You are on page 1of 11

ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam
Yang dibina oleh Bapak Drs. H. Muchsin Zein

Oleh :
Asyiqotul Ulya (100533404460)
Ali Azyumardi Azra (10053340)
Bidya Nila Giwiwardani (100533405401)
Ahmad Hani Pratomo (10053340)

S1 Pendidikan Teknik Informatika


Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
2011
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dunia Islam saat ini dipenuhi warna ‘kekerasan’, hampir seluruh
komunitas muslim pada beberapa bagian dunia menampakkan diri
dengan corak kekerasan. Mulai dari negara-negara bagian paling
timur benua Afrika, sebagian Asia bahkan Eropa. Tampak contoh
nyata dalam konflik yang melanda Sudan dan Nigeria, dimana
kelompok yang mengaku ‘Islam’ dan ‘Kristen’ saling baku tembak.
Pakistan juga ikut menyumbang corak kekerasan pada perebutan
‘elite politik’ ber-ideologi ‘muslim’ berikut konstituennya.
Indonesia juga tak kalah ikut-ikutan dengan menghadirkan kasus
Bom Bali seri I dan II, Perusakan hotel JW Marriot dengan ‘Bom
Bunuh Diri’. Wilayah Selatan Philipina juga ‘diteror’ oleh Abu Sayyaf
pimpinan MILF (Moro Islamic Liberty Front). Sementara di benua
Eropa Timur khususnya negara bekas Uni Soviet gerilyawan Chechen
masih berseteru dengan tentara Rusia merebut kemerdekaan
Chechnya. Dan yang tak pernah lekang diberitakan oleh media masa
kabar terung peluru dan nyawa di Afghanistan, Irak dan Palestina.
Betapapun tidak bisa gegabah menyimpulkan pola dan latar
belakang warna kekerasan dan konflik tersebut, butuh kesabaran
menganalisa dan memilah persoalan pokok sebagai penyebab
utama atau pemicu konflik yang menyertainya. Menyatakan Islam
identik dengan kekerasan bukan simpulan yang tepat, hanya banyak
bukti menunjukkan pembenaran atas ‘jalan kekerasan’ sebagai
pilihan aksi penyelesaian masalah internal maupun eksternal antar
muslim (orang Islam) dengan lingkungannya. Sementara opini
Global terlanjur melegitimasi ‘Islam berwarna Keras dan Kejam’.
Untuk melakukan ‘Evaluasi’ pada rona Islam saat ini perlu
kiranya kita telaah Ajaran Islam, khususnya bagaimana Islam
menyikapi konsep kekerasan . ‘Kekerasan’ yang menjadi dasar
kajian diambil dari makna “ke·ke·ras·an n 1 perihal (yg bersifat,
berciri) keras; 2 perbuatan seseorang atau kelompok orang yg
menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan
kerusakan fisik atau barang orang lain; 3 paksaan;” (dari Kamus
besar Bahasa Indonesia).
Oleh karena itu dibutuhkan adanya klarifikasi dan dalil yang jelas
mengenai hakikat jihad dalam islam sehingga tidak menimbulkan
adanya pandangan negative tentang islam.

2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut: (1) Apakah Islam mendorong
umatnya melakukan tindak kekerasan?, (2) Adakah makna kekerasan dalam islam itu
berarti jihad? (3) bagaimanakah hakikat Islam sebagai Rahmatan Lil Alamiin?

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Kekerasan dalam Islam
Ajaran Islam menentang tindak kekerasan
Menjawab pertanyaan itu tentu harus dirujuk pada ajaran dasar Islam, yaitu seperti
tertuang dalam al- Qur’an dan hadits. Jika merujuk kepada al-Qur’an dan hadits,
ternyata tidak ada suatu ayatpun yang membenarkan tindak kekerasan yang bersifat
opensif. Justru yang ada adalah sebaliknya, yaitu mendorong umat Islam agar berlaku
kasih sayang kepada seluruh alam semesta; alam, hewan dan tetumbuhan. Itulah
sebabnya Islam menyebut dirinya sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana
maksud firman Allah yang artinya:
”Dan tidaklah Kami mengutus engkau kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh
alam semesta” (Q.S. al- Anbiya: 107).
Sebab itulah sejarah membuktikan dan berbicara faktual bahwa di Negara mana
umat Islam mayoritas kaum minoritas akan terlindungi dan memperoleh kesejahteraan
hidup, seperti halnya di Indonesia. Indonesia adalah dengan mayoritas penduduk
Muslim tetapi agama lain memperoleh perlindungan sehingga memperoleh rahmat,
hidup sejahtera, bahkan lebih sejahtera dari umat Islam sendiri.
Kenyataan ini tidak terjadi sebaliknya, yaitu ketika Islam minoritas, yang mereka
hadapi adalah tindak terror dan kekerasan, sebagai peristiwa belakangan yang bisa
diikuti, baik dibelahan Eropa, China, Asia Tenggara, dan sebagainya. Dengan missi
pembawa rahmat itulah, Islam tidak membenarkan tindak kekerasan terhadap orang
atau kelompok lain seperti pembunuhan dengan berbagai bentuknya, karena tindakan
ini memiliki dosa besar.
Pada surat Al-Maidah: 32 secara tegas Allah berfirman: ”Dan karena itu Kami
tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh
seseorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya...
Dari ayat ini jelas betapa besarnya resiko menghilangkan nyawa manusia yang
memang harus dipertahankan. Qishash sebagai salah satu ajaran Islam diperintahkan
sebenarnya adalah sebagai upaya membela nyawa yang dihilangkan.Namun demikian
qishash bukanlah tindakan balas dendam, melainkan sebagai upaya untuk
menyelamatkan nyawa-nyawa lain, sebagaimana firman Allah SWT dalam al- Qur’an,
yang artinya: ”Sesungguhnya dalam qishash itu terdapat kehidupan...”
Perintah untuk menebarkan rahmat tidak hanya tertuang dalam al- Qur’an,
melainkan juga dalam beberapa hadits, seperti yang berbunyi: ”Kasihilah orang yang
ada di bumi, kamu akan dikasihi orang yang ada di langit”.
Bukan faktor agama
Apabila secara tekstual tidak ada ajaran Islam yang membenarkan tindak
kekerasan, maka jika tindakan kekerasan terjadi bukanlah diakibatkan ajaran Islam
melainkan oleh factor lain. Dan jika dilakukan pendekatan faktor (factor approach),
maka tidak ada satu faktor yang dominan yang melahirkan suatu tindakan.
Terdapat banyak faktor, seperti faktor psikologi, faktor ekonomi, atau mungkin
factor rekayasa luar yang tidak ingin Indonesia aman dan maju. Jika faktor-faktor itu
yang bicara, maka tidak ada kaitannya dengan agama atau Islam, walaupun pelakunya
adalah seorang beragama atau Muslim, karena memang tindakan seperti ini ada di
semua agama dan di semua belahan dunia.
Begitu juga dengan pesantren yang disebut terkait dengan peristiwa bom, jika
dirujuk kepada silabus pesantren, tidak ada pesanteren yang mengajarkan santrinya
untuk bersikap keras tanpa konpromi terhadap orang atau kelompok lain. Jangankan
bicara bom, silabus tentang jihad secara khususpun tidak dipelajari di pesantren.
Penyelesaian faktor
Jika demikian halnya, suatu hal yang bisa kita lakukan ialah penyelesaian faktor,
agar faktor itu tidak memiliki daya dorong melahirkan suatu tindak kekerasan. Jika
faktornya adalah kejiwaan berupa rasa tertekan dan tidak memperoleh keadilan, maka
perasaan itu harus dihilangkan.
Tertekan atau ketidak adilan sebenarnya sangat subyektif, tergantung dari sisi
mana melihatnya, namun tentulah masalah ini menjadi PR bagi pihak-pihak terkait
sehingga masyarakat tidak sampai berkesimpulan seperti itu. Dibutuhkan kearifan
dalam menyelesaikan setiap masalah, sehingga tidak ada yang merasa terzolimi.
Jika melihat akar tindak kekerasan di dunia Islam, nampaknya bermula
dari Timur Tengah, jelasnya Pelestina. Tindakan yang dilakukan para pemuda
Pelestina adalah sebagai bentuk protes terhadap arogansi Israel dan keacuhan dunia
sehingga mereka terusir dari kampung halaman mereka.
Dalam kondisi seperti ini mereka melakukan apa saja untuk menunjukkan ketidak
senangan mereka kepada Israel, termasuk dengan cara meledakkan bom. Karena
sampai saat ini masalahnya belum selesai, akhirnya upaya ini mendapat simpatik dari
belahan dunia lain, yang seringkali menggunakan cara yang sama.
Maka jika ingin permasalahan kekerasan terhapus, maka faktor inilah yang harus
diselesaikan oleh dunia internasional, sehingga tidak menjadi sebuah mode
menghadapi masalah. Atau jika faktornya adalah ekonomi, yaitu sulitnya mencari
lapangan pekerjaan dan ketatnya persaingan, maka yang harus kita lakukan ialah
dengan bekerja keras sehingga memiliki peran secara ekonomi.
Dan kepada pihak terkait, seperti Pemerintah dan swasta kiranya memberikan
advokasi dan memberikan peluang bereknomi bagi semua pihak, tanpa memandang
suku dan agama. Jika ini yang dilakukan masyarakat akan berkesimpulan bahwa
mereka telah terperhatikan sehingga diharapkan memiliki rasa memiliki (sense of
belonging) dan rasa bertanggung jawab (sense of responsibility) tersehadap negeri ini.
Dan jika faktornya adalah rekayasa luar, maka yang harus kita lakukan ialah lebih
mempertebal nasionalisme dan ukhuwah wathaniyah sehingga tidak mudah
terpropokasi dengan adu domba asing tersebut. Kita harus tetap komit sebagai negara
kesatuan dan persatuan dengan sebuah prinsip menolak campur tangan asing dalam
urusan negeri kita sendiri.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan, dan jika
tindakan ini dilakukan oleh mereka yang menganut Islam (Muslim), maka hal itu
terjadi bukan karena dorongan Islam, melainkan karena faktor lain, seperti psikologi,
ekonomi, dan rekayasa pihak luar. Semoga kita mampu melewati masalah kita ini
tanpa kehilangan jati diri dan mengorbankan bangsa.

2. Jihad dalam Islam


Islam menyebut kekerasan dengan jihad, menurut bahasa jihad adalah jahada-
juhdun dan jahdun sudah mempunyai makna mubalaghah (bersungguh-sungguh).
Apalagi kata jihad yang berasal dari kata jaahada dengan sighah mubalaghah, tentulah
maknanya bersungguh-sungguh kuadrat. Ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak
saling mengerahkan kemampuan maksimalnya untuk mengalahkan lawannya, Itulah
sebabnya para pakar bahasa menyebutkan makna jihad secara bahasa adalah :
َ ‫ن‬ َ ُ ْ ‫ب يذ‬
ِ ‫طاقَ يةٍ ل ِن َي ْي‬
‫ل‬ ْ ‫مي‬ِ ‫ن‬ُ ‫سييا‬ َ ْ ‫ه ا ْل ِن‬
ُ ُ‫س يت َط ِي ْع‬
ْ َ ‫مييا ي‬ َ ْ‫ل أق‬
َ ‫صييي‬ َ
َ
ٍ ْ‫مك ُْرو‬
‫ه‬ َ ‫ب أوْ ل ِد َفِْع‬ٍ ْ‫حب ُو‬
ْ ‫م‬
َ
“Mengerahkan seluruh kemampuan untuk mendapatkan kebaikan dan menolak
bahaya” . Atau :
َ ْ ‫ة ببييذ‬
‫ي‬
ْ ‫مييا ِفيي‬ َ ‫صييى‬ َ ْ‫ل أق‬
ِ َِ ُ ‫ق‬
ّ ‫شيي‬ َ ْ ‫ا َل‬
َ ‫م‬
ْ ُ‫طاقَةِ َوال ْو‬
‫سِع‬ ّ ‫ال‬
“Menanggung kesulitan dengan mengerahkan segala kemampuan”.
Bahkan dalam hadist Rasulullah SAW setan pun mengerti betul bahwa jihad adalah
perang :

ِ ‫س يل َم‬ ْ ِ ‫ق ا ْل‬ ِ ‫ه ب ِط َرِي ْي‬ ُ ‫قعَد َ ل َي‬َ َ‫م ب ِأ َط َْرقِهِ ف‬ َ ‫طان قَعد لب‬
َ َ ‫ن أد‬ ِ ْ ِ َ َ َ َ ْ ‫شي‬ ّ ‫ن ال‬ ِ َ‫ي َفاك ِه‬
ّ ِ ‫ إ‬:‫ة‬
َ ‫ع َن سبرة َ ب‬
ْ ِ ‫ن أب‬ُ ْ َْ ِ ْ
َ َ ‫ك وَ أ ََبياِء أ َب ِْيي‬
َ ِ ‫ن أ ََبائ‬
ُ ‫م قََعيد َ َلي‬
‫ه‬ ّ ‫م ُثي‬ َ َ ‫سيل‬
ْ ‫صياه ُ فَأ‬ َ َ‫ فَع‬:‫ل‬ َ َ ‫ك ؟قيا‬ َ ْ ‫ك وَ د ِي‬ َ َ ‫م وَ ت َذ َُر د ِي ْن‬ ُ ِ ‫سل‬ْ ُ‫ه ت‬ ُ َ‫ل ل‬ َ ‫قا‬ َ َ‫ف‬
َ ْ ‫ل ال‬ َ
‫س‬ِ ‫فيَر‬ ِ ‫مث َي‬َ َ ‫جرِ ك‬ ِ ‫مهَييا‬ ُ ‫ل ْال‬ ُ ‫مث َي‬
َ ‫ما‬ َ ‫ماِء‬
َ ّ ‫ك وَإ ِن‬ َ ‫س‬ َ َ‫ك و‬ َ ‫ض‬ َ ‫دع أْر‬ َ َ ‫جُر وت‬ ِ ‫ت َُها‬:‫ه‬ُ َ‫ل ل‬ َ ‫قا‬ َ َ‫جَرةِ ف‬ ْ ‫ق ا ِْله‬ ِ ْ ‫ب ِط َرِي‬
‫س‬ ِ ‫فيي‬ ْ ّ ‫جهْد ُ الن‬ ُ َ‫ هُو‬:‫ه‬ ُ َ‫ل ل‬َ ‫قا‬ َ َ‫جَهاد ِ ف‬ِ ْ ‫ق ال‬ ِ ْ ‫ه ب ِط َرِي‬ ُ َ ‫م قَعَد َ ل‬ ّ ُ‫ل ث‬ َ ‫َقا‬.‫صاه ُ فََهاجر‬ َ َ‫ل فَع‬ َ ‫قا‬ َ َ‫ل ف‬ ِ َ‫ي الط ّو‬ ْ ِ‫ف‬
ِ‫ل الليه‬ ُ ْ ‫س يو‬ ُ ‫ل َر‬ َ َ‫ف‬.‫د‬
َ ‫قييا‬ َ ‫جاهَي‬ َ َ‫صيياه ُ ف‬َ َ‫ل ؟ فَع‬ ُ ‫ما‬ َ ْ ‫م ال‬ ُ ‫س‬ ّ ‫ق‬ َ ُ ‫مْرأ َة ُ وَ ي‬َ ْ ‫ح ال‬
ُ َ ‫ل فَت ُن ْك‬ ُ َ ‫قت‬ْ ُ ‫ل فَت‬ َ َ ‫قات‬َ َ ‫ل فَت‬ ِ ‫ما‬ َ ْ ‫َوال‬
‫ل‬ ّ ‫جي‬ َ َ‫قا ع َل َييى الليهِ ع َيّز و‬ ّ ‫ح‬ َ ‫ن‬ َ ‫ل‬
َ ‫كا‬ َ ِ ‫أ َوْ قُت‬.‫ة‬ َ ّ ‫جن‬َ ْ ‫ه ال‬ ُ َ ‫خل‬
ِ ْ ‫ن ي ُد‬ َ
ْ ‫قا ع ََلى اللهِ أ‬ ّ ‫ح‬َ ‫ن‬ َ َ ‫ك كا‬ َ ِ ‫ل ذ َل‬ َ َ‫ن فَع‬ ْ ‫م‬ َ َ‫ف‬
َ َ ‫خل َه ال ْجني‬ َ ّ ‫قاع ََلى الله ح‬ َ
‫ه‬
ُ ‫داب ّت ُي‬
َ ‫ه‬ َ َ‫وَق‬
ُ ْ ‫صيت‬ ْ‫ة أو‬ ّ َ ُ ِ ْ ‫ن ي ُيد‬ ْ ‫قييا أ‬ َ ِ ّ ‫ح‬َ ‫ن‬ َ ‫كا‬ َ َ‫ن غ ََرق‬ ْ ِ ‫ وَ إ‬,‫ة‬ َ ّ ‫جن‬َ ْ ‫ه ال‬ ُ َ ‫خل‬
ِ ْ ‫ن ي ُد‬ ْ ‫أ‬
َ
‫ة‬ َ ْ ‫ه ال‬
َ ّ ‫جن‬ ُ َِ ‫دخل‬ ْ ‫قا ع ََلى اللهِ أ‬
ْ ُ‫ن ي‬ ّ ‫ح‬َ ‫ن‬ َ ‫كا‬ َ .
Dari Sibrah bin Abi Fakihah bahwasanya Rasulullah bersabda," Sesungguhnya
setan menghadang manusia di setiap jalan kebaikan. Ia menghadang manusia di jalan
Islam," Apakah kau mau masuk Islam dan meninggalkan agamamu, agama bapakmu
dan agama moyangmu ?" Ia tidak menururti setan dan masuk Islam.Maka setan
menghadangnya di jalan hijrah," Kau mau hijrah, meninggalkan tanah air dan langit
yang menanungimu ?Ia tidak menururti setan dan berhijrah maka setan
menghadangnya di jalan jihad," Kau mau berjihad, sehingga terbunuh dan istrimu
diambil orang serta hartamu dibagi-bagi ?" Ia tidak menururti setan dan tetap berjihad.
Siapa saja melakukan hal, itu maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk
memasukkannya ke surga. Dan siapa saja terbunuh maka sudah menjadi kewajiban
Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa saja tenggelam (karena jihad atau
hijrah—pent) maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga.
Dan siapa saja terlempar dari kendaraannya (saat hijrah atau jihad) maka sudah
menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga.” (HR. Ahmad 3/483
no:16054hal:1127, Shahih al Jami' al Shaghir 1/338 no. 1652/736.)
Tapi seiring waktu berjalan jihad mengalami distorsi dari orang-orang yang
menafikkan kekerasan dalam menegakkan hukum Allah, padahal di dalam hadist,
jihad yaitu perang melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan
kalimatulloh dan tidak dibawa kepada pengertian-pengertian lain baik thalabul ilmi,
dakwah, mendirikan pondok pesantren dan madrasah membangun jembatan,
menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim dan amal sholih lainnya.
Lalu masihkah kita menafikan bahwa syariat jihad memang diperintahkan oleh
Allah untuk menegakkan Dien yang mulia, dan sebagai alat untuk pembuktian mana
orang-orang yang benar-benar teguh dalam berjuang untuk Dien dan mana orang-
orang yang munafik, yang hanya duduk-duduk untuk mencari-cari alasan untuk tidak
pergi berjihad.
Tapi bukan berarti kita menafikkan bahwa dakwah dengan lisan tidak penting, hal
ini untuk mengingatkan kembali bahwa jihad tidak bisa di pisahkan dari dakwah
dengan lisan,pikiran dan harta. Karena musuh hari ini telah memerangi umat Islam
dari segala arus dan berbagai tipu daya, maka seyogyanya keasyikkan dengan dakwah
tidak melupakan kita dengan puncaknya agama yaitu jihad di jalan Allah.

3. Makna Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamiin


Memahami Rahmat Islam “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS 21: 107). Ayat di atas sering dijadikan
hujjah bahwa Islam adalah agama rahmat. Itu benar. Rahmat Islam itu luas, seluas dan
seluwes ajaran Islam itu sendiri. Itu pun juga pemahaman yang benar. Sebagian orang
secara sengaja (karena ada maksud buruk) ataupun tidak sengaja (karena pemahaman
Islamnya yang tidak dalam), sering memaknai ayat tersebut diatas secara
menyimpang.
Mereka ini mengartikan rahmat Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang
sejuk, damai dan toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas.
Sementara dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain yang justru
bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya memboleh-bolehkan ucapan natal dari
seorang Muslim terhadap umat Nasrani atau bersifat permisive terhadap ajaran sesat
yang tetap mengaku Islam.
Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya
untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa
ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah. Walau tidak selalu harus
melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan
kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk
menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum
untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta
kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan
dapat dijalankan secara kaffah. Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus
bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam
adalah agama rahmat.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara keseluruhannya. Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi
rahmat. Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan
manusia. Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar
mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya,
kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. “Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).
Bentuk-bentuk Rahmat Islam
Ketika seseorang telah mendapat petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat
rahmat dengan arti yang seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak
bentuk.
1. Manhaj (ajaran).
Di antara rahmat Allah yang luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah saw berupa manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia,
jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki. Allah
SWT berfirman, “Kami tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi
susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),” (QS. Thahaa:
2-3). Di ayat lain, Dia berfirman, “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu…,” (QS Al-Maidah: 3).
2. Al-Qur'an.
Al-Qur'an telah meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan
permanen bagi kehidupan manusia yang selalu dinamis. Kitab suci terakhir ini
memberikan kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan)
terhadap hukum-hukum yang bersifat furu’iyah. Hal tersebut merupakan konsekuensi
logis dari tuntutan dinamika kehidupannya. Begitu juga kesempatan untuk
menemukan inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman
dan kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul atau
pokok-pokok ajaran yang permanen. Dari sini bisa kita pahami bahwa al-Qur'an itu
benar-benar sempurna dalam ajarannya. Tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan
ini kecuali al-Qur'an telah memberikan petunjuk dan solusi. Allah berfirman,
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan,” (QS al-An’aam: 38). Dalam ayat lain berbunyi, “Dan
Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (QS
an-Nahl: 89).
3. Penyempurna kehidupan manusia
Di antara rahmat Islam adalah keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan
manusia dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Rahmat Islam adalah
meningkatkan dan melengkapi kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna,
bukan membatasi potensi manusia. Islam tidak pernah mematikan potensi manusia,
Islam juga tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya
dalam bentuk kebaikan-kebaikan dunia. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa
pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32).
Islam memberi petunjuk mana yang baik dan mana yang buruk, sedang manusia
sering tidak mengetahuinya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).
4. Jalan untuk kebaikan.
Rahmat dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai
kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia
memandang jalan Islam tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban sholat
dan zakat, kewajiban amar ma’ruf
nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa, dan sebagainya.
Padahal Allah SWT telah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya,” (QS al-Baqarah: 286). Pada dasarnya, kewajiban
tersebut hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. “Jika kamu berbuat baik
(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,” (QS al-Isra’: 7).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat
dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut
seleranya sendiri. Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak
Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan. Memerangi kemaksiatan itu
adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut. Jihad
melawan orang kafir yang zalim adalahrahmat, meskipun sekelompok manusia tidak
suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme. Allah
berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).
Hendaknya kita jujur dalam mengungkapkan sebuah istilah. Jangan sampai kita
menggunakan ungkapan seperti sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya,
kemudian dikaitkan dengan kata ‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru
bertentangan dengan Islam itu sendiri.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Tidak ada stu ayatpun dalam Al-Qur’an dan hadits yang membenarkan tindak
kekerasan yang bersifat opensif. Justru yang ada adalah sebaliknya, yaitu
mendorong umat Islam agar berlaku kasih sayang kepada seluruh alam
semesta; alam, hewan dan tetumbuhan.
b. Islam menyebut kekerasan dengan jihad, yang berasal dari kata jaahada dengan
sighah mubalaghah, tentulah maknanya bersungguh-sungguh kuadrat. Ini
menunjukkan bahwa kedua belah pihak saling mengerahkan kemampuan
maksimalnya untuk mengalahkan lawannya.
c. Islam sebagai rahmat bagi alam semesta, hal ini berarti untuk menjadi rahmat
bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan
atau peperangan seperti di zaman Rasulullah.

D. DAFTAR PUSTAKA
diakses pada 2 Maret 2011 : http://www.deshion.com/artikel/islam-news/108-makna-
islam-sebagai-rahmat-bagi-alam-semesta.pdf
diakses pada 2 Maret 2011 : http://www.muslimdaily.net/jurnalis/5509/kekerasan-
dalam-islam

You might also like