You are on page 1of 24

Teori Attribusi

Meskipun terdapat berbagai pendekatan berlainan terhadap proses atribusi,

pendekatan-pendekatan tersebut berhenti pada serangkaian prinsip dasar umum yang diacu

sebagai teori atribusi (Attribution Theory). Semuanya ini berkenaan dengan seluruh proses

pembuatan atribusi sebab-akibat : yakni apa yang memotivasikan orang untuk memberikan

penjelasan mengenai sebab-akibat, bagaimana mereka menentukkan penyebab mana yang

paling penting, dan berbagai distrosi dalam proses atribusi yang mencegah orang untuk

sampai kepada penjelasan sebab-akibat yang akurat. Marilah kita mulai dengan

mempertimbangkan yang paling mendasar diantara berbagai prinsip atribusi ini.

1. REVIEW TENTANG PARA AHLI

A. Fritz Heider ( Pembuat Teori Atribusi )

Pembuatan teori tentang atribusi dimulai Fritz heider (1946 – 1958), seorang

psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa kita cenderung mengorganisasikan sikap

kita, sehingga tidak menimbulkan konflk. Contohnya, jika kita setuju pada hak

seseorang untuk melakukan aborsi, seperti juga orang-orang lain, maka sikap kita

tersebut konsisten atau seimbang (balance). Namun jika kita setuju aborsi tetapi

ternyata teman-teman dekat kita dan juga orang-orang di sekeliling kita tidak setuju

pada aborsi maka kita dalam kondisi tidak seimbang atau (imbalance). Akibatnya kita

merasa tertekan (stress), kurang nyaman, dan kemudian kita akan mencoba mengubah

sikap kita, menyesuaikan dengan orang-orang di sekitar kita, misalnya dengan

bersikap bahwa kita sekarang tidak sepenuhnya setuju pada aborsi. Melalui

pengubahan sikap tersebut, kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap kita senantiasa

kita sesuaikan dengan sikap orang lain agar terjadi keseimbangan karena dalam situasi

itu, kita menjadi lebih nyaman.


Ia merasa tertarik akan cara orang menggambarkan dalam angan-angan apa

yang mengakibatkan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana lazimnya

tradisi kognitif dalam psikologi sosial, ia mengemukakan dua motif kuat dalam diri

semua manusia, yakni : kenutuhan membentuk pengertian mengenai jagad raya yang

terpadu, dan kebutuhan untuk mengendalikan lingkungan.

Salah satu pokok untuk memenuhi kedua motif tersebut ialah kemampuan

meramalkan bagaimana manusia akan berperilaku. Jika kita tidak mampu meramalkan

bagaimana orang lain akan berperilaku, maka kita akan memandang dunia secara

acak, memebrikan kejutan, dan tidak terpadu. Kita tidak akan tahu apakah kita harus

mengharapkan pujian atau hukuman untuk prestasi kerja kita. Begitu pula, kita harus

mampu meramalkan perilaku orang lain agar dapat memperoleh tingkat kendali yang

memuaskanatas lingkungan kita. Untuk menghindari kecelakaan, kita harus mampu

meramalkan bahwa truk besar itu tidak akan berbelok secara tiba-tiba pada tikungan

huruf U di depan kita. Untuk dapat meramalkan bagaimana orang lain akan

berperilaku, kita harus mempunyai sedikit teori dasar mengenai perilaku manusia.

Menurut Heider, setiap orang dan bukan hanya para psikolog saja, mencari

penjelasan atas perilaku orang lain. Hasilnya ia namakan Psikologi Naif – yaitu teori

umum mengenai perilaku manusia, yang dianut oleh setiap orang awam.Yang

Memandang Individu sebagai psikolog amatir yang memcoba memahami sebab-sebab

yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia mencoba menemukkan apa

penyebab apa, atau siapa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita

berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.
Sebab akibat

Heider juga mengatakan bahwa kita mengorganisasikan pikiran-pikiran kita dalam

kerangka ”sebab dan akibat”. Masalah pokok paling umum dalam persepsi sebab-akibat

adalah menentukkan apakah suatu tindakan tertentu menurut kesimpulan Anda disebabkan

keadaan intern atau kekuatan ekstern. Maksudnya, apakah ”tempat sebab-akibat?” Misalnya

Anda minta kepadawanita muda yang duduk disamping Anda di ruang kuliah untuk nonton

bersama akhir minggu ini, tetapi ia menolak karena minggu ini ia sibuk sekali. Apakah inti

”sebenarnya” dari penolakkannya tersebut? Hal itu mungkin disebabkan karena beberapa

keadaan intern, seperti misalnya dia tidak tertarik kepada Anda, atau dia lebih tertarik

mengerjakkan hal lain. Atau bisa juga dikarenakan faktor ekstern seperti, misalnya dia

memang benar-benar mempunyai tugas lain.

Agar supaya bisa meneruskan kegiatan kita dan mencocokkannya dengan orang-

orang disekitar kita, kita mentafsirkan informasi untuk memutuskan penyebab perilaku kita

dan orang lain. Heider memperkenalkan konsep ”Causal Attribution” – proses penjelasan

tentang penyebab suatu perilaku. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bedakan dua jenis

penyebab, yaitu :

1. Penyebab internal (internalcausality)

Merupakan atribut yang melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau personal seperti

tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca dan seterusnya.

2. Penyebab eksternal (eksternal causality)

Terdapat dalam lingkungan atau situasi seperti keadaan hati, sikap, ciri

kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi, atau keinginan. Jadi, apakah wanita

muda tadi benar-benar sibuk (atribusi eksternal), atau apakah dia baru saja memutuskan

bahwa dia tidak tertarik berkencan dengan Anda (atribusi intern)? Dan yang jadi

masalah utama ialah apakah harus dibuat kesimpulan intern atau kesimpulan ekstern
terhadap perilaku pemberi stimulus. Pengambilan kesimpulan ekstern menguraikan

sebab-akibat kepada segala sesuatu yang berada di luar orang tersebut seperti

lingkungan umum, orang yang diajak berinteraksi, peranan yang dipaksakan,

kemungkinan mendapat hadiah atau hukuman, keberuntungan, sifat khusus tugas, dan

selanjutnya. Penyabab intern mencakup ciri kepribadian, motif, emosi, keadaan hati,

sikap, kemampuan, dan usaha.

Stabilitas atau instabilitas

Dimensi sebab-akibat (causalitas) kedua ialah apakah penyebabnya stabil atau tidak

stabil. Maksudnya, kita harus tau apakah penyebab tersebut merupakan bagian menarik

yang relatif permanen dari lingkungan ekstern atau pembawaan intern orang itu. Ada

beberapa penyebab ekstern yang cukup stabil seperti peraturan dan undang-undang

(larangan untuk menjalankan kendaraan pada waktu lampu merah menyala,m atau larangan

menyakiti lengan pelempar bola beseball yang bagus di pihak lawan).

Beberapa penyebab ekstern bersifat tidak stabil : cuaca banyak sekali mempengaruhi

apakah kita akan berbelanja di malam minggu atau tinggal di ruma membaca buku, namun

cuaca itu banyak sekali ragamnya. Adakalanya tendangan bola dapat dikendalikan, namun

adakalanya lebih mudah menendang tanpa arah. Itu berarti bahwa keberhasilan seorang

pemain bola tergantung dari penyebab ekstern yang tidak stabil. Dan penyebab intern dapat

bersifat stabil maupun tidak stabil. Dengan kata lain, penyebab dapat terdiri atas berbagai

kombinasi dari kedua dimensi tersebut.


Dua Prinsip Sederhana

Bagaimana kita sampai pada suatu atribusi? Teori atribusi dimulai dengan dua

prinsip sederhana, yaitu :

1. Prinsip variasi bersama

Menurut Heider, prinsip variasi bersama berarti bahwa kita cenderung mencari

hubungan antara pengaruh tertentu dengan penyebab tertentu di antara sejumlah kondisi

yang berlainan. Jika sebuah penyebab tertentu selalu dihubungkan dengan pengaruh

tertentu dalam berbagai situasi, dan jika pengaruhnya tidak terdapat karena tiadanya

penyebab, maka kita memperhubungkan pengaruh tadi dengan penyebab. Penyebab

selalu bervariasi bersama dengan pengaruh ; dan jika penyebab tidak ada, maka pengaruh

pun tidak ada. Contoh rekan sekamar Anda marah-marah dan mengeluhkan segala

sesuatu sebelum ujian, tetapi menyenangkan jika tidak ada ujian. Apakah kita

menyimpulkan bahwa dia memang seorang pemarah- yaitu dia memang memiliki

kepribadian pemarah? Mungkin tidak. Sebaliknya, kita akan menghubungkan keluhan-

keluhannya dengan rasa tegang yang berhubungan dengan ujian, dan bukan karena dia

pemarah. Kemarahannya hampir selalu diasosiasikan dengan ujian dan tidak muncul jika

tidak sedang ada ujian, sehingga kita menghubungkannya dengan ujian dan bukan

kepada kepribadiannya. Seperti psikolog yang naif, orang awam mengamati perilaku

orang lain dan mencari pengaruh tetap yang tidak bervariasi, yang mengikuti stimulus

tertentu. Dengan cara itu mereka akan sampai kepada sebuah atribusi.

2. Prinsip keraguan

Prinsip pokok lain guna membuat kesimpulam sebab-akibat ialah yang disebut

Kelley sebagai prinsip keraguan yaitu ”peranan penyebab tertentu untuk menghasilkan
pengaruh tertentu diragukan kebenarannya jika penyebab lain yang masuk akal juga

hadir” .

Maksudnya, kita membaut kesimpulan yang kurang meyakinkan, dan kurang

mengatribusikan pengaruhnya kepada suatu penyebab tertentu, jika terdapat lebih dari

satu kemungkinan penyebab. Contoh seorang wira niaga asuransi bersikap sangat manis

kepada kita dan menawarkan kopi, namun kita tidak dapat membuat kesimpulan yang

meyakinkan, mengapa dia sedemikian ramahnya?. Kita dapat menyimpulkan perilakunya

kepada rasa suka murni terhadap diri kita. Lebih mungkin lagi, kita meragukan

kemungkinan penyebabnya dan mengatribusikan perilaku orang tadi sebagian karena dia

menghendaki usaha kita. Sebaliknya, jika orang itu tahu bahwa kita tidak memiliki uang

untuk membeli pois asuransi, kita tidak perlu memiliki keraguan, karena keinginan

terhadap usaha kita bukan lagi merupakan penyebab yang masuk akal.

B. MENURUT WEINER

Menurut weiner attribusi diklasifikasikan dalam tiga unsur causal:

1 . Locus - lokasi-penyebab internal (disposisional) atau eksternal (situasional) kepada

orang.

• Terkait erat dengan perasaan harga diri.

• Jika keberhasilan atau kegagalan adalah disebabkan faktor internal, kesuksesan akan

menimbulkan kebanggaan dan motivasi meningkat, sedangkan kegagalan akan mengurangi

harga diri.

2. Stabilitas - apakah penyebabnya cenderung tetap sama dalam waktu dekat atau dapat

mengubah.
• Erat berkaitan dengan harapan tentang masa depan.

• Jika siswa atribut kegagalan mereka dengan faktor-faktor yang stabil seperti

kesulitan. subjek, mereka akan berharap untuk gagal dalam subjek yang sama di

masa depan.

3. Pengendalian - apakah orang tersebut dapat mengontrol penyebabnya :

• Terkait dengan ambisi seperti marah, belas kasihan, rasa syukur, atau malu

• Jika kita merasa bertanggung jawab atas kegagalan kita, kita mungkin merasa

bersalah

• Jika kita merasa bertanggung jawab atas keberhasilan kita, kita mungkin merasa

bangga

• Gagal pada tugas kita tidak dapat mengendalikan dapat menyebabkan malu atau

kemarahan.

Dimensi umum ketiga atribusi adalah kemampuan mengendalikan. Kita mengamati

adanya beberapa kasus yang dapat dikendalikan seorang individu, sedangkan lainnya berada

di luar kemampuannya. Kemampuan mengendalikan atau ketidak mampuan mengendalikan

itu dapat berada- bersama dengan kombinasi tempat dari kendali dan stabilitas. Contohnya:

1. Penyebab intern yang tidak , biasanya dipandang sebagai dapat, seperti usaha stabil

dikendalikan.Contoh, seorang mahasiswa dapat berusaha untuk belajar giat, atau

memutuskan untuk tidak belajar giat.

2. Penyebab intern jarang dilihat sebagai dapat seperti kemampuan yang stabil

dikendalikan seseorang. Contoh, seorang yang ”dilahirkan sebagai jenius” atau

seseorang ”dikaruniai” dan memiliki ”baka sejak lahir” dipandang tidak menguasai

kemampuannya tersebu. Kadangkala, kemampuan dipandang dapat dikendalika.

Beberapa orang yang sangat sukses dipandang bahwa ia telah mengembangkan


kemampuannya melalui kerja keras dalam jangka waktu yang lama. Di samping itu,

keberhasilan adakalanya dipandang dapat dikendalikan meskipun sering kali dianggap

tidak dapat dikuasai.

Ringkasnya, mudah bagi kita untuk memikirkan kombinasi apapun dari ketiga

dimensi dasar atribusi sebab-akibat.Ketiga dimensi itu merupakan dimensi yang

paling masuk akal di antara berbagai atribusi sebab-akibat. Mereka juga amat sering

dipergunakan untuk menjelaskan hasil. Dari telaah yang menanyakan penilaian

mahasiswa terhadap prestasi rekan-rekannya, atau atas pengalaman nilai sekolah yang

dicapainya ketika berada di SMA, terlihat bahwa penjelasan terhadap sebab-akibat

cenderung terletak pada dimensi yang mendasarinya ini.

Sebuah gambar tipologi Weiner mengenai penugasan hasil sederhana, dapat

dilihat melalui keberhasilan atau kegagalan seorang mahasiswa dalam melakukan

tugas tertentu dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari empat kemungkinan

penyebab, yaitu : kemampuan, usaha, nasib baik, dan kesulitan tugas.

ATRIBUSI TENTANG DIRI SENDIRI

Salah satu hipotesis yang paling menarik dalam teori atribusi adalah bahwa orang

sampai kepada persepsi keadaan intern mereka sendiri dengan cara yang sama dan jika

mereka sampai pada persepsi tentang keadaan orang lain. Gagasan ini berasal dari asumsi

umum bahwa emosi, sikap, ciri, dan kemampuan kita seringkali tidak jelas dan meragukkan

kita sendiri. Kita harus menyimpulkannya dari perilaku terbuka kita dan persepsi kita

tentang paksaan lingkungan disekitar kita.

Pendekatan tersebut menyatakan bahwa dalam persepsi diri sendiri, seperti halnya

persepsi terhadap orang lain, maka kita mencari asosiasi penyebab-akibat tetap serta

menggunakan prinsip keraguan untuk membagi tanggung jawab tentang berbagai sebab

yang masuk akal. Jika kita mempersepsikan paksaan ekstern yang kuat mendorong untuk
sampai ke atribusi situasional. Andakata kita terdapat paksaanekstern yang jelas, kita

mengasumsi bahwa atribusi disposisional akan lebih cepat. Pendekatan ini telah banyak

mendorong diadakannya riset tentang persepsi diri sendiri atas sikap, motivasi, dan emosi.

Sikap

Sudah sejak lama para psikolog mengasumsikan bahwa orang menilai sikap mereka

sendiri melalui introspeksi, yaitu dengan meninjau kembali berbagai kognisi dan perasaan

secara sadar.

Motivasi

Gagasan yang sama telah diterapkan terhadap persepsi diri akan motivasi.

Gagasannya adalah bahwa pelaksanaan tugas demi penghargaan tinggi, akan menjurus

kepada atribusi eksternal yaitu, saya melakukannya karena telah dibayar tinggi untuknya.

Melaksanakan tugas yang sama dengan penghargaan rendah akan menjurus kepada atribusi

intern yaitu saya tidak seyogianya telah melakukannya demi sedikit uang tersebut, sehingga

saya harus sudah melakukannya karena saya benar-benar menikmatinya. Hal ini akan

menjurus kepada ramalan paradoksal bahwa penghargaan rendah akan menjurus ke minat

intrinsik yang amat besar akan suatu tugas karena orang tersebut mengartibusikan

pelaksanaan tugas tadi dengan minat intrinsik, dan bukan dengan penghargaan ekstrinsik.

Dengan kata lain, pembenaran berlebihan untuk terlibat ke dalam suatu aktivitas akan

merongrong minat intrinsik akan aktivitas tersebut.

Penghargaan adakalanya menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, yaitu :

penghargaan itu dapat menjauhkan orang secara aktual dari segala aktivitas yang mungkin

akan mereka nikmati, dan bukannya memberikan dorongan. Hukuman pun dapat membuat

aktivitas terlarang kelihatan lebih menarik, meskipun bukti mengenai hal ini lebih sedikit

jumlahnya.
Emosi

Para ahli teori tradisional tentang emosi menyatakan bahwa kita mengenal apa yang

kita rasakan dengan mempertimbangkan keadaan fisiologis kita sendiri, keadaan mental

kita, dan stimulus ekstern yang menyebabkan keadaan tersebut. Namun, bukti terakhir

menunjukkan bahwa berbagai reaksi emosional secara biokimia serupa. Kita dapat

membedakan rangsangan tinggi dari rangsangan rendah, tapi tidak dapat membedakan

berbagai jenis emosi. Sebagai contoh, sukar sekali membedakan berbagai jenis emosi.

Sebagai contoh, sukar sekali membedakan antara rasa cemburu yang berlebihan dari rasa

cinta yang besar. Oleh karenanya, kita memerlukan informasi lain guna mengidentifikasikan

emosi kita. Stanley Schacter (1962) telah mengambil pendekatan persepsi-diri-sendiri

berdasar emosi. Ia menyatakan bahwa persepsi terhadap emosi kita tergantung dari :

1. Tingkat rangsangan fisiologik yang kita alami dan

2. Ciri kognitif yang kita terapkan seperti ”marah” atau ”senang.”

Untuk sampai kepada ciri kognitif, kta meninjau perilaku kita sendiri serta

situasinya. Jika secara fisiologik kita terangsang dan mentertawakan pertunjukkan komedi

di televisi, maka dapat kita simpulkan bahwa kita merasa senang. Jika kita membentak

seseorang karena dia telah mendorong kita dijalan yang padat, maka dapat kita simpulkan

bahwa kita marah. Pada setiap kasus, perilaku dan interpretasi kita tentang keadaan akan

melengkapi kita dengan ciri kognitif yang memungkinkan kita untukmenginterpretasikan

pengalaman intern kita mengenai rangsangan emosi. Seperti teori Bem tentang teori

persepsi-diri-sendiri, segi pandangan in kembali menekankan sifat meragukan dari keadaan

intern, dan karena itu persepsi-diri-sendiri sangat bergantung dari persepsi atas perilaku

yang timbul dan lingkungan ekstern.


ATRIBUSI TENTANG ORANG LAIN

Prinsip-prinsip teoritis ini biasanya diterapkan pada atribusi tentang

mengatribusikan perilaku orang lain. Pertanyaan yang paling pokok adalah sebagai berikut :

- Bilakah kita menarik kesimpulan bahwa tindakan orang lain mencerminkan

pembawaan sejati seperti ciri, sikap, keadaan hati, atau keadaan intern lainnya

- Bilakah kita menyimpulkanbahwa orang lain sesuai dengan situasi eksternnya?Atau

guna lebih menempatkannya secara kontras.

- Bilakah kita membuat kesimpulan pembawaan yang bertentangan dengan kesimpulan

situasional?

Kita tahu bahwa orang tidak selalu melakukan atau mengatakan apa yang

diyakininya. Seorang tawanan perang mungkin akan mengatakan hal-hal yang bertentangan

dengan sikapnya yang sebenarnya. Atau, seorang pemudabarangkali akan gembira dan

bahagia di sekolah setelah semalam ia ditinggal pergi pacarnya. Sebaliknya, adakalanya

tawanan perang mengungkapkan kecaman yang murni keluar dari hatinya terhadap rencana

penyerangan negaranya. Hal ini pasti terjadi di Vietnam pada beberapa serdadu Amerika

dan penerbang. Dan pemuda tadi mungkin merasa lega sejati karena hubungan dengan

pacarnya selama ini membuatnya tertekan. Jadi, bagaimana kita dapat membedakan bilakah

tindakan seseorang itu benar-benar merupakan cerminan sikap internnya atau merupakan

ciri lain?

Prinsip keraguan menyatakan bahwa terlebih dahulu kita harus mempertimbangkan

apakah paksaan ekstern yang mungkin akan mengarahkan seseorang untuk salah

menempatkan sikapnya yang sejati atau tidak. Contohnya, apakah seseorang mengarahkan

senjatanya ke kepala orang tersebut? Jika demikian, dapat dibuat atribusi ekstern. Tidak

terdapatnya paksaan ekstern masuk akal semacam itu., Penyebab ekster tetap akan
meragukkan sifatnya, dan harus dibuat atribusi intern, yakni : orang tersebut harus benar-

benar bersikap sesuai dengan perkataannya.

2. TEMUAN UMUM PARA AHLI

A. TEMUAN WEINER

Weiner menemukan penyebab dari suatu peristiwa atau perilaku (misalnya

mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan).

Kunci: Attribution, lokus kontrol, stabilitas, pengendalian

Weiner mengembangkan kerangka teoritis yang telah menjadi sangat

berpengaruh dalam psikologi sosial hari ini. Attribution teori mengasumsikan bahwa

orang mencoba untuk menentukan mengapa orang melakukan apa yang mereka

lakukan, yaitu, menafsirkan menyebabkan untuk suatu peristiwa atau perilaku. Sebuah

proses tiga-tahap mendasari sebuah atribusi:

1. Perilaku yang harus diperhatikan / dirasakan

2. Perilaku harus ditentukan untuk menjadi disengaja

3. Perilaku disebabkan penyebab internal atau eksternal

Penemuan atribusi Weiner adalah terutama tentang prestasi. Menurut dia, faktor

yang paling penting yang mempengaruhi attributions adalah kemampuan, usaha, kesulitan

tugas, dan keberuntungan. Attributions diklasifikasikan bersama tiga dimensi kausal:

1. Lokus kontrol (dua kutub: internal vs eksternal)

2. Stabilitas (tidak menyebabkan perubahan dari waktu ke waktu atau tidak?)

3. Pengendalian (menyebabkan seseorang dapat mengontrol seperti keterampilan vs

menyebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan seperti keberuntungan, tindakan orang

lain, dll).

Ketika seseorang berhasil, satu atribut kesuksesan internal ("keahlian saya sendiri").

Ketika saingan berhasil, satu cenderung kredit eksternal (keberuntungan misalnya). Ketika
seseorang gagal atau membuat kesalahan, kita akan lebih cenderung menggunakan atribusi

eksternal, menghubungkan menyebabkan faktor-faktor situasional daripada menyalahkan

diri kita sendiri. Ketika orang lain gagal atau melakukan kesalahan, atribusi internal sering

digunakan, mengatakan itu adalah karena faktor internal mereka kepribadian.

Atribusi meliputi tiga tahap proses:

1. Perilaku yang diamati

2. Perilaku ditentukan untuk menjadi disengaja

3. Perilaku dihubungkan dengan penyebab internal atau eksternal.

Prestasi dapat dikaitkan dengan:

1. Usaha

2. Kemampuan

3. Tingkat kesulitan tugas

4. Keberuntungan.

Penyebab dimensi perilaku adalah:

1. Lokus kontrol

2. Stabilitas

3. Pengendalian.

B. TEMUAN HEIDER

Heider (1958) adalah orang pertama yang mengusulkan teori psikologis atribusi,

tetapi Weiner dan rekan (misalnya, Jones et al, 1972; Weiner, 1974, 1986)

mengembangkan kerangka teoritis yang telah menjadi paradigma penelitian utama dari

psikologi sosial. Heider mendiskusikan apa yang disebut psikologi "naif" atau "akal".

Dalam pandangannya, orang-orang seperti para ilmuwan amatir, mencoba memahami

perilaku orang lain dengan piecing bersama informasi sampai mereka tiba di sebuah

penjelasan yang masuk akal atau menyebabkan.


Heider juga mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan mengapa

orang melakukan apa yang mereka lakukan. Seseorang yang ingin memahami mengapa

orang lain melakukan sesuatu yang mungkin atribut satu atau lebih menyebabkan

perilaku itu. Menurut Heider seseorang dapat membuat dua atribusi:

a. Atribusi internal

Kesimpulan bahwa seseorang berperilaku tertentu karena sesuatu tentang orang,

seperti sikap, karakter atau kepribadian.

b. Atribusi eksternal

Kesimpulan bahwa seseorang berperilaku dengan cara tertentu karena sesuatu

tentang situasi ia masuk.

3. TEMUAN SPEKTAKULER / UTAMA PARA AHLI

A. TEMUAN WEINER

Weiner bekerja dalam teori atribusi dan berevolusi dari waktu ke waktu. Pada

akarnya meletakkan model struktur keprihatinan. Sebagai contoh, dalam domain

prestasi akademik, ia hipotesis bahwa siswa menjelaskan hasil akademik mereka

sendiri dalam empat kategori yang bervariasi di sepanjang dua dimensi: lokus kontrol

(hasil mereka adalah karena suatu penyebab internal atau eksternal), dan stabilitas dari

waktu ke waktu (sementara atau permanen Dalam rangka PAEI, empat kategori yaitu:

P - Usaha (Internal, stabil)

A - Kesulitan Tugas (Eksternal, Stabil)

E - Kemampuan (Internal, Stabil)

I - Luck (Eksternal, stabil)


P - Usaha (Internal, stabil)

Pola pikir seseorang yang berpikir bahwa tujuan dapat jatuh di luar

jangkauan kecuali agresif dan segera dikejar.. Anda harus pergi ke sana dan

mengambilnya "Pencantuman upaya untuk usaha yang mementingkan diri

sendiri..

A – Kesulitan tugas (Eksternal, Stabil)

Konsisten dengan ketidakpastian tentang kemampuan sendiri, fokus pada tugas

dan prosedur yang diperlukan untuk menyelesaikan lebih disukai. Terbukti dan

sukses prosedur kemudian menjadi sangat berharga. Pencantuman sukses

kesulitan tugas adalah merendahkan diri.

E - Kemampuan (Internal, Stabil)

Keyakinan pada kemampuan sendiri memungkinkan untuk pendekatan

masalah yang tidak diketahui dan tidak terstruktur tanpa kecemasan. Keraguan

tentang kemampuan sendiri bisa memotivasi upaya besar untuk membuktikan

kemampuan, atau ditinggalkan mudah tugas sebagai terlalu sulit. Menghubungkan

kesuksesan dengan kemampuan sangat mementingkan diri sendiri.

Menghubungkan hasil untuk keberuntungan adalah merendahkan diri,

dan menghindari setiap implikasi dari perbandingan sosial. Ini juga merupakan

penyerahan kontrol pribadi dengan konteks pergeseran. Akuntabilitas, tanggung

jawab dan menyalahkan baik dan pujian yang digagalkan. atribusi ini

melemahkan konsekuensi sosial dari keberhasilan atau kegagalan


B. TEMUAN SPEKTAKULER HEIDER

Teori Atribusi yang berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an memandang

individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi

pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia menemukan apa yang menyebabkan

apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada

suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.

4. PENERAPAN TEMUAN PARA AHLI DALAM PEMBELAJARAN

A. APLIKASI TEMUAN HEIDER

Attribution teori telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan motivasi

antara prestasi tinggi dan rendah. Menurut teori atribusi Heider, berprestasi tinggi

akan mendekati daripada menghindari tugas-tugas yang terkait dengan berhasil,

karena mereka percaya bahwa sukses adalah karena kemampuannya yang tinggi dan

usaha yang mereka yakin. Kegagalan dianggap disebabkan oleh nasib buruk atau ujian

miskin dan bukan kesalahan mereka. Dengan demikian, kegagalan tidak

mempengaruhi harga diri mereka tetapi sukses membangun kebanggaan dan

kepercayaan diri. Di sisi lain, berprestasi rendah menghindari pekerjaan yang

berhubungan dengan sukses karena mereka cenderung untuk (a) meragukan

kemampuan mereka dan / atau (b) menganggap kesuksesan adalah berkaitan dengan

keberuntungan atau "siapa yang Anda tahu" atau faktor lain di luar kendali mereka.

Jadi, bahkan ketika berhasil, tidak sebagai penghargaan kepada peraih rendah karena

dia tidak merasa bertanggung jawab, tidak meningkatkan / nya harga dirinya dan

kepercayaan.
Contoh 1 :

Jika, misalnya, runner sudah mengeluarkan upaya yang tinggi, tetapi gagal

mencapai perlombaan terakhir, kemudian mendorong dia untuk atribut kegagalan kurangnya

upaya mungkin hanya moral-nya, Jika standar kualifikasi itu terlalu sulit untuk bertemu,

kemudian mendorong atribusi kurangnya usaha bisa melayani tujuan kecil, karena upaya

peningkatan mungkin akan melakukan sedikit untuk meningkatkan hasil. Jika strategi ras

yang salah digunakan, maka upaya peningkatan secara logis tidak akan mengakibatkan hasil

yang lebih baik, jika strategi yang sama digunakan di masa depan.

Contoh 2

Seorang mahasiswa, sebut saja namanya Rudi, bertengkar dengan seorang dosen di

kampusnya, begitu pula dengan mahasiswa yang lain. Hal ini menunjukkan konsensus yang

tinggi. Rudi pernah juga bertengkar dengan dosen itu sebelumnya. Hal ini menunjukkan

bahwa konsistensi yang tinggi. Kemudian Rudi tidak bertengkar dengan dosen yang lain,

Rudi hanya bertengkar dengan dosen itu saja. Dalam hal ini maka kita akan menyimpulkan

bahwa Rudi marah kepada dosen itu karena ulah dosen, bukan karena watak Rudi yang

pemarah. Ini sebagai salah satu contoh atribusi kausalitas eksternal yang merupakan proses

pembentukan kesan berdasarkan kesimpulan yang kita tafsirkan atas kejadian yang terjadi.
B. APLIKASI TEMUAN WEINER

Berikut adalah pernyataan yang dapat digunakan dalam memotivasi

siswa:

1. . Jika kita ingin siswa untuk bertahan pada tugas-tugas

akademik, kita harus membantu mereka membangun

kepercayaan tulus bahwa mereka kompeten dan bahwa

ketidaksempurnaan sesekali atau kegagalan adalah hasil dari

beberapa faktor lain (seperti nasib buruk atau kurangnya

usaha yang cukup) yang tidak perlu hadir pada kesempatan

masa depan. (Artinya, kemampuan atribusi untuk sukses

akan sangat menguntungkan, dengan pengecualian yang

disebutkan dalam pedoman berikutnya.)

2. Hal ini tidak bermanfaat bagi siswa untuk atribut

keberhasilan mereka sepenuhnya kemampuan. Jika mereka

pikir mereka sudah memiliki semua kemampuan yang

mereka butuhkan, mereka mungkin merasa bahwa upaya

tambahan yang berlebihan." The atribusi ideal untuk sukses

adalah, "aku berhasil karena saya orang yang kompeten dan

bekerja keras."

3. Ketika siswa gagal, mereka yang paling mungkin untuk

bertahan dan akhirnya berhasil jika mereka atribut

kegagalan mereka untuk kurangnya upaya yang memadai.

Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa ketika siswa


merasa diri mereka sebagai guru tidak berhasil membantu

mereka mengembangkan keyakinan bahwa mereka masih

bisa berhasil jika mereka memberikan yang terbaik

tembakan mereka. (Catatan bahwa penting untuk

mendefinisikan upaya tepat, seperti dalam pedoman 5.)

4. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan motivasi bagi

siswa untuk gagal berulang kali setelah melakukan upaya

yang serius pada tugas-tugas akademik. Ketika ini terjadi,

mereka akan baik (a) berhenti mempercayai mereka yang

kompeten, atau (b) menghentikan menghubungkan

kegagalan mereka kurangnya usaha. Kedua hasil-hasil yang

mungkin mengurangi kegigihan pada tugas-tugas akademik.

Hal ini penting, karena itu, untuk mengatur tugas sehingga

siswa yang mampu bekerja keras untuk melihat diri mereka

sebagai sukses.

5. Hal ini penting untuk menentukan upaya benar dan

bagi peserta didik untuk menginternalisasi konsep yang

akurat usaha. Secara praktis upaya yang paling berguna

didefinisikan sebagai mencurahkan waktu belajar akademik

yang efektif untuk tugas itu. Hanya berusaha lebih keras atau

menghabiskan waktu lebih banyak melakukan kegiatan yang

tidak efektif tidak merupakan usaha. Hal ini sangat penting

untuk membuat perbedaan ini. Jika kita menggunakan

definisi lain usaha, ketika kita mengatakan kepada anak-


anak bahwa kegagalan mereka merupakan akibat dari

kurangnya usaha, kami menjalankan risiko memimpin

mereka untuk percaya bahwa mereka memiliki stabil, disebut

kemalasan karakteristik internal, dimana mereka memiliki

kontrol tidak . Hal ini akan mengurangi motivasi.

1. Cara lain untuk mengatakan ini adalah bahwa

adalah mungkin dan diinginkan bagi siswa untuk

percaya bahwa meskipun mereka telah "bekerja

keras," mereka belum mengajukan usaha terbaik

mereka. Jika kita dapat menunjukkan siswa cara-cara

untuk meningkatkan upaya mereka - dan hampir selalu

ada cara untuk menyalurkan energi mereka lebih

efektif - maka kita dapat memungkinkan mereka untuk

memiliki persepsi yang akurat bahwa upaya

peningkatan kemungkinan untuk melunasi.

6. Kompetisi akan mendorong siswa untuk bertahan

hanya sejauh bahwa mereka percaya upaya tambahan akan

memungkinkan mereka untuk berhasil dalam suasana

kompetitif. Dalam banyak kasus, keberhasilan dalam

persaingan benar-benar luar pembelajar - kontrol tidak peduli

seberapa keras pelajar bekerja, lain yang kompeten dan

sama-sama energik pesaing lebih mungkin untuk menang.

7. Hal ini berguna untuk mengevaluasi siswa setidaknya

sebagian (tapi tidak eksklusif) atas dasar usaha mereka. Ini


tidak berarti bahwa siswa paling lemah di kelas harus

menerima nilai tertinggi hanya karena mereka mungkin

menghabiskan lebih banyak waktu mencoba untuk

menguasai materi pelajaran. Idealnya, tugas tentunya harus

diatur agar rajin bekerja sebenarnya mengarah ke

keberhasilan akademis, dan evaluasi guru harus membantu

siswa melihat hubungan ini.

8. Secara umum, yang terbaik bagi siswa untuk percaya

bahwa itu adalah perilaku mereka sendiri daripada keadaan

eksternal yang mengarah pada keberhasilan atau kegagalan.

Peneliti lihat ini sebagai memiliki lokus kontrol internal.

Sementara itu baik bagi siswa untuk memiliki pemahaman

yang realistis tentang apa yang terjadi di sekitar mereka,

penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan siswa sebagian

besar memiliki kecenderungan untuk over estimate gelar

yang perilaku mereka sendiri menyebabkan keberhasilan

atau kegagalan

9. . Ketika siswa memiliki keyakinan bahwa mereka

kekurangan kemampuan, perlu mengambil langkah-langkah

untuk menghindari atau mengatasi keyakinan ini. Siswa

tersebut cenderung untuk menolak keberhasilan. Misalnya,

ketika mereka melakukannya dengan baik, mereka

cenderung memiliki keyakinan yang tulus bahwa mereka

"hanya beruntung." Sulit untuk mengubah keyakinan ini..


Mengubah keyakinan ini sama saja dengan mengubah diri

pembelajar the-konsep, dan ini tidak dapat dicapai dalam

waktu singkat. Ada banyak pendekatan yang tersedia untuk

guru, termasuk yang berikut:

o Cari area di mana pelajar merasakan dirinya

sendiri sebagai sukses, dan koneksi menunjukkan

antara wilayah dan topik yang saat ini sedang

dipertimbangkan.

o Gunakan pedoman dibahas dalam bab 8 untuk

meningkatkan diri pelajar tersebut-konsep.

o Fokus berat pada upaya sebagai faktor penting

untuk keberhasilan.

Sedangkan jarak sasaran guru panjang mungkin untuk

meningkatkan anak-konsep diri itu, tujuan langsung

adalah untuk mempromosikan motivasi sehubungan

dengan materi pelajaran di tangan.

2. Ketika mahasiswa menolak nilai upaya, penting untuk

mengubah persepsi mereka.. Hal ini dapat dilakukan dengan

memperjelas arti usaha dan dengan melihat bahwa upaya

untuk itu tidak benar-benar membayar. Selain itu, jika siswa

atribut keberhasilan mereka untuk keberuntungan, mungkin

lebih baik untuk menahan diri dari berdebat dengan

attributions mereka, sementara hanya memuji atau


sebaliknya menguatkan mereka untuk penggunaan efektif

waktu pembelajaran akademis.

Contoh

Model Pembelajaran Langsung pada mata pelajaran.

Atribusi mengacu ke penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu.

Adapun yang menjadi pusat penelitian di bidang ini adalah untuk mengetahui proses berfikir

siswa dalam memahami konsep tinggi dan alas segitiga.

Ada tiga langkah penerapan Teori Atribusi dalam pembelajaran yang terdiri dari:

1. Menyusun kembali tujuan pembelajaran dalam pengertian siasat belajar

2. Mengenali kegiatan kelas yang meniadakan persaingan pribadi dan membantu

pengembangan siasat

3. Menyusun pernyataan balikan verbal dengan pesan atribusi yang tepat.

Pelaksanaan penerapan Teori Atribusi Weiner ini secara eksplisit disisipkan dalam

Model Pembelajaran Langsung. Model Pembelajaran Langsung merupakan model

pembelajaran yang sering digunakan oleh sebagian besar guru.

Pembelajaran langsung disajikan dalam lima tahap, yaitu:

1. penyampaian tujuan pembelajaran

2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

3. Pemberian latihan terbimbing

4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik


5. Pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu.

Penerapan Teori Atribusi Weiner dalam pembelajaran langsung dimaksudkan untuk

memberikan kesempatan yang lebih luas kepada siswa agar mengembangkan lingkungan

proaktif yang positif. Dengan kata lain suasana pembelajaran menjadi berpusat pada siswa

(student oriented).

You might also like