tanda perdarahan.
• Observasi tanda-tanda vital.
• Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC ( Trombosit Concentrated)

e. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian
kemoterapi.
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.
Intervensi:
• Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
• Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak mungkin dengan
diimbangi aktifitas.
• Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang dialami.
• Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
• Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.

f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi genokologis dan
prognosis yang tak menentu.
Tujuan:
Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi:
• Gunakan pendekatan yang tenang dan cipakan suasana lingkungan yang kondusif.
• Evaluasi kempuan pasien dalam mengambil keputusan
• Dorong harapan yang realistis.
• Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
• Berikan dorongan spiritual.

g. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker terhadap peran
pasien dalam keluarga.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap perannya dan
mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.
Intervensi :
• Bantu pasien untuk mengedintifikasi peran yang bisa dilakukan didalam keluarga dan
komunitasnya.
• Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang spesifik yang dibutuhkan
sehubungan dengan penyakitnya.
• Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran anggota yang
sakit.

h. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan terbatasnya


informasi.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari pemberian terapi.
Intervensi:
• Baringkan pasien diatas tempat tidur.
• Kaji kepatenan kateter abdomen.
• Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama pengobatan
• Jelaskan pada pasien efek yang mungkin dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, Marilyn.E 1989.Nursing care and Plans.Philadelphia: F.A Davis Company.


2. http:// www.medicastore .com/med/index.bhp?IUD=
3. http:creasoft.wordpress.com
4. Mochtar, Rustam. 1989.Synopsis obstetric. Jakarta:EGC.
5. Prawirohardjo, Sarwono.1994.Ilmu Kandungan. Jakarta: Gramedia.
6. Sanusi, Chandra. 1989:Ginekologi Greenhill edisi 10. Jakarta:EGC.

You might also like