Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Gud Reacht Hayat Padje
o Menurut bentuk
Kritik Teoritis
Kritik Terapan
o Berdasarkan Pelaksanaan
Kritik Judisial
Kritik Induktif
Kritik Impresionistik
Pragmatic criticism
Expresive criticism
Objective criticism
Kritik Teoritis
o Kritik sastra yang berusaha
(bekerja) atas dasar prinsip-prinsip
umum untuk menetapkan
seperangkat istilah yang
berhubungan, pembedaan-
pembedaan, dan kategori-kategori,
untuk diterapkan pada
pertimbangan-pertimbangan dan
interpretasi-interpretasi karya
sastra maupun penerapan
“kriteria” (standar atau norma)
untuk menilai karya sastra dan
pengarangnya.
Kritik Terapan
Kritik Judisial
Kritik Induktif
Kritik Impresionistik
Kritik Mimetik
Kritik Pragmatik
Kritik Ekspresif
Kritik Objektif
1) Kritik teoretis adalah jenis kritik sastra yang berusaha menerapkan kriteria-kriteria
tertentu(teori) untuk menilai karya sastra dan pengarangnya. Kritik teoretis mencoba
menerapkan prinsip-prinsip umum, menetapkan suatu perangkat istilah yang mengkait,
perbedaan-perbedaan, kategori-kategori untuk diterapkan pada pertimbangan-pertimbangan,
interpretasi-interpretasi karya sastra. Beberapa buku kritik sastra jenis ini antara lain:
-. Beberapa Gagasan Dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern karya Rahmad Djoko
Pradopo
-. Kritik Sastra Sebuah Pengantar, Andre Hardjana
2) Kritik terapan berupaya menerapkan teori sastra berdasarkan keperluannya. Kritik ini
berupaya agar prinsip dan kriteria yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik karya
sastra yang bersangkutan.
1) Kritik Judisial menurut Abrams adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan
menerangkan efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, teknik, serta
gayanya; dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan individual kritikus atas dasar yg
umum tentang kehebatan dan keluarbiasaan
2) Kritik Impresionistik adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan dengan kata-kata
sifat yang terasa dalam berdasarkan kesan-kesan/tanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yg
ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra. Pelaksanaan Kritik model ini biasanya kritikus
melakukan kritik praktis. Contoh paling konkrit adalah kritik sastra yang sering dilakukan
HB Jassin.
3) Kritik induktif adalah kritik sastra yang menguraikan bagian-bagian karya sastra
berdasarkan fenomena-fenomena yang ada secara objektif.
Kritikus pada paham ini meneliti karya sastra seperti ahli ilmu alam meneliti gejala alam
secara objektif tanpa menggunakan standar yang berasal dari luar dirinya.
Contoh kritik model ini di Indonesia adalah kritik sastra aliran Rawamangun (akademisi UI).
(c) Menurut PENDEKATANNYA thd. Karya sastra, ada 4 jenis kritik sastra, yakni kritik
mimetik (mimetic criticism), kritik pragmatik (pragmatic criticism), kritik ekspresif
(ekspresive criticism) dan kritik objektif (objective criticism).
1) Kritik mimetik
Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek
alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang
digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya.
Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu.
Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa
sastra adalah tiruan kenyataan.
Di Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain misalnya:
-. Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo
-. Novel Indonesia Populer, Jakob Sumardjo
-. Fiksi Indonesia Dewasa Ini, Jakob Sumardjo
-. Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang, Sapardi Joko Damono
2) Kritik pragmatik
Kritikus jenis ini memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan
(mendapatkan sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada umumnya:
edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas
keberhasilannya mencapai tujuan.
Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif).
Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah menulis kritik jenis
ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan.
3 Kritik ekspresif
Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa
sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung
menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin
pengarang/keadaan pikirannya.
Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman
sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya.
Umumnya, sastrawan romantik jaman BP/PB menggunakan orientasi ekspresif ini dalam
teori-teori kritikannya. Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
-. Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman
-. Di Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi
-. Sosok Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo
-. WS Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lake
-. Cerita Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan, Korrie Layun Rampan
4) Kritik objektif
Kritikus jenis ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap
sekitarnya, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan
sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling
berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-
kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas,
dan saling berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya)
Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga
mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb.
Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.
Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
-. New Critics (Kritikus Baru di AS)
-. Kritikus formalis di Eropa
-. Para strukturalis Perancis
http://wahyudipoday.blogspot.com/2009/12/kritik-sastra.html
BAB IV
digolongkan menjadi kritik teori (theoretical criticism) dan kritik praktik atau kritik
terapan (practical criticism atau applied criticism) Kritik sastra teori adalah bidang kritik
sastra yang berusaha (bekerja) untuk menetapkan, atas dasar prinsip-prinsip umum,
kategori untuk diterapkan pada pertimbangan dan interpretasi karya sastra, maupun
penerapan “kriteria" (standar atau norma-norma), yang dengan hal-hal tersebut itu
karya-karya sastra dan para sastrawannya dinilai. Sedangkan kritik praktik merupakan
penerapan teori-teori kritik yang dapat dinyatakan secara eksplisit etau implisit
Menurut pelaksanaan atau praktik kritik, kritik sastra oleh Abrams dibagi
criticism). Sedangkan W.H. Hudson menggolongkan kritik sastra menjadi kritik judisial
Kritik judisial adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan
efek-efek karya sastra berdasarkan pokoknya, organisasinya, teknik, dan gayanya, dan
umum tentang kehebatan atau keluarbiasaan sastra. Sedangkan kritik induktif adalah
Hudson menunjukkan adanya tiga perbedaan pokok antara kedua macam kritik
itu. Yaitu pertama, kritik judisial mengakui adanya perbedaan tingkat antara karya-
karya sastra yang disebabkan susunan norma-normanya berbeda. Sedangkan kritik
induktif tidak mengakui adanya perbedaan tingkat, yang ada hanya perbedaan jenis.
Jadi, tidak ada karya sastra yang lebih tinggi atau lebih rendah nilainya disebabkan
Yang kedua kritik judisial mengakui adanya hukum-hukum sastra seperti hukum
moral atau hukum negara, yang diletakkan oleh kekuasaan di luar dirinya, hukum ini
mengikat para sastrawan sebagaimana hukum moral dan negara mengikat para
warganya. Jadi, sastrawan harus mengakui dan mematuhi hukum-hukum atau norma-
norma karya sastra yang tetap, yang statis, hukum-hukum/ norma-norma yang telah
ditetapkan oleh para sastrawan sebelumnya dalam mencipta karya sastra, sedangkan
menurut kritik induktif tak ada hukum/norna sastra yang seperti itu. Baginya hukum
sastra persis/tepat seperti hukum alam bagi sarjana ilmu alam -- hukum sastra bukanlah
syarat-syarat yang diletakkan di atas karya sastra dari tanpa ada sebelumnya, melainkan
kenyataanlah yang menimbulkan hukum. Hukum alam hanya suatu pernyataan umum
dari susunan yang secara nyata diselidiki di antara fenomena-fenomena. Begitu juga
Yang ketiga, kritik judisial bersandar pada ukuran baku yang tetap (fixed
standards), yang dengannya suatu karya sastra mungkin dikerjakan dan dihakimi.
sedangkan kritik induktif menolak adanya dan kemungkinan fixed standards atau
ukuran resmi yang tetap itu. Seperti halnya fenomena yang lain berhubungan dengan
ilmu-ilmu, kesusasteraan adalah produk; adalah hasil dari evolusi; sejarahnya adalah
pelaksanaan para seniman, dan memperlakukan seni seperti obyek alam yang lain,
seperti benda (hal) yang mengalami perkembangan yang tak putus-putus, yang mungkin
dapat diharapkan akan membuat perbedaan-perbedaan sastra antara para penulis dan
pikiran (pendirian) yang disesuaikan dengan variasi khusus tanpa campur tangan
Dengan mengakui adanya standard yang tetap itu para kritikus judisial ini dalam
menilai karya sastra bersifat absolut, dan sifatnya konvensional dan dogmatik. Hudson
berkata bahwa para kritikus jenis ini pada jaman Renaissance memakai standard
Hal itu mengingatkan kita pada hukum "tiga kesatuan" (trois unites) dalam kritik
drama. Hukum tiga kesatuan itu sebetulnya hasil pencatatan pada drama-drama klasik
Yununi yang dilakukan oleh Aristotetes. Kemudian oleh para kritikus jaman
Renaissance dijadikan hukum drama yang tetap. Hukum tiga kesatuan itu berupa
keharusan pada drama untuk memenuhi : pertama kesatuan tempat, kedua kesatuan
waktu, ketiga kesatuan lakon. Bila drama tidak memenuni hukum itu menurut para
individual. dan tiduk mengakui adanya tingkat-tingkat karya sastra, maka ada
tingkat karya sastra, dan tidak mengijinkan penilaian karya sastra dengan cara
kata atas sifat-sifat yang terasa dalam bagian-bagian khusus atau dalam sebuah karya
tanggapan-tanggapan
ditimbulkan secara langsung oleh karya sastra tersebut. Kritik impressionistik disebut
juga kritik yang estetik, T.S. Eliot mengemukakan bahwa dalam kritik ini kritikus
untuk mengagumkan pembaca, untuk menimbulkan kesan yang indah kepada pembaca.
Dalam kritik yang impressionistik kritikus hanya menceritakan kembali apa yang dibaca
dan memberi tafsiran, atau memuji-muji sifat-sifat obyek yang terdapat dalam karya
sastra. Jadi, kritikus tidak memberi penilaian kepada karya sastra itu sendiri. Dalam
eseinya T.S. Eliot memberikan suatu contoh, salah seorang di antara kritikus
impressionistic ini Arthur Symons, dikemukakan salah Satu kritik Symons sebagai
"Anthony dan Cleopatra adalah yang paling indah dari segala drama
Shakespeare saya rasa ...", dan Symons menceritakan bahwa Cleopatra adalah wanita
"Ratu yang mengakhiri dynasti Ptelomies telah menjadi bintang para penyair,
sebuah bintang yang jahat (buruk) yang memancarkan cahaya yang mencelakakan, dari
Horace dan Propertius sampai Victor Hugo; dan tidak hanya kepada penyair saja ...."
Untuk apakah ini? kata T.S. Eliot. Dan ia berkata bahwa itu bukan esai tentang
seni atau karya intelek; melainkan itu menunjukkan bahwa Symons sedang hidup dalam
"Pada akhir hidupnya Cleopatra mencapai kehormatan yang tertentu .... ia akan
seribu kali lebih suka mati dari pada hidup sebagai hinaan. atau kutukan mulut-mulut
orang, ..... Ia adalah wanita yang terakhir .... maka ia meninggal ..... drama berakhir
ditunjukkan. Hal yang semacam ini hanya mempermudah orang yang baru mulai belajar
tujuan pokok kritik sastra, yaitu memberi pertimbangan baik buruk, bermutu-tidaknya
Kritik sastra yang impressionistik itu harganya hanya sebagai bacaan saja.
Memang ini pun ada gunanya juga, yaitu mungkin karena banyaknya karya sastra yang
harus dibaca, tak mungkinlah kita membaca semuanya hingga penceritaan kembali
secara ringkas ini memudahkan kita untuk mengetahui karya-karya sastra yang tak
mungkin kita baca, misalnya saja karya sastra yang tidak sampai kepada kita.
sastra ke dalam empat tipe : kritik mimetik, kritik pragmatik, kritik ekspresif, dan
pencerminan, atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia, dan kriteria utama
yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang
hendaknya digambarkan. Modus kritik ini pertama kali kelihatan dalam kritik Plato dan
Aristoteles, merupakan sifat khusus teori-teori modern realisme sastra. Teori kritik
pada teori kritik Mochtar Lubis. Tehnik Mengarang, juga kritik-kritik H.B. Jassin.
berupa
efek-efek
ajaran/pendidikan, maupun efek-efek yang lain. Kritik ini cenderung menilai karya
sastra menurut berhasilnya mencapai tujuan tersebut. Kritik ini menguasai perdebatan
sastra dari jaman Roman sampai abad ke-18, dihidupkan kembali oleh kritik retorik
sekarang ini, yang menekankan strategi estetik untuk menarik dan mempengaruhi
roman Balai Pustaka, yang mengutamakan didikan kepada pembaca, sedang kritik yang
bercorak demikian adalah kritik St. Takdir Alisjahbana sebagai kelihatan dalam
sebagai sebuah ekspresi, curahan atau ucapan perasaan, atau sebagai produk imaginasi
perasaannya. Kritik ini cenderung untuk menimbang karya sastra dengan kemulusan,
penyair/pengarang atau keadaan pikirannya. Sering kritik itu melihat ke dalam karya
secara sadar atau tidak ia telah membukakan dirinya di dalam karyanya. Pandangan
semacam ini diperkembangkan terutama oleh kritikus romantik, dan secara luas berlaku
terutama Armijn Pane, juga kelihatan dalam buku Arif Budirnan. Chairil Anwar,
Kritik objektif (objective criticism) mendekati karya sastra sebagai sesuatu yang
berdiri bebas dari penyair, audience, dan dunia yang mengelilinginya! Kritik itu
menganalisis karya sastra sebagai sebuah objek yang mencukupi dirinya sendiri atau hal
yang utuh, atau sebuah dunia dalam dirinya (otonom), yang harus ditimbang atau
saling hubungan antara unsur-unsur pembentuknya. Ini adalah pendekatan yang bersifat
khusus sejumlah kritikus penting sejak tahun 1920-an, yang termasuk kritikus-kritikus
baru (new critics) dan kritik aliran Chicago (Chicago School). Di Indonesia kritik
Pada praktiknya keempat pendekatan itu sering bercampur, jarang yang bersifat
Sebelum kita sampai kepada kesimpulan bagaimanakah kritik sastra yang baik,
"sempurna", lebih dahulu kita bicarakan tentang hal-hal yang bersangkut paut dengan
kritik sastra yang lain, seperti keberatan-keberatan kritik sastra, dibicarakan secara
Seorang sastrawan menciptakan sajak, cerita pendek, roman, dan sebagainya, itu
Lagi pula mungkin suatu karya sastra akan "turun mutunya" bila dalam memberi
penilaian itu tidak tepat hingga dengan demikian, akan merendahkan nama penyair, atau
mungkin dapat mematikan aktivitas sastrawan, apa lagi bila ia baru saja muncul. Hal
yang demikian ini kerapkali terjadi, mengingat bahwa kritikus itu manusia juga, yang
tidak luput dari membuat kesalahan. Lebih-lebih lagi kalau kritikus itu sudah dipandang
besar oleh masyarakat, maka pendapatnya akan diikuti masyarakat, maka sangat
Mungkin suatu kritik sastra tak dapat lengkap menyoroti setiap norma karya
sastra, hingga pembicaraannya hanya mengenai beberapa norma saja, misalnya hanya
pikiran-pikirannya, atau hanya bentuk formal karya sastra saja. Atau dengan
menganalisis karya sastra itu, maka karya sastra turun nilainya hanya sebagai obyek
penyelidikan, kehilangan rasa dan artinya, hanya menjadi sumber ilmu lain, misalnya
"Kritik puisi bergerak ke dalam dua arah [yang merugikan] Pada satu pihak,
kritikus mungkin hanya menyibuki dirinya dengan menerangkan puisi karya seorang
penyair -- menerangkan moral, sosial, agama, atau yang lain -- hingga puisi hampir
menjadi tidak lain dari sebuah text untuk dipercakapkan . Atau jika orang terlalu
memecah-mecah kepada puisi, dan tidak mengambil sikap terhadap apa yang harus
Dan lagi dengan hanya membaca kritik orang tidak membaca karya sastranya
yang asli, jadi hanya membaca uraian kritikus saja. Di samping itu, kritik sastra
menyebabkan kita memandang karya sastra dengan kaca mata kritikus dan pikiran kita
dikuasai oleh kritikus sehingga klta menurut saja apa yang dikatakan olehnya.
kecil artinya dari kegunaannya, seperti yang kita uraikan di muka. Lagi pula keberatan-
keberatan itu dapat kita atasi, misalnya kita harus kritis terhadap pendapat kritikus
mengenai suatu karya sastra hingga kita tak hanya menurui saja kepada pendapat
Untuk mengimbangi kritik sastra yang kurang sempurna, kita membaca kritikan-
kritikan orang lain dan membandingkannya. Atau hendaklah diusahakan adanya kritik
yang sempurna. dibentuk, disusun ilmu tentang kritik sastra untuk memajukan kritik
sastra yang sangat berguna bagi perkembangan kesusasteraan. Hanya dengan adanya
sampailah saatnya kini kita menarik kesimpulan untuk sementara, bagaimanakah kritik
sastra yang "benar", "sempurna", yang menurut metode literer; setelah kita
membicarakan apakah kritik sastra, kritikus dan tugasnya, fungsi kritik, jenis-jenis
menganalisis karya sastra kepada seluruh normanya. tidak hanya menyoroti salah satu
norma saja: mestilah objektif, tidak memihak; mestilah ada pertimbangan baik buruk
karya sastra berdasarkan kenyataannya; dapat menunjukkan hal-hal yang baru pada
karya sastra yang dikritik (kalau memang ada). Penilaiannya haruslah menyeluruh
memandang karya sastra sebagai kesatuan yang utuh menurut metode ilmu sastra.
Adapun kritik sastra yang kurang sempurna, tidak baik (tidak benar), merupakan
kebalikannya, Pertama subjektif, memihak dan berat sebelah; kedua tidak dapat
menunjukkan bermutu seni atau tidaknya karya sastra ; ketiga terlampau mementingkan
hal yang berkecil-kecil. sedang yang penting malah "dilupakan", karena analisisnya
tidak menyeluruh; keempat kritik yang keras tak mengenal toleransi dan kompromi;
kritik sastra. yang hanya "menggurui", kritikus berlagak pandai, padahal bila diteliti,
sesungguhnya apa yang dikatakan "harus" begini "harus begitu" itu tidak benar; yang
keenam tidak sampai kepada penilaian; kalau sampai memberi penilaian, penilaiannya
tidak menyeluruh, atau penilaian tidak menurut metode literer; yang kedelapan kritik
Ciri-ciri yang tersebut di atas hanya mengambil pokok-pokoknya saja, tentu saja
masih ada ciri-ciri lainnya, baik mengenai kritik sastra yang baik maupun mengenai
http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:YdKMywCKi6kJ:wimamadiun.com/materi/wardo/kritiksastra/bab4.pdf+meto
de+kritik+judisial+kritik+sastra&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESglJR-
npfHtECHO5bN7wZVAIzAviXtO8f5jW7xhtk0qnwCm3Oprlfd2xG3LAYpj1LazSnn4CQG0
v-eFsCQq-1AgLPJgTtS1oc10qe2W-
LEiBMCYTRZN0brp9O5bbI45zvzjcDWW&sig=AHIEtbSEVOZ7xSoo2YOPAMzHG8O-
xncsCA
a) Menurut BENTUKNYA, ada 2 jenis kritik sastra, yakni kritik teoretis (theoritical criticism) dan
kritikterapan (practical/applied criticism).
1) Kritik teoretis adalah jenis kritik sastra yang berusaha menerapkan kriteria-kriteria tertentu(teori)untuk
menilai karya sastra dan pengarangnya. Kritik teoretis mencoba menerapkan prinsip-prinsip umum,
menetapkan suatu perangkat istilah yang mengkait, perbedaan-perbedaan, kategori-kategori untuk diterapkan
pada pertimbangan-pertimbangan, interpretasi-interpretasi karya sastra. Beberapa buku kritik sastra jenis ini
antara lain:-. Beberapa Gagasan Dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern karya Rahmad Djoko
Pradopo-. Kritik Sastra Sebuah Pengantar, Andre Hardjana
2) Kritik terapan berupaya menerapkan teori sastra berdasarkan keperluannya. Kritik ini berupaya agar prinsip
dan kriteria yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik karya sastra yang bersangkutan.
Sumber:
www.scribd.com