Professional Documents
Culture Documents
Fakta adalah keadaan, kejadian, atau peristiwa yang benar dan bisa
dibuktikan. Termasuk di dalamnya ucapan pendapat atau penilaian orang atas
sesuatu. Dalam kode etik jurnalistik, pasal 3 ayat (30) dijelaskan antara lain,
“…di dalam menyusun suatu berita, wartawan Indonesia harus membedakan
antara kejadian (fact) dan pendapat (opini) sehingga tidak mencampuradukkan
yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran berita-berita yang
diputarbalikkan atau dibubuhi secara tidak wajar.”
Pendapat juga disebut opini. Dikenal public opinion atau pendapat umum
dan general opinion atau anggapan umum. Opini merupakan persatuan
(sintesis) pendapat-pendapat yang banyak; sedikit banyak harus didukung orang
banyak baik setuju atau tidak setuju; ikatannya dalam bentuk perasaan/emosi;
dapat berubah; dan timbul melalui diskusi sosial.
Tanggapan adalah ulasan atau komentar atas berita, pidato, laporan, dan
sebagainya. Tanggapan terhadap berita dapat diberikan pada seluruh aspek
berita, seperti isi, unsur berita, bahasa, gaya penulisan berita, dan sebagainya.
Sebelum menanggapi berita, kita harus memahami berita tersebut. Setelah itu,
baru kita lakukan analisis secara mendalam terhadap seluruh aspeknya.
Generalisasi
Adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fakta atau gejala
khusus yang diamati lalu ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh
gejala yang diamati itu. Jadi, generalisasi merupakan pernyataan yang berlaku
umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Di dalam
pengembangan karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan
fakta-fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan
spesifikasi atau ciri sebagai penjelasan lebih lanjut.
b. Analogi
Cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang memiliki sifat sama.
Cara ini berdasarkan pada sebuah asumsi bahwa jika sudah ada persamaan
dalam berbagai segi, maka akan ada persamaan pula dalam bidang yang lain.
c. Sebab-Akibat
Adalah proses penalaran yang dimulai dengan mengemukakan fakta yang
berupa sebab dan sampai pada kesimpulan yang merupakan akibat.
b. Metode Berpidato
Berpidato yang baik tentu harus memilih metode yang baik. Metode-metode
berpidato yang baik dapat dibagi menjadi berikut ini.
1) Metode naskah, yaitu berpidato yang mengandalkan pada naskah. Metode
ini dipakai biasanya dalam pidato-pidato resmi, pidato di televisi atau di
radio.
2) Metode menghafal, yaitu metode berpidato yang direncanakan jauh hari
sebelumnya. Metode ini biasanya akan membosankan bagi pendengarnya.
3) Metode impromptu/serta-merta, yaitu metode berpidato berdasarkan kebutuhan
sesaat. Oleh karena itu, metode ini tanpa ada persiapan sebelumnya,
sehingga hasilnya akan kurang maksimal.
4) Metode ekstemporan (catatan kecil), yaitu metode berpidato yang direncanakan
dengan menggunakan catatan kecil sebagai inti dan rangkaian
pembicaraan yang akan disampaikan kepada pendengarnya.
3. Melampirkan Notula
Notula merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan (rapat)
ataupun diskusi serta hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan. Notula tidak
memiliki format yang standar. Hal ini tergantung pada kesepakatan organisasi
yang menyelenggarakan acara notula tersebut.
Pola Penulisan Notula yang Lengkap
Dalam diskusi yang bersifat resmi, biasanya ada seseorang petugas yang
membuat catatan mengenai jalannya diskusi secara keseluruhan. Petugas
tersebut disebut notulis dan catatannya disebut notula (ada juga yang menyebut
notulen). Seorang notulis yang baik harus memiliki kecermatan dan kepandaian
dalam memilih dan mengikuti jalannya diskusi atau seminar secara keseluruhan.
Adapun unsur-unsur yang harus dicatat notulis adalah sebagai berikut.
a. Nama diskusi
b. Tempat dan waktu diskusi
c. Pemandu diskusi
d. Penyaji/pembicara diskusi
e. Jumlah peserta yang hadir
f. Materi pokok diskusi
g. Permasalahan yang dihadapi
h. Penanggulangan masalah
i. Saran dan usulan peserta
j. Kesimpulan diskusi
k. Nama dan tanda tangan notulis.
2.3 Ungkapan
Ungkapan/idiom adalah satuan bahasa, baik berbentuk kata,
frasa, maupun klausa yang maknanya sudah tidak dapat dirunut
kembali dari makna denotasi unsur-unsur yang menyusunnya.
RANGKUMAN 1
RANGKUMAN 2