You are on page 1of 22

Pengaruh ACFTA (ASEAN-China Free

Trade Agreement) terhadap Retailer


di Indonesia
Posted on Maret 2, 2011 by saepudin
ACFTA merupakan perjanjian perdagangan bebas antara negara Asean dengan Negara
China. Perjanjian ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2010 dan hal ini merupakan perwujudan
perjanjian perdagangan bebas enam negara Asean (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura,
Filipina, Brunei Darussalam, dan Cina. Sedangkan negara seperti Vietnam, Laos, dan
Kamboja baru akan mengikuti CAFTA di tahun 2015.
Menurut penjelasan dari Dinas Perindustrian sebanyak 1.516 pos tarif sektor industri akan
mengalami penurunan dari 5% menjadi 0%. Dari 1.516 pos tarif, sebanyak 228 pos tarif
diusulkan dimodifikasi karena industri bersangkutan belum siap bersaing. Hal ini akan
berpotensi menekan daya saing produk industri lokal karena harga produk China yang lebih
murah dibandingkan dengan produk lokal. Perjanjian ini menuai pro dan kontra baik di
kalangan pebisnis maupun masyarakat umum. Beberapa pihak bahkan menyangsikan
kesiapan Indonesia untuk turut serta dalam perjanjian ini.
Pada dasarnya ACFTA memiliki sisi positif dan sisi negatifnya. Namun kesiapan pemerintah
misalnya dalam persiapan infrastruktur dan peningkatan daya saing industri mutlak
diperlukan. Jangan sampai hal ini akan mematikan pasar dalam negeri karena konsumen lebih
memilih produk China yang harganya jauh lebih murah. ACFTA ini juga akan berimbas
terhadap ritel di Indonesia. Produk China akan membanjiri pasar. Hal ini karena adanya
permintaan yang tinggi karena harganya yang murah dibandingkan produk lokal. Produk
lokal akan kesulitan untuk bersaing secara harga, tapi secara kualitas produk Indonesia tetap
lebih unggul. Oleh karena itu dalam jangka panjang ketika konsumen lebih peduli lagi
terhadap kualita peritel akan mulai lagi melirik barang lokal.
Kebijakan- kebijakan non tarif lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi
produsen dan konsumen lokal di Indonesia yaitu :
• Melakukan pengawasan terhadap produk ilegal masuk ke Indonesia seperti produk makanan
dan minuman serta beras dan gula karena tidak tercantum dalam perjanjian ACFTA tersebut.
• Menerapkan SNI (Standar Nasional Indonesia) terhadap produk China yang masuk ke
Indonesia sera menyelaraskan standar produk Indonesia sesuai dengan negara tujuan ekspor.
Hal ini akan memungkinkan bagi UKM untuk memasarkan produknya ke China dengan
syarat UKM tersebut dapat menyesuaikan dengan standar negara tujuan ekspor.
• Instrument label halal dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia. Indonesia dengan
mayoritas penduduk muslim hendaknya menjadi pertimbangan dalam pencantuman label hala
di produk China dengan pengawasan dari MUI. Selain itu pertimbangan aturan pencantuman
cara penggunaan produk berbahasa Indonesia wajib diterapkan. Jadi, mungkin saja suatu saat
nanti produk China dengan label halal akan banyak kita temui di ritl-ritel bersaing dengan
produk lokal.
Beberapa sektor industri yang akan terpengaruh karena pengaruh ACFTA adalah :
♣ Industri tekstil
Jauh sebelum diberlakukannya ACFTA produk tekstil China sudah membanjiri pasar. Hal ini
sangat menakutkan bagi pengusaha tekstil Indonesia karena terjadi persaingan harga. Produk
tekstil China dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan tekstil Indonesia
walaupun dari segi kualitas produk Indonesia lebih unggul. Namun bagi konsumen dengan
pendapatan yang rendah, kualitas tidak lagi menjadi acuan dalam pertimbangan pembelian
suatu produk. Konsumen akan lebih memperhatikan tingkat harga yang sesuai dengan
pendapatan mereka. Contohnya saja: baru-baru ini China memproduksi batik yang harganya
lebih murah dari batik Indonesia. Bagi peritel kondisi ini memungkinkan mereka akan
menyikapi dengan ikut menyediakan produk buatan China yang sesuai dengan permintaan
konsumennya. Namun hal ini tidak mutlak bagi semua peritel karena bagi peritel yang lebih
mengutamakan target pasar yang aware terhadap kualitas akan tetap menyediakan barang
produsen lokal.
♣ Industri barang elektronik dan IT
Adanya ACFTA tidak begitu significant berimbas bagi sektor IT di Indonesia, karena jauh
sebelum perjanjian ini produk China sudah banyak beredar di masyarakat. Dengan adanya
produk IT dari China dengan harga yang murah akan memancing produsen lokal untuk
menciptakan produk seperti itu namun dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini akan sangat
menguntungkan bagi konsumen karena dapat memiliki banyak pilihan produk. Jadi jangan
heran kalau nantinya kita melihat semakin banyaknya produk IT China di rak pengecer IT
dengan harga miring.
♣ Kebutuhan Rumah Tangga
Hal yang juga patut di waspadai adalah produk rumah tangga yang akan menjamur
dipasarkan di Indonesia terkait adanya ACFTA tersebut. Mungkin untuk beberapa jangka
waktu ke depan tidak asing bagi kita untuk menemukan barang-barang rumah tangga dari
tangan peritel. Hal ini tentu saja disebabkan adanya permintaan terhadap barang itu sendiri.
Ibu-ibu rumah tangga lebih cendrung untukmemilih barang dengan kualitas yang lebih murah
dan terjangkau.namun bagi peritel yang tetap ingin berjualan produk lokal sebaiknya juga
melakukan promosi yang gencar.
♣ Industri makanan dan minuman
Terkait dengan adanya ACFTA ini komoditas yang ikut membanjiri pasar ritel di Indonesia
adalah produk makanan dan minuman yang banyak didatangkan dari China. Ritel yang
mungkin terpengaruh adalah buah-buahan dimana di tangan pengecer akan lebih banyak
ditemui buah yang berasal dari China. Sehingga berpotensi untukmematikan usaha lokal jika
tidakmampu bersaing di pasaran. Namun produk roti dan makanan kecil tidak termasuk
dalam perjanjian itu. Yang patut diperhatikan adalah masalah produk ilegal yang masuk tanpa
izin.
Beberapa kalangan juga menilai ACFTA juga berdampak positif terhadap bisnis di Indonesia
khususnya ritel. Walaupun barang-barang China akan melimpah di pasaran namun hal ini
akan memaksa produsen lokal untuk melakukan inovasi terhadap produknya sehingga
mampu bersaing. Inovasi ini dapat dengan menciptakan produk baru atau dengan mencari
jalan lain yang dapat menekan biaya proses produksi sehingga dari segi harga juga dapat
bersaing. Selain itu adanya kesempatan bagi produsen lokal unuk mengekspor produknya ke
luar negeri (China). Sehingga tidak hanya ritel di Indonesia yang kebanjiranprodukluar
namun bias saja produk Indonesia akan membanjiri China. Hal ini dapat terjadi jika adanya
peningkatan (standarisasi produk) sesuai Negara tujuan.
Dari berbagai sumber
Jurnalskripsi.com
Jurnalskripsi.com

Layanan Referensi Jurnal – Skripsi Ekonomi (2005-2009)


Layanan Referensi Jurnal – Skripsi Ekonomi (2005-2009)

• Home
• Cara Pemesanan
Advetorial • Maaf mbak, file nya
udah bisa dibuka kok,
makasih ya...
Dina
HP:081 802 566 xxx
14 06 2009 • Halaman

BALANCED SCORECARD ○ Cara


Pemesanan
SEBAGAI ALAT ○ Referensi
Jurnal &
PENGUKURAN KINERJA Skripsi
• Kategori
DAN STRATEGI ○ Skripsi
PERUSAHAAN PADA PT. Akuntansi
○ Skripsi
PLAZA ARAYA SENTRA Ekonomi
Pembanguna
NIAGA KOTA MALANG n

Posted by: admin Kategori Skripsi Manajemen ○ Skripsi


Manajemen
BAB I
○ Skripsi
PENDAHULUAN Perpajakan
1.1. Latar Belakang ○ Tesis
Perusahaan di dalam melakukan aktifitas bisnis, tidak bisa Manajemen
lepas dari pengaruh lingkungannya. Globalisasi, merupakan •
Top of Form
salah satu variabel lingkungan yang mempengaruhi penetapan
Search
strategi sebuah perusahaan kedepan. Pada saat ini telah terjadi
perubahan yang besar pada tatanan perekonomian dunia,
dengan munculnya negara-negara industri baru dengan •
powered by
berbagai keunggulan komparatif yang dimilikinya. Salah satu
negara industri yang saat ini berkembang dengan pesat
adalah Cina. Negara ini mengalami perkembangan industri Bottom of Form
yang sangat pesat pada berbagai produk. Dengan ditunjang Results
keikutsertaan Negara Cina dalam Kerjasama Perdagangan
Internasional (WTO), hal ini membawa dampak pada semakin
mudahnya produk Cina yang memiliki keunggulan pada harga
untuk memasuki pasaran Negara-negara lain, termasuk
Indonesia.
Pengaruh globalisasi yang semakin pesat mempunyai dampak
terhadap perkembangan dunia bisnis yang ada di dunia, dan •
Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami hal
tersebut. Perkembangan ini ditandai dengan banyak
bermunculan bisnis baru baik yang berbentuk jasa maupun
manufaktur. Semakin bermunculannya bidang bisnis baru, online
maka persaingan bisnis semakin ketat sehingga mendorong
stats
perusahaan lama berusaha mati-matian mempertahankan
posisi bersaingnya sedangkan perusahaan baru harus dapat • Sering dicari:
menampilkan keunggulan dan kapabilitas yang lebih baik
abnormal return analisis
untuk dapat berkompetisi dalam industri.
pengaruh analisis per
Propinsi Jawa Timur mempunyai beberapa Kota Besar, dan analisis rasio bauran
dua perigkat teratas kota terbesar di Propinsi Jawa Timur kota
bauran pemasaran
yaitu Surabaya dan Malang, yang mana kedua Kota besar
biaya modal biaya
tersebut mulai menunjukkan pertambahan penduduk dari
tahun ketahun yang diiringi dengan pertambahan jumlah
konsumsi. Khusus untuk Kota Malang sendiri, berdasarkan produksi cara
data dari badan Pusat Statistik kota Malang, rata-rata laju inflasi ipo
pertumbuhan penduduk pada periode 1990-2000 tiap tahunnya karyawan
adalah sebesar 0,86 %. Sementara itu, jumlah penduduk tahun kepemilikan saham
2002 hasil proyeksi sensus penduduk 2000 (SP.2000)
kepuasan konsumen
mencapai sekitar 772.642 jiwa, yang tersebar di lima
keputusan pembelian
kecamatan yang ada di Kota Malang.
Perkembangan dunia bisnis juga mengikuti pertumbuhan keuangan
penduduk, karena dengan adanya peningkatan pertumbuhan perusahaan
penduduk berarti juga akan diikuti dengan peningkatan kewajiban kinerja
kebutuhan dan keinginan hidup manusia. Kebutuhan
keuangan kinerja
merupakan sesuatu yang mutlak bagi kehidupan manusia
keuangan perusahaan
karena kebutuhan manusia merupakan kebutuhan dasar
yang tidak diciptakan masyarakat tetapi sudah terukir kompensasi kualitas
dalam hayati serta kondisi manusia, kebutuhan manusia terdiri pelayanan laporan
dari makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian. Sementara keuangan perusahaan
itu, keinginan merupakan hasrat pemuas tertentu dari leverage
kebutuhan, keinginan dibentuk oleh kekuatan dan institusi manajemen
sosial. Pemenuhan kebutuhan dan keinginan bagi manusia
dapat terjadi didalam sebuah pasar. perusahaan nilai
perusahaan pajak
Pasar merupakan tempat dimana manusia dapat menemukan
barang – barang yang dapat menunjang kebutuhan penghasilan pasar
hidupnya yang mana penjual dan pembeli dapat bertatap modal pengendalian
muka secara langsung dan dapat melihat serta meraba barang
intern pengungkapan
yang akan ditransaksikan. Pasar awalnya yang yang dikenal
oleh masyarakat adalah pasar tradisional. Seiring dengan perusahaan
perkembangan jaman, pasar-pasar mulai mengalami manufaktur rasio
perubahan bentuk dan fungsi. Yang mana pasar tradisional keuangan roa sistem
sekarang sudah tersaingi oleh Supermarket, Plaza, Swalayan, informasi spi standar
Department Store, dan pasar-pasar lainnya yang
akuntansi keuangan start
memungkinkan manusia dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya. Alasan tersebut yang mengharuskan tenaga kerja
pasar-pasar tradisional untuk melakukan pembenahan terhadap harga saham
disegala sektor apalagi ditambah dengan inovasi pasar tingkat pendidikan ukuran
sekarang yang dapat dilakukan tanpa harus bertemu secara perusahaan usaha kecil
langsung dengan penjual maupun pembelinya, karena volume penjualan volume
transaksi dapat dilakukan dengan bantuan teknologi dan perdagangan volume
berlangsung di dunia maya (Internet).
perdagangan saham web
Plaza Araya merupakan salah satu tempat pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat Kota Malang, terutama bagi • Search
masyarakat yang tinggal di Kota Araya. Plaza Araya didalam Top of Form
menjalankan usahanya, dihadapkan kepada dua konsumen
yaitu para penyewa stan (Teenant) dan pengunjung Plaza.
Untuk itu, Plaza Araya dituntut untuk memberikan kepuasan
dan kenyamanan kepada para pengunjung dan pemilik usaha Bottom of Form
sehingga para pengunjung merasa aman dan nyaman berada di
Plaza Araya, sedangkan para penyewa diharapakan untuk
dapat merasa untung berada di Plaza Araya dan dapat terus
mempertahankan kontrak sewanya, sehingga terjadi
hubungan yang saling menguntungkan antara Plaza Araya
dengan para penyewa.
Persaingan dibidang bisnis perdagangan seperti Plaza
memang sangat ketat sekali mengingat produk-produk yang
ada (ditawarkan) adalah produk kebutuhan sehari-hari yang
banyak diminati oleh masyarakat, kesamaan fungsi dari plaza
ini yang menjadikan tingkat persaingan semakin tinggi,
persaingan juga tidak berasal dari sesama Plaza tetapi juga
dari pasar-pasar tradisional karena sekarang ini pasar
tradisional sudah melakukan renovasi dan pembenahan serta
ditata sedemikian rupa sehingga terkesan tidak kumuh lagi dan
sehat.
Advetorial

Masyarakat sekarang ini bukan hanya sekedar mencari tempat


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja tetapi juga
menemukan tempat yang dapat memberikan kenyamanan dan
keamanan dalam berbelanja serta sebagai sarana untuk
refresing dari kejenuhan aktifitas yang dijalaninya.
Banyak bermunculannya para Kompetitor bagi Plaza Araya
sehingga Manajemen Plaza Araya pastinya dituntut untuk
senantiasa memberikan yang terbaik bagi para penyewanya,
tetapi terkadang dalam operasionalnya sering sekali
terdapat kendala-kendala baik yang bersifat teknis maupun
non-teknis sehingga menimbulkan komplain dari para
penyewa Plaza. Komplain biasanya terjadi karena sepinya
pengunjung Plaza ataupun karena aturan-aturan yang
diterapkan, komplain juga bisa berasal dari para pengunjung
Plaza yang merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan
oleh pihak manajemen Plaza.
Evaluasi kinerja perusahaan sangat penting sekali untuk
menghadapi dan memenangkan persaingan di bidang
perdagangan seperti fokus usaha dari Plaza Araya. Untuk
mengetahui kinerja Plaza Araya baik secara internal maupun
eksternal perlu dilakukan teknik-teknik analisa lingkungan
untuk mengetahui apa yang ada di Plaza Araya dan
kemungkinan apa yang perlu ditingkatkan untuk melayani
penyewa dan pengunjung, yaitu dengan melakukan berbagai
teknik dan analisis yang ada seperti melihat sisi Keuangan,
Konsumen, Operasional, dan Sumber Daya Manusia di
internal perusahaan.
Untuk mengimplementasikan strategi secara sistematis pada
Plaza Araya diperlukan suatu alat yang tepat. Salah satu
alat tersebut adalah Balanced Scorecard. Balanced
Scorecard merupakan salah satu solusi yang baik untuk
mengukur kinerja, karena Balanced Scorecard mempunyai
keistimewaan dalam hal analisis pengukurannya yang
komprehensif, yaitu mempertimbangan kinerja pada perspektif
keuangan dan perspektif non keuangan yang mencakup;
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Pada konsepnya,
“Balanced Scorecard dikembangkan sebagai sistem
pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif
memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara
stimultan” (Sony dkk, 2002:3). Balanced Scorecard sebagai
Sistem Manajemen Strategis yang menterjemahkan visi, misi
dan strategi ke dalam seperangkat tolak ukur yang menyeluruh
yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem
manajemen strategis. Jika hal ini dihubungkan dengan model
manajemen strategi maka dapat dikatakan bahwa konsep
Balanced Scorecard sebagai sistem manajemen strategis yang
berada pada area evaluasi.
Pendekatan Balanced Scorecard dengan empat perspektif
yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,
dan pertumbuhan dan pembelajaran nantinya dapat diketahui
dengan melihat tujuan, ukuran, sasaran, dan inisiatif dari
perusahaan. Kemudian dapat diketahui kinerja Plaza Araya
dengan menghubungkan keempat perspektif tersebut dalam
implementasinya dengan visi dan misi yang dikembangkan
oleh organisasi korporasinya. Pendekatan ini dipergunakan
untuk menganalisis kegiatan manajemen Plaza Araya yang
bersifat pendekatan strategis, karena apa yang didapatkan akan
dijadikan pedoman untuk memperbaiki kinerja Plaza Araya
kedepannya.
1.2. Rumusan Masalah
Plaza Araya merupakan perusahaan jasa yang bertujuan untuk
melayani kebutuhan masyarakat. Dalam kegiatannya, Plaza
Araya banyak dihadapkan dengan berbagai permasalahan,
seperti pesaingan antar sesama plaza, keterbatasan dana,
keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan sarana dan
prasarana, dan berbagai permasalahan lainnya, sehingga
operasional Plaza Araya kurang optimal. Untuk itu diperlukan
pengukuran kinerja strategi perusahaan agar dapat
mengevaluasi kinerja plaza araya selama ini sehingga dapat
ditetapkan strategi yang tepat kedepannya. Secara spesifik
permasalahan yang diteliti didalam plaza Araya adalah
mengenai “Bagaimana kinerja strategi Plaza Araya dilihat
dari pengukuran perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran dalam menetapkan
strategi perusahaan ? “
,

MENGATASI SERBUAN PRODUK IMPOR CHINA


Filed under: Uncategorized — finedu @ 9:35 am

Serbuan produk impor China tak tertahankan lagi. Setelah keikutsertaan Indonesia dalam
kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) berlaku efektif awal tahun 2010,
arus masuk produk impor China terus menunjukkan peningkatan. Tercatat nilai impor sektor
non migas dari China sepanjang Januari hingga Oktober 2010 mencapai US$ 15,913 miliar.
Meningkat US$ 5,161 miliar atau 48% dibandingkan nilai impor periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar US$ 10,752 miliar (Kontan, 02 Desember 2010). Akibatnya pasar
nasional banyak dibanjiri produk impor China.
Celakanya, serbuan produk impor China berpotensi mengancam eksistensi produk usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) di pasaran. Seperti diketahui, produk impor China
banyak memiliki keunggulan dibanding produk UMKM. Selain harganya lebih murah,
produk impor China memiliki banyak varian dan model yang menarik. Dikhawatirkan
masyarakat akan lebih memilih produk impor China daripada produk UMKM.
Hal ini harus segera diantisipasi. Jika tidak, sedikit demi sedikit keberadaan produk UMKM
di pasaran akan hilang dan digantikan oleh barang impor China.
Menurut penulis, ada beberapa faktor yang menyebabkan produk UMKM kalah bersaing
dengan produk impor China. Pertama, rendahnya penguasaan teknologi produksi oleh pelaku
UMKM. Hingga saat ini masih banyak pengusaha UMKM yang melakukan proses produksi
secara manual dengan sistem yang tradisonal. Hal ini membuat produktifitas menjadi rendah
dan sebaliknya biaya produksi menjadi tinggi. Akibatnya harga produk UMKM di pasar
menjadi tidak kompetitif. Selain itu waktu pengerjaan juga menjadi lebih lama sehingga
seringkali tidak bisa memenuhi pesanan dalam jumlah besar.
Kedua, lemahnya penguasaan teknologi informasi. Hal ini membuat sistem administrasi dan
manajemen keuangan UMKM menjadi lemah. Akibatnya operasional dan manajemen
UMKM tidak berjalan efektif dan efisien.
Ketiga, terbatasnya jaringan atau network yang dimiliki UMKM. Hal ini menyebabkan
UMKM tidak maksimal dalam melakukan promosi dan pemasaran produk. Sehingga
seringkali hasil produk UMKM tidak dapat menembus pasar padahal kualitas produknya
cukup baik.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah membentuk klaster
usaha mikro, kecil dan menengah. Berdasarkan SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No.
32 tahun 2002, klaster usaha mikro, kecil dan menengah didefinisikan sebagai pusat kegiatan
UMKM pada sentra yang telah berkembang, ditandai dengan munculnya pengusaha-
pengusaha yang lebih maju, spesialisasi proses produksi dan kegiatan ekonomi yang terkait
dan saling mendukung.
Pembentukan klaster dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan UMKM dengan
mengintegrasikan usaha sektor hulu dan hilir dalam satu kawasan terpadu sehingga tercipta
efisiensi dan efektifitas proses produksi. Dengan menggabungkan dan mengintegrasikan
pelaku UMKM dari sektor hulu dan hilir dalam satu klaster maka akan tercipta sebuah supply
chain management sehingga proses produksi, standarisasi mutu dan pengiriman hasil
produksi kepada konsumen menjadi lebih efisien dan efektif.
Selain itu, pembentukan klaster UMKM juga memberikan beberapa manfaat lain.
Diantaranya, pertama, pembentukan klaster akan memudahkan terjadinya transfer knowledge
dan transfer technology. Sehingga secara bertahap kompetensi pengusaha UMKM dalam
proses produksi, pengelolaan keuangan dan administrasi bisnis dapat makin meningkat.
Kedua, mempermudah kegiatan promosi. Dengan adanya sistem klaster, pengusaha UMKM
tidak perlu melakukan promosi masing-masing. Mereka hanya perlu memperomosikan
klaster sebagai sebuah kesatuan usaha. Ketika order datang, pekerjaan akan dibagi sesuai
spesialisasi dan kompetensi masing-masing.
Dengan berbagai manfaat tersebut diatas, pembentukan klaster UMKM seharusnya dapat
menghasilkan produk unggulan yang mampu bersaing dengan produk impor China.
Sayangnya, masih ada beberapa kendala dalam pembentukan klaster. Pertama, sulitnya
menyatukan pelaku usaha dalam satu area tertentu. Seperti kita tahu, pembentukan klaster
menuntut penyatuan bisnis inti, pendukung dan pelengkap dalam satu area agar bisa saling
bersinergi secara optimal. Namun, minimnya ketersediaan lahan dan mahalnya harga tanah
dan bangunan menyebabkan proses pembentukan klaster tidak mudah.
Kedua, minimnya ketersediaan infrastruktur pendukung. Pada sebagian besar klaster,
penyediaan infrastruktur pendukung sangat tergantung pada inisiatif dan kemampuan
pengusaha UMKM. Masalahnya, modal pelaku UMKM sangat terbatas. Sehingga seringkali
pengusaha UMKM tidak dapat membangun infrastruktur baru dan hanya memanfaatkan
infrastruktur yang sudah ada meskipun minim.
Ketiga, minimnya kreatifitas pelaku UMKM untuk menciptakan berbagai bisnis yang saling
mendukung. Kebanyakan pelaku UMKM melakukan duplikasi atas bisnis yang sudah
berkembang. Akibatnya timbul persaingan antar pelaku usaha di dalam klaster dan cenderung
saling mengalahkan.
Keempat, ketergantungan terhadap trend dan munculnya usaha besar. Pada sebagian klaster
UMKM, pembentukan klaster lebih disebabkan oleh spontanitas akibat trend bisnis atau
munculnya usaha besar yang memunculkan booming produk tertentu. Pada saat terjadi
booming, produktifitas klaster meningkat untuk memenuhi tingginya pesanan produk. Akan
tetapi sebaliknya, saat trend sebuah produk mulai berkurang atau usaha besar mengurangi
volume usahanya, produktifitas kegiatan dalam klaster juga ikut menurun.
Beberapa faktor tersebut diatas menyebabkan manfaat pembentukan klaster UMKM menjadi
tidak optimal. Untuk itu diperlukan partisipasi aktif pemerintah dalam hal; Pertama,
penyediaan lokasi tertentu yang bisa digunakan untuk pengembangan klaster. Penyediaan
lahan ini bisa dilakukan langsung oleh Pemerintah Daerah bekerja sama dengan instansi
terkait atau bekerja sama dengan pengusaha besar yang sudah mendirikan usahanya.
Nantinya pengusaha UMKM harus membayar sewa lahan atau membeli dengan cara
mengangsur kepada penyedia lahan.
Kedua, penyediaan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan oleh pelaku usaha baik dalam
bentuk fisik maupun non fisik. Dengan tersedianya infrastruktur yang dibutuhkan, kegiatan
produksi dalam klaster dapat berjalan lebih optimal.
Ketiga, pendirian lembaga pengembangan bisnis (LPB) atau business development services
(BDS). LPB atau BDS didirikan untuk menjadi mitra bagi pelaku usaha mikro, kecil dan
menengah dalam pengembangan klaster dan memberikan layanan pengembangan bisnis
dalam rangka meningkatkan kinerja, memperluas akses pasar dan mempermudah akses
permodalan bagi UMKM.
Dengan adanya peran aktif pemerintah tersebut diatas, diharapkan pembentukan klaster
menjadi lebih optimal sehingga dapat dihasilkan produk-produk UMKM yang berkualitas
tinggi yang mampu bersaing dengan produk impor China dan produk luar negeri lainnya.
(pernah dimuat di Harian KONTAN, 23 Desember 2010)

STRATEGY MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ( ACFTA )
March 29th, 2010 • Related • Filed Under
Filed Under: Umum
STRATEGY MENGHADAPI
PERDAGANGAN BEBAS ( ACFTA )
Pasti kita sudah mengetahui Indonesia secara geografis terletak di Asia Tenggara bersama
dengan sembilan negara lainnya. Atas dasar kesamaan letak geografis maka dibentuklah
suatu organisasi bernama ASEAN (Asosiation South East Asia Nation).Dalam organisasi
tersebut terjalinlah suatu kerjasama dagang dalam wadah AFTA.
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. ASEAN
Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada
hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota
ASEAN.
.
. Perkembangan terakhir AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea
masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapura,Thailand,Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Sebagai Con toh : Vietnam menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke Indonesia,
dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke Vietnam. Melalui
spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak dibandingyang dapat
diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang tersebut tidak ada hambatan tarif
(bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif bagi negara – negara ASEAN melalui skema
CEPT-AFTA.
AFTA Sendiri dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di
Singapura tahun 1992. Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara
yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-
AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan
penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-
negara ASEAN sehingga dalam melakukan perdagangan sesama anggota, biaya operasional
mampu di tekan sehinnga akan menguntungkan.
Dalam skema CEPT-AFTA barang – barang yang termasuk dalam tarif scheme adalah semua
produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-
produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk pertanian
sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skemaCEPT).
Dalam skema CEPT, pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk
menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5
tahun setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.
Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan
meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN
Mulai awal tahun ini Indonesia 1 Januari 2010 terjadi pelaksanaan kesepakatan Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN-China. Idonesia bersama negara-negara ASEAN dan CINA
dalam perekonomiannya melakukan kegiatan perekonomian kawasan perdagangan pasar
bebas. Akibat nya terjadi pro dan kontra dampak yang akan di timbulkan dari kegiatan ini .
Di Indonesia, para pendukung Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA)
melihat pelaksanaan kesepakatan perdagangan itu akan bermakna besar bagi kepentingan
geostrategis dan ekonomis Indonesia dan Asia Tenggara secara keseluruhan. Pertumbuhan
perekonomian China yang relatif pesat waktu itu menjadikan Negara Tirai Bambu itu salah
satu aktor politik dan ekonomi yang patut diperhitungkan Indonesia dan ASEAN. Mereka
yang berpendapat kritis terhadap kesepakatan perdagangan ini melihat potensi ambruknya
industri domestik di Indonesia yang akan kesulitan menghadapi tantangan dari membanjirnya
impor produk murah dari China.
Kita juga mengetahui perdagangan bebas (liberalization of trade) tidak bisa di hindari dari
suatu perekonomian suatu negara yang terbuka. Perdagangan bebas telah menciptakan sebuah
akselerasi dalam pertumbuhan ekonomi dunia. Dahulu, merkantilisme yang berkarakteristik
proteksionisme mendorong terjadinya penjajahan Barat atas Asia dan Afrika. Negara Barat
pertama kali memperkenalkan perdagangan bebas ke negara-negara Asia, banyak yang
merespon dengan skeptisisme serta melihat hal ini tak lain adalah bentuk imperialisme gaya
baru. Perdagangan bebas telah bertransformasi menjadi macan-macan Asia yang sekarang
malah sebaliknya membuat takut negara-negara Barat yang memperkenalkan pasar Bebas.
World Bank merilis sebuah laporan yang menyatakan ”bahwa eliminasi total terhadap
hambatan dalam perdagangan akan mengangkat puluhan juta orang dari kemiskinan. Bagi
negara-negara berkembang, liberalisasi perdagangan dapat menjadi powerful tool bagi
penghilangan kemiskinan dalam masyarakat” karena dengan dihilangkannya hambatan
perdagangan, tentu akan membuat harga barang semakin murah sehingga purchasing power
masyarakat semakin meningkat. perdagangan bebas merupakan salah satu instrumen dalam
menciptakan kemakmuran.
Banyak Permintaan sejumlah pengusaha lokal Indonesia untuk menunda pelaksanaan penuh
ACFTA tapi sebenarnya kurang beralasan., Karena Indonesia, seperti negara Asia Tenggara
lain, telah diberikan tenggang lima tahun untuk mempersiapkan diri.dan pemerintah malah
semakin aktif mendorong terbentuknya kesepakatan perdagangan bebas bilateral dengan
negara-negara mitra dagang utama lain, seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa.
Akan tetapi terjadi permasalahan utama bagi pengusaha local adalah ketidakimbangnya
antara produk impor dengan harga produk yang di hasilkan oleh para pengusaha local
Indonesia sehingga harga produk yang di hasilkan oleh pengusaha local relative lebih mahal.
Masyarakat di berbagai negara berkembang dan di negara miskin yang sudah terlibat dalam
perdagangan bebas bilateral sudah dapat melihat bahwa kesepakatan ini dapat berdampak
cukup serius terhadap kelangsungan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik di negara-negara
tersebut. Apindo menengarai Indonesia belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan
Cina, sang raksasa manufaktur. Menurut Apindo, FTA akan membuat 7,5 juta pekerja
industri manufaktur kehilangan pekerjaannya. Beberapa pengamat melihat CAFTA hanya
akan merugikan Indonesia karena hanya akan membuat defisit perdagangan dengan Cina
semakin membesar. Selain itu, CAFTA akan menghancurkan industri manufaktur lokal.
Namun apakah penundaan FTA merupakan sebuah solusi permanen atau hanya penyelesaian
jangka pendek dari permasalahan mendasar dari industri manufaktur kita.
Sebelum era perdagangan bebas ASEAN-China diberlakukan pun, kita sudah tak berdaya
menghadapi gempuran barang impor ilegal dari China. Neraca perdagangan Indonesia
dengan China juga berapor merah dalam lima tahun terakhir. Impor dari China lebih besar
daripada ekspor kita ke `Negeri Tirai Bambu’
Banyak Permintaan sejumlah pengusaha lokal Indonesia untuk menunda pelaksanaan penuh
ACFTA tapi sebenarnya kurang beralasan., Karena Indonesia, seperti negara Asia Tenggara
lain, telah diberikan tenggang lima tahun untuk mempersiapkan diri.dan pemerintah malah
semakin aktif mendorong terbentuknya kesepakatan perdagangan bebas bilateral dengan
negara-negara mitra dagang utama lain, seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa.
Strategy Menghadapi Perdagangan Bebas Menurut Mentri Perdagangan dan Pengamat
Ekonomi
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman memaparkan jurus
menghadapi ACFTA. Antara lain:
- Meningkatkan daya saing, pengamanan perdagangan dalam negeri serta penguatan
ekspor.”Untuk penguatan daya saing pihak Kementerian akan melaksanakan pembenahan
infrastruktur dan energi, pemberian insentif, membangun KEK (Kawasan Ekonomi Khusus),
memperluas akses pembiayaan dan pengu-rangan biaya bunga, pembenahan sistem logistik,
pelayanan publik, serta penyederhanaan peraturan dan meningkatkan kapasitas kerja,”
- Strategi pengamanan pasar domestik akan difokuskan kepada pengawasan tingkat border
(pengamanan) serta peredaran barang di pasar lokal. Namun pihaknya juga akan melakukan
promosi penggunaan produksi dalam negeri. Sedangkan untuk penguatan industri, pihak
Kementerian Perdagangan berupaya mengoptimalkan peluang pasar China dan ASEAN
sekaligus penguatan peran perwakilan luar negeri. Kementerian berusaha mengembangkan
kebijakan dan diplomasi perdagangan di forum internasional, menjaga pertumbuhan
(Ekonomi, menekan kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan lainnya,” Kementerian
Perdagangan telah menetapkan beberapa program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan
daya saing komoditi ekspor serta mengamankan perdagangan dalam negeri.
Anggota DPR Komisi VI F-Ge-rindra Edhy Prabowo mengharapkan kalangan industri bisa
merubah stigma ancaman dari ACFTA jadi sebuah peluang untuk bersaing dan meningkatkan
hasil produksi.
Menurut Pengamat Ekonomi Untan, Evi Asmayadi mengefektifkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 56/2008 yang mengharuskan setiap barang impor yang masuk ke
Indonesia harus lolos verifikasi Sucofindo.Hasil verifikasi itu bisa dicantumkan dalam bentuk
sertifikat yang ditempel di setiap barang produk impor yang masuk ke pasar Indonesia.
Kemudian segera diberlakukan penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap
produk impor, termasuk produk buatan Cina yang akan masuk. Selanjutnya, SNI harus
diberlakukan terhadap produk-produk buatan pabrik milik perusahaan Cina yang ada di
Indonesia. “Penerapan SNI ini penting untuk menciptakan standarisasi produk-produk impor
yang masuk ke Indonesia, yang tak kalah penting adalah membenahi faktor-faktor yang
menyangkut peraturan dan perijinan, meminimalisir ekonomi biaya tinggi, menurunkan suku
bunga kredit, mempercepat pembangunan dan perbaikan infrastruktur, khususnya listrik,
jalan, air bersih, dan pelabuhan, kemudian meningkatkan kualitas entrepreneur dan tenaga
kerja, teknologi produksi, pemasaran, keuangan, iklim usaha dan investasi.
Pemberlakuan kawasan perdagangan bebas ASEAN-China atau ASEAN-China Free Trade
Area (ACFTA) mulai Januari 2010 sudah terlanjur kita hadapi. Suka atau tidak suka dan siap
atau tidak siap, kita harus siap, ini tak bisa lagi dihindari, ini harus kita hadapi dan dijalani.
jadikanlah pemberlakuan ACFTA ini sebagai kesempatan, bukan semata-mata ancaman yang
dipandang sebagai momok menakutkan. , ancaman harus dipandang sebagai pelecut agar
dapat berlari mengejar ketertinggalan melalui berbagai upaya yang inovatif, kreatif, dan
sinergis.
Kesimpulan
Produk cina tentunya sudah lama masuk di Indonesia tetapi sekarang produk cina
mengancam pembisnis Indonesia, Hal ini di karenakan produk Cina yang terkenal murah
sudah membuat pebisnis lokal ketar-ketir. Namun karena ACFTA, Januari ini, 83% dari
8.738 produk impor Cina bebas masuk ke pasar Indonesia tanpa dikenai bea masuk. Wajarlah
terjadi kecemasan, dulu pun telah membawa dampak, apalagi sekarang yang tanpa di kenakan
bea masuk.
Produk cina sangat murah pasti ada penyebabnya yaitu :
Cina unggul di 12 faktor kompetisi bisnis (GCI Cina di 29, Indonesia di 54). Kecuali faktor
efisiensi pasar barang dan jasa, Cina menang telak di faktor sistem birokrasi yang cepat-tepat,
infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi bisnis, efisiensi tenaga kerja dan ukuran pasar
(sehingga mampu mencapai economies of scale).
Cina menerapkan strategi Reverse Engineering atau imitasi, sehingga mengurangi biaya riset
& pengembangan, serta dapat memproduksi barang yang bervariasi dalam waktu singkat.
adanya tax free policy selama tiga tahun pertama untuk perusahaan joint venture, subsidi
13,5% dari pemerintahan lokal dalam bentuk tax refund, pinjaman bank yang hanya 3% per
tahun, serta banyaknya industri pendukung sehingga industri Cina tidak perlu mengimpor
barang. Mata uang yuan yang dipatok terhadap US$ membuat harga ekspor barang Cina
menjadi sangat murah.
sistem politik di Cina lebih terbuka dan tidak memberangus kritik lagi sehingga mendorong
perbaikan bersinambung. Contohnya, ada pertemuan tahunan yang disebut Chinese
Economists Society.
Adanya jejaring keluarga. Pebisnis Cina bisa menekan biaya pemasaran karena menggunakan
jejaring ini untuk promosi.
Ada trust antarpedagang, terutama kredit yang dilandasi guanxi (hubungan). Guanxi ini tidak
hanya pada keluarga, tetapi juga kesamaan asal daerah, sekolah dan persahabatan.
investasi luar biasa di sektor pendidikan. Pada 1998, 3,4 juta pelajar masuk ke universitas.
Empat tahun kemudian, pendaftaran universitas naik 165% dan siswa Cina yang ke luar
negeri naik 152%. Setelah lulus mereka kembali dan membangun negerinya. Walau awalnya
hanya menjadi pabrik alih daya, karena SDM-nya sudah menguasi teknologi, tak
mengherankan perusahaan Cina seperti Lenovo bisa membeli IBM Thinkpad, Huawei
mengancam Cisco dan Ericsson, serta Haier mengejar GE, Whirlpool dan Maytag.
walau upah tenaga kerja hampir sama, buruh Cina bekerja lebih efisien (Cina di peringkat 32,
Indonesia di 75 dari 133 negara). Produktivitas pekerja Cina naik 6% per tahun (1978-2003).
Di Cina, satu produk butuh seorang pekerja. Di Indonesia, butuh tiga pekerja.
Permasalahan Industri dan Perdagangan Indonesia
1. Industri Indonesia sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain,
terutama negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri (industrially
developed countries). Ketergantungan yang tinggi terhadap impor teknologi ini merupakan
salah satu faktor tersembunyi yang menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri
dan sistem ekonomi di Indonesia.
2. Tataran nasional maupun internasional, sistem industri Indonesia tidak memiliki
kemampuan responsif dan adaptif yang mandiri. Karenanya sangat lemah dalam
mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan tindakan-tindakan preventif untuk
menghadapi terjadinya perubahan tersebut. Tuntutan perubahan pasar dan persaingan antar
industri secara global tidak hanya mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan
harga dari komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga tuntutan lain yang muncul karena
berkembangnya idealisme masyarakat dunia terhadap hak azasi manusia, pelestarian
lingkungan, liberalisasi perdagangan, dan sebagainya.
3. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk ke
Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang
luar negeri.
4. Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang
berdaya saing, melainkan karena adanya keunggulan komparatif yang berkaitan dengan (i)
tersedianya sumber daya alam – seperti hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu; dan (ii)
tersedianya tenaga kerja yang murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang
elektronik. Keunggulan komparatif, bukan keunggulan kompetitif, inilah yang dijadikan
acuan untuk menarik investor.
5. Komoditi primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk
bahan mentah (raw material), sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya
Indonesia mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam
bentuk mebel (furniture) karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi finishing.
6. Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih bersifat
umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha. Selain itu,
rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan tenaga kerja di masa
lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia yang terserap (labor intensive)
ketimbang kualitas tenaga manusianya (labor efficiency).
Kebanyakan Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih berminat produk cina karena ia
menawarkan tarif yagng lebih murah dari pada produk dalam negri indonesia sendiri hal ini
di pengaruhi oleh daya beli masyarakat dan pendapatan yang di hasilkan tiap bulannya .
Karena sebagian besar masyarakat indonesia adalah para petani yang rentan dengan
kemiskinan dan tingkat daya beli nya rendah sudah pasti memilih menggunakan produk cina
yang murah dari pada produk Indonesia
Menurut saya cara mengatasi perdagangan bebas di indonesia yang paling sederhananya
adalah dengan mencintai produk indonesia sendiri . Sebaiknya masyarakat tidak berfikir
singkat untuk membeli produk cina tersebut umpamanya : kita membeli hp cina yang sangat
murah 3x lipat dari pada hp nokia, dengan fitur dan fasilitas lengkap seperti hp nokia
yangagak mahal jika di bandingkan harga sepintas masyrakat tentunya memilih hp cina
karena harganya murah dan fasilitasnya lengkap akan tetapi jika kita berfikir jauh ke depan
apakah kualitas hp cina tu sama dengan hp nokia, apakah jika di jual kembali harga tidak
jatuh, akan kan mudah mencari sperpat hp cina , apakah awet dalam penggunaan nya, apakah
mudah rusak dsb. Sudah tentunya hal-hal demikian harus lebih di fikirkan sebelum kita
memutuskan untuk membeli hp tersebut .
Kita harus mencontoh negara jepang yang maju. Negara tersebut lebih kecil wilayahnya dan
tidak banyak mempunyai sumber daya alam dari pada negara Indonesia tetapi Masyarakat
negara Jepang lebih mencintai produk negri nya sendiri dari pada produk impor. Mereka
tidak mau membeli produk impor karena mereka menyadari bahwa jika industri lokalnya
mati maka perekonomian negaranya juga akan terpukul . Jauh berbeda dengan masayarakat
indonesia yang lebih menyukai produk impor mungkin karena gengsi atau sebagai kebanggan
mereka dapat membeli produk impor . Contohnya masyarakat kalangan atas lebih suka
berbelanja di luar negri dan mengenakan pakaian yang berasal dari luar negri .
Yang saya ingin ingatkan kualitas produk indonesia tak kalah baiknya dengan produk luar
negri mungkin lebih baik .Sebagai masyarakat Indonesia sudah sepatutnya mencintai produk
negaranya

Kebijakan Indonesia dalam Merespon Hegemoni Produk Cina di Pasar


Domestik, Pasca Ratifikasi ASEAN-CHINA FTA

Wednesday, February 2, 2011


Pendahuluan
Tahun 2010 lalu diwarnai oleh euphoria episode yang menegangkan dalam
sejarah kiprah perdagangan Indonesia. Bagaimana tidak, pasca pemerintah
meratifikasi Asean-China Free Trade Area (ACFTA) yang mulai berlaku
implementatif sejak awal tahun 2010 lalu, pasar domestik Indonesia mulai didera
oleh kompetisi yang sangat sengit dengan Cina. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila kemudian ACFTA ini menimbulkan polarisasi opini publik
yang pecah dalam dua kubu: pro dan kontra. Kalangan yang kontra menilai
bahwa kebijakan partisipasi Indonesia dalam ACFTA ini merupakan ajang bunuh
diri, karena kapabilitas pasar domestik yang masih tertinggal jauh di belakang
Cina. Namun sebagian publik lain yang pro terhadap produk kebijakan ini –
beragumen bahwa sebenarnya kebijakan ini merupakan langkah strategis yang
harus didukung. Karena kebijakan ini mengindikasikan komitmen Kabinet
Indonesia Bersatu jilid II untuk menyukseskan proses debottlenecking arus
ekspor barang Indonesia ke pasar Cina. Sehingga sirkulasi produk Indonesia
dalam kuantitas yang lebih masif dapat lebih ekspansif ke pasar Cina, yang
akhirnya akan bermuara pada meningkatnya neraca perdagangan Indonesia.
Namun sayangnya fakta yang terjadi malah sebaliknya. Karena kurang
kompetitifnya produk Indonesia dalam spekrum pertarungan kualitas, kuantitas,
maupun harga, akhirnya secara otomatis menyebabkan fenomena superioritas
produk Cina di pasar domesik. Kuota produk Cina dalam kuantitas super masif
telah berhasil membanjiri pasar domestik Indonesia. Bahkan lebih jauh, realita
pasar membuktikan bahwa bagi konsumen lokal: produk Cina jauh lebih
“magnetis” dibanding produk lokal – harga produk Cina yang jauh lebih murah –
telah menarik perhatian konsumen lokal yang notabene-nya memiliki daya beli
rendah. Sehingga konsumen lokal berbondong-bondong mengkonsumsi produk
Cina. Jadi intinya, produk Cina tidak hanya telah berhasil membanjiri pasar
domestik secara territorial – tetapi juga telah berhasil merampas pangsa pasar
domestik.

Rumusan Masalah:
Tulisan ini akan menyoroti tentang:
1. Sejauh mana respon pemerintah dan pengusaha lokal dalam menanggapi
“hegemoni produk Cina di pasar lokal” pasca ratifikasi ACFTA?
2. Apa saja faktor yang menghambat perkembangan produk lokal sehingga kalah
saing dengan produk Cina?
3. Apa rekomendasi solutif untuk membuat Indonesia bisa “survive” dalam arena
pertarungan dengan Cina tersebut?

Kerangka Teori:
Dalam kasus ini teori yang relevan adalah:
1. Konsep “Variabel Sistemile” dalam Perumusan Kebijakan Luar Negeri:
Untuk menganalis alasan di balik kebijakan Indonesia dalam meratifikasi ACFTA
walaupun tanpa disertai oleh kesiapan pasar domestik tersebut -
variabel yang paling relevan adalah Variabel Sistemile – yang diadopsi dari
pemikiran James N. Rosenau dan disempurnakan oleh Holsti. Konsep ini
menyebutkan bahwa: “kebijakan suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor
eksternal yang merujuk pada situasi politik-ekonomi internasional”. Seperti
diketahui bahwa fenomena integrasi pasar kini telah melanda seluruh dunia
(adanya Uni Eropa, NAFTA, dll) – maka sebagai negara yang berdaulat akhirnya
Indonesia pun terstimulasi untuk ikut tergabung dalam formasi integrasi pasar
bebas, dimulai dengan Cina – karena Cina kini merupakan “The Emerging Power”
di Asia.
2. Teori “Comparative Advantage” (Keunggulan Komparatif) – karya David
Ricardo yang mengatakan bahwa; “Dalam mekanisme pasar bebas, suatu
negara akan diuntungkan apabila mampu memproduksi barang dan jasa dalam
kuota masif, namun dengan biaya yang lebih murah dibandingkan negara
saingannya, serta mampu membuat spesialisasi, dengan memproduksi
komoditas unggulan yang tidak bisa diproduksi oleh negara lain. Teori ini-lah
yang dapat menjelaskan mengapa pengusaha domestik “kewalahan”
menghadapi kompetisi dengan Cina.

Pembahasan
Menurut peta perdagangan dunia, ACFTA saat ini merupakan salah satu blok
perdagangan terbesar di dunia. Dengan didukung jumlah akumulatif penduduk
ASEAN plus Cina yang mencapai 1,9 milyar jiwa, ACFTA pantas dinobatkan
sebagai blok perdagangan dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Apalagi
dilihat dari sisi volume perdagangan, nilai perdagangan ACFTA yang mencapai
200 milyar dollar AS, membuat blok perdagangan ini pantas dianugerahi
kategori sebagai blok perdagangan terbesar ke-3 setelah Uni Eropa dan NAFTA.
Data ini mengindikasikan bahwa pasar ACFTA adalah blok perdagangan yang
sangat potensial dan prosfektif. Sehingga kemudian, data itulah yang
menstimulasi para kepala Negara ASEAN dan RRC untuk meratifikasi ACFTA pada
tanggal 4 November 2002 – yaitu dengan ditandatanginya Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and
People’s Republic of China di Phnom Penh, Kamboja.
Esensialnya, dalam formulasi tujuan blok perdagangan ini, tercantumlah 4 poin
elementer yang menjadi landasan utama tujuan kerjasama negara-negara
anggota ACFTA ini. Ke-4 poin tersebut terdiri dari:
1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan
investasi antara negara-negara anggota.
2. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan
jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah
investasi.
3. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan
kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-
negara anggota.
4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif bagi para anggota ASEAN
baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam) dan menjembatani kesenjangan
pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.
Namun tak diduga akhirnya ACFTA malah menyebabkan Indonesia terjerat dalam
tentakel Cina.

Menyadari implikasi negatif tersebut, publik domestik pun bergolak, lahirlah aksi-
aksi demonstrasi menentang ACFTA – yang marak terjadi di awal hingga
pertengahan tahun 2010. Tema utama yang diangkat adalah “bahwa pelaku
bisnis Indonesia, yang mayoritas UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) belum
siap bertarung dengan Cina”. Keterlibatan Indonesia dalam ACFTA ini diyakini
sebagai sebuah ajang bunuh diri bagi pasar domestik, karena banyak pihak
meragukan kapabilitas pelaku bisnis domestik untuk memenangkan pertarungan
melawan Cina tersebut. Tanpa ACFTA saja, produk Cina, baik legal maupun
selundupan, telah membanjiri pasar Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia-
Cina terbukti defisit sejak tahun 2008. Ekspor Indonesia ke Cina sebesar US$11,6
milyar, sedangkan impor dari Cina ke Indonesia mencapai US$ 15,2 milyar pada
tahun 2008. Data Januari hingga September 2009, defisit perdagangan
Indonesia-Cina mencapai US$1,7 milyar karena ekspor Indonesia lebih rendah
daripada impor dari Cina. Ini hanya sekelumit bukti otentik bahwa produk
Indonesia terpuruk menghadapi serbuan produk Cina dengan harga murah dan
jumlah yang jauh lebih banyak.
Lebih parahnya lagi, jauh sebelum tahun 2010, Artikel 6 Perjanjian ACFTA
mencantumkan program penurunan tariff yang disebut Early Harvest Programme
(EHP) . Program ini bertujuan untuk mempercepat implementasi penurunan bea
masuk barang. Cakupan produk yang masuk dalam EHP adalah:
• Chapter 01 s.d 08 : Binatang hidup, ikan, dairy products, tumbuhan, sayuran,
dan buah-buahan (SK Menkeu No 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 Tentang
Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam kerangka EHP ACFTA).
• Kesepakatan Bilateral (Produk Spesifik) antara lain kopi, minyak kelapa/CPO,
Coklat, Barang dari karet, dan perabotan (SK Menkeu No 356/KMK.01/2004
tanggal 21 juli 2004 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang
Dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia-China FTA).
Program tersebut telah berlaku implementatif terhitung sejak 1 Januari 2004, hal
ini berarti jauh sebelum ACFTA efektif diberlakukan awal tahun 2010 lalu.
Sayangnya, sebelum meliberalisasi pasar domestik, pemerintah tidak sempat
mengidentifikasi seberapa jauh kesiapan sektor riil, UMKM, ekspor, dan industri
domestik. Dengan sangat gegabah mereka meratifikasi perjanjian ACFTA.
Kebijakan partisipasi Indonesia dalam ACFTA ini terlihat bagaikan keputusan
yang sangat prematur tanpa disertai kesiapan untuk menanggung
konsekwensinya. Sehingga akhirnya pasar domestik seolah menjadi “gudang”
barang Cina.
Namun semuanya sudah terlanjur terjadi, perjanjian ACFTA tak mungkin lagi
dapat diabrogasi. Namun sepanjang tahun 2010, jika disoroti lebih dalam,
pemerintah belum dapat sempat memformulasikan kebijakan yang dapat
mengeliminasi dampak negatif tersebut secara signifikan. Oleh karena itu,
pemerintah kini masih memiliki banyak 'pekerjaan rumah' yang berkaitan
dengan export chain di tahun 2011 ini.
Dari analisis di lapangan, sepanjang tahun 2010, lemahnya daya saing produk
ekspor Indonesia ternyata disebabkan oleh sejumlah faktor yang menyebabkan
“ekonomi biaya tinggi” yang belum diatasi oleh pemeintah, yaitu:
1. Biaya mengurus kontainer di pelabuhan (THC) masih tertinggi di ASEAN. Ini
masih ditambah biaya parkir dan lewat kontainer yang dinilai memberatkan.
2. Biaya pungutan liar (pungli) yang minimal 7,5% dari biaya ekspor. Pungli
masih ditemui di jembatan timbang, jalan raya, pelabuhan, dan pelayanan
perijinan baik di pusat maupun daerah. Pemerintah belum secara signifikan
berhasil mengurangi sumber-sumber ekonomi biaya tinggi ini.
3. Rendahnya lokal konten dalam proses produksi industri domestic. Karena
pengusaha domestik masih bergantung pada penggunaan bahan baku impor
yang berkisar antara 28-90 persen.
4. Masih lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri
domestik masih banyak yang bertipe “tukang jahit” dan “tukang rakit”, di
samping juga permasalahan rendahnya produktivitas tenaga kerja industri,
belum terintegrasinya UMKM dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan
industri skala besar, kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak subsektor
industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati “monopoli”, dan masih
terkonsentrasinya lokasi industri di pulau Jawa dan Sumatra.
5. Indonesia masih mengalami fenomena rendahnya keunggulan komparatif.
Indonesia belum mampu menetapkan produk unggulannya, bahkan sebagai
negara agraris, Indonesia belum mampu menjadi sentrum produk pertanian.
Lebih jauh jika ingin disebut negara Industri, produk industri lokal pun masih
belum bisa bersaing dengan produk Cina, sebagai contoh, kini Batik Cina pun
kian menggeser eksistensi batik lokal.
6. Kurang signifikan-nya bargaining position Indonesia dalam melakukan
diplomasi ekonomi dengan Cina. Sehingga menyebabkan, hubungan
perdagangan Indonesia-Cina masih diwarnai banyak hambatan. Misalnya adanya
kasus-kasus sengketa perdagangan Indonesia-Cina. Seringkali dalam
penyelesaian sengketa perdagangan, Indonesia lebih sering mengalah dengan
Cina. Bahkan dalam formulasi kebijakan perdagangan pun, Indonesia masih di
bawah tekanan Cina, misalnya saja tentang penetapan tariff 0%, atau masalah
membanjirnya produk batik Cina yang menggeser batik lokal – Indonesia seolah
tak bisa berbuat banyak untuk menekan Cina. Sehingga akhirnya Cina pun
berani melakukan manuver politis yang bersifat intimidatif untuk memaksa
Indonesia membuat kebijakan yang bisa menguntungkan pengusaha Cina,
walupun harus mengorbankan industri lokal.

Kesimpulan dan Rekomendasi


Singkatnya, ACFTA merupakan sentrum tantangan sekaligus peluang. Peluang
terbesar yang harus dipertimbangkan adalah bahwa Cina adalah pusat gravitasi
perekonomian di Asia, dengan realitas pasar yang sangat luas dan prosfektif,
maka dapat dibayangkan betapa besarnya profit yang mampu diraup oleh
pelaku bisnis domestik apabila dapat menguasai pasar Cina. Oleh karena itu
hendaknya pemerintah lebih mempertajam strategi untuk menyelamatkan pasar
domestik dari hegemoni produk Cina. Pemerintah harus lebih serius untuk
mengeliminasi faktor-faktor yang menyebabkan “ekonomi biaya tinggi”. Serta
pemerintah juga harus lebih percaya diri dalam kerangka diplomasi vis a vis
dengan Cina. Terutama dalam penyelesaian sengketa perdagangan serta
mengupayakan terjadinya “FAIR TRADE” (Iklim pasar yang lebih adil dan tidak
bersifat predatoris terhadap pengusaha kecil lokal) – sehingga eksistensi dan
performa industri lokal dapat terjamin.
Lagipula sebenarnya ACFTA ini merupakan suatu ajang “uji kapabilitas”, sebelum
nantinya Indonesia berkompetisi di arena “ASEAN ECONOMY COMMUNITY” (AEC)
2015. Indonesia harus menempa diri untuk berlaga di arena pertarungan ACFTA,
agar nantinya ketika menghadapi AEC 2015, Indonesia tidak gugup karena telah
tertempa dengan baik. Liberalisasi pasar merupakan sebuah fenomena yang tak
dapat terelakkan lagi. Sepertinya fenomena ini merupakan konsekwensi dari
episode globalisasi, daripada terus mengkritik fenomena ini, lebih baik Indonesia
segera berkomitmen untuk meningkatkan kompetensi, kapabilitas, dan daya
saing sebagai strategi untuk dapat survive dan diperhitungkan di arena
kompetisi regional maupun global. Walaupun sepanjang tahun 2010 lalu,
pemerintah belum mampu memformulasikan upaya solutif untuk
menyelamatkan pasar domestik, namun di tahun 2011 ini diharapkan
pemerintah mampu bekerja lebih baik agar pasar domestik bisa terus “survive”
sepanjang ACFTA ini berlangsung.

Kondisi Alam

Kondisi alam 2011 mirip dengan kondisi alam tahun 2010. Di tahun 2010
pergerakan tanah ditekan oleh kayu sehingga pergerakan tanah akan
mengalami masalah. Akibatnya banyak terjadi tanah longsor. Di negara kita
sebenarnya masalah air dan banjir tidak akan selalu dominan. Kalaupun terjadi
banjir itu karena hujan yang merupakan akibat dari ekosistem yang sudah
kacau. Cuaca beberapa tahun terakhir memang sulit untuk diprediksi. Dimusim
yang harusnya kemarau malah terjadi hujan yang terus-menerus. Atau
sebaliknya disaat musim hujan malah terik matahari terus terjadi melebihi waktu
yang seharusnya.

Pada dasarnya, Indonesia berada di asia tenggara yang mempunyai elemen kayu
sehingga diharapkan air akan cukup terkuras oleh elemen kayu ini. Tahun 2011
masih akan terjadi longsor dimana-mana dan gempa bumi sesekali masih akan
mengguncang negeri ini. Namun hal tersebut tidak perlu dikuatirkan secara
berlebihan.

Musibah yang masih akan menghiasai 2011 adalah kebakaran yang masih akan
meluas di mana-mana. Aktivitas gunung berapi pun masih ada. Walaupun
volumenya tak sebesar tahun 2010 namun jika sampai terjadi maka kualitas
letusan tersebut akan lebih besar dari tahun sebelumnya.

Kondisi Ekonomi/Bisnis

Usaha yang cukup bagus di tahun 2011 adalah mereka yang bergerak
dibeberapa bidang yang berelemen api dan kayu. Bisnis yang berelemen api
misalnya kimia, biro jasa, listrik, minyak pembakar, restoran, minyak kelapa
sawit, pertambangan gas dan batu bara.

Sementara itu bisnis yang berelemen kayu yang akan cerah misalnya furnitur,
hasil perkebunan, fashion, kertas, percetakan. Bisnis yang berelemen air
walaupun mengalami sedikit penurunan tapi masih bisa dikatakan cukup
menguntungkan yakni biro wisata/perjalanan, perhotelan, ekspor-impor dan
perikanan.
Disisi lain, bisnis yang berelemen tanah seperti properti, pertambangan yang
elemennya batu/tanah diprediksi tidak baik/ciong. Untuk bisnis yang berkaitan
dengan elemen logam seperti otomotif, keuangan/perbankan akan mengalami
kondisi yang sulit sehingga para pebisnis tersebut harus fight dan mengeluarkan
biaya ekstra untuk berpromosi.

Saham yang terdiri atas berbagai macam produk juga termasuk bisnis yang
berlemen logam. Bagus tidaknya saham tergantung dari produknya. Jika ingin
bermain saham, sebaiknya tetap mengacu pada 5 unsur
(air,api,tanah,kayu,logam) di dalam satu tahun itu seperti apa. Jika mau main di
saham batubara, perlu anda lihat dulu saham perusahaan tersebut milik siapa
dan sehat atau tidak. Khusus untuk saham properti sebaiknya berhati-hati
karena saham tersebut diprediksi tidak akan mengalami kenaikan yang
signifikan.

Di tahun 2011, bisnis telekomunikasi akan cukup bagus meski persaingannya


yang sangat ketat. Setelah ada perjanjian perdagangan bebas dengan china, kita
bisa merasakan dan melihat bahwa produk dari china, khususnya telpon
genggam yang beragam merk jumlahnya mengalir masuk dengan derasnya ke
Indonesia. Dampak positifnya konsumen mempunyai banyak pilihan yang
disesuaikan dengan kondisi keuangannya dan dampak negatifnya, produk
serupa dalam negeri akan kalah bersaing yang secara mutu dan harga masih
lebih baik.

Jadi di tahun 2011, dunia perdagangan Indonesia masih kurang


menggembirakan. Agar bisa bertahan dan memenangkan persaingan di pasar
bebas maka mau tidak mau kita harus menggali potensi yang ada pada diri kita
sendiri agar kemampuan kita tidak kalah dengan asing.

Kondisi Politik

Presiden SBY ber-shio kerbau dan wapres Boediono ber-shio kambing. SBY cukup
mapan berkuasa namun sayangnya tak memperoleh bantuan yang cukup dari
lingkungannya. Sangat mungkin akan terjadi banyak perpecahan bahkan tak
tertutup kemungkinan koalisi yang ada akan berjalan sendiri-sendiri. Tahun 2011
adalah tahun yang memusingkan untuk RI-1.

Boediono sebagai RI-2 di tahun 2011 akan mendapat siklus yang positif sekali.
Untuk itu, diharapkan RI-1 mau meminta pertimbangan dari RI-2 karena posisi
RI-2 bintangnya/hokinya sangat terang sekali. Walaupun posisinya agak
terombang-ambing, asal bisa menahan diri, Boediono akan tetap mendapatkan
kepemimpinan yang luar biasa. Tahun 2011, Boediono harus berani mengambil
tindakan untuk melangkah. Boediono juga bisa menggalang bantuan dari banyak
pihak. Jadi diharapkan RI-1 bisa menggunakan kemampuan RI-2 untuk melobi
atau melakukan tugas penting sehingga diharapkan negara ini pamornya bisa
meningkat di dunia internasional.
Meskipun demikian RI-2 harus memikirkan secara matang sebelum mengambil
tindakan dan jangan bersikap otoriter karena jika bersikap demikian akan
dimusuhi banyak pihak.

Indonesia sendiri memang posisinya ada di tenggara dibandingkan negara-


negara lain yang sebenarnya memiliki peruntungan yang bagus namun sayang
siklusnya tidak lama. Ada hal lain yang perlu diwaspadai yakni berupa tekanan
dari pihak asing karena mereka bisa menjarah dan mendominasi negara kita.
Untuk itu diperlukan pemimpin yang jeli /cerdik dan tegas tidak mau didikte.

Kondisi Global

Secara fengshui, negara-negara bagian utara dan selatan di tahun 2011 akan
mengalami peruntungan yang cukup bagus termasuk korut dan korsel
hubungannya akan lebih baik dan tidak setegang 2010. Kondisi yang tidak baik
adalah negara bagian barat dan timur seperti masalah israel, asia timur, asia
barat atau tepi barat yang konfliknya masih panjang.

Yang menarik adalah hubungan Indonesia-Malaysia masih tidak menguntungkan


karena mendapat tekanan dimana kita selalu berusaha baik namun kurang
mendapat respon yang baik pula. Untuk itulah negara ini harus lebih fokus
membangun diri sendiri dan kekuatan diri sendiri karena jika kita kuat maka
otomatis akan disegani negara sekitar.

katalogblog.elhusni.com/2011/.../langkah-pemerintah-dan-dunia-usaha-
menghadapi-acfta/ -

mplikasi ASEAN – China Free Trade Area


(ACFTA) Terhadap Hukum Investasi
di Indonesia
Posted on Maret 2, 2011 by saepudin
Pendahuluan
Sebuah terobosan yang dilakukan oleh komunitas masyarakat regional yang pada akhirnya
terealisasi dalam bentuk komunitas perdagangan bebas, yakni antara negara-negara yang
tergabung di ASEAN dengan China, melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA). ACFTA ini menimbulkan suatu perkembangan baru pada kegiatan perdagangan
internasional, terutama pada kawasan Asia Tenggara. Kesiapan menyambut dampak positif
dan negatif dari terselenggaranya ACFTA menjadi problematika tersendiri yang menarik
untuk dicermati, terutama di negara Indonesia sebagai salah satu subyek hukum internasional
yang memiliki potensi comparative advantage. Investasi ke dalam dan ke luar negeri dalam
konteks ACFTA merupakan peluang yang memiliki dua sisi yang berlawanan, menjanjikan
dan/atau justru merugikan. Indonesia dengan segala potensinya diperhadapkan pada sebuah
tantangan untuk dapat bertahan dan meningkatkan posisinya di kancah perdagangan dan
investasi. Namun, bagi masyarakat di Indonesia, muncul pro-kontra tentang bagaimanakah
kemampuan dan kematangan hukum investasi di Indonesia dalam menghadapi era
perdagangan bebas versi ACFTA ini.

Indonesia dalam Kerangka ACFTA


Hubungan antara ASEAN dan China, sebenarnya secara positif sudah terjalin semenjak tahun
90-an, atau sejak ASEAN diakui China sebagai suatu komunitas yang menjanjikan di bidang
perekonomian. Meskipun pada waktu itu hubungan antara ASEAN dan China terjalin hanya
melalui perjanjian bilateral antara China dan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN
secara individual, akan tetapi China telah menancapkan pondasi kegiatan perekonomian yang
kuat. Dalam kegiatan-kegiatan ASEAN di bidang perekonomian, seringkali China hadir
sebagai pihak yang diundang atau bahkan menjadi konsultan ekonomi bagi aktivitas
perekonomian ASEAN. Strategi ini berdampak pada eksistensi China dalam kawasan
ASEAN sebagai subyek yang turut serta dalam perkembangan perdagangan internasional
kawasan. Jadi, adalah suatu kewajaran bilamana China kemudian mendorong adanya
perdagangan bebas antara ASEAN-China, oleh karena pengalamannya berdagang di kawasan
Asia Tenggara, sekaligus penerimaan ASEAN demi kemudahan investasi.
Problematika yang muncul kemudian adalah konteks kesiapan Indonesia dalam ACFTA ini
terutama dalam menyediakan sarana keteraturan di bidang hukum investasi. Dengan
dibukanya pintu perdagangan bebas versi ACFTA ini, Indonesia diharapkan mampu
memberikan kemudahan bagi investor untuk memasukkan modalnya ke Indonesia.
Kemudahan ini menjadi ukuran pasti dikarenakan telah lama Indonesia dianggap oleh
investor merupakan negara yang berpotensi namun memiliki hambatan di bidang hukum
investasinya, terutama persyaratan-persyaratan yang sangat ketat sehingga rentan terhadap
munculnya penyimpangan-penyimpangan. Kendala investasi di Indonesia yang umum terjadi
adalah misalnya adalah beberapa hal seperti : pengurusan ijin yang terlalu bertele-tele,
perilaku negatif birokrasi, pembatasan bidang usaha, kelemahan infrastruktur yang
mendukung investasi,

arsipberita.com/arsip/dampak-dari-pasar-bebas-di-indonesia.html

You might also like