Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing
Oleh:
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................0
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................2
C. TUJUAN......................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
A. KRONOLOGI KASUS....................................................................................................................2
B. ABORSI DALAM TINJAUAN BERBAGAI ASPEK.............................................................................2
1. ABORSI DALAM TINJAUAN MEDIS DAN UU KESEHATAN.......................................................2
2. ABORSI DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI...................................................................................2
3. ABORSI DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA..........................................................................2
4. ABORSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM............................................................................2
C. ANALISIS HUKUM ISLAM MENGENAI KASUS ABORSI JANIN KEMBAR SIYAM TERKAIT
DENGAN KAIDAH-KAIDAH FIQH.........................................................................................................2
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................................2
A. KESIMPULAN..............................................................................................................................2
B. KRITIK DAN SARAN.....................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................2
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kembar siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini
terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Banyak
faktor diduga sebagai penyebab kehamilan kembar. Selain faktor genetik, obat
penyubur yang dikonsumsi dengan tujuan agar sel telur matang secara sempurna, juga
diduga ikut memicu terjadinya bayi kembar. Alasannya, jika indung telur bisa
memproduksi sel telur dan diberi obat penyubur, maka sel telur yang matang pada
saat bersamaan bisa banyak, bahkan sampai lima dan enam.
Sejumlah kesimpulan medis menyebutkan, terjadi satu kasus kembar siam untuk
setiap 200 ribu kelahiran. Jadi, jika Indonesia berpenduduk 200 juta, ada peluang
1.000 kasus kembar siam. Dari semua kelahiran kembar siam, diyakni tak lebih dari
12 pasangan kembar siam yang hidup di dunia. Saat dilahirkan kebanyakan kembar
siam sudah dalam keadaan meninggal, yang lahir hidup hanya sekitar 40 persen.
Dari mereka yang lahir hidup, 75 persen meninggal pada hari-hari pertama dan
hanya 25 persen yang bertahan hidup. Itu pun sering kali disertai dengan kelainan
bawaan dalam tubuhnya (incomplete conjoined twins). Apakah itu organ pada bagian
ekstoderm, yakni kulit, hidung dan telinga, atau mesoderm yang mencakup otot,
tulang dan saraf, atau bias juga indoderm, yakni bagian organ dalam seperti hati,
jantung, paru dan otak.1
1
http://id.wikipedia.org/
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kronoligi kasus aborsi janin kembar siyam?
2. Bagaimana aborsi dalam tinjauan medis, UU kesehatan, Psikologi, hukum pidana
dan hukum islam?
3. Bagaimana analisis hukum islam mengenai kasus aborsi janin kembar siyam
terkait dengan kaidah- kaidah fiqh?
C. TUJUAN
1. Untuk mengatahui bagaimana kronologi kasus aborsi janin kembar siyam
2. Untuk mengetahui bagaimana aborsi dalam tinjauan medis, UU kesehatan,
Psikologi, hukum pidana dan hukum islam
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum islam mengenai kasus aborsi janin
kembar siyam terkait dengan kaidah-kaidah fiqh
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KRONOLOGI KASUS
Medan: Malang nasib dua bayi Nabila dan Naila, kembar siam yang dempet pada
perut dan dada (toracho abdomino) asal Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut).
Setelah sempat kritis selama berjam-jam, kedua putri pasangan Muslim dan Siti Hajar
meninggal dunia pada Rabu (9/12) pukul 17.40 WIB karena gangguan pernapasan di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Adam Malik.
Saat kritis, pihak rumah sakit sempat memberi bantuan pernafasan melalui ventilator.
Namun sayang, nyawa keduanya tak tertolong. Orangtua bayi kembar siam ini terlihat
syok, terlebih Siti Hajar yang belum sembuh total pascaoperasi caesar. Keduanya bahkan
tak mampu diwawancarai.
Menurut Humas RSUP Adam Malik, Sairi Saragih, bayi kembar siam ini masuk masa
kritis pada Rabu pukul 09.30 WIB karena ada gangguan pernapasan. Kemudian, ventilator
baru dipasang pukul 12.00 WIB. Namun Tuhan berkehendak lain, keduanya pun
meninggal pada petang hari akibat gangguan pernapasan karena gagal pada jantung dan
paru.2
Sebenarnya dengan ditemuannya perangkat medis canggih seperti halnya USG (Ultra
Sono Grafi), kembar siyam bias di deteksi semenjak usia kehamilan masih muda. Hingga
barang kali aborsi adalah salah satu alternative trbaik yang musti ditempuh dari pada
membiarkan janin lahir dan bidup secara tidak wajar, sementara operasi pemisahan dengan
menanggung ancaman resiko gagal bahkan mengakibatkan kematian.
2
http://berita.liputan6.com/daerah/201012/310560/Gangguan.Pernapasan.Bayi.Kembar.Siam.Meninggal
4
B. ABORSI DALAM TINJAUAN BERBAGAI ASPEK
5
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baikyang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak
aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6
2. ABORSI DALAM TINJAUAN PSIKOLOGI
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome”
(Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions
Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut
ini:
Kehilangan harga diri (82%)
Berteriak-teriak histeris (51%)
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
Ingin melakukan bunuh diri (28%)
mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.5
5
Supriyadi, 2001, ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran Kandungan”,
(Hukum Kesehatan dan Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli 2002, h. 12
6
Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 283, 299, 346, 348, 349, 535 dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasa1 2 dan 1363
7
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana,
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
8
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Sementara dalam surat al-Isro’ (17) ayat 31 dan 33, juga dijelaskan:
Dan janganlah kamu membunh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu juga.
Sesunguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.
Dan janganlah kamu membunuh nyawa seseorang yang dilarang Allah, kecuali
dengan alasan yang benar.
9
Pandangan sebagian ulama lain dari madzhab ini hanya membolehkan
sebelum kehamilan berusia 80 hari dengan alasan penciptaan terjadi setelah
memasuki tahap mudghah atau janin memasuki usia 40 hari kedua. 8 Mayoritas
ulama Hanabilah membolehkan pengguguran kandungan selama janin masih dalam
bentuk segumpal darah (‘alaqah) karena belum berbentuk manusia. 9
Syafi’iyah melarang aborsi dengan alas an kehidupan dimulai sejak
konsepsi, di antaranya dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, tetapi
sebagian lain dari mereka yaitu Abi Sad dan Al-Qurthubi membolehkan.
Namun Al-Ghazali dalam Al-Wajiz pendapatnya berbeda
dengan tulisannya dalam Al-Ihya, beliau mengakui kebenaran pendapat bahwa aborsi
dalam bentuk segumpal darah (‘alaqah) atau segumpal daging (mudghah)
tidak apa-apa karena belum terjadi penyawaan. Kecuali mayoritas ulama
Malikiyah melarang aborsi.
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah
Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum
atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh,
yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad
Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada
makhluk yang bernyawa.
Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara
lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam
kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al
Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur)
maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa
yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.
8
Ibid. hal. 302
9
Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah. Tt. Al-Mughni. Cairo:
Hajar, jilid 12, hal. 210.
10
Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin
bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari
kandungan sampai dibuang atau dibunuh. Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu
bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan),
didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa
kehamilan.
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena
berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori
pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut.
Firman Allah SWT:
• “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
• “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4
bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan
pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di
atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini.
Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah
sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat
puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin,
maka hukumnya haram.
Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah
peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya
belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau
40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka
Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia
11
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian
memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter,
diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur
40 hari. Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka
hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam
rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah
(gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagai manusia.10
Dalam konteks aborsi tak aman yang menimbulkan tingginya angka kematian anak
karena cacat dan menimbulkan depresi bagi ibu yang melahirkan anak yang cacat permanen,
bukan merupakan persoalan sederhana, tetapi memiliki dimensi sosial yang kompleks baik
secara fisik, psikis bagi yang bersangkutan ataupun psiko-sosial bagi lingkungannya.
Fikih dalam hal ini harus berorientasi pada etika sosial yang produk hukumnya tidak sekedar
halal atau haram, boleh dan tidak boleh, tetapi harus memberikan jawaban berupa solusi
hukum terhadap persoalan-persoalan sosial yang dihadapi perempuan. Dengan kata lain,
diakui pula oleh K.H. Sahal Mahfudz (2003):
“Fikih sosial bertolak dari pandangan bahwa mengatasi masalah sosial yang kompleks
dipandang sebagai perhatian utama syari’at Islam”.11
Dalam konteks menetapkan kepastian hukum mengenai tingginya angka kematian ibu
akibat aborsi tak aman dengan banyaknya angka bayi yang lahir secara cacat permanen atau
disebut kembar siyam, yang merupakan dua kondisi yang sama-sama membahayakan, dapat
dianalisa dengan menggunakan beberapa kaidah fikih, antara lain:
10
http://www.gaulislam.com/
11
Sahal Mahfudh, M.A. 2003. Fikih Sosial: Upaya Pengembangan Madzhab Qauli dan
Madzhab Manhaji. Pidato Promovendus pada Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa dalam Bidang
Fikih Sosial di UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 18 juni. Jakarta: Universitas Islam Negeri, hal. 18
12
2. “Bahaya yang lebih berat dapat dihilangkan dengan memilih bahaya yang lebih
ringan (al-dharar al-asyadd yuzaalu bi al-dharar al-akhaff)” atau “Jika dihadapkan
pada dua kondisi yang sama-sama membahayakan, maka pilihlah bahaya yang lebih
kecil risikonya (Idza ta’aaradlat al-mafsadataani ruu’iya a’dhamuhuma
12
dlararan)”;
3. “Keterpaksaan dapat memperbolehkan untuk melakukan hal-hal yang dilarang (al-
dlaruraatu tubiihul mahdzuraat)”;
4. perubahan hukum Islam dapat dilakukan dengan adanya perubahan zaman, perubahan
tempat, perubahan kondisi, perubahan niat dan kultur atau adat (taghayyir al-ahkam
bitaghayyur al-azminah wal-amkinah wal-ahwal wan-niyaat wal-‘awaaid)”13
12
Prof. Dr. Nashr Farid Muhammad Washil & Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhiyyah,
(Jakarta: Amzah, 2009)hal. 17
13
Prof. Dr. H. A. Djazuli, Kaidah Fiqh, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group,2006)hal. 34
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kembar siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini
terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Banyak
faktor diduga sebagai penyebab kehamilan kembar. Selain faktor genetik, obat
penyubur yang dikonsumsi dengan tujuan agar sel telur matang secara sempurna, juga
diduga ikut memicu terjadinya bayi kembar. Alasannya, jika indung telur bisa
memproduksi sel telur dan diberi obat penyubur, maka sel telur yang matang pada
saat bersamaan bisa banyak, bahkan sampai lima dan enam.
Hukum dari Aborsi adalah Haram,maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun
dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah
berumur 40 hari. Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari,
maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada
dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai
nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-
ciri minimal sebagai manusia.
Namun jika ada suatu alas an yang mendesak untuk melakukan aborsi maka ibu
boleh melakukan aborsi dengan menggunakan kaidah fiqh“Bahaya itu menurut agama
harus dihilangkan (al-dlarar yuzaalu syar’an)”; seperti halnya aborsi karna janin
benar-benar diketahui tengah mengalami kembar siyam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah. Tt. Al-Mughni. Cairo:
Besardan 6 kabupaten. Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan UIN Jakarta
http://id.wikipedia.org/, di akses pada tanggal 13 Desember 2010
http://www.aborsi.org/, di akses pada tanggal 13 Desember 2010
http://www.gaulislam.com/, di akses pada tanggal 13 Desember 2010
Ibnu Abidin. Tt. Hasyiyah Rad al-Mukhtar ‘ala al-Dur al-Mukhtar. Beirut: Daar al-Fikr.
Mahfudh, M.A. 2003. Fikih Sosial: Upaya Pengembangan Madzhab Qauli dan Madzhab
Manhaji. Jakarta: Universitas Islam Negeri Press.
Utomo, B., dkk. 2002. Angka Aborsi dan Aspek Psiko-sosial di Indonesia: Studi di 10 kota
Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY,
Prof. Dr. H. A. Djazuli, Kaidah Fiqh, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group,2006)
Prof. Dr. Nashr Farid Muhammad Washil & Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam,
Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: Amzah, 2009)
15