You are on page 1of 6

1

TAFSIR Q.S. AL-ALAQ AYAT 1-5

A. Mukaddimah
Surat al-Alaq ini disepakati para ulama turun di Mekah sebelum Nabi Hijrah, dan
semua ulama juga sepakat bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad
SAW adalah Lima ayat pertama dari surat ini. Namanya yang populer pada masa
sahabat adalah Surat Iqra’ bismi rabbika . Namanya yang tercantum dalam al-Qur’an
adalah surat al-Alaq, ada juga yang menamainya surat Iqra.
Tema utamanya adalah pengajaran kepada Nabi Muhammad SAW serta
penjelasan tentang Allah dalam perbuatan dan sifat-Nya dan Dia-lah sumber dari segala
ilmu pengetahuan.

B. Asbab an-Nuzul dan Munasabah surat


Disebutkan dalam hadits-hadits sahih bahwa nabi Muhammad SAW mendatangi
gua Hira untuk tujuan beribadah selama beberapa hari. Hingga pada suatu hari, di dalam
gua beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu Ilahi. Malaikat
berkata kepadanya,”Bacalah” beliau menjawab : Saya tidak bisa membaca. Perawi
mengatakan bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang nabi dan menekan-
nekannnya hingga nabi kepayahan hingga diulang sampai tiga kali. Bacalah! Nabi
menjawab “saya tidak bisa membaca”. Setelah itu barulah nabi mengucapkan apa yang
diucapkan oleh malaikat, yaitu Surat al-Alaq ayat 1-5. (Al-Maraghy:1993:344-345 lihat
pula M.Nasib al-Rifa’i :1011)
Adapun Munasabah surat al-Alaq dengan surat sebelumnya yaitu surat at-Tin
bahwa Allah menjelaskan kejadian yang diciptakan–Nya dalam bentuk paling baik,
sementara pada surat ini Allah menjelaskan asal kejadian manusia yang diciptakan dari
segumpal darah (al-Alaq). Dan munasabah surat ini dengan yang sesudahnya yaitu jika
pada surat ini Allah memerintahkan nabi Muhammad untuk membaca Al-Qur’an,
sedang pada surat sesudahnya Allah menerangkan tentang permulaan turunnya Al-
Qur’an.

C. Kajian Kosa kata







 

 



 
    
  
  
   
  

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya

Dari segi bahasa dapat berarti menciptakan (dari tiada), menciptakan tanpa satu contoh
terlebih dahulu, mengatur, memperhalus, mengukur dan membuat: ‫ خلق‬terambil dari
‫ النس‬Segumpal darah, cacing
akar kata al-uns berarti senang, jinak dan harmonis : 
yang hidup di air, atau sesuatu yang menempel di dinding rahim : ‫علق‬ terambil dari
2

akar kata Qalama artinya memotong sesuatu dapat berarti pula hasil dari penggunaan
alat tersebut yakni tulisan : ‫بالقلم‬

D. Pembahasan Tafsir Q.S. al-Alaq Ayat 1-5


  
  
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah
yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis.
Kemudian datang perintah ilahi agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan
Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa
menulisnya.
Ayat pertama dari wahyu pertama ini, menganjurkan Rasulullah untuk membaca,
memunculkan pertanyaan “apa yang harus dibaca?”. Ditinjau dari perspektif
kebahasaan, jika satu ungkapan tidak disebutkan obyeknya, maka ia menunjukan umum
mencakup segala sesuatu yagn dapat dijangkau oleh kata tersebut, seperti alam raya dan
masyarakat.Dengan demikian, Tuhan menyuruh Nabi agar membaca ayat-ayat Tuhan
yang tertulis (Qur’aniyah) ataupun ayat-ayat Tuhan yang tercipta (Kauniyah). Tetapi
yang paling penting dan menjadi titik tekan ayat tersebut adalah pembacaan tersebut
haruslah dilandasi atas nama Tuhan. Sehingga dengan pembacaan itu menjadikannya
sadar akan kefakiran diri di hadapan Allah . (Nurwadjah Ahmad: 2007:198-199)
Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian mahluk melalui firman-Nya:
    
Sesunguhnya zat yang menciptakan manusia, sehingga menjadi mahluk-Nya yang
paling mulia. Ia menciptakannya dari segumpal darah (‘Alaq). Kemudin membekalinya
dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuannya bisa
mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat
manusia. Oleh sebab itu zat yang menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia
yang paling sempurna, yaitu Nabi Saw.- bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah
belajar membaca.(Al-Maraghy:1993:346)
Dalam memperkenalkan perbuatan-perbuatan-Nya, penciptaan merupakan hal
pertama yang dipertegas, karena ia merupakan persyaratan bagi terlaksananya
perbuatan-perbuatan yang lain. Rincian mengenai pengenalan tersebut ditemukan dalam
ayat-ayat yang turun kemudian, khususnya pada perioide Makkah. Perlu digaris bawahi
bahwa pengenalan tersebut tidak hanya tertuju kepada akal manusia tetapi juga pada
kesadaran batin dan intuisinya bahkan seluruh totalitas manusia, karena pengenalan
akal semata-mata tidak berarti banyak. Sementara pengenalan hati diharapkan dapat
membimbing akal dan pikiran sehingga anggota tubuh dapat menghasilkan perbuatan-
perbuatan baik serta memelihara sifat terpuji. (Syihab 2002;396).
‫اقرأ‬
Kerjakanlah apa yang Aku perintahkan, yaitu membaca.
Perintah ini diulang-ulang sebab membaca tidak akan bisa
meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang ulang dan
dibiasakan. Berulang ulangnya perintah Ilahi berpengertian sama
dengan berulang ulangnnya membaca. Dengan demikian maka
membaca itu merupakan bakat nabi saw. Perhatikan firman Allah berikut
ini:
     



3

“‘Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka


kamu tidak akan lupa”. (Al-A’la,87 :6)
Ayat tiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda
pendapat tentang tujuan pengulangan itu, ada yang menyatakan
bahwa perintah pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad
saw, sedang yang kedua pada umatnya, atau yang pertama untuk
membaca dalam shalat, sedang yang kedua di luar shalat. Pendapat
ketiga menyatakan yang pertama perintah belajar, sedang yang
kedua adalah perintah mengajar orang lain. Ada lagi yang
menyatakan bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna
menanamkan rasa “ percaya diri” kepada Nabi Muhammad saw,
tentang kemampuan beliau membaca. (Syihab 2002;398). Menurut
As-Shabuni seperti yang dikutip Nurwadjah Ahmad (2007: 199) bahwa
pengulangan kata Iqra’ berfungsi untuk memberikan semangat
terhadap aktivitas membaca pengtahuan. Senada dengan pendapat
tersebut, Wahbah menyebutkan bahwa pengulangan tersebut
sebagai penegasan terhadap arti pentingnya membaca.
Syeikh Muhamad ‘Abduh mengemukakan sebab lain,
menurutnya kemampuan membaca dengan lancar dan baik tidak
dapat diperoleh tanpa mengulang-ulangi atau melatih diri secara
teratur, Hanya saja keharusan latihan demikian itu tidak berlaku atas
diri Nabi Muhammad saw. Dengan pengulangan peerintah membaca
itu.’Abduh sebagaimana yang telah dikemukakan sebelum ini
berpendapat bahwa perintah iqra’ adalah perintah takwini, yaitu titah
penciptaan kemampuan membaca atau menghimpun secara aktual
bagi diri Nabi Muhammad Saw”. Tetapi pendapat ini pun mengandung
kelemahan, karena kalaulah kata iqra’ yang pertama dipahami
sebagai amr takwini _ maka apakah setelah terwujudnya kemampuan
membaca pada diri Nabi menyusul adanya perintah Iqra’ yang
pertama itu masih dibutuhkan lagi perintah Iqra’ kedua guna
memperlancar kemampuan beliau? Tidakkah iqra’ pertama telah
mencakupnya? (Syihab 2002;398)
Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan
Muhamad saw. Kepada malaikat Jibril, yaitu tatkala malaikat berkata
kepadanya, “Bacalah “ kemudian Muhamad menjawab, “Saya tidak
bisa membaca “. Artinya saya ini buta huruf - tidak bisa membaca
dan menulis. Untuk itu Allah berfirman
  
Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah
Kemudian Allah menambahkan ketentraman hati Nabi saw atas
bakat yang baru Ia miliki melalui firman-Nya :
   
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar
sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan . Dan ia tak
ubahnya lisan yang berbicara. Qalam atau pena, adalah benda mati
yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu Zat yang
menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi,
4

sesunggguhNya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu


Muhammad bisa membaca dan memberi penjelasan serta
pengajaran. Apalagi engkau adalah manusia sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa diri-Nya lah yang telah
menciptakan manusia dari A’laq, kemudian mengajari manusia
dengan perantaraan Qalam. Demikian itu agar manusia menyadari
bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia
mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuanya
tentang hakikat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan,
“Renungkanlah wahai manusia! kelak engkau akan menjumpai dirimu
telah berpindah dari tingkatan yang paling rendah dan hina, kepada
tingkatan yang paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang
mengaturnya dan kekuasaan yang menciptakan kesemuanya dengan
baik”.(Al-Maraghy:1993:348)
Kata Qalam menurut sekian banyak pakar tafsir kontemporer
adalah segala macam alat tulis menulis sampai kepada mesin-mesin
tulis dan cetak yang canggih dan qalam ini juga disinyalir bukan satu-
satunya alat atau cara untuk membaca atau memperoleh
pengetahuan. (Syihab:2004:168)
Kemudian Allah menambahkan penjelasannya dengan
menyebutkan nikmat nikmat-Nya kepada manusia melalui
firmanNya :
   
 
Sesungguhnya Zat yang memerintahkan rasul-Nya membaca
-Dialah yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat
manusia. Sehingga manusia berbeda dengan mahluk lainnya. Pada
mulanya manusia itu bodoh -ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu
apakah mengherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca
dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau
memiliki bakat untuk menerimanya? Ayat ini merupakan dalil yang
menunjukan tentang keutamaan membaca, menulis dan ilmu
pengetahuan.
Di samping kalimah Iqra’ yang terulang dua kali, kata insan pun
dalam lima ayat pertama terulang dua kali.Pertama, manusia dalam
kontek berhadapan dengan Tuhan, sebagai mahluk yang diciptakan,
yakni diciptakan dari segumpal darah. Kedua, manusia sebagai
mahluk yang menerima pelajaran dan memperoleh pengetahuan
dengan suatu perantaraan alat (qalam). (Nurwdjah : 2007:199)
Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa
memahami berbagai ilmu pengetahuaan, tidak akan bisa menghitung
jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak
akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-
penemuan dan kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam , maka
sejarah orang-orang terdahulu tidat akan tercatat - baik yang
mencoreng wajah sejarah maupun yang menghiasinya. Dan ilmu
pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi
5

generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat


dan kreatifitasnya.
Dalam ayat ini terkandung pula bukti yang menunjukan bahwa
Allah yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara
dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, tidak
berbicara serta tidak ada rupa dan bentuknya secara jelas. Kemudian
Allah mengajari manusia ilmu yang paling utama .yaitu menulis dan
menganuggrahkanya ilmu pengetahuan -sebelum itu ia tidak
mengetahui apapun juga. Sungguh mengherankan kelalaianmu wahai
manusia! (al-Maraghy:1993:348-349)
Allah mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu, Inilah
jabatan yang hanya diberikan Allah kepada bapak manusia Adam
As.sehingga membedakannya dari malaikat.(Ibn Katsir: 527-528).
Perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan
sebagainya dikaitkan dengan kata “bismi Rabbika”. Keterkaitan ini
merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja
sekadar melakukan bacaan dengan atas nama Allah dan ikhlas,
tetapi juga antara lain memilih bahan bacaan yang tidak
mengantarnya kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama
Allah” itu. (Shihab:2004:168)
Dari kedua ayat di atas menjelaskan dua cara yang ditempuh
Allah SWT dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan)
yang harus dibaca manusia, dan yang kedua melalui pengajaran
secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan
istilah Ilm Laduniy.(Shihab;2002;402) Dalam sebuah Atsar
ditegaskan :
‫قيدوا العلم بالكتابة‬
Artinya ikatlah ilmu dengan tulisan, dan diterangkan pula;
‫من عمل بما علم ورثه الله مالم يكن يعلم‬
“Barangsiapa orang yang mengamalkan apa yang telah dia ketahui
maka Allah akan mewariskan kepadanya sesuatu yang tidak
diketahui sebelumnya”.
Pada awal Surat ini, Allah telah memperkenalkan diri sebagai
Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Pemurah.
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Sedangkan Karam
(Kemurahan)-Nya tidak tak terbatas sehingga Dia Kuasa dan
berkenan untuk mengajar manusia dengan atau tanpa pena.
Wahyu-wahyu Ilahi yang diterima oleh manusia-manusia agung
yang siap dan suci jiwanya adalah tingkat tertinggi dari bentuk
pengajaran-Nya tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Nabi
Muhammmad SAW dijanjikan oleh Allah dalam wahyu-Nya yang
pertama untuk termasuk dalam kelompok tersebut.
(Shihab;2002;402)

E. Penutup
Dari penjelasan dan penafsiran ayat-ayat diatas beberapa
hikmah yang dapat diambil antara lain :
6

- Bahwa Allah Zat yang mencipatakan manusia mempu membuat


manusia (Nabi Muhammad SAW) bisa membaca sekalipun
sebelumnya tidak pernah belajar membaca dan menulis
- Dengan kemampuan menyerap ilmu pengetahuan dan berfikir
Manusia mampu menguasai alam raya ini
- Al-Qur’an secara dini telah menggaris bawahi pentingnya
“membaca “ dan keharusan adanya keikhlasan serta kepandaian
memilih bahan bacaan yang tepat
- Membaca, menulis dan ilmu pengetahuan merupakan sesuatu
yang sangat penting bagi kehidupan manusia demi menuju
kebahagian dunia dan akhirat.

Menurut Nurwadjah Ahmad (2007:200) dari lima ayat surat al-Alaq di


atas terdapat empat nilai-nilai pendidikan yang bisa dijadikan pijakan
dalam pembelajaran, yaitu :
- Pada tahap awal, pelajaran yang harus disampaikan adalah hal-
hal yang bersifat indrawi (alladzi khalaq)
- Pembelajaran selanjutnya ditingkatkan kepada masalah-masalah
yang bersifat abstrak dan spiritual (Khalaq al-Insan)
- Langkah berikutnya adalah proses pembelajaran yang berujung
pada kemampuan menuliskan gagasan. Sebab apa yagn
dipahami, baik yang kasat mata atau yang tak kasat mata,
kurang begitu berkaitan kalau tidak dituangkan dalam bentuk
tulisan yang akan menjadi khazanah keilmuan (‘allama bi al-
Qalam)
- Maka tahap akhir adalah pembelajaran yang berkaitan dengan
upaya-upaya yang akan meningkatkan seseorang untuk
mendapatkan pengetahuan secara langsung dari Allah SWT
(‘allama al-insana ma lam ya’lam)
REFERENSI
Ahmad Mustahafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Semarang ; cv.
Thoha Putra Semarang, 1993
Imaduddin Abi al-Fida’ Ismail ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim,
Jeddah : al-Haramain
M. Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jakarta : Gema Insani
Press, 2003
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Bandung : Mizan, 2002
---------------------, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan 2004
Nurwadjah Ahmad.E.Q, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan : Hati Yang
Selamat Hingga Kisah Luqman, Bandung: Marja, 2007

You might also like