You are on page 1of 20

KRITIK SASTRA  

Oleh:
Gud Reacht Hayat Padje

HAKEKAT KRITIK SASTRA  

o Secara etimologis, kata kritik


berasal dari bahasa Yunani, yaitu
dari kata krinein (menghakimi,
membanding, menimbang). Kata
krinein menjadi bentuk dasar bagi
kata kreterion (dasar, pertimbangan,
penghakiman). Orang yang
melakukan
pertimbangan/penghakiman
disebut krites yang berarti hakim.
Bentuk krites inilah yang menjadi
dasar kata kritik.
o Secara harafiah, kritik sastra
adalah upaya menentukan nilai
hakiki karya sastra dalam bentuk
memberi pujian, mengatakan
kesalahan, memberi pertimbangan
lewat pemahaman dan penafsiran
yang sistemik
 

1. Pengertian Kritik Sastra

2. Jenis Kritik Sastra  

o Menurut bentuk
 Kritik Teoritis

 Kritik Terapan

o Berdasarkan Pelaksanaan
 Kritik Judisial

 Kritik Induktif

 Kritik Impresionistik

o Berdasarkan Orientasi Terhadap


Karya Sastra
 Mimetic criticism

 Pragmatic criticism

 Expresive criticism

 Objective criticism

Kritik Teoritis  
o Kritik sastra yang berusaha
(bekerja) atas dasar prinsip-prinsip
umum untuk menetapkan
seperangkat istilah yang
berhubungan, pembedaan-
pembedaan, dan kategori-kategori,
untuk diterapkan pada
pertimbangan-pertimbangan dan
interpretasi-interpretasi karya
sastra maupun penerapan
“kriteria” (standar atau norma)
untuk menilai karya sastra dan
pengarangnya.

Kritik Terapan  

o Merupakan diskusi karya sastra


tertentu dan penulis-penulisnya.
Misalnya buku “Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan
Esei” Jilid II (1962) dikritik
sastrawan-sastrawan dan karyanya,
diantaranya Mohammad Ali,
Nugroho Notosusanto, Subagio
Sastrowardoyo, dan lain sebagainya

Kritik Judisial  

o Adalah kritik sastra yang berusaha


menganalisis dan menerangkan
efek-efek karya sastra berdasarkan
pokoknya, organisasinya, teknik,
serta gayanya, dan mendasarkan
pertimbangan-pertimbangan
individu kritikus atas dasar standar-
standar umum tentang kehebatan
dan keluarbiasaan sastra

Kritik Induktif  

o Kritik sastra yang menguraikan


bagian-bagian karya sastra
berdasarkan fenomena-fenomena
yang ada secara objektif. Kritik
induktif meneliti karya sastra
sebagaimana halnya ahli ilmu alam
meneliti gejala-gejala alam secara
objektif, tanpa menggunakan
standar-standar yang tetap yang
berasal dari luar dirinya.

Kritik Impresionistik  

o Adalah kritik sastra yang berusaha


menggambarkan dengan kata-kata,
sifat-sifat yang terasa dalam bagian-
bagian khusus atau dalam sebuah
karya sastra dan menyatakan
tanggapan-tanggapan (impresi)
kritikus yang ditimbulkan secara
langsung oleh karya sastra.

Kritik Mimetik  

o Kritik yang bertolak pada


pandangan bahwa karya sastra
merupakan tiruan atau
penggambaran dunia dan
kehidupan manusia. Kritik ini
cenderung mengukur kemampuan
suatu karya sastra dalam
menangkap gambaran kehidupan
yang dijadikan suatu objek

Kritik Pragmatik  

o Kritik yang disusun berdasrkan


pandangan bahwa sebuah karya
sastra disusun untuk mencapai
efek-efek tertentu kepada pembaca,
seperti efek kesenangan, estetika,
pendidikan, dan sebagainya. Model
kritik ini cenderung memberikan
penilaian terhadap suatu karya
berdasarkan ukuran
keberhasilannya dalam mencapai
tujuan tersebut.

Kritik Ekspresif  

o Kritik yang menekankan kepada


kebolehan pengarang dalam
mengekspresikan atau
mencurahkan idenya ke dalam
wujud sastra. Kritik ini cenderung
menimbang karya sastra dengan
memperlihatkan kemampuan
pencurahan, kesejatian, atau visi
penyair yang secara sadar atau tidak
tercermin pada karya tersebut.

Kritik Objektif  

o Suatu kritik sastra yang


menggunakan pendekatan bahwa
suatu karya sastra adalah karya
yang mandiri. Kritik ini
menekankan pada unsur intrinsik.

Fungsi Kritik Sastra  

o Untuk pembinaan dan


pengembangan sastra
o Untuk pembinaan kebudayaan dan
apresiasi seni
o Untuk menunjang ilmu sastra
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:nJM9GvGdxDQJ:images.opayat.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/S7Ar4
AooCIgAAB7Kc2c1/KRITIK%2520SASTRA.pptx%3Fkey
%3Dopayat:journal:201%26nmid
%3D326716460+bentuk+kritik+sastra+tentang+kritik+teoritis&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=i
d&source=www.google.co.id
Jenis-jenis Kritik Sastra
(a) Menurut BENTUKNYA, ada 2 jenis kritik sastra, yakni kritik teoretis (theoritical
criticism) dan kritik terapan (practical/applied criticism).

1) Kritik teoretis adalah jenis kritik sastra yang berusaha menerapkan kriteria-kriteria
tertentu(teori) untuk menilai karya sastra dan pengarangnya. Kritik teoretis mencoba
menerapkan prinsip-prinsip umum, menetapkan suatu perangkat istilah yang mengkait,
perbedaan-perbedaan, kategori-kategori untuk diterapkan pada pertimbangan-pertimbangan,
interpretasi-interpretasi karya sastra. Beberapa buku kritik sastra jenis ini antara lain:
-. Beberapa Gagasan Dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern karya Rahmad Djoko
Pradopo
-. Kritik Sastra Sebuah Pengantar, Andre Hardjana
2) Kritik terapan berupaya menerapkan teori sastra berdasarkan keperluannya. Kritik ini
berupaya agar prinsip dan kriteria yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik karya
sastra yang bersangkutan.

Contoh buku kritik sastra jenis ini antara lain:


-. Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei karya HB Jassin.
-. Buku dan Penulis karya R. Sutia S.
(b) Menurut PELAKSANAANNYA, ada 3 jenis kritik sastra, yakni kritik judisial (judicial
criticism), kritik impresionistik (impresionistic criticism), dan kritik induktif (inductive
criticism).

1) Kritik Judisial menurut Abrams adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan
menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, teknik, serta
gayanya; dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan individual kritikus atas dasar yg
umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan

2) Kritik Impresionistik adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan dengan kata-kata
sifat yang terasa dalam berdasarkan kesan-kesan/tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yg
ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra. Pelaksanaan Kritik model ini biasanya kritikus
melakukan kritik praktis. Contoh paling konkrit adalah kritik sastra yang sering dilakukan
HB Jassin.

3) Kritik induktif adalah kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya sastra
berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif.
Kritikus pada paham ini meneliti karya sastra seperti ahli ilmu alam meneliti gejala alam
secara objektif tanpa menggunakan standar yang berasal dari luar dirinya.
Contoh kritik model ini di Indonesia adalah kritik sastra aliran Rawamangun (akademisi UI).
(c) Menurut PENDEKATANNYA thd. Karya sastra, ada 4 jenis kritik sastra, yakni kritik
mimetik (mimetic criticism), kritik pragmatik (pragmatic criticism), kritik ekspresif
(ekspresive criticism) dan kritik objektif (objective criticism).

1) Kritik mimetik
Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek
alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang
digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya.
Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu.

Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa
sastra adalah tiruan kenyataan.

Di Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain misalnya:
-. Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo
-. Novel Indonesia Populer, Jakob Sumardjo
-. Fiksi Indonesia Dewasa Ini, Jakob Sumardjo
-. Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang, Sapardi Joko Damono

2) Kritik pragmatik
Kritikus jenis ini memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan
(mendapatkan sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada umumnya:
edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas
keberhasilannya mencapai tujuan.

Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif).
Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah menulis kritik jenis
ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan.

3 Kritik ekspresif
Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa
sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung
menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin
pengarang/keadaan pikirannya.

Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman
sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya.
Umumnya, sastrawan romantik jaman BP/PB menggunakan orientasi ekspresif ini dalam
teori-teori kritikannya. Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
-. Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman
-. Di Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi
-. Sosok Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo
-. WS Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lake
-. Cerita Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan, Korrie Layun Rampan

4) Kritik objektif
Kritikus jenis ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap
sekitarnya, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan
sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling
berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-
kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas,
dan saling berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya)

Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga
mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb.
Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.

Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
-. New Critics (Kritikus Baru di AS)
-. Kritikus formalis di Eropa
-. Para strukturalis Perancis

Di Indonesia, kritik jenis ini dikembangkan oleh kelompok aliran Rawamangun.


-. Bentuk Lakon Dalam Sastra Indonesia, Boen S. Oemaryati
-. Novel Baru Iwan Simatupang, Dami N. Toda
-. Pengarang-pengarang Wanita Indonesia, Th. Rahayu Prihatmi
-. PerkembanganNovel-Novel di Indonesia, Umar Yunus
-. Perkembangan Puisi Indonesia dan Melayu Modern, Umar Yunus
-. Tergantung Pada Kata, Teeuw

http://wahyudipoday.blogspot.com/2009/12/kritik-sastra.html
BAB IV

MACAM JENIS KRITIK SASTRA

Kritik sastra dapat digolongkan menurut bentuknya, pelaksanaan atau

praktik, dan menurut dasar pendekatannya. Menurut bentuknya, kritik sastra

digolongkan menjadi kritik teori (theoretical criticism) dan kritik praktik atau kritik

terapan (practical criticism atau applied criticism) Kritik sastra teori adalah bidang kritik

sastra yang berusaha (bekerja) untuk menetapkan, atas dasar prinsip-prinsip umum,

seperangkat istilah-istilah yang tali-temali, pembedaan-pembedaan dan kategori-

kategori untuk diterapkan pada pertimbangan dan interpretasi karya sastra, maupun

penerapan “kriteria" (standar atau norma-norma), yang dengan hal-hal tersebut itu

karya-karya sastra dan para sastrawannya dinilai. Sedangkan kritik praktik merupakan

diskusi karya-karya sastra tertentu dan pengarang-pengarangnya. Kritik praktik berupa

penerapan teori-teori kritik yang dapat dinyatakan secara eksplisit etau implisit

berdasarkan keperluannya. Misalnya Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan

Menurut pelaksanaan atau praktik kritik, kritik sastra oleh Abrams dibagi

menjadi kritik judisial (Judicial criticism) dan kritik impressionistik (impressionistic

criticism). Sedangkan W.H. Hudson menggolongkan kritik sastra menjadi kritik judisial

dan kritik induktif (inductive criticism).

Kritik judisial adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan

efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, teknik, dan gayanya, dan

mendasarkan pertimbangan-pertimbangan individual kritikus atas dasar standar-standar

umum tentang kehebatan atau keluarbiasaan sastra. Sedangkan kritik induktif adalah

kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian sastra berdasarkan fenomena-fenomena

Hudson menunjukkan adanya tiga perbedaan pokok antara kedua macam kritik

itu. Yaitu pertama, kritik judisial mengakui adanya perbedaan tingkat antara karya-
karya sastra yang disebabkan susunan norma-normanya berbeda. Sedangkan kritik

induktif tidak mengakui adanya perbedaan tingkat, yang ada hanya perbedaan jenis.

Jadi, tidak ada karya sastra yang lebih tinggi atau lebih rendah nilainya disebabkan

Yang kedua kritik judisial mengakui adanya hukum-hukum sastra seperti hukum

moral atau hukum negara, yang diletakkan oleh kekuasaan di luar dirinya, hukum ini

mengikat para sastrawan sebagaimana hukum moral dan negara mengikat para

warganya. Jadi, sastrawan harus mengakui dan mematuhi hukum-hukum atau norma-

norma karya sastra yang tetap, yang statis, hukum-hukum/ norma-norma yang telah

ditetapkan oleh para sastrawan sebelumnya dalam mencipta karya sastra, sedangkan

menurut kritik induktif tak ada hukum/norna sastra yang seperti itu. Baginya hukum

sastra persis/tepat seperti hukum alam bagi sarjana ilmu alam -- hukum sastra bukanlah

syarat-syarat yang diletakkan di atas karya sastra dari tanpa ada sebelumnya, melainkan

kenyataanlah yang menimbulkan hukum. Hukum alam hanya suatu pernyataan umum

dari susunan yang secara nyata diselidiki di antara fenomena-fenomena. Begitu juga

halnya hukum sastra. Singkatnya hukum-hukum/norma-norma karya sastra itu sudah

melekat pada karya-karya sastra itu sendiri.

Yang ketiga, kritik judisial bersandar pada ukuran baku yang tetap (fixed

standards), yang dengannya suatu karya sastra mungkin dikerjakan dan dihakimi.

sedangkan kritik induktif menolak adanya dan kemungkinan fixed standards atau

ukuran resmi yang tetap itu. Seperti halnya fenomena yang lain berhubungan dengan

ilmu-ilmu, kesusasteraan adalah produk; adalah hasil dari evolusi; sejarahnya adalah

sejarah transformasi (perubahan/penjilmaan) yang tak henti-hentinya hingga tak ada

Secara singkat kritik induktif akan menyelidiki kesusasteraan dengan jiwa

(semangat) penyelidikan murni; dengan mencari norma-norma seni menurut

pelaksanaan para seniman, dan memperlakukan seni seperti obyek alam yang lain,
seperti benda (hal) yang mengalami perkembangan yang tak putus-putus, yang mungkin

dapat diharapkan akan membuat perbedaan-perbedaan sastra antara para penulis dan

madzhab-madzhab, dan masing-masing dapat dipahami bila diperiksa dengan sikap

pikiran (pendirian) yang disesuaikan dengan variasi khusus tanpa campur tangan

(hukum-hukum) yang belum ada sebelumnya.

Dengan mengakui adanya standard yang tetap itu para kritikus judisial ini dalam

menilai karya sastra bersifat absolut, dan sifatnya konvensional dan dogmatik. Hudson

berkata bahwa para kritikus jenis ini pada jaman Renaissance memakai standard

penilaian dengan karya-karya sastra Yunani dan Latin.

Hal itu mengingatkan kita pada hukum "tiga kesatuan" (trois unites) dalam kritik

drama. Hukum tiga kesatuan itu sebetulnya hasil pencatatan pada drama-drama klasik

Yununi yang dilakukan oleh Aristotetes. Kemudian oleh para kritikus jaman

Renaissance dijadikan hukum drama yang tetap. Hukum tiga kesatuan itu berupa

keharusan pada drama untuk memenuhi : pertama kesatuan tempat, kedua kesatuan

waktu, ketiga kesatuan lakon. Bila drama tidak memenuni hukum itu menurut para

kritikus judisial tidak atau kurang bernilai.

Sebaliknya kritik induktif, karena menekankan pada karya-karya sastra

individual. dan tiduk mengakui adanya tingkat-tingkat karya sastra, maka ada

kemungkinan penilaiannya menjadi relatif karena tidak mengakui adanya perbedaan

tingkat karya sastra, dan tidak mengijinkan penilaian karya sastra dengan cara

membandingkan antara yang satu dengan karya sastra yang lain.

Kritik impressionistik adalah kritik yang berusaha menggambarkan dengan kata-

kata atas sifat-sifat yang terasa dalam bagian-bagian khusus atau dalam sebuah karya

tanggapan-tanggapan

ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra tersebut. Kritik impressionistik disebut
juga kritik yang estetik, T.S. Eliot mengemukakan bahwa dalam kritik ini kritikus

menunjukkan kesan-kesannya terhadap suatu obyek, ia memberikan tafsiran-tafsiran

untuk mengagumkan pembaca, untuk menimbulkan kesan yang indah kepada pembaca.

Dalam kritik yang impressionistik kritikus hanya menceritakan kembali apa yang dibaca

dan memberi tafsiran, atau memuji-muji sifat-sifat obyek yang terdapat dalam karya

sastra. Jadi, kritikus tidak memberi penilaian kepada karya sastra itu sendiri. Dalam

eseinya T.S. Eliot memberikan suatu contoh, salah seorang di antara kritikus

impressionistic ini Arthur Symons, dikemukakan salah Satu kritik Symons sebagai

"Anthony dan Cleopatra adalah yang paling indah dari segala drama

Shakespeare saya rasa ...", dan Symons menceritakan bahwa Cleopatra adalah wanita

yang paling mengagumkan dari segala wanita :

"Ratu yang mengakhiri dynasti Ptelomies telah menjadi bintang para penyair,

sebuah bintang yang jahat (buruk) yang memancarkan cahaya yang mencelakakan, dari

Horace dan Propertius sampai Victor Hugo; dan tidak hanya kepada penyair saja ...."

Untuk apakah ini? kata T.S. Eliot. Dan ia berkata bahwa itu bukan esai tentang

seni atau karya intelek; melainkan itu menunjukkan bahwa Symons sedang hidup dalam

drama seperti orang yang hidup dalam pertunjukan sandiwara.

Kemudian Symons melanjutkan ceritanya :

"Pada akhir hidupnya Cleopatra mencapai kehormatan yang tertentu .... ia akan

seribu kali lebih suka mati dari pada hidup sebagai hinaan. atau kutukan mulut-mulut

orang, ..... Ia adalah wanita yang terakhir .... maka ia meninggal ..... drama berakhir

Kesan-kesan A. Symons ini menyerupai type bacaan sastra populer, di mana

cerita-cerita dan drama-drama atau novel diceritakan kembali, motif-motif pelaku

ditunjukkan. Hal yang semacam ini hanya mempermudah orang yang baru mulai belajar

membaca karya sastra, begitu kata T.S. Eliot.


Jadi, nyatalah bahwa kritik sastra yang impressionistik itu belum mencapai

tujuan pokok kritik sastra, yaitu memberi pertimbangan baik buruk, bermutu-tidaknya

Kritik sastra yang impressionistik itu harganya hanya sebagai bacaan saja.

Memang ini pun ada gunanya juga, yaitu mungkin karena banyaknya karya sastra yang

harus dibaca, tak mungkinlah kita membaca semuanya hingga penceritaan kembali

secara ringkas ini memudahkan kita untuk mengetahui karya-karya sastra yang tak

mungkin kita baca, misalnya saja karya sastra yang tidak sampai kepada kita.

Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, Abrams membagi kritik

sastra ke dalam empat tipe : kritik mimetik, kritik pragmatik, kritik ekspresif, dan

Kritik mimetik (mimetic criticism) memandang karya sastra sebagai tiruan,

pencerminan, atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia, dan kriteria utama

yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang

hendaknya digambarkan. Modus kritik ini pertama kali kelihatan dalam kritik Plato dan

Aristoteles, merupakan sifat khusus teori-teori modern realisme sastra. Teori kritik

mimetik kelihatan pada penciptaan/diterapkan pada penciptaan sastra Angkatan 45,

pada teori kritik Mochtar Lubis. Tehnik Mengarang, juga kritik-kritik H.B. Jassin.

Kritik pragmatic (pragmatic criticism) memandang karya sastra sebagai sesuatu

yang dibangun untuk mencapai (mendapatkan) efek-efek tertentu pada audience

berupa

efek-efek

ajaran/pendidikan, maupun efek-efek yang lain. Kritik ini cenderung menilai karya

sastra menurut berhasilnya mencapai tujuan tersebut. Kritik ini menguasai perdebatan

sastra dari jaman Roman sampai abad ke-18, dihidupkan kembali oleh kritik retorik

sekarang ini, yang menekankan strategi estetik untuk menarik dan mempengaruhi

tanggapan-tanggapan pembacanya kepada masalah yang dikemukakan dalam karya


Di Indonesia penciptaan sastra berdasar teori pragmatik adalah terutama roman-

roman Balai Pustaka, yang mengutamakan didikan kepada pembaca, sedang kritik yang

bercorak demikian adalah kritik St. Takdir Alisjahbana sebagai kelihatan dalam

PerjuanganTanggung Jawab Dalam Kesusasteraan (1977).

Kritik ekspresif (expressive criticism) memandang karya sastra terutama dalam

hubungannya dengan penulis sendiri. Kritik ini mendefinisikan puisi/karya sastra

sebagai sebuah ekspresi, curahan atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imaginasi

pengarang yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran, dan perasaan-

perasaannya. Kritik ini cenderung untuk menimbang karya sastra dengan kemulusan,

kesejatian. atau .kecocokannya dengan visium

penyair/pengarang atau keadaan pikirannya. Sering kritik itu melihat ke dalam karya

sastra untuk menerangkan tabiat khusus dan pengalaman-pengalaman pengarang, yang

secara sadar atau tidak ia telah membukakan dirinya di dalam karyanya. Pandangan

semacam ini diperkembangkan terutama oleh kritikus romantik, dan secara luas berlaku

Teori kritik ekspresif kelihatan pada kritik aliran romantik di Indonesia,

terutama Armijn Pane, juga kelihatan dalam buku Arif Budirnan. Chairil Anwar,

Kritik objektif (objective criticism) mendekati karya sastra sebagai sesuatu yang

berdiri bebas dari penyair, audience, dan dunia yang mengelilinginya! Kritik itu

menganalisis karya sastra sebagai sebuah objek yang mencukupi dirinya sendiri atau hal

yang utuh, atau sebuah dunia dalam dirinya (otonom), yang harus ditimbang atau

dianalisis dengan kriteria "intrinsik" seperti kompleksitas, keseimbangan, integritas, dan

saling hubungan antara unsur-unsur pembentuknya. Ini adalah pendekatan yang bersifat

khusus sejumlah kritikus penting sejak tahun 1920-an, yang termasuk kritikus-kritikus

baru (new critics) dan kritik aliran Chicago (Chicago School). Di Indonesia kritik

objektif menjadi teori kritik aliran Rawamangun, dengan tokoh-tokohnya J U Nasution,


M.S. Hutagalung, Boen Sri Oemarjati,dan Saleh Saad.

Pada praktiknya keempat pendekatan itu sering bercampur, jarang yang bersifat

Sebelum kita sampai kepada kesimpulan bagaimanakah kritik sastra yang baik,

"sempurna", lebih dahulu kita bicarakan tentang hal-hal yang bersangkut paut dengan

kritik sastra yang lain, seperti keberatan-keberatan kritik sastra, dibicarakan secara

Seorang sastrawan menciptakan sajak, cerita pendek, roman, dan sebagainya, itu

maksudnya untuk dibaca, dinikmati keindahannya, kedalaman rasa dan pikiran-

pikirannya, tidak untuk dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang terpisah-pisah

Lagi pula mungkin suatu karya sastra akan "turun mutunya" bila dalam memberi

penilaian itu tidak tepat hingga dengan demikian, akan merendahkan nama penyair, atau

mungkin dapat mematikan aktivitas sastrawan, apa lagi bila ia baru saja muncul. Hal

yang demikian ini kerapkali terjadi, mengingat bahwa kritikus itu manusia juga, yang

tidak luput dari membuat kesalahan. Lebih-lebih lagi kalau kritikus itu sudah dipandang

besar oleh masyarakat, maka pendapatnya akan diikuti masyarakat, maka sangat

merugikan nama sastrawan, akan mengurangi reputasi seorang sastrawan.

Mungkin suatu kritik sastra tak dapat lengkap menyoroti setiap norma karya

sastra, hingga pembicaraannya hanya mengenai beberapa norma saja, misalnya hanya

pikiran-pikirannya, atau hanya bentuk formal karya sastra saja. Atau dengan

menganalisis karya sastra itu, maka karya sastra turun nilainya hanya sebagai obyek

penyelidikan, kehilangan rasa dan artinya, hanya menjadi sumber ilmu lain, misalnya

sejarah, biografi, ilmu bangsa-bangsa, ilmu bahasa, dan sebagainya.

Hal yang demikian ini tepat seperti kata T.S. Eliot,

"Kritik puisi bergerak ke dalam dua arah [yang merugikan] Pada satu pihak,

kritikus mungkin hanya menyibuki dirinya dengan menerangkan puisi karya seorang

penyair -- menerangkan moral, sosial, agama, atau yang lain -- hingga puisi hampir
menjadi tidak lain dari sebuah text untuk dipercakapkan . Atau jika orang terlalu

memecah-mecah kepada puisi, dan tidak mengambil sikap terhadap apa yang harus

dikatakan penyair, orang cenderung akan mengosongkan semua artinya."

Dan lagi dengan hanya membaca kritik orang tidak membaca karya sastranya

yang asli, jadi hanya membaca uraian kritikus saja. Di samping itu, kritik sastra

menyebabkan kita memandang karya sastra dengan kaca mata kritikus dan pikiran kita

dikuasai oleh kritikus sehingga klta menurut saja apa yang dikatakan olehnya.

Begitulah Keberatan-keberatan kritik sastra. Akan tetapi.keberatan ini jauh lebih

kecil artinya dari kegunaannya, seperti yang kita uraikan di muka. Lagi pula keberatan-

keberatan itu dapat kita atasi, misalnya kita harus kritis terhadap pendapat kritikus

mengenai suatu karya sastra hingga kita tak hanya menurui saja kepada pendapat

Untuk mengimbangi kritik sastra yang kurang sempurna, kita membaca kritikan-

kritikan orang lain dan membandingkannya. Atau hendaklah diusahakan adanya kritik

yang sempurna. dibentuk, disusun ilmu tentang kritik sastra untuk memajukan kritik

sastra yang sangat berguna bagi perkembangan kesusasteraan. Hanya dengan adanya

kritik sastra yang benarlah dapat diatasi keberatan-keberatan tersebut. Akhirnya

sampailah saatnya kini kita menarik kesimpulan untuk sementara, bagaimanakah kritik

sastra yang "benar", "sempurna", yang menurut metode literer; setelah kita

membicarakan apakah kritik sastra, kritikus dan tugasnya, fungsi kritik, jenis-jenis

kritik, dan keberatan-keberatan kritik sastra.

Secara ringkasnya sebagai berikut : Kritik sastra yang baik (sempurna)

menganalisis karya sastra berdasarkan teori sastra, berdasarkan hakekat sastra,

menganalisis karya sastra kepada seluruh normanya. tidak hanya menyoroti salah satu

norma saja: mestilah objektif, tidak memihak; mestilah ada pertimbangan baik buruk

karya sastra berdasarkan kenyataannya; dapat menunjukkan hal-hal yang baru pada
karya sastra yang dikritik (kalau memang ada). Penilaiannya haruslah menyeluruh

memandang karya sastra sebagai kesatuan yang utuh menurut metode ilmu sastra.

Adapun kritik sastra yang kurang sempurna, tidak baik (tidak benar), merupakan

kebalikannya, Pertama subjektif, memihak dan berat sebelah; kedua tidak dapat

menunjukkan bermutu seni atau tidaknya karya sastra ; ketiga terlampau mementingkan

hal yang berkecil-kecil. sedang yang penting malah "dilupakan", karena analisisnya

tidak menyeluruh; keempat kritik yang keras tak mengenal toleransi dan kompromi;

kritik sastra. yang hanya "menggurui", kritikus berlagak pandai, padahal bila diteliti,

sesungguhnya apa yang dikatakan "harus" begini "harus begitu" itu tidak benar; yang

keenam tidak sampai kepada penilaian; kalau sampai memberi penilaian, penilaiannya

tidak menyeluruh, atau penilaian tidak menurut metode literer; yang kedelapan kritik

sastra yang dogmatis, pendapat kritikus tidak berubah-ubah disebabkan ia tidak

Ciri-ciri yang tersebut di atas hanya mengambil pokok-pokoknya saja, tentu saja

masih ada ciri-ciri lainnya, baik mengenai kritik sastra yang baik maupun mengenai

kritik sastra yang kurang baik atau tak sempurna.

http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:YdKMywCKi6kJ:wimamadiun.com/materi/wardo/kritiksastra/bab4.pdf+meto
de+kritik+judisial+kritik+sastra&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESglJR-
npfHtECHO5bN7wZVAIzAviXtO8f5jW7xhtk0qnwCm3Oprlfd2xG3LAYpj1LazSnn4CQG0
v-eFsCQq-1AgLPJgTtS1oc10qe2W-
LEiBMCYTRZN0brp9O5bbI45zvzjcDWW&sig=AHIEtbSEVOZ7xSoo2YOPAMzHG8O-
xncsCA
a) Menurut BENTUKNYA, ada 2 jenis kritik sastra, yakni kritik teoretis (theoritical criticism) dan
kritikterapan (practical/applied criticism). 
1) Kritik teoretis adalah jenis kritik sastra yang berusaha menerapkan kriteria-kriteria tertentu(teori)untuk
menilai karya sastra dan pengarangnya. Kritik teoretis mencoba menerapkan prinsip-prinsip umum,
menetapkan suatu perangkat istilah yang mengkait, perbedaan-perbedaan, kategori-kategori untuk diterapkan
pada pertimbangan-pertimbangan, interpretasi-interpretasi karya sastra. Beberapa buku kritik sastra jenis ini
antara lain:-. Beberapa Gagasan Dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern karya Rahmad Djoko
Pradopo-. Kritik Sastra Sebuah Pengantar, Andre Hardjana
2) Kritik terapan berupaya menerapkan teori sastra berdasarkan keperluannya. Kritik ini berupaya agar prinsip
dan kriteria yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik karya sastra yang bersangkutan.
Sumber:
www.scribd.com

You might also like