You are on page 1of 2

Teori Lokasi dan Pertumbuhan Desa

• Teori Lokasi

Teori Lokasi adalah suatu ilmu yang mengkhususkan analisanya pada penggunaan
konsep space dalam analisa sosial-ekonomi. Secara garis besar teori lokasi dapat
dikategorikan atas 3 kelompok utama:

• Least Cost Theory


Pemilihan lokasi didasarkan prinsip minimalisasi biaya (biaya transportasi dan
tenaga kerja). Teori ini menekankan analisanya pada aspek produksi dan
mengabaikan unsur-unsur pasar dan permintaan. Tiga faktor utama yang
menentukan pemilihan lokasi perusahaan industri yaitu, ongkos transpor,
perbedaan upah buruh dan kekuatan aglomerasi.
Alfred Weber (1909) menyimpulkan bahwa lokasi optimum dari suatu
perusahaan industri umumnya terletak dimana permintaan terkonsentrasi
(pasar) atau sumber bahan baku. Bila suatu perusahaan industri memilih lokasi
pada salah satu dari kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan
baku dan hasil produksi akan dapat diminimumkan dan keuntungan
aglomerasi yang ditimbulkan dari adanya konsentrasi perusahaan pada
suatu lokasi akan dapat pula dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Moses (1956) mencoba menggabungkan dengan teori produksi ala Neo Classic
yang menyimpulkan bahwa return to scale akan mempengaruhi pemilihan lokasi.
Ini merupakan awal mempertimbangkan faktor teknologi pada teori lokasi melalui
perubahan pada koeffisien produksi.

• Market Area theory


Teori ini berkesimpulan bahwa pemilihan lokasi perusahaan akan lebih banyak
ditentukan oleh besarnya ongkos angkut untuk hasil produksi dan tingkat
persaingan sesama produsen di pasar.
Teori ini dipelopori oleh August Losch (1954) yang berpendapat bahwa faktor
permintaan lebih penting, bila permintaan terhadap suatu barang adalah elastis
terhadap harga, dan diperkirakan akan timbul berbagai pengaruh terhadap
pemilihan lokasi perusahaan. Teori ini ditandai dengan adanya unsur persaingan
antar tempat (spatial competation) diantara sesama produsen yang dapat
menetukan pula tingkah laku perusahaan dalam memilih lokasi
Penelitian empiris pertama tentang teori area pasar dilakukan oleh Reilly
(1929).Hasil penelitian ini melahirkan hukum Reilly : ”Lokasi perusahaan
industri cenderung terkonsentrasi pada beberapa pusat sedangkan jumlah
industri yang masuk ke konsentrasi tersebut sebanding dengan luas daerah pasar
(diukur dengan jumlah penduduk) dan berhubungan terbalik dengan jarak antara
pusat dengan daerah pinggiran daerah pasar”.
• Bid Rent Theory
Teori ini dikenal juga sebagai teori lokasi pertanian. Pemilihan lokasi
perusahaan industri lebih banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan yang
bersangkutan untuk membayar sewa tanah. Teori ini berlaku untuk pemilihan lokasi
pada daerah perkotaan dimana harga dan sewa tanah sangat tinggi sehingga
merupakan bagian ongkos produksi yang cukup menentukan .
Kesimpulan dari Teori Bid Rent bahwa lokasi perusahaan industri akan sangat
ditentukan oleh titik kesamaan antara kemampuan perusahaan untuk membayar
sewa tanah (bid-rent) dan besarnya sewa tanah yang diinginkan oleh sipemilik
tanah (landrent).

• Pertumbuhan Desa

Teori pusat pertumbuhan ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas
melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan
menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari
perkotaan ke pedesaan.
Konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik.
Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu
memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat
memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect)
pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim
dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya
pada sektor industri).
Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin
ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle
down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi ketika kesejahteraan di
perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke
kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan perdesaan melalui
beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaanperusahaan besar.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down effect
(dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak terjadi
yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis
sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak
cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan
hirarki kota.

You might also like