Professional Documents
Culture Documents
Tujuh perusahaan PPTKIS yang dijatuhi sanksi skorsing adalah PT. Amanitama
Berkah Sejati, PT. Aqbal Duta Mandiri, PT. Tritama Megah Abadi, PT. Karya Pesona
Sumber Rejeki, PT. Duta Ampel Mulia, PT. Abdi Bela Persada, PT. Dasa Graha Utama.
“Beberapa PPTKIS terbukti tidak memiliki tempat penampungan yang layak bagi
calon TKI yang hendak berangkat ke luar negeri. Perusahaan yang tidak memiliki sarana
dan prasarana penampungan TKI yang memadai memang wajib dikenai sanksi tegas, “
kata Menakertrans.
KETENAGAKERJAAN
Dari kajian tekstual yang dilakukan KPPOD (2006) , dalam aspek kebijakan dan
regulasi (Perda/SK Kepala Daerah), peta persoalan umum yang menandai distorsi
kebijakan ketenagakerjaan di sejumlah daerah dalam masa pelaksanaan otonomi daerah
dewasa ini adalah :
Pertama, pelanggaran dalam hal perijinan dan pungutan terkait penggunaan tenaga kerja
asing. Padahal, Perijinan (menurut Pasal 42 UU No.13 Tahun 2003) maupun
pungutan (menurut Pasal 3 PP No.92 Tahun 2002) yang terkait dengan
penggunaan TKA berada di pusat.
Kedua, pungutan yang tidak proporsional dan amat lemah dalam acuan konsiderans.
Ketiga, diskriminasi gender. Di sejumlah daerah ditemukan cukup banyak perda yang
mengatur jam kerja lembur atau ijin kerja lembur malam bagi wanita dan
mengenakan pungutan (retribusi) tertentu atasnya.
Keempat, proteksionisme (perlindungan berlebihan) bagi tenaga kerja lokal. Tidak hanya
terjadi dalam sektor pemerintahan, dimana muncul tuntutan preferensi
berlebihan bagi putera daerah untuk duduk dalam jabatan-jabatan strategis
(politik dan birokrasi), gejala serupa juga terjadi dalam dunia swasta (bahkan
tidak sekedar sebagai tuntutan pemerintah) terkait pemberian kesempatan kerja,
dimana perusahaan wajib memberikan jatah, yang bahkan dengan patokan
kuota tertentu bagi putera daerah untuk sesuatu pekerjaan dalam perusahaan
tersebut.
Namun, tidak disebutkan jumlah lowongan kerja yang tersedia selama pameran.
Pasalnya, meski ke-11 perusahaan tersebut mendeskripsikan jenis lowongan kerja yang
tersedia, mereka tidak bersedia menerima langsung berkas lamaran kerja yang diajukan
pengunjung.
Pendaftaran bertujuan untuk membatasi peserta yang mengikuti paket diskusi dan
seminar mengenai karier yang diadakan secara gratis oleh panitia akibat keterbatasan
daya tampung ruangan. Hal ini sebagai upaya mencegah menumpuknya peserta di ruang
pamer.
Situasi ini juga tercermin dalam Indonesia Karir Expo 2004 di Gedung Tennis
Indoor Senayan, Jakarta. Sedikitnya 1.000 pencari kerja yang mencari lowongan di bursa
kerja harus berdesak-desakan. Namun, setelah masuk ke arena bursa, banyak dari para
pencari kerja yang kecewa karena perusahaan yang membuka lowongan hanya menerima
lamaran kerja tanpa ada wawancara langsung.
Pertama kali
Bursa kerja yang diadakan Asian Agri Group bekerja sama dengan Pusat Jasa
Ketenagakerjaan Universitas Sumatera Utara ini merupakan yang pertama kali digelar di
luar Pulau Jawa. Bursa ini bertujuan mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan
yang membutuhkan.
"Kami sengaja membentuk kelompok kecil untuk pengunjung agar mereka bisa
dengan santai mengenali perusahaan peserta pameran dan mendapatkan informasi
lowongan kerja yang mereka inginkan. Jika tidak dibatasi, kami khawatir tidak
terkontrol," kata Corporate Affairs Director Asian Agri Group Djoko Oetomo kepada
Kompas di hari pertama bursa kerja di Medan.
Namun, para pengunjung kecewa karena tidak dapat mengajukan berkas lamaran
mereka pada bursa kerja tersebut. Pasalnya, para peserta pameran baru merekrut tenaga
kerja baru setelah pameran usai.
"Memang kami disuruh mengirim lamaran melalui e-mail atau pos ke alamat yang
mereka berikan dan jika ada penerimaan baru dipanggil. Tetapi, sebenarnya saya
berharap pameran ini sekaligus dengan proses penerimaan kerjanya sehingga hasilnya
bisa tampak," kata Susi, sarjana teknik mesin Universitas Sumatera Utara.
"Ini juga untuk menghindari timbulnya keributan akibat desak- desakan para
pengunjung selama pameran. Jadi, proses rekrutmen baru berlangsung setelah pameran
ini selesai," katanya.
Manajer Sumber Daya Manusia PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP)
Bennidictus mengatakan, setiap tahun RAPP merekrut 100 sarjana yang baru lulus.
Mereka dibagi dalam empat-lima angkatan untuk dididik setiap tahun menjadi karyawan
yang andal.
Setelah membuka pameran Wali Kota Medan Abdillah mengatakan selama ini
jumlah pengangguran terbuka yang ada di Kota Medan bertambah 5 persen atau 100.000
penganggur setiap tahunnya. (HAM/ETA/TAV)
SERBUAN PENCARI KERJA DI INDONESIA TIDAK
TERSAMBUNGNYA PENDIDIKAN DAN KERJA
Surabaya, Kompas
Kota Surabaya sebagai kota industri dan kota jasa nomor dua di Indonesia,
ternyata masih belum mampu memberikan lapangan kerja bagi penduduk dan pendatang
di kota tersebut. Permasalahan ketenagakerjaan di Surabaya masih diwarnai oleh adanya
ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan tenaga kerja.Ketidakseimbangan itu,
antara lain disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang tinggi.
Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surabaya selama kurun waktu 1980-1990
menunjukkan angka yang tinggi yaitu sebesar 2,06 persen per tahun.
Selain itu, kualitas angkatan kerja yang ada juga masih rendah. Hal ini
ditunjukkan dari data di Kantor Departemen Tenaga Kerja (Kandepnaker) Kodya
Surabaya dengan masih besarnya kelompok angkatan kerja yang berpendidikan SD ke
bawah, pada tahun 1999 sebanyak 477.280 orang, atau 34.16 persen dari seluruh
angkatan kerja.
Walau demikian dengan adanya program wajib belajar sampai dengan SLTP
tingkat partisipasi sekolah lanjutan akan semakin meningkat dan secara kuantitatif jumlah
angkatan kerja yang berpendidikan tinggi akan terus bertambah. Namun, tambahan
tersebut tidak selalu dapat menjamin kecocokan kualitas dan kualifikasi tenaga kerja,
dengan kebutuhan serta persyaratan jabatan.
Pada tahun 1999, angka pengangguran dan pencari kerja yang tercatat di Badan
Pusat Statistik Kodya Surabaya menunjukkan, jumlah pencari kerja di Surabaya
mencapai 134.392 orang, terdiri dari 71.592 orang laki-laki dan 62.800 orang perempuan.
Jumlah ini meningkat 46,75 persen jika dibandingkan dengan angka pengangguran tahun
1997 sebesar 91.581 orang.
Pengangguran tidak penuh tahun 1999 berjumlah 212.264 orang, terdiri dari
104.876 laki-laki dan 107.388 perempuan. Pengangguran tidak penuh adalah pekerja
yang jam kerja kurang dari 35 jam per minggu. Jika ditotal pengangguran penuh dan
tidak penuh berjumlah 346.656 orang, atau 24,81 persen dari total angkatan kerja.
Walau angka pengangguran cukup tinggi, namun angka pencari kerja yang datang
ke Kandepnaker Surabaya masih rendah. Pada tahun 1999, pencari kerja yang tercatat di
kantor itu sebanyak 14.995 orang, atau 11,16 persen dari total pengangguran yang ada.
Padahal, dengan mencatatkan diri ke kantor tenaga kerja, keinginan mereka untuk
mendapat pekerjaan bisa terpenuhi. Kandepnaker Surabaya pada tahun 1999 ini mencatat,
jumlah lowongan yang terdaftar melalui mekanisme antarkerja sebanyak 3.393 lowongan
kerja.