You are on page 1of 129

Disiplin kerja dibicarakan dalam kondisi yang sering kali timbul bersifat negatif.

Disiplin
lebih dikaitkan dengan sangsi atau hukuman. Contohnya: bagi karyawan bank, keterlambatan
masuk kerja (bahkan dalam satu menit pun) berarti pemotongan gaji yang disepadankan
dengan tidak masuk kerja pada hari itu. Bagi pengendara sepeda motor, tidak mengunakan
helm berarti bersiap-siap ditilang polisi.

Disiplin dalam arti yang positif seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini.
Hodges (dalam yuspratiwi, 1990) mengatakan bahwa disiplin dapat diartikan sebagai sikap
seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah diterapkan.
Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah
laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.

Niat untuk mentaati peraturan menurut Suryohadiprojo (1989) merupakan suatu kesadaran
bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan organisasi tindakan tercapai. Hal itu berarti
bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya, sikap dan perilaku
untuk mentaati peraturan organisasi muncul dari dalam dirinya.

Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai
oleh berbagai inisiatif, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang
dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap
peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan
diri dengan peraturan-peraturan organisasi.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, sebelum masuk dalam sebuah organisasi, seorang
karyawan tentu mempunyai aturan, nilai, norma sendiri, yang merupakan proses sosialisasi
dari keluarga atau masyarakatnya. Seringkali terjadi aturan, nilai dan norma diri tidak sesuai
dengan aturan-aturan organisasi yang ada. Hal ini menimbulkan konflik sehingga orang
mudah tegang, marah, atau tersinggung apabila orang terlalu menjunjung tinggi salah satu
aturannya.

Misalnya, amir adalah orang yang selalu tepat waktu sementara itu iklim di organisasi kurang
menjunjung tinggi penghargaan terhadap waktu. Jika amir memegang teguh prinsip-
prinsipnya sendiri, ia akan tersisih dari teman sekerjanya. Ia sebaliknya, jika ikut arus, tetapi
juga tidak kaku. Ia jika perlu mempelopori kepatuhan terhadap waktu kepada teman
sejawatnya.

Berdasarkan pemahaman diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin kerja merupakan
suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk mentaati segala peraturan organisasi yang
didasari atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik indikator-indikator disiplin kerja sebagai


berikut (a) disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja
saja, misalnya datang dan pulang sesuai jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak
mencuri-curi waktu; (b) upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan
takut, atau terpaksa; (c) komitmen dan loyal pada organisasi yaitu tercermin dari berbagai
sikap dalam bekerja. Apakah karyawan dalam bekerja tidak pernah mengeluh, tidak berpura-
pura sakit, tidak manja, dan bekerja dengan semangat tinggi? Sebaliknya, perilaku yang
sering menunjukkan ketidakdisiplinan atau melanggar peraturan terlihat dari tingkat absensi
yang tinggi, penyalahgunaan waktu istirahat dan makan siang, meninggalkan pekerjaan tanpa
ijin, membangkang, tidak jujur, berjudi, berkelahi, berpura-pura sakit, sikap manja
berlebihan, merokok pada waktu terlarang dan perilaku yang menunjukkan kerja yang
rendah.

Daftar Pustaka:
Helmi, Avin Fadilla. Disiplin Kerja. Buletin Psikologi, Tahun IV, Nomor 2, Desember 1996.

Bahan Kuliah Manajemen SDM.Pengertian Disiplin Kerja Menurut pendapat Alex S.


Nitisemito(1984: 199) Kedisiplinan adalah suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yang
sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Menurut pendapat T.Hani Handoko (1994:208)Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk
menjalankan standar- standar organisasional.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan disiplin kerja adalah suatu usaha dari
manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun
ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.

T. Hani Handoko membagi 3 disiplin kerja(1994:208) yaitu:


a. Displin Preventif yaitu: kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar
mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan dapat dicegah.
b. Disiplin Korektif yaitu: kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplin.
c. Disiplin Progresif yaitu: kegiatan memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuan dari disiplin progresif
ini agar karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif sebelum mendapat hukuman
yang lebih serius.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu
perusahaan. Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
f. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawan
g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Hal-Hal yang Menunjang Kedisiplinan


Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjang
keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun
ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuan
untuk mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yang
kita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu
kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal mereka
dapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan atau
membiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa
peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat
menunjang tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga
keteladanan pimpinan harus diperhatikan.

Cara Menegakkan Disiplin Kerja


Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin
kerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambat
atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain yang dapat merusak
kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harus
dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti itu tidak terulang.
Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam suatu perusahaan:

a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika


Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan sampai
terlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif.
d. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini
Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan hams benar-benar tahu secara
pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.
c. Disiplin Harus Konsisten
Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukuman
yang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telah
lama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itu
sendiri.
d. Disiplin Harus Impersonal
Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi.
Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marah
dan emosinya reda sebelum mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraan
sebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna memperkuat jalinan
hubungan antara karyawan dan atasan.
e. Disiplin Harus Setimpal
Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak
pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukuman
terlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu
berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan prestasi.
Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

Pengertian Kedisiplinan

        Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul

kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin

mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan

sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian.

Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat

berperilaku tertib.

        Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik dan

mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,

pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pegawai dunia pendidikan

merupakan bagian dari tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang

mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam

informasi tentang wawasan Wiyatamandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap

mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma

yang berlaku dalam menunaikan tugas dan taggung jawab.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan. Kedisiplinan guru dan pegawai adalah

sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam

menjalankan tugasnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak

didiknya. Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan (pegawai),

merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap disiplin guru

dan tenaga kependidikan (pegawai) akan memberikan warna terhadap hasil pendidikan

yang jauh lebih baik.

 
 

1.                 

17
Macam – Macam Kedisiplinan

a.                                       Disiplin dalam Menggunakan Waktu

        Maksudnya bisa menggunakan dan membagi waktu dengan baik. Karena waktu

amat berharga dan salah satu kunci kesuksesan adalah dengan bisa menggunakan

waktu dengan baik

b.                                       Disiplin dalam Beribadah

        Maksudnya ialah senantiasa beribadah dengan peraturan-peratuaran yang

terdapat didalamnya. Kedisiplinan dalam beribadah amat dibutuhkan, Allah SWT

senantiasa menganjurkan manusia untuk Disiplin, sebagai contoh firman Allah SWT.

َ ‫صالَ تِ ِه ْم‬
‫ساه ُْو َن‬ َ ‫ فَ َو ْي ٌل لِّ ْل ُم‬.
َ ْ‫ اَلَّ ِذ ْي َن ُه ْم عَن‬.  ‫صلِ ْي َن‬
Artinya: “ Maka kecelakaanlah bagai orang-orang yang salta, (situ) orang-

orang yang lalai dari shalatnya”

 ( QS. Al-Ma`un:4-5 )

c.                                       Disiplin dalam Masyarakat

d.                                       Disiplin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

        Kedisiplinan merupakan hal yang amat menentukan dalam proses pencapaian

tujuan pendidikan, sampai terjadi erosi disiplin maka pencapaian tujuan pendidikan

akan terhambat, diantara faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah :

                      1)     Faktor tuntutan materi lebih banyak sehingga bagaimana pun jalannya, banyak

ditempuh untuk menutupi tuntutan hidup


                      2)                                       Munculnya selera beberapa manusia yang ingin terlepas dari ikatan

dan aturan serta ingin sebebas-bebasnya

                      3)                                       Pola dan sistem pendidikan yang sering berubah

                      4)                                       Motivasi belajar para peserta didik dan para pendidik menurun

                      5)     Longgarnya peraturan yang ada

Pada dasarnya disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan belajar dan

mengajar yang teratur serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin

merupakan proses pendidikan dan pelatihan yang memadai, untuk itu guru

memerlukan pemahaman tentang landasan Ilmu kependidikan akan keguruan sebab

saat ini banyak terjadi erosi sopan santun dan erosi disiplin.

Macam-macam bentuk disiplin selain seperti yang disebutkan diatas, disiplin juga

terbagi menjadi:

a.         Disiplin Diri Pribadi

        Apabila dianalisi maka disiplin menganung beberapa unsur yaitu adanya sesuatu

yang harus ditaati atau ditinggalkan dan adanya proses sikap seseorang terhadap hal

tersebut. Disiplin diri merupakan kunci bagi kedisiplinan pada lingkungan yang lebih

luas lagi. Contoh disiplin diri pribadi yaitu tidak pernah meninggalkan Ibadan lepada

Tuhan Yang Maha Kuasa

b.        Disiplin Sosial

        Pada hakekatnya disiplin sosial adalah Disiplin dari dalam kaitannya dengan

masyarakat atau dalam hubunganya dengan. Contoh prilaku disiplin social hádala

melaksanakan siskaling verja bakti. Senantiasa menjaga nama baik masyarakat dan

sebagaiannya.

c.         Disiplin Nasional


        Berdasarkan hasil perumusan lembaga pertahanan nasional, yang diuraikan dalam

disiplin nasional untuk mendukung pembangunan nasional. Disiplin nasional diartikan

sebagai status mental bangsa yang tercemin dalam perbuatan berupa keputusan dan

ketaatan. Baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma

kehidupan yang berlaku.

      Disiplin Nasional pada hakekatnya mencakup hal-hal :

a)    Terbitnya kesadaran masyarakat dan aparat penyelenggaraan terhadap arti

pentingnya disiplin negara.

b)   Tertibnya ketaatan bangsa kepada aturan hukum

c)    Terbentuk sistem perilaku demokrasi Konstitusi yang efektif dan efisien

Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin nasional

                           1)          Menerima pancasila sebagai satu-satunya asas dalam berbangsa,

bermasyarakat dan bernegara.

                           2)          Kita telah memiliki berbagai peraturan yang kita yakini kebenarannya

                           3)          Kita telah memahami. menghayati dan mengamalkan Pancasila

                           4)          Partisipasi masyarakat terhadap pembangunan

Faktor-faktor penghambat terhadap disiplin nasional

                      1)          Banyaknya pengaruh liberalisme, sosialisme, komunisme, panatisme yang

berlebihan

                      2)          Teladan pemimpinan yang tidak memuaskan

                      3)          Banyaknya aspirasi masyarakat yang tidak terpenuhi.

Upaya menumbuhkan disiplin nasional

                      1)          Keteladanan


                      2)          Teguran

                      3)          Sanksi yang tepat

Contoh pelaksanaan disiplin nasional dalam kehidupan sehari-hari:

                      1)          Masuk dan keluar kantor sesuai waktunya

                      2)          Menindak pelanggaran peraturan lalu lintas

                      3)          Mengenakan sanksi bagi wajib pajak yang tidak patuh.

Pada dasarnya ada dua dorongan yang mempengaruhi disiplin :

                      1)          Dorongan yang datang dari dalam diri manusia yaitu dikarenakan adanya

pengetahuan, kesadaran, keamanan untuk berbuat disiplin

                      2)          Dorongan yang datangnya dari luar yaitu dikarenakan adanya perintah,

larangan, pengawasan, pujian, ancaman, hukuman dan sebagainya.

3. Faktor-faktor  yang Mempengaruhi Kedisiplinan Guru

Menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyam dalam Bukunya kemampuan Dasar

Guru Dalam Proses belajar Mengajar, mengemukakan bahwa ada beberapa indikator agar

disiplin dapat membina dan dilaksanakan dalam proses pendidikan sehingga waktu

pendidikan dapat ditingkatkan yaitu sebagai berikut :

a.       Melaksanakan tata tertib dengan baik, baik bagi guru maupun baik bagi siswa, karena

tata tetib yang berlaku merupakan aturan dalam ketentuan yang harus ditaati oleh

siapa pun demi kelancaran proses pendidikan itu, yaitu:

1)                          Patut terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan.

2)                          Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku disekolah atau lembaga

pendidikan tertentu. Contohnya menggunakan kurikulum yang berlaku atau

membuat satuan pelajaran.


3)                          Tidak membangkang pada peraturan yang berlaku, baik bagi para

pendidik maupun bagi peserta didik. Contohnya membuat PR bagi peserta didik.

4)                          Tidak suka membohong.

5)                          Bertingkahlaku yang menyenangkan.

6)                          Rajin dalam belajar mengajar.

7)                          Tidak suka malas dalam belajar mengajar.

                          Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi sendiri.

9)                          Tepat waktu dalam belajar mengajar.

10)                      Tidak pernah keluar saat belajar mengajar.

11)                      Tidak pernah membolos saat belajar mengajar.

b.      Tata terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku, meliputi :

1)                          Menerima menganalisa dan mengkaji berbagai pembaruan pendidik.

2)                          berusaha menyesuaikan dengan situai dan kondisi pendidikan yang ada.

3)                          Tidak membuat keributan didalam kelas.

4)                          Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

5)                          Membantu kelancaran proses belajar mengajar.

c.       Menguasai diri dan intropeksi.

        Dengan melaksanakan indikator –indikator yang dikemukakan diatas sudah

barang tentu disiplin dalam proses pendidikan dapat telaksana dan kedisiplinan dalam

proses belajar mengajar dapat terlaksana dan kedisiplinan guru dapat ditigkatkan.

Selain beberapa indikator supaya disiplin dapat terlaksana, adapun hal yang perlu

diperhatikan yakni langkah-langkah untuk menanamkan kedisiplinan guru disekolah

yang meliputi :

1)                          Dengan Pembiasaan


        Guru dan para pegawai (staf) untuk melakukan hal-hal dengan tertib, keluar

dan teratur. Kebiasaan-kebiasaan ini akan berpengaruh besar terhadap ketertiban

dan keteraturan dalam hal-hal lain

2)                          Dengan contoh dan teladan

        Dalam hal ini guru, kepala sekolah beserta staf maupun orang tua sekalipun

harus menjadi contoh dan teladan bagi anak-anaknya. Jangan membiasakan

sesuatu kepada anak tetapi dirinya sendiri tidak melaksanakan hal tersebut. Hal

tersebut akan menimbulkan rasa tidak adil dihati anak, rasa tidak senang dan

tidak ikhlas melakukan sesuatu yang dibiasakan, akan berakibat bawha

pembiasaan itu sebagai pembiasaan yang dipaksakan dan sulit sekali menjadi

disiplin yang tumbuh secara alami dari dalam diri atau dari dalam lubuk hati

nurani sebagai pembiasaan lingkunganya

3)                          Dengan Penyadaran

        Guru pegawai (staf) harus diberikan penjelasan-penjelasan tentang

pentingnya nilai dan fungsi dari peraturan-peraturan itu dan apabila kesadaran itu

lebih timbul berarti pada guru telah timbul disiplin

4)                          Dengan Pengawasan

        Pengawasan bertujuan untuk menjaga atau mencegah agar tidak terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan. Pengawasan harus terus-menerus dilakukan,

terlebih lagi dalam situasi-situasi yang sangat memungkinkan bagi guru dan para

staf untuk berbuat sesuatu yang melanggar tata tertib sekolah.

        Menurut Aim Abdul Karim dalam Buku PPKN 2 untuk SMU kelas 2 menyebutkan

bahwa ada beberapa indikator untuk menanamkan Disiplin dalam kehidupan yaitu :
a.                                                               Pembiasaan

b.                                                               Pengawasaan

c.                                                               Perintah

d.                                                               Larangan

e.                                                               Ganjaran hukuman

        Langkah-langkah tersebut umumnya dilakukan untuk mencegah terjadinya

pelanggaran, lalu apa yang harus ditempuh untuk menanamkan kedisiplinan guru jika

guru telah ”Telanjur” melakukan pelanggaran (Titik Disiplin). Sehubungan dengan itu

dikemukakan alat pendidikan represif. Alat pendidikan represif diadakan bila terjadi

sesuatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan peraturan-peraturan.

Cara yang ditempuh adalah dengan melakukan langkah-langkah seperti :

a.    Pemberitahuan

       Pemberitahuan di sini adalah pemberitahuan kepada guru atau staf yang telah

melanggar peraturan tetapi ia belum mengetahui bahwa perbuatannya itu adalah

melanggar.

b.    Teguran

        Teguran diberikan kepada guru dan staf yang baru satu dua kali melakukan

pelanggaran atau tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya sesuai tata laksana

sekolah.

c.    Peringatan

        Peringatan diberikan kepada guru dan staf yang telah beberapa kali melakukan

pelanggaran dan telah diberikan teguran pula atas pelanggarannya. Dalam


memberikan peringatan ini biasanya disertai dengan ancaman akan sangsinya,

bilamana terjadi pelanggaran lagi.

d.    Hukuman

        Hukuman ialah tindakan yang paling akhir diambil apabila teguran dan

peringatan belum mampu untuk dicegah oleh guru atau para staf tidak diindahkan hal-

hal yang mengarah kepada disiplin guru.

e.    Ganjaran

        Ganjaran adalah alat pendidikan yang paling menyenangkan. Ganjaran yang

telah diberikan kepada guru yang telah menunjukan hasil baik dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar sekaligus menerapkan prilaku dan kepribadian yang mulia.

            Demikian beberapa indikator yang amat perlu diperhatikan supanya

kedisiplinan guru dan pegawai (staf) dapat tumbuh dan berkembang pada hati nurani

setip guru dan pegawai (staf). Sehingga tujuan dari pada pendidikan mudah tercapai.

Disiplin merupakan salah satu alat penentuan keberhasilan pencapaian tujuan dari

pendidikan.

            Allah    SWT pada dasarnya telah mengajarkan kepada manusia tentang

kedisiplinan. Sebagai contoh kita perhatikan Firman-Nya

‫صلَواةَ فَأ َ ْذ ُك ُر ْوا هللاَ قِيَ ًما َوقُ ُع ْو ًدا َو َعلَى ُجنُ ْوبِ ُك ْم فَإِ َذا اَ ْط َمأْنَ ْنتُ ْم‬ َ َ‫فَإِ َذا ق‬
َّ ‫ض ْيتُ ُم ال‬
‫صلَواةَ َكانَتْ َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِ ْي َن ِكتَبًا َّم ْوقُ ْوتًا‬ َّ ‫فَأَقِ ْي ُم ْوا ال‬.
Artinya: ”Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat-mu ingatlah Allah di waktu
berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabil kamu telah
merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman”             ( QS. An-Nisa: 103 )
 

Reverensi :
1). DEPAG RI UU RI, Guru dan Dosen tentang SISDIKNAS, bab I, pasal I (Jakarta, 2006),
h. 2

2).DEPAG RI. UU RI PP RI Tentang Pendidikan bab I pasal I (Jakarta, 2006), h. 5

 Share this:
 Reddit

Entri ini dituliskan pada April 19, 2009 pada 3:44 am dan disimpan dalam pendidikan
sekolah. Bertanda: disiplin, disiplin dalam agama, disiplin dalm sekolah, disiplin guru,
disiplin nasional, kedisiplinan, macam-macam disiplin, pengawasan, pengertian disiplin,
peraturan, tata tertib. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0
pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

Like
Be the first to like this post.

21 Tanggapan - tanggapan ke “Pengertian Kedisiplinan”

1.

Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan
pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan
bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya
manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan pendidikan.

Untuk itu dalam menunjang kegiatan guru diperlukan iklim sekolah yang kondusif dan hubungan
yang baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga
administrasi dan siswa. Serta hubungan baik antar unsur-unsur yang ada di sekolah dengan orang
tua murid/masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas, maka kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia
pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global
semakin ketat. Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja
itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi disamping cara-cara yang lain.

Winardi (2001: 207) menyatakan Motivasi merupakan suatu


kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat
dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar
yang pada intinya sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter, yang
dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, hal mana
tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan
Motivasi juga bukan merupakan hal yang mudah dilakukan,
karena seorang pimpinan sulit untuk mengetahui kebutuhan (needs) dan
keinginan (wants) yang diperlukan oleh seorang bawahan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Motivasi bukan timbul dari dalam diri
manusia saja melainkan juga dari kekuatan-kekuatan lingkungan yang
mempengaruhi individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan tujuan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dicapai. Dorongan
tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi individu kalau
tidak diarahkan, baik oleh diri sendiri maupun orang lain yang juga
mengetahui potensi-potensi yang dimiliki oleh individu tertentu.
Dorongan kearah positif akan meningkatkan hasil yang optimal bagi diri
sendiri maupun orang lain yang merupakan rekan kerja maupun yang
berada di luar lingkungan kerja tersebut. Sebaliknya, kalau yang terjadi
adalah dorongan kearah negatif, maka yang terjadi adalah kerugian dari
kegiatan-kegiatan yang dijalankan baik untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain dan lingkungan sekitarnya sehingga dampak seperti ini harus diarahkan kembali kearah
positif demi kepentingan yang sebenarnya untuk kemajuan.

Ada berbagai macam motivasi dalam diri manusia yang tergantung kepada kebutuhan mana yang
akan diutamakan. Apabila kebutuhan utama tersebut telah terpenuhi maka akan timbul kebutuhan
lain yang sebelumnya dimiliki, sehingga akan berlanjut terus sampai kepada kebutuhan yang belum
pernah dimiliki oleh orang lain. Artinya, manusia dapat saja menggunakan orang lain sebagai
patokan terhadap suatu kebutuhan untuk memotivasi mencapai hal yang sama tetapi dapat juga
untuk mencapai hal-hal lain karena berbeda terhadap sesuatu yang diinginkan. Manusia umumnya
cenderung mendapatkan sesuatu yang sama atau berbeda dengan orang lain bila kondisi internal
maupun kondisi eksternal mendukung kearah tersebut. Hal ini yang secara tidak langsung
menunjukkan kuatnya motivasi berupa kemampuan diri guna meraih apa yang pernah maupun yang
belum pernah diraih oleh orang lain atau dengan kata lain bahwa individu tersebut juga mempunyai
kemampuan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, motivasi yang diharapkan dari guru adalah
bahwa fungsi dari motivasi tersebut dapat mempengaruhi kinerja guru. Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya gairah kerja guru, agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan
segenap kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Para guru
mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi tersebut akan dilepaskan atau digunakan
tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.

Dalam Hasibuan (2003:162-163), Mc. Clelland mengemukkan teorinya yaitu Mc. Clelland's
Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Prestasi Mc. Clelland. Teori ini berpendapat
bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang
tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan oleh : (1) kekuatan motif dan
kekuatan dasar yang terlibat, (2) harapan keberhasilannya, dan (3) nilai insentif yang terletak pada
tujuan. Menurut pendapat dari Maslow yang dikenal dengan "Teori Kebutuhan Manusia" adalah
bahwa seseorang mempunyai lima (5) tipe kebutuhan dan kebutuhan ini akan digunakan untuk
menyusun hirarki. Artinya, kebutuhan dibangun atas dasar dari bawah keatas atau dengan kata lain
bahwa kebutuhan harus dipenuhi sebelum dipicu oleh kebutuhan selanjutnya. Adapun kebutuhan
tersebut adalah kebutuhan :

1. Fisiologis
2. Kebutuhan Kemanan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi diri

Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka seseorang akan termotivasi dalam


melakukan serta menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya termasuk profesi sebagai guru. Teori
ini menyatakan bahwa seseorang berperilaku karena didorong oleh adanya keinginan untuk
memperoleh pemenuhan dalam bermacam-macam kebutuhan.
Berbagai kebutuhan yang dinginkan oleh seseorang berjenjang, artinya apabila kebutuhan pada
jenjang pertama telah dapat dipenuhi, maka kebutuhan jenjang kedua akan mengutamakan apabila
kebutuhan pada jenjang kedua telah dapat dipenuhi, maka kebutuhan jenjang ketiga akan menonjol,
demikian seterusnya sampai dengan kebutuhan jenjang kelima. Jika kebutuhan guru tersebut
terpenuhi berarti guru memperoleh dorongan dan daya gerak untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan baik. Ini berarti kinerja guru dapat tercapai dengan baik. Kinerja yang tercapai dengan baik
itu terlihat dari guru yang rajin hadir di sekolah dan rajin dalam mengajar, guru mengajar dengan
sungguh-sungguh menggunakan rencana pelajaran, guru mengajar dengan semangat dan senang
hati, menggunakan media dan metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran, melakukan
evaluasi pengajaran dan menindaklanjuti hasil evaluasi. Apa yang dilakukan oleh guru ini akan
berdampak kepada keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan pengamatan penulis yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi faktual di lingkungan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kota Ternate, yang terlihat masih ada guru yang bekerja
sampingan diluar sekolah, masih ada guru yang belum mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilakukan
untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan guru, masih ada guru yang datang terlambat,
tidak masuk mengajar tanpa ijin, guru yang mengajar tidak mempunyai persiapan mengajar atau ada
persiapan mengajar namun tidak lengkap. Fenomena yang terjadi diatas bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, namun penulis hanya melihat dari faktor motivasi yang didasarkan pada teori
Malsow yang terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan kemanan, kebutuhan sosial, kebutuhan
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Dari uraian diatas penulis mengambil judul : “Pengaruh
Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Guru SMK Negeri 1 Kota Ternate”.
s.com weblog

Manajemen SDM Pendidikan

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN

Salah satu bidang penting dalam Administrasi/Manajemen Pendidikan adalah berkaitan

dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu Pendidik

seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif. Intensitas dunia

pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting

antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan dengan

pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:

”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is
the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense
that their products are human and their processes require the sosializing of humans”

ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam

proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia

merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di

sekolah.

Sumberdaya manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing,

and able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635). Oleh karena itu

Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan

pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja mereka agar dapat

memberi sumbangan bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan

berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.

Meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan

terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini
berarti bahwa manajemen Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk

keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson,

1997:32), aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi penting dalam suatu

perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa

mereka, mengembangkan keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan

menjamin mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang

sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin, 1999:8). Menurut Barney

(Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif

secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi SDM dalam organisasi.

Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang mengatur proses

pemanfaatan Sumber Daya Manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk

mencapai suatu tujuan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu pengakuan terhadap

pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat menentukan

dalam suatu organisasi, dan perlu terus dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi

yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.

Dalam era yang penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh manajemen

Sumber Daya Manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan cepat dan meliputi

masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan sumber-sumber lain menurut

Mathis (2001:4) dapat disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh manajemen Sumber Daya

Manusia adalah sebagai berikut (a) perekonomian dan perkembangan teknologi; (b) ketersediaan

dan kualitas tenaga kerja; (c) kependudukan dengan masalah-masalahnya; (d) restrukturisasi

organisasi. Oleh karena itu mengelola Sumberdaya manusia menjadi sesuatu yang sangat

menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak

pada kesulitan organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan


Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang akan menentukan pada kinerja

organisasi, ketepatan memanfaatkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia serta

mengintegrasikannya dalam suatu kesatuan gerak dan arah organisasi akan menjadi hal penting

bagi peningkatan kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk lebih memahami

bagaimana posisi Manajemen SDM dalam konteks organisasi diperlukan pemahaman tentang

makna Manajemen SDM itu sendiri, agar dapat mendudukan peran Manajemen SDM dalam

dinamika gerak organisasi.

Tabel 1.

Pendapat Pakar tentang Manajemen Sumber daya Manusia

No Pengertian Manajemen SDM Pendapat


1. Human Resource management is the management of people. Wherther & Davis
Human Resource management is the responsibility of every
manager. Human Resource management take place within a (1993:28)
large system: Organization. Human Resource management can
increase its contribution to employees, manager, and the
organization by anticipating challenges before they arise
2. Human Resource Management is the part of organization that is De Cenzo&
concerned with the people dimension Robbin

(1999:8)
3. The utilization of the firm’s human assets to achieve Mondy dan Noe
organizational objectives (Susilo,2002:5)
4. Manajemen Sumberdaya Manusia berhubungan dengan sistem Mathis dan Jackson
rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan (2001:4)
efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk
mewujudkan tujuan/sasaran yang telah ditentukan oleh suatu
organisasi
5. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan penerapan Mangkuprawira
pendekatan SDM di mana secara bersama-sama terdapat dua
tujuan yang ingin dicapai, yaitu (1) tujuan untuk perusahaan (2003:14)
dan (2) untuk karyawan
6. Human resource management (HRM) refers to the policies, Noe, et.al (2006:5)
practices, and system that influence employees’ behaviour,
attitudes, and performance
7. Human resources management is the function performed in Ivancivich (2007:4)
organization that facilitate the most effective use of people
(employee) to achieve organizational and individual goals
Adapun lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi aktivitas yang berhubungan

dengan Sumber Daya Manusia dalam organisasi. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia terbagi

atas, “fungsi manajemen yang meliputi planning, organizing, actuating, controlling dan fungsi

operasional yang meliputi procurement, development, kompensasi, integrasi, maintenance,

separation” (Cahyono,1996:2)

Fungsi perencanaan (planning) merupakan penentu dari program bagian personalia yang

akan membantu tercapainya sasaran yang telah disusun oleh perusahaan. Fungsi pengorganisasian

(organizing) merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi, dimana setelah fungsi

perencanaan dijalankan bagian personalia menyusun dan merancang struktur hubungan antara

pekerjaan, personalia dan faktor-faktor fisik. Fungsi actuating, pemimpin mengarahkan karyawan

agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan

pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi. Fungsi pengendalian (controlling) merupakan

upaya untuk mengatur kegiatan agar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumrrya.

Funggsi pengadaan tenaga kerja (procurement) yang berupaya untuk mendapatkan jenis

dan jumlah karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Fungsi pengembangan

(development) harus dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan mereka melalui pendidikan

dan pelatihan untuk meningkatkan prestasi kerja. Fungsi integrasi (integration) merupakan usaha

untuk mempersatukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi, sehingga tercipta

kerjasama yang baik dan sating menguntungkan. Fungsi pemeliharaan (maintenance) tenaga kerja

yang berkualitas perlu dilakukan agar mereka mau tetap bekerja sama dan loyal terhadap

organisasi. Fungsi pemberhentian (separation) yang merupakan putusnya hubungan kerja

seseorang dengan perusahaan karena alasan-alasan tertentu.

Menurut Lunenburg dan Ornstein (2004:53), dalam proses Manajemen Sumberdaya

Manusia terdapat enam program yaitu :


1. Human resource planning

2. Recruitment

3. Selection

4. Professional develepment

5. Performance appraisal

6. Compensation

Human resource planning merupakan perencanaan Sumberdaya Manusia yang melibatkan

pemenuhan kebutuhan akan personel pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan

perlu melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan personil.

Recruitment adalah paya pemenuhan personil melalui pencarian personil yang sesuai dengan

kebutuhan dengan mengacu pada rencana Sumber Daya Manusia yang telah ditentukan. Kemudian

dari pendaptar yang diperoleh dalam rekrutmen, dilakukanlah selection untuk menentukan

persenonil yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.

Apabila Personil yang dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya Manusia

yang amat diperlukan adalah Professional development atau pengembangan profesional yang

merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat

memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi. Dalam hubungan ini maka

diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance appraisal) sebagai upaya untuk

memahami bagaimana kondisi kinerja personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam

menentukan kebijakan kompensasi (compensation) serta pengembangan karir personil.

Manajemen Sumberdaya manusia dalam suatu organisasi pada dasarnya hanyalah suatu cara atau

metode dalam mengelola Sumber Daya Manusia agar dapat mendukung dalam pencapaian tujuan

organisasi, melalui upaya-upaya yang dapat mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia

menjalankan peran dan tugasnya dalam suatu organisasi, oleh karena itu tujuan dari Manajemen
Sumber Daya Manusia adalah memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam

organisasi untuk bekerja dengan baik dalam mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Wherther dan

Davis (1993:10) ”the purpose of human resources management is to improve the productive

contribution of people to the organization in an ethical and sosially responsible way”. Sementara itu

secara rinci Wherther dan Davis (1993:11) menyatakan bahwa tujuan dari pada manajemen

sumberdaya manusia adalah :

a. ”Societal objective. To be ethically and sosially responsible to the needs and challange
of society while minimizing the negative impact of such demand upon thr organization

b. Organizational objective. To recognize that human resource management exists to


contribute to organizational effectiveness. Human resource management is not an end
in itself; it is only a means to assist the organization with its primary objectives. Simply
stated, the departement exists to serve the rest of the organization

c. Functional objective. To maintain the department’s contribution at a level appropriate


to the organization’s needs. Resourcesare wasted when human resource management
is more or less sophisticated than the organization demand. The department’s level of
service must be tailored to the organization it serve

d. Personal objective. To assisst employees in achieving their personal goal, at least


insofar as these goals enhance the individual’s contribution to the organization.
Personal objective of employees must be met if workers are to be maintained,
retained, and motivated. Otherwise, employee performance and satisfaction may
decline, and employees may leave the organization”

Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai salah satu bagian dari Manajemen Organisasi

secara keseluruhan jelas akan berpengaruh pada bidang-bidang manajemen lainnya, karena pada

dasarnya semua organisasi itu bergerak dan berjalan karena adanya aktivitas dan kinerja Sumber

Daya Manusia yang bekerja dalam organisasi.

Dengan demikian nampak bahwa manajemen sumberdaya manusia sangat penting

peranannya dalam suatu organisasi termasuk dalam lembaga pendidikan seperti sekolah yang juga

memerlukan pengelolaan Sumberdaya manusia yang efektif dalam meningkatkan kinerja

organisasi. Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya berimplikasi pada
perlunya sekolah mempunyai Sumber Daya Manusia pendidikan baik Pendidik maupun Sumber

Daya Manusia lainnya untuk berkinerja secara optimal, dan hal ini jelas berakibat pada perlunya

melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal

seperti kualifikasi dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif

di era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas Sumber Daya Manusia yang makin meningkat

yang mempunyai sikap kreatif dan inovatif serta siap dalam menghadapi ketatnya persaingan.

Definisi, Pengertian, Tugas & Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia /


SDM - Ilmu Ekonomi Manajemen - Manajer MSDM
Tue, 04/07/2006 - 11:28am — godam64

Definisi, Pengertian, Tugas & Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia / SDM - Ilmu
Ekonomi Manajemen - Manajer MSDM

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada
ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau
dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department.

Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-
orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi
memerlukannya.

Departemen Sumber Daya Manusia Memiliki Peran, Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab :

1. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja / Preparation and selection

a. Persiapan
Dalam proses persiapan dilakukan perencanaan kebutuhan akan sumber daya manusia dengan
menentukan berbagai pekerjaan yang mungkin timbul. Yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan perkiraan / forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain
sebagainya.
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan persiapan, yaitu faktor internal
seperti jumlah kebutuhan karyawan baru, struktur organisasi, departemen yang ada, dan lain-
lain. Faktor eksternal seperti hukum ketenagakerjaan, kondisi pasa tenaga kerja, dan lain
sebagainya.

b. Rekrutmen tenaga kerja / Recruitment


Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh,
manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan.
Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan /
job description dan juga spesifikasi pekerjaan / job specification.

c. Seleksi tenaga kerja / Selection


Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian
banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima
berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar.
Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan
yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat
terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi
lainnya.

2. Pengembangan dan evaluasi karyawan / Development and evaluation

Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang
menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Untuk itu diperlukan suatu pembekalan agar tenaga
kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta
meningkatkan kinerja yang ada. Dengan begitu proses pengembangan dan evaluasi karyawan
menjadi sangat penting mulai dari karyawan pada tingkat rendah maupun yang tinggi.

3. Memberikan kompensasi dan proteksi pada pegawai / Compensation and protection

kompensasi adalah imbalan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau
perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar
tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan
kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun
dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan
kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan
kontribusi perkerja tersebut dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu. Kompensasi atau
imbalan yang diberikan bermacam-macam jenisnya yang telah diterangkan pada artikel lain
pada situs organisasi.org ini.

 ekonomi manajemen

1. A. Pengertian Disiplin

Disiplin sangat penting artinya bagi kehidupan manusia, karena itu, ia harus ditanamkan
secara terus-menerus agar disiplin menjadi kebiasaan. Orang-orang yang berhasil dalam
bidang pekerjaan, umumnya mempunyai kedisiplinan yang tinggi, sebaliknya orang yang
gagal umumnya tidak disiplin.

Makna disiplin secara istilah bedrasal dari istilah bahasa inggris yaitu: “dicipline berarti: 1)
Tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri ; 2). Latihan
membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau
karakter moral: 3). Hukuman yang diberikan untuk melatih memperbaiki: 4). Kumpulan atau
sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku:[1]

Dengan demikian maka disiplin dapat diartikan sebagai suatu kepatuhan dan ketaatan yang
muncul karena adanya kesadaran dan dorongan yang terjadi dalam diri orang itu.

Menurut IG Wursanto dalam buku Dasar-Dasar Manajemen Personalia merumuskan


“Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan dan pengendalian diri yang rasional, sadar penuh,
tidak memaksakan perasaan sehingga tidak emosional”.[2]

Jadi, disiplin merupakan sutau proses latihan dan belajar untuk meningkatkan kemampuan
dalam bertindak, berfikir dan bekerja yang aktif dan kreatif. Disiplin juga merupakan
suatukepatuhan dari orang-orang dalam suatu organisasi terhadap peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan sehingga menimbulkan keadaan tertib.

Demikian juga pendapat searah dilontarkan oleh A.Tabrani Rusyan, dkk. Yang menyatakan
bahwa disiplim adalah:” suatu perbuatan yang mentaati, mematuhi tertib akan aturan, norma
dan kaidah-kaidah yang berlaku baik dimasyarakat maupun ditempat kerja”.[3]

Sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

‫ياأيّها الذين أ َمنُوا أط ْي ُعوا هللا و أطيعوا ال ّرسول وأولي األمر منكم‬

Artinya: “ Hai oarang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-RasulNya, dan
Ulil Amri di antara kamu…”(QS. An-Nissa:59).[4]

Apa yang diterangkan dalam ayat tersebut diperjelas lagi dalam hadist yang berbunyi:

Artinya: “ Dari ibnu Umar Ra dari Nabi SAW, berkata: Seorang muslim wajib mendengarkan
dan taat pada perintah yang disukainya maupun tidak, kecuali bila ia diperintah mengerjakan
kemasiatan maka ia wajib mendengar dan taat”.(HR. Mutafaqa’laihi).[5]
Berdasarkan pernyataan tersebut kiranya jelas bahwa disiplin adalah sutau keadaan, dimana
sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan semestinya, serta tiada suatu
pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung, selama peraturan-
peraturan itu tidak melanggar norma-norma agama.

Menurut Emile Durkheim disiplin tidak dipandang sebagai paksaan semata, sekurang-
kurangya karena dua alasan. Pertama ia menetapkan memberi cara-cara respons yang pantas,
tanpa mana tatanan dan kehidupan yang terorganisasi tidak mungkin. Ia membebaskan kita
dari keharusan setiuap saat menyusun cara pemecahan. Kedua, ia memberi jawaban kepada
kabutuhan individu akan pengekangan, yang mungkin si individu mencapai, secara berturut-
turut, tujuan-tujuan tertentu. Tanpa pembatasan seperti itu, ia tak bisa tidak akan menderita
karena frustasi dan kecewa sebagai akibat dari keinginan yang tidak ada batasnya.[6]

Berkaitan dengan konsep di atas, Tulus Tu’u menguraikan tentang konsep disiplin tersebut
sebagai berikut:

1. Disiplin Otoritarian

Disiplin ini adalah pengendalian tingkah laku seseorang. Orang yang berada dalam
lingkungan disiplin ini diminta mematuhi dan mentaati peraturan yang telah disusun dan
barlaku dan berlaku di tempat itu.

1. Disiplin Permissive

Dalam disiplin ini seseorang dibiarakan bertindak menurut keinginannya dan dibebaskan
untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang di ambilnya,
serta barakibat pelanggaran norma atau aturan yang berlaku dan tidak diberi sanksi.

1. Disiplin Demokratis

Disiplin demokratis ini berusaha mengembangkan disiplin yang muncul atas kesadaran diri
sehingga seseorang dapat memiliki disiplin diri yang kuat dan mantap.[7]

Menurut Ali Imron disiplin guru adalah:”suatu keadaan tertib da teratur yang dimiliki oleh
guru dalam bekerjka di sekolah, tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap dirinya, teman sejawatnya, dan terhadap
sekolah secara keseluruhan”.[8]

Sebagian besart guruy di Indonesia adalah Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena mereka adalah
Pegawai Negeri Sipil, maka ia wajib menjalankan disiplin sebabagaimana peraturang
perundang-undangan yang berlaku, salah satu peraturan antara lain adalah peraturan
pemerintah No 30 Tahun 1980, tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil antara lain:

1. Peraturan Disiplin pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan
dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar.
2. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan atau perbuatan pegawai negeri sipil yang
melanggar ketentuan peraturan disiplin Pegawai Negeri sipil, baik yang dilakukan diu dalam
maupun di luar jam kerja.
3. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan krpada Pegawai Negeri Sipil karena
melanggar peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
4. Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan
hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil.[9]

Pengertian Guru

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberi ilmu pengetahuan
kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orng yang melaksanakan
pendidikan di tempat tertentu, tidfak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di
masjid, di surau atau mushalla di rumah, dan sebaganiya.

Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang membuat


guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa
gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian
mulia.

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas, dalam bentuk
pengabdian. Apabila kita kelompokan terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam
profesei tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Tugas guru dalam
profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan nilai-nilai
hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
tekhnoplogi. Sedfangkan melatih mengembangkan ketrampilan-keterampilan pada siswa.[10]

Syaiful bahri Djamarah mengatakan “ di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang
juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini mempunya tugas mendidik dan masyarakat
untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila. Memang tidak dapat
dipungkiri bila guru mendidik anak didik anak didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa
Indonesia”.[11]

Keberhasilan melaksanakan KBK(Kurikulum Berbasis Kompetensi) saat tergantung pada


guru. Mengapa demikian? Sebab guru merupakan ujung tombak dalam proses pembelajaran.
Bagaimanapun sempurnanya sebuah kurikulum tanpa didukung oleh kemampuan guru, maka
kurikulum itu hanya sesuatu yang tertulis yang tidak memiliki makna. Oleh karena itulah,
guru memilki peran yang sangat penting dalam proses implementasi kurikulum.[12]

Dalam pengajaran guru pun memiliki peran, antara lain:

1. Organisasi kegiatan belajar mengajar


2. Sumber informasi (nara smber) bagi siswa.
3. Motivasi bagi siswa umtuk belajar
4. Penyediaan materi dan kesempatan belajar bagi siswa
5. Pembimbing, kegiatan belajar bagi siswa.[13]
6. B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Guru

Ada beberapa faktor yang menyebabkan merosotnya disiplin seperti yang di kemukakan oleh
IG Wursanto yaitu, meliputi Faktor Kpemimpinan, faktor Kebutuhan, Faktor Pengawasan.
Dan disini akan menjelaskan ketiga faktor diatas.

1. Faktor Kepemimpinan
Kepemimpoinan adalah mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran,
perasaan atau tindakan dari tingkah laku orang lain.

1. Faktor Kebutuhan

Pegawai tidak hanya menuntut terpenuhinya kebutuhan ekonomis, tetapi kebutuhan sosial
dan psikologis perlu diperhatikan pula.

1. Faktor Pengawasan

Faktor pengawasan atau controlling sangat penting dalam usaha mendapatkan disiplin kerja
yang tinggi.

Untuk menegakkan disiplin kerja guru perlu dilaksanakan pengawasan yang sifatnya
membantu setiap personil agar selalu melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab masing-masing.[14]

Sedangkan menurut Suroso mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi di siplin guru


antara lain: moril semangat kerja pegawai, klesejahteraan pegawai, dengan suasana kerja
yang harmonis.

1. Moril atau semangat pegawai kerja

Seorang pegawai akan patuh terhadap disiplin kerja yang telah di sepakati apabila moril atau
semangat kerja mereka tinggi. Sebaliknya apabila seorang pegawai mempunyai moril yang
rendah maka ia akan berbuat tidak sesuai dengan peraturan yang di sepakati.

1. Kesejahteraan Pegawai

Kesejahteraan adalah keinginan tetap setiap manusia, kesejahteraan selalu dikaitkan dengan
terpenuhinya segala kebutuhan. Untuk kesejahteraan pegwai wajib memberikan intensif
finansial sebagai imbalan jasa yang telah mereka berikan kepada perusahaan.

1. Suasana kerja yang harmonis

Suasana kerja yang harmonis ditandai dengan komunikasi yang lancar, pentilasi yang cukup,
letak peralatan yang teratur, yang dapat membantu pegawai berbuat disiplin.[15]

Berbeda dengan pendapat Tulus Tu’u, mengemukakan bahwa ada empat hal yang dapat
mempengaruhi dan membentuk disiplin seseorang di antaranya:

Mengikuti dan menaati peraturan, kesadaran diri, alat pendidikan, hukuman. Keempat faktor
ini merupakan faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin dengan alasan
sebagai berikut:

1. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting  bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif yang sangat kuat terwujudnya
disiplin.
2. Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktek atas peratuiran-peraturan
yang mengatur perilaku individunya. Tekanan dari luara dirinya sebagai upaya mendorong,
menekan dan memaksa agar disiplin diterapkan dalam diri seseorang sehingga peraturan-
peraturan diikuti dan dipraktekkan.
3. Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai yang di tentukan atau diajarkan.

[1] Tulus Tu’u,Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa (Jakarta PT.Gramedia Widia
Sarana Indonesia 2004)H.31.

[2] IG Wursanto, Dasar-Dasar Manajemen Personalia,(Jakarta, Pustaka Dian) Cet 2 1988,


h.146

[3] A.Tabrani dkk, Upaya Meningkatkan Budaya Kiherja Guru Sekolah Dasar, (Inti Media
Cipta Nusantara, 2001).Cet. Ke2, h.54

[4] Departemen Agama, Al Qur’an Dan Terjemahnya, (Surat An-Nissa yat:59), h.128

[5] Imam Nawawi, Terjemahan Riyadus Sholihin, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),
h.611

[6] Emile Durkheim, Pendidikan Moral Suatu Studi dan Aplikasi Sosiologa Pendidikan,
(Jakarta:Erlangga, 1961), h.xi

[7] Tulus Tu’u, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa (Jakarta PT.Gramedia Widia
Sarana Indonesia 2004), h.44

[8]Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, (Surabaya:Kartika,1997), h.310.

[9] Peraturan Pemerintahan No.10 Tahun 1980 Tentang Disiplin Pegawai Negara sipil

[10] Moh.Uzet Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1995), h.6-


7.

[11] Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan anak Didik Dalam Interaksi edukatif, (Jakarta:Rineka
Cipta, 2000), h.31-39

[12] Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum

Berbasis Kompetensi, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2006), h.13

[13] Ahmad sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching,
2005), h.107

[14] Suroso, peranan Kepala sekolah Terhadap disiplin Kerja guru, “(Jakarta : lembaga
penelitian IKIP.1991), h.55
[15] IG Wursanto, Dasar-Dasar Manajemen Personalia, (Jakarta: Pustaka Dian)Cet2, 1988,
h.151

Menegakkan Kedisiplinan Guru

 Oleh Suprapto

BERBICARA tentang Hari Guru pada era sekarang ini, ada baiknya tidak lagi berkutat pada persoalan
kesejahteraan guru. Di Jateng, ada hal penting yang perlu dirivitalisasi mengingat selama ini
dianggap sebagai hal biasa, yaitu menyangkut disiplin guru.

Persoalan disiplin di sekolah selama ini cenderung identik hanya untuk peserta didik. Mereka yang
tidak disiplin, bukan sekadar dikenai sanksi yang masuk kategori ringan atau peringatan melainkan
juga ada yang sampai dikeluarkan dari sekolah.
Lalu, bagaimana dengan disiplin guru?

Berbicara tentang disiplin kaitannya dengan keberadaan seorang guru, dapatlah ditegaskan kalau
guru harus disiplin. Guru harus selalu dapat di-gugu (dipatuhi) dan ditiru dalam hal kedisiplinannya.
Hanya apakah benar seorang guru selalu dapat dan harus dipatuhi dan ditiru dalam hal kedisiplinan ?

Ternyata tidak. Banyak guru yang tidak selalu dapat dan harus di-gugu serta ditiru. Lihat saja dengan
adanya guru yang merokok di lingkungan sekolah, tidak mau mengajar dengan alasan malas,
terjebak dalam pembicaraan tak penting di ruang guru sehingga lupa mengajar, atau biasa terlambat
datang dengan berbagai alasannya.

Ada pula guru yang mengajar dengan materi yang tidak memenuhi standar, cara berpakaian yang
tidak rapi, nglowor, dan bergaya atau tutur kata yang tidak pantas dimunculkan oleh seorang guru.
Bentuk tidak disiplin yang lainnya adalah, tidak disiplin terhadap aturan misalnya main pukul atau
tendang pada peserta didik, ataupun menghina peserta didik.

Dalam berlalu lintas, ternyata juga masih banyak ditemui, ada guru yang tidak disiplin lewat berbagai
pelanggaran lalu lintasnya. Jangan dikira soal disiplin berlalu lintas tidak penting bagi para guru.
Sama halnya tidak disiplin ketika harus mengikuti kegiatan di luar sekolah, termasuk yang kuliah,
juga ada yang tidak disiplin.

Soal disiplin guru penting dimantapkan bersama agar dapat dijunjung dan dihormati bersama. 
Pemantapan dimaksudkan agar guru mampu memberi warna positif bagi hidup dan kehidupan di
lingkungan sekolah dan masyarakat. Perlu dimulai dengan memaknai ulang arti disiplin. Disiplin
adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah
ditetapkan.

Disiplin harus selalu ditumbuhkembangkan, apalagi oleh guru, agar tumbuh pula ketertiban dan
efisiensi. Disiplin haruslah dimiliki oleh setiap guru dan harus terus ditingkatkan. Salah satu syarat
agar dapat ditumbuhkembangkannya disiplin di kalangan guru, tentu harus didukung dengan
tanggung jawabnya sebagai guru.
Pengembangan ini harus dilakukan agar dapat dijadikan teladan bagi peserta didiknya, sesama guru,
lingkungan sekolah dan masyarakat. Perlu kiranya ada pengingatan soal kedisiplinan bagi semua
guru di berbagai tempat, terutama di lingkungan sekolah bila kedisiplinan, tidak sekadar untuk siswa,
tetapi juga untuk para guru.
Dijatuhi Sanksi Di berbagai tempat dalam lingkungan sekolahan perlu ada kata-kata mutiara yang
mengingatkan pentingnya disiplin bagi peserta didik dan guru. Setidaknya dengan pengingatan
tersebut setiap guru akan tahu dan sadar tentang tugas pokok dan fungsinya.

Juga soal perilaku dan sikapnya di masyarakat, bagaimana mewujudkannya. Pengingatan demikian
akan menyadarkan juga para guru tentang hal yang harus diterimanya akibat tidak disiplin dari yang
sederhana sampai yang berat. Atau memang ada guru yang sudah tidak ingin jadi guru, sehingga
tidak disiplin?

Konsekuensinya, guru-guru yang tidak disiplin tentu tidak boleh dibiarkan. Minimal harus diingatkan
dan bila tidak ada perbaikan, ada baiknya diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Sebaliknya,
guru yang selalu disiplin dan baik dalam pelaksanaan tugasnya, serta dapat dijadikan teladan, tentu
harus selalu didukung dan ada baiknya diberi penghargaan sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagi guru, disiplin adalah sebuah keharusan dan bukan karena ingin mendapat penghargaan. Oleh
karena persoalan disiplin guru adalah menjadi hal penting yang harus selalu diwujudkan, tidak ada
pilihan kecuali harus dapat selalu diaktualisasikan. Momen peringatan Hari Guru pada 25 November
kali ini tentu sangat patut dijadikan sarana mengaktualisasikan soal pentingnya disiplin bagi setiap
guru. (10)

— Suprapto, guru SMP Negeri 1 Karangawen Kabupaten Demak

Bagi Anda pengguna ponsel, nikmati berita terkini lewat http://m.suaramerdeka.com


Dapatkan SM launcher untuk BlackBerry
http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad

PROPOSAL THESIS
 
HUBUNGAN PEMBINAAN, KOMPETENSI
DENGAN KEDISIPLINAN GURU SMP NEGERI
KABUPATEN KUTAI TIMUR
 
 
 
 
Tugas Individu
Mata Kuliah Metode Penelitian
(Dosen Pengampu : Dr. Susilo, M.Pd)
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Oleh :
 
Taufik Hidayat
NIM : 0805136149
Program Studi : Manajemen Pendidikan
 
 
 
 
 
PROGRAM PASCA SARJANA KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2008
 
 
 
 
 
KATA PENGANTAR
 
 
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat Rahmat 
Hidayah-Nya lah hingga proposal ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Proposal ini adalah salah satu syarat untuk membuat Thesis dan sebagai syarat utama
dalam menyelesaikan perkuliahan program pasca sarjana (S2). Dalam penulisan proposal ini
penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat Bapak dan Ibu pembimbing yang
telah mencurahkan segenap tenaga dan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis
dalam menyusun proposal ini .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari
sempurna, hal ini karena keterbatasan kemampuan penulis dalam penyusunan proposal ini,
oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan penyusunan
proposal ini.
Kepada rekan-rekan mahasiswa pasca sarjana kependidikan yang lain, penulis juga
berharap agar saran dan kritik membangunnya dapat membantu saya dalam proses
penyempurnaan proposal ini.
Atas kritik dan saran Bapak dan ibu pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa pasca
sarjana kependidikan, saya  mengucapkan banyak terima kasih. Semoga hal ini menjadi amal
jariah bagi bapak/ibu pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa sekalian, Amin.
 
 
 
Samarinda, 17 Mei 2008
 Penulis
 
 
 
 
DAFTAR ISI
 
 
Halaman
 

KATA PENGANTAR   ………………………………………………………           i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………          ii
BAB I              PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah …………………………………..            1
B.     Identifikasi Masalah ………………………………………             3
C.     Pembatasan Masalah ………………………………………           3
D.     Perumusan Masalah………………………………………..            4
E.      Kegunaan Penelitian ………………………………………             4
BAB II             KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
A.  Diskripsi Teoritis …………………………………………..            5
1. Hakekat Kedisiplinan ……………………………………           5
2. Hakekat Pembinaan ……………………………………..           6
3. Hakekat Rencana Kerja …………………………………..        8
4. Hakekat Kompetensi …………………………………….          9
                        B.  Penelitian yang Relevan …………………………………..            12
                        C.  Kerangka Berfikir …………………………………………          12
                        D.  Pengajuan Hipotesis ………………………………………           15
BAB III            DESAIN PENELITIAN
                        A.  Tujuan Penelitian ………………………………………….           16
                        B.  Tempat Dan Waktu Penelitian ……………………………….           16
                        C.  Metode Penelitian …………………………………………          16
                        D.  Teknik Pengambilan Sampel ………………………………           17
                        E.  Instrumen Penelitian ………………………………………            18
                        F.  Teknik Pengumpulan Data ………………………………..            23
                        G.  Teknik Analisa Data ………………………………………           23
                        H.  Hipotesis Statistik …………………………………………          25
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………         26
BAB I   
 PENDAHULUAN
 
 
 
A. Latar Belakang Masalah
 
            Pendidikan sebagai ujung tombak kemajuan bangsa harus mendapat perhatian yang
serius dari semua pihak, terutama pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pendidikan.
Kemajuan pendidikan merupakan cerminan kemajuan suatu bangsa dan negara.
            Melalui pendidikan akan dicetak manusia-manusia Indonesia yang berkualitas,
manusia Indonesia yang berbudi luhur dan berilmu pengetahuan yang tinggi. Kualitas
pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Dalam
bidang pendidikan diharapkan munculnya sumber daya manusia yang mempunyai sumber
daya tinggi, bertanggung jawab, dan mengerti tugasnya.
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan    
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.1
            Mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tanggung jawab negara, dan pelaksanaan
diserahkan pada lembaga-lembaga pendidikan, baik formalmaupun non formal. Lembaga-
lembaga pendidikan tersebut, dalam menyelenggarakan pendidikan tetap mengacu pada
aturan-aturan pemerintah pusat  sebagai konsekuensi dari sistem sentralisasi. Seiring mulai
diberlakukannya sistem otonomi daerah yang imbasnya juga akan dirasakan dalam bidang
pendidikan. Sekolah diberi kesempatan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Dengan pemberian otonomi sekolah, semua personal yang terlibat dalam pendidikan
terutama guru sebagai pelaksana pendidikan, harus kreatif dan bertanggung jawab dalam
melaksanakan tuganya, terutama lebih meningkatkan kedisiplinan. Disiplin merupakan jalan
menuju sukses.
Berdasarkan pengamatan penulis, di lapangan masih banyak ditemukan guru yang
melaksanakan tugasnya dengan disiplin yang rendah. Wujud dari ketidak disiplinan guru
antara lain: guru sering tidak hadir di sekolah, guru datang terlambat dan pulangnya lebih
cepat, guru tidak disiplin dalam memberi nilai, juga tidak disiplin dalam penyusunan
perangkat pembelajaran.
Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Diknas Kaltim Asnawi, dalam Arah
Pendidikan kaltim Belum Jelas. Mugni menekankan bahwa belum ada kesatuan sikap
mengenai penindakan terhadap guru-guru yang tidak melaksanakan tugas dengan baik.
Bahkan Mugni berhadapan dengan pengadilan karena akan membenahi disiplin guru.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa disiplin guru dalam melaksanakn tugasnya
masih rendah. Sebagai seorang guru yang mempunyai tugas mendidik siswa dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnyamempunyai kesadaran berdisiplin yang tinggi
untuk memikul tugas mulia tersebut.
Kesadaran berdisiplin yang rendah merupakan salah satu bukti pelanggaran
kedinasan. Untuk mencegah pelanggaran tersebut pihak atasan harus mengontrol, dan yang
paling penting adalah contoh kepada bawahan, sehingga perilaku disiplin dapat menjadi
budaya yang patut dibanggakan.
            Banyak hal yang dapat menyebabkan guru menjadi tidak disiplin. Antara lain
kesejahteraan guru yang kurang memadai. Guru lebih mengutamakan mencari pekerjaan
sampingan untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Sehingga ia melaksanakan
kewajibannya sebagai guru hanya sekedarnya saja. Selain itu bisa juga karena guru tidak siap
atau kehilangan kewibawaannya di depan anak didik, sehingga guru menjadi malas untuk
masuk kelas. Ketidakdisiplinan guru dapat berakibat ke siswa, sehingga siswa juga ikut tidak
disiplin.
            Penerapan disiplin nasional secara tuntas dan konsekuen haruslah dilaksanakan di
dalam setiap lingkungan pendidikan, baik formal maupun non formal. Pelaksanaan displin di
lingkungan formal mencakup pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi.
 
B. Identifikasi Masalah
 

            Sesuai dengan uraian yang telah penulis paparkan pada latar belakang, dapat diketahui
bahwa masalah utama yang sangat mendesak untuk dikaji adalah masalah kedisiplinan guru.
Dari kedisiplinan guru dapat dilihat sumber daya manusia pendidikan yang ada. Sepandai-
pandainya seorang guru, kalau ia tidak disiplin, dapat dipastikan kalau program kerja yang
telah disusun tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Apabila program kerja tidak dapat
dilaksanakan berarti tujuan pendidikan tidak dapat dicapai.
            Kedisiplinan guru tidak dapat dipisahkan dengan pembinaan dari kepala sekolah.
Antara kepala sekolah dan guru harus ada kata sepakat untuk bersikap disiplin. Dari masalah-
masalah di atas, dapat diidentifikasi sebagai berikut: Apakah guru sudah mempunyai
kedisplinan yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya? Mungkinkah sikap disiplin dapat
seiring dengan pengembangan sumber daya manusia? Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kedisiplinan guru? Bagaimana meningkatkan kedisplinan guru? Apakah
pengaruh kedisiplinan guru bagi siswa? Hambatan-hambatan apa yang disebabkan karena
guru tidak disiplin? Sebarapa tinggi disiplin guru menghambat dalam pengembangan
kompetensinya? Seberapa jauh kepala sekolah membina disiplin guru?.
 
C. Pembatasan Masalah
 

            Dari sejumlah identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah pada:
pembinaan dari kepala sekolah pada rencana kerja guru, kompetensi guru, dengan
kedisiplinan guru SMP Negeri di Kabupaten Kutai Timur.
            Pembahasan ini penulis lakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan
terperinci dari masalah-masalah tersebut.
 
 
 
 
D. Perumusan Masalah
 

            Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah yang diperoleh adalah:
1. Apakah terdapat hubungan pembinaan dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di
Kabupaten Kutai Timur.
2. Apakan terdapat hubungan antara kompetensi guru dengan kedisiplinan guru       SMP
Negeri di Kabupaten Kutai Timur.
3. Apakah terdapat hubungan antara pembinaan dari kepala sekolah pada rencana  kerja guru,
kompetensi guru, dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di Kabupaten Kutai Timur.
 
E. Kegunaan Penelitian
 

1. Secara Teoritis
     Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi   perkembangan ilmu
manajemen pendidikan dan bahan penelitian lebih lanjut bagi peneliti selanjutanya. Selain itu
untuk menambah wawasan keilmuan dan memberi informasi kepada semua pihak yang
berkecimpung dalam bidang pendidikan.
 

2. Secara Praktis
    Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
            a. Motivasi para guru untuk meningkatkan keprofesionalannya dalam      
                menjalankan tugas mulianya.
b. Memberi masukan kepada para guru dalam meningkatkan kinerjanya                  
                dengan berdisiplin.
c. Memberi masukan kepada kepala sekolah untuk meningkatkan kinerjanya  
   di lingkungan sekolah yang dipimpinnya.
d. Memberi masukan kepada para pejabat yang berwenang di lingkungan
                diknas untuk meningkatkan pengawasannya tentang kedisiplinan guru.
 
 
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
 
 
 
A.   Diskripsi Teoritis
 

1.   Hakekat Kedisiplinan
Menurut Atmosudirjo, dikatakan disiplin adalah: (1). Sikap mental tertentu yang
merupakan sikap taat dan tertib. (2). Suatu pengetahuan tingkat tinggi tentang sistem aturan-
aturan perilaku.  (3). Suatu sikap yang secara wajar menunjukan kesanggupan hati-hati.
            Berdasarkan pengertian diatas, konsep disiplin meliputi dua aspek, yaitu sikap dan
perilaku yang keduanya saling berkaitan. Sikap merupakan kesanggupan jiwa yang timbulnya
didasari oleh pengetahuan emosinya, dapat menumbuhkan kesadaran untuk mematuhi tata
tertib atau peraturan yang ada. Tanpa didasari oleh pengetahuan tentang norma-norma dan
peraturan-peraturan berlaku disiplin yang dilakukan akan menjadi kaku. Perilaku disiplin
merupakan tindakan nyata atau perbuatan yang timbul sebagai akibat adanya kesadaran
kepatuhan pada dirinya.
            Dalam Ensiklopedi Pendidikan, disiplin mempunyai beberapa arti, satu diantaranya
“suatu tingkat tata tertib tertentu untuk mencapai kondisi yang lebih baik guna memenuhi
fungsi pendidikan. Pengertian disiplin selalu berkaitan pada kepatuhan dalam menjalankan
tata tertib, norma atau aturan-aturan yang berlaku.
“Disiplin juga merupakan usaha untuk menanamkan kesadaran pada setiap personel
tentang tugas dan tanggung jawab, agar menjadi orang yang bersedia dan mampu memikul
tanggung jawab atas semua pekerjaannya”.
“Disiplin adalah penurutan terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri untuk
terciptanya tujuan peraturan ini”. Setiap pegawai dituntut mentaati peraturan yang telah
ditentukan oleh lembaga atau instansi tempat pegawai tersebut bekerja. Rasa tanggung jawab
yang tinggi akan menimbulkan kedisiplinan yang didasari oleh kesadaran untuk
melaksanakan tugasnya.
Peningkatan disiplin kerja guru dapat diterapkan dengan melihat faktor kondisional dan
situasional sekolah dan guru itu sendiri. Sehingga kebijakan-kebijakan yang ada dapat
berjalan dengan baik dan bisa diterima oleh semua pihak.
Pembinaan terhadap disiplin kerja guru ini dapat juga dilakukan dengan menerapkan
langkah-langkah pengawasan yang dapat diterapkan dalam rangka membina disiplin kerja
guru tersebut adalah: merumuskan standar, mengadakan perbaikan jika terdapat kekurangan
dan ketidakdisiplinan.
Selain itu pembinaan terhadap disiplin kerja guru dapat juga menggunakan pendekatan
agama. Hal ini disebabkan karena semua guru pasti beragama. Dalam setiap agama
mewajibkan kepada setiap pemeluknya untuk disiplin dalam menjalankan agamanya. Guru
yang patuh pada agamanya, dapat dipastikan dapat menjalankan tugasnya dengan disiplin
yang tinggi.
   Disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib. Disiplin
adalah sikap yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku, tingkah laku perorangan,
kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pemerintah, atau etika, norma dan kaidah yan berlaku
dalam masyarakat untuk tujuan tertentu.
Menurut pendapat diatas bahwa disiplin merupakan cermin sikap mental dari setiap
orang atau kelompok pada peraturan atau norma dalam masyarakat untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
 
2. Hakekat Pembinaan
 

Pembinaan merupakan suatu tanggung jawab pimpinan yang harus diberikan kepada
bawahan secara kontinyu agar bawahan selalu merasa ada perhatian dari pimpinan dalam
hubungan kerja. Memberi pembinaan kepada bawahan sama halnya dengan memberi
motivasi kerja. Seorang manajer atau pimpinan harus mampu memberi dorongan kepada
bawahannya agar dapat bekerja sesuai dengan kebijakan dan rencana kerja yang telah
digariskan.
Bimbingan (direction) berarti memelihara, menjaga dan memajukan organisasi melalui
setiap personal, baik secara struktural maupun fungsional, agar kegiatannya tidak terlepas
dari usaha mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian diatas bahwa bimbingan atau pembinaan adalah merupakan
salah satu usaha untuk menumbuh kembangkan organisasi. Usaha tersebut melalui setiap
personal, agar setiap kegiatan yang dilakukan dapat mencapai tujuan.
Dalam bimbingan tersebut juga memberi dorongan agar personal organisasi dapat
bekerja lebih kreatif  dan berdedikasi tinggi. Apabila setiap personal struktural maupun
fungsional dapat menjalankan fungsinya dengan baik berarti pembinaan yang diberikan oleh
pimpinan dapat dikatakan berhasil. “Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang baik”. Untuk memperoleh hasil
kerja yang berkualitas, diperlukan peran serta dari pimpinan. Pimpinan harus mampu
memberi pembinaan kepada bawahan agar dapat bekerja secara berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga pekerjaan yang dihasilkan mempunyai kualitas.
“Pembinaan terhadap staf tidak hanya pada anggota yang baru saja, tetapi juga kepada
seluruh staf”.  Pembinaan harus dilakukan secara terus-menerus dan secara
sistematis/programatis. Berbagai macam perkembangan, yaitu perkembangan ilmu
pengetahuan, perkembangan tekhnologi, maupun perkembangan masyarakat dan kebijakan-
kebijakan baru menjadikan pembinaan dari atasan sangat penting.
Salah satu indikasi keberhasilan sekolah adalah keterkaitan yang tinggi kepala sekolah
terhadap perbaikan pengajaran. Kepala sekolah sesuai dengan jenjang sekolah yang
dipimpinnya perlu memahami program pengajaran masing-masing.
   “Membina guru-guru ialah mengembangkan profesi, termasuk kepribadian mereka
sebagai guru”.  Untuk meningkatkan profesionalisme dan kepribadian guru, sangat perlu
adanya pembinaan dari atasan. Dengan memberi pembinaan, diharapkan para guru lebih
bertanggung jawab pada tugas yang di emban.
    Pembinaan kepada guru-guru dilakukan oleh kepala sekolah selaku supervisor.
Dengan demikian seorang kepala sekolah berkewajiban untuk selalu membina, dalam arti
berusaha untuk meningkatkan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik. Dari
empat macam pembinaan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah, penulis akan
mengemukakan tentang pembinaan program pengajaran. Ada empat fase proses pembinaan
program pengajaran: (1). Penilaian sasaran program (2). Merencanakan perbaikan program,
dan (3). Melaksanakan perubahan program (4). Evaluasi perubahan program.
 
3. Hakekat Rencana Kerja
 

                     “Perencanaan itu dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang
akan dilaksanakan pada masa yang akan datang  untuk mencapai tujuan yan gtelah
ditentukan”.  Menurut pendapat diatas bahwa perencanaan merupakan sebuah langkah awal
dalam melaksanakan sebuah kegiatan yang diawali dengan penyusunan draft blue print yang
akan diimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan.
                     Merencanakan pengajaran berarti merecanakan suatu sistem pengajaran. Sistem
pengajaran merupakan suatu sistem yang komplek, sehingga tugas merencanakan pengajaran
bukanlah tugas yang mudah bagi seorang guru. Ia menuntut pemilikan kemampuan berfikir
yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah pengajaran. Lebih dari itu ia menuntut
kemampuan yang tinggi untuk bisa mengidentifikasi unsur-unsur pengajaran dan
menghubung-hubungkan satu sama lain.
                     Berdasarkan pendapat diatas, bahwa merencanakan pengajaran berarti menyusun
suatu sistem pengajaran yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan dari guru, karena
menyusun rencana pengajaran bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.
                     Suatu keputusan terhadap apa yang akan dilaksanakan oleh seseorang untuk mencapai
tujuan tertentu sebagai yang telah ditetapkan dengan melalui prosedur atau langkah-langkah
yang sistematis dan memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan tugas/pekerjaan tersebut.
                           
Menurut pendapat diatas bahwa untuk melaksanakan suatu pekerjaan diperlukan
pemikiran-pemikiran untuk melaksanakn pekerjaan tersebut, yang pada akhirnya diambil
suatu keputusan yang berupa langkah-langkah konkrit untuk mencapai tujuan. Seseorang
dalam melaksanakan langkah-langkah pekerjaan tersebut harus berdasarkan prinsip-prinsip
yang ada.
                     “Perencanaan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang mengarah berbagai
usaha untuk mencapai tujuan”.  Menurut pendapat tersebut perencanaan merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Suatu pekerjaan dapat berhasil dengan baik
apabila dalam pengajarannya telah ditentukan langkah-langkah atau urutan-urutan
pelaksanaan pekerjaan tersebut.
                     Sedangkan Yusuf Enoch mengatakan bahwa “Perencanaan sebagai suatu proses
mempersiapkan hal-hal yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”. Dalam melaksanakan suatu kegiatan
diperlukan adanya suatu perencanaan yang merupakan perincian kegiatan apa saja yang akan
dilaksankan, berdasarkan rencana-rencana yang telah disusun.
            Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin di sekolah harus menguasai dalam
penyusunan rencana pengajaran yang merupakan rencana guru. Dengan kemampuan yang
dimiliki, kepala sekolah dapat memberi pembinaan kepada guru dalam penyusunan program
kerja tersebut. Hamalik menjelaskan dalam menyusun rencana pengajaran terdapat dua aspek
yaitu perilaku (perfomance) dan aspek keterangan (informasi).
 
4. Hakekat Kompetensi
 

            Dalam suatu profesi, kemampuan melaksanakan tugas dari keahlian yang menjadi
tanggung jawabnya merupakan syarat utama. Kemampuan dasar itulah yang dinamakan
kompetensi.
            “Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan)
sesuatu”. Seseorang yang melaksanakan suatu pekerjaan mempunyai kewenangan untuk
membuat sebuah keputusan. Pada pekerjaan profesi kewenangan untuk mengambil keputusan
dimiliki oleh orang yang mempunyai profesi tersebut. Setiap profesi harus diikuti oleh
kompetensi bagi pemiliknya, sehingga pekerjaan tersebut mempunyai arti dalam
penerapannya.
            Sahertian mengatakan bahwa “Kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu
yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan”. Dari pendapat tersebut dapat diartikan
bahwa kompetensi merupakan penguasaan dalam suatu bidang ilmu yang diperoleh dengan
mengikuti pendidikan dan latihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh
seseorang, dan semakin sering berlatih, akan semakin tinggi seseorang sangat membantu
dalam melaksanakan tugasnya. Sahertian mengemukakan bahwa guru yang kompeten harus
mampu mengembangkan tiga aspek kompetensi pada dirinya, yaitu: (a). Kompetensi pribadi
(b). Kompetensi profesional, dan (c). Kompetensi sosial. Selain pendapat diatas, pendapat
lain tentang kompetensi dikemukakan oleh Houston sebagaimana berikut:
Seseorang yang dikatakan kompeten dibidang tertentu adalah seseorang yang menguasai
kecakapan kerja atau keahlian selaras dengan tuntutan bidang kerja yang bersangkutan, dan
mempunyai wewenang dalam pelayanan sosial dimasyarakatnya, yang secara kompeten
orang tersebut mampu bekerja dibidangnya secara efektif dan efisien.
            Dari pendapat diatas dapat dimengerti bahwa kompetensi adalah kemampuan
seseorang dalam penguasaan pekerjaan yang menjadi keahliannya. Kemampuan tersebut
diakui oleh sesama profesinya dan masyarakat, karena seseorang yang mempunyai
kompetensi dalam suatu bidang pekerjaan diharapkan mampu bekerja dengan berdaya guna
dan berhasil guna.
            Selain pendapat diatas, ada pendapat yang lebih merinci tentang kompetensi yang
dikatakan oleh Cooper dalam bukunya The Teacher As A Decision Maker, mencakup: (a).
Memiliki pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia (peserta didik). (b).
Memiliki sikap yang tepat terhadap diri sendiri, sekolah, peserta didik, teman sejawat dan
mata pelajaran yang dibina. (c). Menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan. (d). Memiliki
keterampilan teknis dalam mengajar, dan strategi belajar mengajar.
            Sedangkan Zamroni berpendapat “bahwa guru memerlukan tiga kemampuan dasar,
yakni Didaktik, Coaching dan Socratic. Dari sini sudah jelas bahwa sudah saatnya posisi
mengajar diletakkan kembali pada profesi yang tepat untuk pembinaan dan pengembangan
profesional kemampuan guru, yang diperlukan bukannya juknis, juklak dan intruksi serta
berbagai pedoman yang cenderung mematikan kreatifitas guru.
            Agar kompetensi (kemampuan) guru memperoleh kemampuan dan peningkatan,
maka guru harus aktif dalam program-program pelatihan guru, baik didalam maupun diluar
sekolah. Selain itu guru juga harus mengembangkan kompetensinya melalui perpustakaan-
perpustakaan. Dengan demikian guru tidak akan ketinggalan dalam menyerap informasi baru
tentang pengajaran. Supaya kompetensi profesional  benar-benar dikuasai oleh guru, maka
seorang guru harus memiliki motivasi kompetensi dalam dirinya. “Motivasi kompetensi
adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah, dan berusaha keras untuk inovatif”.
            Sedangkan  menurut Raka Joni Dalam suyatno mengemukakan ada tiga dimensi
umum yang menjadi kompetensi tenaga pendidikan: (a). Kompetensi personal. (b).
Kompetensi profesional. (c). Kompetensi kemasyarakatan. Dari pendapat tersebut dapat
dipahami bahwa seorang guru harus merupakan sosok yang berkualifikasi berbagai
kemampuan yang akan tercermin pada karakter kepribadiannya.
            Dikatakan Lardizabal bahwa kompetensi keguruan meliputi kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional terlihaat dalam diagram dibawah ini.
 

Kompetensi
Profesional
…………….
Kompetensi
Personal-Sosial
 

Tindakan keguruan:
Membimbing,
Mengajar, dan
melatih
 

 
                       
        
                                   
 
Gambar 1
Integrasi antara kompetensi kepribadian-sosial
 dengan kompetensi professional
 
Kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam bekerja melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di kelas dengan menerapkan semua aspek pengajaran untuk mencapai
tujuan pengajaran.
B. Penelitian Yang Relevan
 

Penelitian Made Pidarta menyimpulkan bahwa kompetensi dosen digunakan untuk


menarik kesimpulan etos kerja dosen yang memiliki beberapa indikator, yaitu dedikasi
(mencakup moral dan mental). Kemampuan memecahkan masalah, antar hubungan,
berpartisipasi, penguasaan bahan ajar. Makna dari kesimpulan tersebut ada hubungan positif
antara dedikasi, antar hubungan, partisipasi, dan penguasaan bahan ajar  dengan kompetensi
dosen.
Penelitian ini mempunyai persamaan dalam hal kompetensi. Yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian Made Pidarta adalah mengenai obyek, tempat, waktu
penelitian, dan beberapa variabelnya. Dalam penelitian Made Pidarta yang diteliti adalah
kompetensi dosen dalam Etos Kerja Dosen, 1999, maka yang diteliti dalam kesempatan ini
adalah pembinaan dari kepala sekolah, kompetensi guru, dengan kedisiplinan guru.
 
C. Kerangka Berpikir
 
Berdasarkan konstruksi dari masing-masing variabel yang telah diuraikan diatas,
selanjutanya dilakukan analisis rasional tentang hubungan dari  masing-masing variabel
bebas, yaitu pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru, kompetensi guru, dan
variabel terikat kedisiplinan guru.
 

1.      Hubungan Antara Pembinaan Dengan Kedisiplinan Guru


            Pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru adalah bimbingan dan arahan
yang diberikan oleh kepala sekolah kerpada guru dalam penyusunan program pengajaran
yang dijadikan sebagai pedoman melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pembinaan tersebut harus diberikan secara kontinyu, agar rencana kerja selalu ada
peningkatan, baik dalam penyusunan maupun dalam pelaksanaannya. Kedisiplinan guru
adalah ketaatan guru pada peraturan kedinasan dalam menjalankan tugas profesionalnya yang
tercermin dalam bentuk tindakan positif yang tidak merugikan orang lain. Seorang guru yang
bekerja dengan penuh tanggung jawab untuk melaksanakan semua tugasnya sesuai dengan
peraturan yang ada, dapat dikatakan bahwa guru tersebut telah melaksanakan kedisiplinan.
Berdasarkan uraian diatas dapat diduga terdapat hubungan positif antara pembinaan kepala
sekolah pada rencana kerja guru dengan kedisplinan guru, artinya makin intensif pembinaan
kepala sekolah pada rencana kerja guru, makin tingi kedisiplinan guru.
 

2.      Hubungan Antara Kompetensi Guru dengan Kedisiplinan Guru


            Pemahaman tentang kompetensi guru dapat terwujud apabila analis tentang
kompetensi guru dikaitkan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam bekerja melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di kelas dengan menerapkan semua aspek pengajaran untuk mencapai
tujuan pengajaran.
            Kompetensi guru merupakan kemampuan guru dalam menjalankan tugas
profesionalnya yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Dengan kompetensi yang
dimiliki, guru mempunyai wewenang untuk membuat keputusan ketika guru berhadapan
dengan tugas-tugasnya di lingkungan pendidikan. Kompetensi yang tinggi akan diakui oleh
sesama profesi, dan masyarakat. Kedsiplinan guru adalah ketaatan guru pada peraturan
kedinasan dalam menjalankan tugas profesionalnya yang tercermin dalam bentuk tindakan
positif dan tidak merugikan orang lain.
            Kompetensi guru mempunyai hubungan dengan kedisiplinan guru, hal ini disebabkan
karena guru yang berkompetensi tinggi mempunyai semangat kerja yang tinggi pula. Guru
semakin mempunyai rasa percaya diri dalam menjalankan tugasnya. Keyakinan terhadap
kompetensi yang dimiliki membuat guru senang dalam melaksanakan tugasnya dengan
disiplin yang tinggi.
Berdasarkan uraian diatas dapat diduga terdapat hubungan yang positif antara kompetensi
guru dengan kedisiplinan guru, maka semakin tinggi tingkat kedisiplinanya.
 
 
 
3.      Hubungan antara Pembinaan, Kompetensi Guru secara bersama-sama dengan
Kedisiplinan Guru
            Telah diuraikan sebelumnya bahwa masing-masing dari kedua variabel bebas, yang
terdiri dari pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru dan kompetensi guru diduga
mempunyai hubungan positif secara bersama-sama dengan kedisiplinan guru. Dengan
demikian hubungan ketiga variabel tersebut dapat dijelaskan seperti dibawah ini. Pembinaan
kepala sekolah pada dasarnya adalah bimbingan dan arahan yang diberikan kepala sekolah
kepada bawahannya agar dapat bekerja lebih baik untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam melaksanakan pembinaan, kepala sekolah memberikan pengarahan,
motivasi, mengkoordinasi, serta melakukan pengawasan terhadap guru. Pembinaaan dari
kepala sekolah pada rencana kerja guru adalah bimbingan dan arahan yang diberikan oleh
kepala sekolah kepada guru dalam penyusunan program pengajaran yang dijadikan pedoman
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Pembinaan kepala sekolah yang
diberikan kepada guru menunjukkan adanya hubungan kerja sama antara atasan dan
bawahan. Pembinaan kepala sekolah kepada guru dapat meningkatkan hubungan
kekeluargaan antara atasan dan bawahan.
            Dalam memberikan pembinaannya kepala sekolah harus bersifat terbuka, mau
memberi pendapatnya untuk kemajuan dan kesempurnaan program pengajaran yang disusun.
Dan yan paling penting adalah kepala sekolah mempunyai kemampuan lebih dari guru
tentang penyusunan program pengajaran. Dengan demikian kepala sekolah dapat memberi
masukan kepada guru untuk penyussunan program pengajaran yang berkualitas.
            Kompetensi guru adalah kemampuan guru dalam bekerja melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di kelas dengan menerapkan semua aspek pengajaran untuk mencapai
tujuan pengajaran. Dalam hal ini guru dituntut menguasai bahan pengajaran wajib, maupun
penunjang untuk keperluan pengajaran. Namun demikian guru bukanlah sumber satu-satunya
dalam belajar mengajar. Kepala sekolah yang dapat memberikan pembinaannya dengan baik
kepada guru dapat meningkatkan kompetensinya. Guru yang berkompetensi akan lebih baik
jika pembinaan dari kepala sekolah terus diberikan, untuk mengembangkan kompetensi guru
dapat dilakukan dengan memberi kesempatan kepada guru dengan mengikuti pelatihan, baik
didalam maupun diluar sekolah, memberi kesempatan melanjutkan belajar ke jenjang yang
lebih tinggi, serta menyediakan media yang dapat menunjang pengembangan kompetensi
guru.
 
D. Pengajuan Hipotesis
 

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai:


1.      Terdapat hubungan positif antara pembinaan dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di
Kabupaten Kutai Timur.
2.      Terdapat hubungan positif antara kompetensi guru dengan kedisiplinan guru SMP
Negeri di Kabupaten Kutai Timur.
3.      Terdapat hubungan positif antara pembinaan, kompetensi guru secara bersama-sama
dengan kedisiplinan guru di Kabupaten Kutai Timur.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
DESAIN PENELITIAN
 
 
 
A. Tujuan Penelitian
 

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.      Hubungan antara pembinaan guru dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di Kabupaten
Kutai Timur.
2.      Hubungan antara kompetensi guru dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di Kabupaten
Kutai Timur.
3.      Hubungan antara pembinaan, kompetensi guru, dengan kedisiplinan guru SMP Negeri
di Kabupaten Kutai Timur.
 
B. Tempat Dan Waktu penelitian
 

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SMP Negeri yang terdapat di Kabupaten


Kutai Timur. SMP Negeri tersebut adalah SMP Negeri 1 Sengata Utara, SMP Negeri 2
Sengata Utara, SMP Negeri 1 Sengata Selatan, SMP Negeri 2 Sengata Selatan, SMP Negeri 1
Sangkulirang, SMP Negeri 1 Bengalon, SMP Negeri 1 Kongbeng, SMP Negeri 1 Muara
Bengkal , SMP Negeri 1 Muara Ancalong dan SMP Negeri 1 Batu Ampar. Sedangkan waktu
penelitian adalah dari bulan Januari – Juli tahun 2009
 
C. Metode Penelitian
 

Berdasarkan tujuan penelitian ini metode yang digunakan adalah metode korelasional.
Metode survey korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, dan apabila
ada, berapa eratnya hubungan, serta berarti atau tidaknya hubungan itu.
Dalam hal ini penulis ingin mengetahui seberapa eratnya hubungan pembinaan kepala
sekolah pada rencana kerja guru, kompetensi guru, dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di
Kecamatan Muara Bengkal, Kabupaten Kutai Timur. Selanjutnya dicari korelasi antara
variabel bebas (X1 = p kepala sekolah pada rencana kerja guru, dan X 2 = kompetensi guru)
dengan variabel terikat (Y = kedisiplinan guru). Paradigma digambarkan sebagai berikut:
                                                                                                                                   
                                                                        r1
 
X1 = Pembinaan Guru

 
 
Y =  Disiplin Guru

                                                                            R

 
X2 = Kompetensi Guru

                                                                                                                                                       
                            

 
 
                                                                        r2
 
Gambar 2: Paradigma penelitian
 
D. Teknik Pengambilan Sampel
 

Populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru SMP Negeri yang terdapat di Kabupaten
Kutai Timur yang meliputi SMP Negeri 1 Sengata Utara, SMP Negeri 2 Sengata Utara, SMP
Negeri 1 Sengata Selatan, SMP Negeri 2 Sengata Selatan, SMP Negeri 1 Sangkulirang, SMP
Negeri 1 Bengalon, SMP Negeri 1 Kongbeng, SMP Negeri 1 Muara Bengkal , SMP Negeri 1
Muara Ancalong dan SMP Negeri 1 Batu Ampar yang seluruhnya berjumlah 210 orang.
Sedangkan penentuan sampel menggunakan Teknik Proporsional Random Sampling
sebanyak 160 orang. Teknik Proporsional digunakan untuk menentukan agar banyaknya
sampel yang diambil dari kelompok populasi pada tiap-tiap SMP seimbang.
Keseimbangan tersebut ditetapkan sebesar 30 %. Selanjutnya untuk menentukan guru
yang menjadi sampel penelitian ditentukan dengan teknik random.  Langkah-langkah untuk
menentukan sampel adalah dengan cara sebagai berikut:
1.      Memberi nomor kode pada masing-masing guru.
2.      Menuliskan nomor-nomor tersebut pada guntingan kertas.
3.      Menggulung guntingan kertas yang bernomor tersebut, kemudian memasukkan ke
dalam kotak.
4.      Mengocok kertas yang berisi gulungan kertas tersebut agar dapat berbaur.
5.      Mengundi gulungan-gulungan kertas tersebut sesuai dengan keseimbangan yang telah
ditetapkan  yaitu 30 %.
6.      Nomor-nomor yang terundi itulah yang dijadikan sampel penelitian.
Gambaran jumlah populasi dan sampel dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
            Tabel 1: Gambar sebaran populasi dan sampel
No Populasi Jumlah
Nama Sekolah Sampel
. Guru Sampel
1. SMPN 1 Sgt Utara 30 30 %  
2. SMPN 2 Sgt Utara 17 30 %
3. SMPN 1 Sgt Selatan 21 30 %
4. SMPN 2 Sgt Selatan 20 30 %
5. SMPN 1 Sangkulirang 20 30 %
6. SMPN 1 Bengalon 21 30 %
7. SMPN 1 Kongbeng 15 30 %
8. SMPN 1 Ma. Bengkal 25 30 %
9. SMPN 1 Ma. Ancalong 22 30 %
10. SMPN 1 Bartu Ampar 19 30 %
∑ 210 30 %  
 

 
E. Instrumen Penelitian
 

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan angket, yang seluruhnya diisi
oleh guru yang terdapat di SMP Negeri di Kabupaten Kutai Timur, yaitu SMP Negeri 1
Sengata Utara, SMP Negeri 2 Sengata Utara, SMP Negeri 1 Sengata Selatan, SMP Negeri 2
Sengata Selatan, SMP Negeri 1 Sangkulirang, SMP Negeri 1 Bengalon, SMP Negeri 1
Kongbeng, SMP Negeri 1 Muara Bengkal , SMP Negeri 1 Muara Ancalong dan SMP Negeri
1 Batu Ampar yang terpilih menjadi anggota sampel. Penyusunan instrumen penelitian
berdasarkan teori-teori yang tercantum pada BAB II. Definisi konseptual, operasional, kisi-
kisi, dan kalibrasi instrumen dari masing-masing variabel tercantum pada bagian dibawah ini.
1.   Kedisiplinan guru (Y)
a.       Definisi Konseptual
Kedisiplinan guru adalah kepatuhan guru terhadap peraturan-peraturan yang didasari
dengan kesadaran dalam dirinya untuk menjalankan tugas-tugas keguruannya tanpa
adanya pelanggaran dirinya sendiri, orang lain atau sekolah.
b.      Definisi Operasional
Kedisiplinan guru merupakan ketaatan guru pada peraturan kedinasan dalam menjalankan
tugas profesionalnya yang tercermin dalam bentuk tindakan positif dan tidak merugikan
orang lain.
c.       Kisi-Kisi Instrumen
Tabel 2: Kisi-kisi instrumen final kedisiplinan guru.
No
Indikator No. Butir Pernyataan Jumlah
.
1. 1. Disiplin sebagai pegawai   1, 2  
2. Disiplin dalam melaksanakan 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,  

19
    KBM 11, 12, 13, 14
3. Disiplin dalam bekerjasama 15, 16, 17, 18, 19

 
d.      Kalibrasi Instrumen
1.      Validitas
            Validitas sering diartikan dengan kesahihan.  Validitas bukan pada tes yang dibuat,
tetapi validitas terletak pada hasil pengetesan atau skornya. Dapat juga dikatakan bahwa tes
yang valid adalah tes yang mempunyai kecocokan antara hasil dan tujuan yang akan dicapai.
 
 
Untuk Menganalisis validitas butir instrumen kedisiplinan guru digunakan rumus “Korelasi
Product Moment”, hasil uji coba validitas butir menunjukkan bahwa dari 19 butir pernyataan,
semua valid.  Uji coba validitas instrumen penelitian diadakan di SMP Negeri yang terdapat
di Kabupaten Kutai Timur sebanyak 60 orang guru.
 

2.      Reliabilitas
            Reliabilitas sering diartikan keterandalan atau keajegan bila tes tersebut diujikan
hasilnya relatif sama.  Untuk  menghitung reliabilitas instrumen penelitian digunakan rumus
Alpha Cronbach.
 
2.   Pembinaan Kepala Sekolah Pada Rencana Kerja Guru (X1)
a.   Definisi Konseptual
            Pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru merupakan bimbingan yang
diberikan kepala sekolah kepada guru dalam penyusunan dalam bentuk pengelolaan
pengawasan, dan penilaian.
 

b.   Defini Operasional
            Pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru merupakan bimbingan atau arahan
yang diberikan kepala sekolah kepada guru dalam penyusunan program pengajaran agar
menjadi program yang berkualitas, yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah responden
mengisi angket peneltian.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja
guru adalah angket yang berbentuk non tes. Jumlah pertanyaan sebanyak 19 butir. Setiap
butir pernyataan terdiri dari lima alternatif jawaban, yaitu: SL = selalu dengan skor 5, SR =
sering dengan skor 4, KD = kadang-kadang dengan skor 3,     JR = jarang dengan skor 2, dan
TP = tidak pernah dengan skor 1.
 
 
 
 
 
c.   Kisi-Kisi Instrumen
Tabel 3 : Kisi-kisi instrumen final variabel pembinaan kepala sekolah  pada      rencana
kerja guru.
No Indikator Nomor Butir Jumlah
.
1. 1. Pembinaan pada  penyusunan        
    rencana kerja 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9  
2. Pembinaan pelaksanaan  rencana    
    kerja guru 10, 11, 12, 13, 14, 15 19
3. Pembinaan Pelaksanaan    
    perubahan program 15, 16, 17, 18, 19
4. Evaluasi perubahan program 16, 17, 18, 19
 
d.   Kalibrasi Instrumen
1.   Validitas
Untuk menganalisis validitas butir instrumen pembinaan kepala sekolah pada rencana
kerja guru digunakan rumus “Korelasi Product Moment”. Hasil uji coba validitas butir
menunjukkan bahwa dari 19 butir pernyataan, semua valid. 8 uji validitas instrumen
penelitian diadakan di 10 SMP Negeri yang ada di Kabupaten Kutai Timur, yaitu SMP
Negeri 1 Sengata Utara, SMP Negeri 2 Sengata Utara, SMP Negeri 1 Sengata Selatan, SMP
Negeri 2 Sengata Selatan, SMP Negeri 1 Sangkulirang, SMP Negeri 1 Bengalon, SMP
Negeri 1 Kongbeng, SMP Negeri 1 Muara Bengkal , SMP Negeri 1 Muara Ancalong dan
SMP Negeri 1 Batu Ampar dengan jumlah responden 160 orang guru.
2.   Reliabilitas
Untuk menghitung reliabilitas instrumen penelitian digunakan rumus Alpha cronbach.
 
3.   Kompetensi guru (X2)
a.   Definisi Konseptual
Kompetensi guru adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal. Indikator yang digunakan untuk mengukurnya adalah penguasaan
bahan pelajaran, mengelola proses belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/
sumber belajar, mengelola interaksi belajar mengajar dan menilai hasil dan proses belajar
mengajar.
b.   Definisi Operasional
               Kompetensi guru adalah total skor yang diperoleh dari jawaban responden terhadap
instrumen yang mengukur kompetensi guru dalam penguasaan bahan pelajaran, pengelolaan
kelas, pengelolaan media/ sumber belajar, mengelola interaksi belajar mengajar, dan menilai
hasil dan proses belajar mengajar, dan menilai hasil dan proses belajar mengajar, instrumen
ini terdiri dari 50 butir dan setiap butir mempunyai 4 alternatif jawaban A, B, C, D.
c.   Kisi-Kisi Final Kompetensi Guru
Tabel 4 :
No Indikator No. Butir Jmlh Butir
.
1. Menguasai bahan pelajaran 1, 2, 3, 4, 5 5
2. Mengelola proses belajar 6, 7, 8, 9, 10 5
3. Mengelola kelas 11, 12, 13, 14, 15 5
4. Meggunakan media/ sumber 16, 17, 18, 19, 20 5
5. Belajar menguasai landasan 21, 22, 23, 24, 25 5
6. Kependidikan mengelola interaksi    

26, 27, 28, 29, 30 5


belajar mengajar
Jumlah  Soal 30
 
d.  Kalibrasi Instrumen
1.  Validitas
Validitas instrumen diuji dengan menggunakan koefisien korelasi antara skor butir
instrumen dengan skor (rhit) melalui teknik korelasi “Product Moment (Person)”. Analisis
dilakukan terhadap semua butir instrumen. Kriteria pengujiannya ditetapkan dengan cara
membandingkan rhit berdasarkan hasil perhitungan dengan    rtab jika pada perhitungan rhit > r
tab maka butir instrumen dianggap tidak valid. Sehingga item soal tersebut tidak dapat
dipergunakan untuk penelitian.
Koefisien reliabilitas instrumen dimaksud untuk melihat jawaban butir-butir
pernyataan yang diberikan oleh guru SMP Negeri di Kecamatan Muara Bengkal dan analisis
dengan menggunakan item soal sebanyak 40 besaran koefisien korelasi.
 
F. Teknik Pengumpulan Data
 

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup,
merupakan angket yang menghendaki jawaban pendek, atau jawabannya diberikan dengan
membubuhkan tanda tertentu. Daftar pertanyaan disusun dengan disertai alternatif
jawabannya, responden diminta untuk memilih salah satu jawaban dari alternatif yang sudah
disediakan.
 
G. Teknik Analisis Data
 

Setelah data terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode kuatitatif, metode


statistik yang digunakan adaslah statistik deskriptif dan statistik non parametik. Statistik
deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran karakteristik penyebaran skor setiap
variabel yang diteliti dengan menghitung rata-rata, simpangan baku, median, modus serta
visualisasi data berupa tabel dan grafik.
            Statistik non parametik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik
Koefisien Korelasi Rank  Spearman (rs), Koefisien Korelasi Kendali (r), dan Koefesien
Korelasi Rangking Partial Kendali. Sebelum Pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
pengujian persyaratan analisis, yaitu uji normalitas.
1.      Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk menentukan normal tidaknya distribusi data penelitian.
Hal ini berpengaruh terhadap metode statistik yang digunakan. Uji normalitas yang
digunakan adalah dengan Program Komputer Microstat. Data penelitian normal apabila
harga x2 hitung <  x2 tabel  atau p> 0,05 dengan taraf signifikan α = 0,05.
 
 
 
2.      Uji Hipotesis
a.   Hipotesis 1
Terdapat hubungan yang positif antara pembinaan dari kepala sekolah pada rencana kerja
guru dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di Kabupaten Kutai Timur. Untuk menguji
hipotesis tersebut digunakan Analisis Koefesien Korelasi Rank Spearman (r s) seperti yang
dikemukakan oleh Siegel.  Jika jumlah sampel yang terlalu besar N≥10 maka koefisien
korelasi didekati dengan uji t (student’s t). Dengan kriteria sebagai berikut Ho ditolak jika
t
hitung < ttabel dan sebaliknya, pada taraf signifikan α = 0,05.
 

b.   Hipotesis 2
Terdapat hubungan yang positif antara kompetensi guru dengan kedisiplinan guru SMP
Negeri di Kecamatan Muara Bengkal. Hipotesis ini diuji dengan menggunakan analisis
koefisien Korelasi Rank Spearman: rs seperti yang dikemukakan oleh Siegel.  Jika jumlah
sampel yang terlalu besar N≥10 maka koefisien korelasi didekati dengan uji t (student’s
t).
Dengan kriteria sebagai berikut Ho ditolak jika thitung < ttabel dan sebaliknya, pada taraf
signifikan α = 0,05.
 

c.   Hipotesis 3
Terdapat hubungan yang posistif antara pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja
guru, kompetensi guru dengan kedisiplinan guru SMP Negeri di Kecamatan Muara
Bengkal. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan analisis koefisiensi Korelasi
Ranking Partial Kendali: Txy.z seperti yang dikemukakan oleh Siegel.38  Jika jumlah
sampel yang terlalu besar N≥10 maka koefisien korelasi didekati dengan uji Z dan nilai Z
dibandingkan dengan tabel kemungkinan yang berkaitan dengan harga-harga seekstrim
harga-harga Z observasi dalam distribusi normal. Dengan kriteria sebagai berikut Ho
ditolak jika p<0,05 dan sebaliknya, pada taraf signifikan α = 0,05.
 
 
 
H. Hipotesis Statistik
 

Ho: Hipotesisa awal adalah


1.      Tidak ada hubungan antara X1 dan Y
2.      Tidak terdapat hubungan antara X2 dan Y
3.      Tidak terdapat hubungan X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y
Keterangan:
Ho adalah Hipotesis nol
Ho adalah Hipotesis Alternatif
Px1y adalah koefisien korelasi antara pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru
dengan kedisiplinan guru.
Px2y adalah koefisien korelasi antara kompetensi guru dengan kedisiplinan guru.
Pyx1x2 adalah koefisien korelasi antara pembinaan kepala sekolah pada rencana kerja guru dan
kompetensi guru dengan kedisiplinan guru.
 
 
 
 
 
 
 Motivasi sangat penting artinya bagi parusahaan, karena motivasi merupakan bagian dari kegiatan

perusahaan dalam proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan manusia dalam bekerja.
Dalam melaksanakan suatu pekerjaan seorang pegawai harus memiliki motivasi sehingga dapat
memberikan dorongan agar pegawai dapat bekerja dengan giat dan dapat memuaskan kepuasan
kerja.
Adapun tujuan dan manfaat dari motivasi menurut Dr. Sowatno (2001:147), diantaranya sebagai
berikut :
1. Mendorong gairah dan semangat kerja
2. Meningkatkanmoraldankepuasankerjapegawai
3. Meningkatkan produktifitas kerja pegawai
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai
6. Mengefektifan pengadaan pegawai
7. Menciptakan hubungan kerja dan suasana yang baik
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai
9. Meningkatkan kesejahteraan pegawai
10.Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
11.Menigkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku, dan sebagainya.
 
 
 
 
 

 MOTIVASI KERJA

MOTIVASI KERJA
Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan
setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap
anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang
atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003:41).

Pengertian Motivasi Kerja


Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini dikemukakan pengertian
motif, motivasi dan motivasi kerja. Abraham Sperling (dalam Mangkunegara, 2002:93)
mengemukakan bahwa motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas,
dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri- Penyesuaian
diri dikatakan untuk memuaskan motif. William J. Stanton (dalam Mangkunegara, 2002:93)
mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada
tujuan individu dalam niencapai rasa puas. Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford
(dalam Mangkunegara, 2002:93) bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan
manusia ke arah suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif
merupakan suatu dorongan kebuluhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar
pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan
motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai
tujuan dari motifrtya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi untuk
membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Dalam hubungannya dengan
lingkungan kerja, Ernest L. McCormick (dalam Mangkunegara, 2002:94)
mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang
berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan kerja.
*) Sumber : Mangkunegara (2002:94)
Gambar 2.3
Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan
4.2. Teori Motivasi Kerja
Teori Kebutuhan (Maslow’s Model)
Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena
menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan
butuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk
kerja.
Menurut Maslow, pada umumnya terdapat hicrarki kebutuhan manusia, yang
pat dilihat pada Gambar 2.4 :
Sumber : Arep Ishak & Tanjung Hendri (2003:26)
Gambar 2.4
Maslow’s Need Hierarchy
1. Kebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan,
minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan
pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena
dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari
kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk
melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa
uang atau pun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebuluhan utama ini.
2. Kebutuhan aktualisasi dirt, yakni senantiasa percaya kepada diri
sendiri. Pada puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau
aktualisasi diri. Kebuluhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan
individu unluk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai
pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.
b. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M=f(R&C)
M = Motivasi
R = Reward (penghargaan) – primer/sekunder
C = Consequens (Akibat) – positif/negative
Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan
punishment yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003:35-
37).
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk
meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut
teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang
diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan
bahwa perilaku seorang di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya
yang sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu: (a) positive reinforcement (penguatan
positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif; (b) negative
reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan karena
mengurangi atau mcnghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya, berupaya
cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan mendengar atasan
mengomel terus-menerus; (c) extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan
suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan; (d) punishment, yaitu
konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan atau
jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua kategori,
yaitu: (a) gaji, keuntungan, liburan; (b) kenaikan pangkat dan jabatan, bonus,
promosi, simbol (bintang) dan penugasan yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para
karvawan harus: (a) mcmenuhi kebutuhan pegawai; (b) dibandingkan dengan
reward yang diberikan oleh perusahaan lain; (c) di distribusikan secara wajar
dan adil; (d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk; (e) dikaitkan dengan prestasi.
c. Teori Harapan (Expectacy Theory)
Teori ekspetansi menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh
keyakinan-keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya-kinerja, dan
di dambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan dengan tingkat kinerja
yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori tersebut
berlandaskan logika: “Orang-orang akan melakukan apa yang dapat mereka
lakukan, apabiia mereka berkeinginan untuk rnelakukannya”.
Vroom (dalam Winardi, 2002:109-110) berpendapat bahwa motivasi
terhadap kerja merupakan hasil dari ekspektansi kali instrumentalitas, kali valensi.
Hubungan multiplikatif tersebut berarti bahwa daya tarik motivasional jalur
pekerjaan tertentu, sangat berkurang, apabiia salah satu di antara hal berikut:
ekspektansi, jnstrumentalilas, atau valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan
tertentu memiliki sebuah dampak motivasional tinggi serta positif, sebagai hasil
kerja, maka ekspektansi, inslrumentalitas, dan valensi yang berkaitan dengan
imbalan tersebut hams tinggi serta positif.
Motivasi – Ekspektansi x Instrumen x Valensi (M = E x I x V) Hubungan
antara motivasi seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan
diperolehnya yakni apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya
(kinerjanya) baik. Motivasi dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan pribadi seperti
rasa tertarik atau memperoleh harapan.
*) Sumber : Schermerhon et al (dalam Winardi, 2002:110)
Gambar 2.5
Istilah-istilah Ekspektansi dipandang dari sudut Perspektif Manajerial
Selain teori ekspektansi diatas, terdapat teori motivasi dengan model lain
yang dirumuskan sebagai berikut:
M={(E – P)} {(P – O) V}
Penjelasarmya adalah:
M = Motivasi
E = Pengharapan (Expectation)
P = Prestasi (Performance)
O = Hasil (Outcome)
V = Penilaian (Value)
Secara sederhana, dalam teori ini, motivasi merupakan interaksi antara
harapan sctelah dikurangi prestasi, dengan kontribusi penilaian yang dikaitkan
dengan prestasi dikurangi hasil. Karena kebutuhan di atas merupakan generalisasi
karena kenyataannya kebutuhan orang tidak sama, maka dikenai The Expectacy
Model yang menyatakan. “Motivasi adalah fungsi dari berapa banyak yang
diinginkan dan berapa besar kemungkinan pencapaiannya” (lihat Gambar 2.6).
Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan
motivasi, maka seorang seorang manajer harus (Arep Ishak & Tanjung Hendri,
2003:32-34):
1. Mengakui bahwa setiap karyawan memiliki kebutuhan yang berbeda dan
preferensi yang berbeda pula. Tidak ada dua orang yang benar-benar memiliki
kebutuhan yang sama.
2. Mencoba memahami kebutuhan utama seorang karyawan. Memahami apa
yang dibutuhkan apalagi kebutuhan utama karyawan, merupakan perilaku atasan
yang dicintai bawahan.
3. Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya
melalui prestasi. Hal ini tidak sulit jika dilakukan dengan ketulusan, bukan pamrih.
d. Teori Penetapan Tujuan Locke
Suprihanto, dkk (2003:52-53) menyatakan bahwa teori penetapan tujuan
(goal-setting theory) ini merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa tujuantujuan
vang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja
(performance) yang lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha
partisipasi. Meskipun dcmikian pencapaian tujuan belum tentu dilakukan oleh
banyak orang. Dalam pencapaian lujuan yang partisipatif mempunyai dampak
positif bcrupa timbulnya penerimaan (acceptance), artinya sesulit apapun apabila
orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dijalankan dengan baik.
Sementara itu dalam pencapaian tujuan yang partisipatif dapat pula berdampak
ncgatif yaitu timbulnya superioritas pada orang-orang yang memiliki kemampuan
lebih tinggi.
Teori Penetapan Tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan maksud
individu yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku orang akan
terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai tingkat prcstasi yang lebih tinggi.
Menurut teori ini, prestasi akan tergantung pada tingkat kesukaran tujuan,
kerincian tujuan, dan komitmen seseorang terhadap tujuan. Tujuan yang lebih
sukar akan membuat orang frustrasi sehingga prestasinya juga rendah. Kerincian
tujuan akan mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap tujuan di mana
seseorang lebih menyadari dan mcmahami tujuannya akan berprestasi lebih baik.
Sedangkan variabel komitmen terhadap tujuan menyangkut keterlibatan seseorang
terhadap tujuan. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi bisa diharapkan akan
berprestasi lebih baik.
*) Sumber: Arep Ishak & Tanjung Hendri (2003:33)
Gambar 2.6
Model Ekspektansi
2.2.3. Manfaat Motivasi Kerja
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena
bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan
dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam
skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.
Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat
orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini
terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termolivasi,
schingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan
yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya
akan dipantau Oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan
terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep Ishak &
Tanjung Hendri, 2003:16-17).
*) Sumber : Arep Ishak & Tanjung Hendri (2003:17)
Gambar 2.7
Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Frederick Herzberg (dalam Masithoh, 1998:20) mengembangkan
teori hierarki kcbutuhan Maslow menjadi teori dua factor tentang motivasi. Dua
faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan
satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang
disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan factor
pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang
tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
1. Prestasi yang diraih (achievement)
2. Pengakuan orang lain (recognition)
3. Tanggungjawab (responsibility)
4. Peluang untuk maju (advancement)
5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self)
6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene
factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan
kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang
merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke
dalam faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Kompensasi
2. Keamanan dan keselamatan kerja
3. Kondisi kerja
4. Status
5. Prosedur perusahaan
6. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman
sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
2.3 KINERJA
Kinerja pada dasarnya adaiah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu
maupun keiompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja
organisasi (Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2002:78).
2.3.1. Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam
As’ad, 1991:47) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Lebih tegas lagt Lawler and Poter menyatakan bahwa kinerja adalah
“succesfull role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatanperbuatannya
(As’ad, 1991:46-47). Dari batasan tersebut As’ad menyimpulkan
bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku
untuk pekerjaan yang bersangkutan. Sedang Suprihanto (dalam Srimulyo, 1999:33)
mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya
adaiah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan
dengan kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kinerja yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati bersama.
Menurut Vroom (dalam As’ad 1991:48), tingkat sejauh mana keberhasilan
seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya discbut “level of performance”.
Biasanya orang yang level of performance-nyd tinggi disebul sebagai orang yang
produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan
sebagai tidak produktif atau berperformance rendah.
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh
seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
obyektif bukanlah tugas yang sederhana, Penilaian harus dihindarkan adanya “like
dan lislike” dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan
penilaian ini anting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusankeputusan
personalia ian memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
kinerja mereka.
Menurut T. Hani Handoko (dalam Thoyib, 1998:21-22) ada enam metode
penilaian kinerja karyawan:
1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang
membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting
bagi pelaksanaan kerja.
2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi
beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimal atau kata-kata yang
menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian
bobot sehingga dapat di skor. Metode ini bias memberikan suatu gambaran prestasi
kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.
3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang
berdasarkan catatan-catatan pemlai yang menggambarkan perilaku karyawan
sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan
ini disebut peristiwa kitis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan
balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.
4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang ahli
departemen main lapangan dan membantu para penyelia dalam penilaian mereka.
Spesialis jersonalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang
kinerja karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi
tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk di review, perubahan, persetujuan
dan serubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat
penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.
5. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian
irestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrarnpilan. Tes mungkin
tertulis atau peragaan ketrampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid.
Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation method.
6. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain siapa
yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai
terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor
pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya
menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Grading, metode
penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para karyawan dalam berbagai
klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada
setiap kategori. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai
dibenkan sejumlah nifai total dialokasikan di antara para karyawan dalam
kefompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan
kinerja lebih jelek. Kebaikan dari rnetode ini, penilai dapat mengevaluasi
perbedaan rclatif di antara para karyawan, meskipun kelemahan-kelemahan efek
halo (halo effect) dan bias kesan terakhir masih ada.
Mengenai manfaat penilaian kinerja, Handoko (dalam Srimulyo, 1999: 34-
35) mengemukakan:
1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja mernungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk
meningkatkan prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
Evaluasi prestasi keja membantu para pengambil keputusan dalam
mcnentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi iainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan.
Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja
masa lalu atau antisipasinya.
4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan.
Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya
latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan
potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karir.
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang
jalur karir tertentu yang harus diteliti.
6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing.
Prestasi kerja yang baik atau buruk adaiah mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Melihat ketidakakuratan informasional.
Prestasi kerja yanng jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan
dalam informasi analisis jabatan, rencana sumberdaya manusia, atau komponenkomponen
lain system informasi manajemcn personalia. Menggantungkan pada
informasi yang tidakakurat dapat rnenyebabkan keputusan-kcpulusan personalia
tidak tepat.
8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.
Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
9. Menjamin kesempatan kerja yang adil.
Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
10. Melihat tanlangan-tantangan ekternal.
Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar
lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi
lainnya.
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbcdaan kinerja antara
satu karyawan dengan karyawan, lainnya yang berada di bawah pengawasannya.
Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun
produktifitas mereka tidakiah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini
disebabkan oleh dua faktor (As’ad, 1991:49), yaitu : faktor individu dan situasi
kerja.
Menurut Gibson, et al (dalam Srimulyo, 1999:39), ada tiga perangkat
variabci yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, terdiri dari:
a. Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik
b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian
c. demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin.
2. VariabeJ organisasional, terdiri dari:
a. Sumberdaya
b. Kepemimpinan
c. Imbalan
d. Struktur
e. Desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis, terdiri dari:
a. Persepsi
b. Sikap
c. Kepribadian
d. Belajar
e. Motivasi.
Menurut Tiffin dan Me. Cormick (dalam Srimuiyo, 1999:40) ada dua
variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan
motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual
lainnya.
2. Variabel situasional:
a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdin dari; mctode kcrja, kondisi dan
desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran,
temperatur, dan fentilasi)
b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi,
sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
Sutemeister (dalam Srimulyo, 1999:40-41) mengemukakan pendapatnya,
bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor Kemampuan
a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat
b. Ketrampilan : kecakapan dan kepribadian.
2. Faktor Motivasi
a. Kondisi social : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan
b. Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic c.
Kondisi fisik : lingkungan kerja.
Dari berbagai pendapat ahli tersebut, maka sesuai dengan penelitian ini,
maka kinerja karyawan dinilai oleh atasan langsung berdasarkan faktor-faktor yang
telah ditentukan terlebih dahulu.
Penggunaan Penilaian Kinerja Bagi Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan
mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar, dan kemudian
mengkomunikasikannya dengan para karyawan. Penilaian demikian ini juga disebut sebagai
penilaian karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil.
Riset menunjukkan penggunaan peniiaian kinerja yang luas untuk mengadministrasi honor
dan gaji, memberikan umpan bafik kinerja, dan mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan
karyawan.

Penilaian kinerja kadang-kadang merupakan kegiatan manajer yang paling tidak disukai, dan
mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian. Tidak semua peniiaian kinerja
bersifat positif, dan mendiskusikan nilai dengan karyawan yang nilainya buruk bisa menjadi
lidak menyenangkan. Penilaian kinerja karyawan
memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi, dan keduanya bisa merupakan
konflik yang potensial. Salah satu kegunaan adalah mengukur kinerja untuk tujuan
memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat keputusan administratif
mengenai si karyawan.

Promosi atau pemecatan karyawan bisa tergantung pada hasil penilaian kinerja, yang sering
membuat peniiaian kinerja menjadi sulit untuk dilakukan oleh para manajer. Kegunaan yang
lainnya adalah untuk pengembangan potensi individu (Robert L. Mathis & John H. Jackson,
2002:81-83).
1. Penggunaan Administratif
Sistem peniiaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang diharapkan diterima
oleh karyawan dengan produktivitas yang dihasilkan mereka. Hubungan ini dapat
diperkirakan sebagai berikut:
Produktivitas penilaian kinerja penghargaan
Kompensasi berdasarkan peniiaian kinerja ini merupakan inti dari pemikiran bahwa gaji
seharusnya diberikan untuk suatu pencapaian kinerja dan bukannya untuk senioritas. Di
bawah sistem orientasi-kinerja ini, karyawan menerima kenaikan berdasarkan bagaimana
mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Peran
manajer secara historis adalah sebagai evaluator dari kinerja bawahan, yang kemudian
mengarah pada rekomendasi kompensasi karyawan atau keputusan lainnya. Jika ada bagian
dari proses ini yang gagal, di mana karyawan yang paling produktif tidak menerima imbalan
yang lebih besar, akan menyebabkan timbulnya persepsi akan adanya ketidakadilan di dalam
kompensasi karyawan.

Penggunaan administratif lainnya dari peniiaian kinerja adalah seperti keputusan untuk
promosi, pemecatan, pengurangan, dan penugasan pindah tugas, yang sangat penting untuk
para karyawan. Sebagai contoh, urutan pengurangan karyawan dapat diberikan alasan dengan
penilaian kinerja. Untuk alasan ini, jika seorang pengusaha menyatakan bahwa keputusan ini
dibuat berdasarkan peniiaian kinerja, maka hasii penilaian kinerja harus mendokumentasikan
dengan jelas perbedaan-perbedaan dari kinerja seluruh karyawan. Sedangkan untuk promosi
atau demosi berdasarkan kinerja juga harus didokumcnkan dengan peniiaian kinerja.
Penilaian kinerja adalah penting ketika organisasi memberhentikan, mempromosikan, atau
membayar orang-orang secara berbeda, karena hal-hal ini membutuhkan pembelaan yang
kritis jika karyawan menuntut keputusan yang ada.
2. Penggunaan untuk Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk karyawan
yang merupakan kunci bagi pengembangan mereka di masa mendatang. Di saat atasan
mengidentiflkasikan kelemahan, potensi, dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik
penilaian kinerja, mereka dapat memberi tahu
karyawan mengenai kcmajuan mereka, mendiskusikan ketrampilan apa yang perlu mereka
kembangkan, dan melaksanakan perencanaan pengcmbangan. Peran manajer pada situasi ini
adalah seperti pembina. Tugas pcmbina adalah memberi penghargaan kinerja yang baik
berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan, dan menunjukkan
pada karyawan bagaimana caranya meningkatkan diri.

Tujuan umpan balik pengembangan adalah untuk mengubah atau mendorong tingkah laku
seseorang, bukannya untuk membandingkan individu-individu sebagaimana dalam kasus
dalam penggunaan administratif yang digunakan untuk penilaian kinerja. Dorongan yang
positif untuk tingkah laku yang diinginkan organisasi adalah bagian yang penting dan
pengembangan. Fungsi pengembangan dari penilaian kinerja juga dapat mengeidentifikasikan
karyawan mana yang ingin berkembang.
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”.
Motivasi ini diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut.
Adapun kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan. Terkait dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah
mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau
bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk
mewujudkan tujuan organisasi.
Gibson berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan
yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja sebagai pendorong timbulnya
semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh
terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih. Lebih jauh dijelaskan, bahwa dalam kehidupan
sehari-hari seseorang selalu mengadakan berbagai aktivitas. Salah satu aktivitas tersebut
diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti
melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh orang
yang bersangkutan.

Dalam kehidupan, motivasi memiliki peranan yang sangat penting karena motivasi adalah hal
yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia,supaya mau bekerja giat
dan antusias mencapai hasil yang optimal. Tanpa adanya motivasi dalam diri seseorang maka
dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak sedikitpun dari tempatnya berada
Begitupun dalam dunia kerja, motivasi memegang peranan penting dalam usaha pencapaian
tujuan suatu organisasi,sehebat apapun recana yang telah dibuat oleh manajemen apabila
dalam proses aplikasinya dilakukan oleh orang orang (karyawan) yang kurang atau bahkan
tidak memiliki motivasi yang kuat maka akan menyebabkan tidak terealisasinya rencana
tersebut.

ARTI PENTING MOTIVASI

Motivasi merupakan factor penting yang mempengaruhi prestasi. Namun, motivasi bukan
merupakan satu-satunya factor, factor lain misalnya kemampuan, usaha dan pengalaman.
Motivasi berkaitan dengan:

 Arah perilaku
 Kekuatan respon
 Persistensi perilaku

TEORI-TEORI TENTANG MOTIVASI

Teori-teori Tentang Motivasi Kekuatan terbesar sebuah teori terletak pada manfaatnya sebagi
sebuah model umum nutuk menghadapi aneka macam persoalan dan problem. Walaupun
teori-teori tentang motivasi, tidak dapat memberikan petunjuk bagaimana seorang manajer
harus berprilaku dalam situasi tertetu, mereka merupakan petunjuk-petunjuk tentang
persoalan-persoalan yang perlu dipertimbangkan dalam hal penganbilan keputusan, dan
mereka menunjukan proses mana kiranya paling mungkin menghasilkan hasil-hasil yang
diinginkan. Ada beberapa teori tentang Motivasi, yaitu :

TEORI HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW


Maslow dalam Robbin bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan
berikut:

1. Psikologis, antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), sex,
dan kebutuhan jasmaniah lainya.
2. Keamanan, antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional
3. Sosial, mencakup kasih saying, ras dimiliki, diterima baik, dan persahabatan.
4. Penghargaan, mencakup rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi ; dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan dan
perhatian
5. Aktualisasi diri, Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup
pertumbuhan, mencapai potensinya, dan pemenuhan diri.

TEORI ERG ALDERFER

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu:

 E = Existence (kebutuhan akan eksistensi),


 R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain)
 G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting yaitu:

1. Secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan
oleh Maslow dan Alderfer, karena dapat dikatakan: “Existence” dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow, “Relatedness” senada
dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow, dan
“Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
2. Teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan
tampak bahwa: (a) makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar
pula keinginan untuk memuaskannya, (b) kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan
yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah
dipuaskan, (c) sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
(d) tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada
kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya
kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

ORGANIZATIONAL JUSTICE
Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan
memperlakukan mereka dengan adil.
Organisasi keadilan berfokus pada tiga bentuk persepsi keadilan, yaitu:

1. Distributive Justice, mempertimbangkan persepsi dari hasil keadilan


2. Procedural Justice, menekankan pentingnya keadilan dari prosedur yang digunakan.
Apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan
cukup adil atau tidak
3. Interactional Justice, keadilan yang didasarkan pada keadilan yang dirasakan terhadap
perlakuan yang diterima.

TEORI EXPECTANCY MODEL

Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan
itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi
individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang
karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya
akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik.
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya
pada masa depan. Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung
meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan
menjadi malas.

Tiga konsep penting dalam teori expentancy, yaitu :


1.Harapan (expentancy)
adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan merupakan
propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu
yang berarti kepastian. Seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku tertentu
mereka akan mendapatkan hasil kerja yang diharapkan (yaitu prestasi kerja yang tinggi).
Para karyawan perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu,
perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang
memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
2. Nilai (Valence)
adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai
motivasi) bagi setiap individu tertentu. Seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dengan
hasil kerja yang lebih tinggi (yaitu penghasilan, baik berupa gaji ataupun hal lain yang
diberikan perusahaan seperti asuransi kesehatan, transportasi, dsb).
Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang
berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para
karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan
penghasilan yang lebih baik pula.
3. Pertautan (Instrumentality)
adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil
tingkat ke dua. Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar
antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis
tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan
positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk
menimbulkan hasil tingkat ke dua. Seberapa penting karyawan menilai penghasilan yang
diberikan perusahaan kepadanya.
Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah sulit bagi
perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu
karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa
ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa
ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah
perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-
masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.

JOB CHARACTERISTIC MODEL

Job Characteristic Model menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih melalui
karakteristik dari pekerjaan itu sendiri. Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting
untuk memotivasi karyawan adalah task identity (identitas tugas), task significance
(signifikansi tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi), and feedback
(umpan balik). Sebagai contoh untuk karakteristik pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng
soda adalah sebagai berikut:

 Task Identity (Identitas Tugas)

Karena pekerja hanya bertugas mengisi kaleng, mereka tidak dapat melihat keseluruhan
proses kerja mulai dari awal (ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan ke pabrik) hingga akhir
(ketika dusdus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).

 Task Significance (Signifikansi Tugas)

Para pekerja bisa jadi merasa bahwa pekerjaan mereka tidaklah penting, karena mereka tidak
bisa melihat bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya mempengaruhi karyawan lain di
perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.

 Skill Variety (Variasi Keahlian)

Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis keahlian, yaitu mengisi kaleng soda.

 Autonomy (Otonomi)

Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam pekerjaan mereka karena mereka
harus terus mengisi kaleng yang datang dari ban berjalan.

 Feedback (Umpan Balik)


Para pekerja tidak mendapatkan umpan balik sehingga mereka tidak mengetahui apakah
mereka telah bekerja dengan baik atau tidak.
Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias,
termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah
mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan
mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap
memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu
menginginkan pertumbuhan diri pribadi

JOB ENRICHMENT

Metode paling popular untuk menerapkan Job Characteristic Model adalah Job Enrichment.
Metode ini telah digunakan dengan cukup sukses di banyak perusahaan sejak tahun 70-an
seperti AT&T dan Western Union di Amerika Serikat, Norsk Hydro di Norwegia, dan Volvo
Corporation di Swedia).
Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat
dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Akan tetapi, Job Enrichment
justru dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam
pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika
pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic
Model, program Job Enrichment yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

 Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru


 Meningkatkan keahlian pekerja
 Tetapkan target
 Memberikan umpan balik

Tag: arti motivasi , pengertian motivasi , manfaat motivasi  , cara memotivasi , filsafat
motivasi , teori motivasi  , teori hierarki , 

 
 
 
 
 
 
 
 

 
DAFTAR PUSTAKA
 
 
 
Arikunto, Suharsimi. Dasar–Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bima Aksara, 1999.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Atmodiwiro, Subagio. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadirya Jaya, 2000.
Bafadal, Ibrahim. Supervisi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional. Panduan Manajemen Sekolah. 2000.
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Mulyasa, Manajemen Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Imron, Ali. Pembinaan Guru Di Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka, 1995.
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1990.
Pidarta, Made. Jurnal Ilmu pendidikan. Malang: Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, November, 1999.
Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC, 2001.
Samana, Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisus, 1994.
Siegel, Sidney. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia, 1997.
Saydam, Gouzali. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) I.
Jakarta: PT. gunung Agung, 2000.
Soewadji, Lazaruth. Kepala Sekolah Dan Tanggung Jawabnya. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Suyanto, Hisyam, Djihad. Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2000.
Thoha, Chabib.Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1991.
Tilaar. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Magelang: Indonesia Tera, 2001.
Wahyosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Zamroni. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Biograf Publishing, 2001.
 
 
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang
memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang disiplin. Sebutan orang yang memiliki
disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan,
berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang
yang kurang disiplin biasanya ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati
peraturan dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal),
pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal).
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan
dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku
sesuai dengan aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan
siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut
disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya
mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk
memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku
sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993)
bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the
school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang
standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja.
Pengertian disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai
konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam
menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik
(physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment),
sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous
School” (1999).
Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan
disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2)
mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang
oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat
baginya serta lingkungannya. Sementara itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad
(1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and
students, and (2) create an environment conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001)
menyebutkan bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be to help
students accept personal responsibility for their actions, understand why a behavior change is
necessary, and commit themselves to change”. Hal senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993)
bahwa tujuan disiplin sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang
nyaman terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan disiplin
dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu,
dan suasana belajar menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.
Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce organization standarts” dan
oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya
menggerakkan siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa
berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya
mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk
memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif
siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah
sangat mengkhawarirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor
dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan
diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun
pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang
merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus
bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku
lainnya.Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di
sinilah arti penting disiplin sekolah.
Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan,
keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan
dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan
para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang
dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam
hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah.
Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya
pendisiplinan siswa di sekolah.
Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai
berikut :
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan,
kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken
home.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau
kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin,
dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin
dalam diri siswa, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini, guru harus mampu melakukan hal-hal
sebagai berikut :
Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari latar
belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula,
dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat
menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang
yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai
standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan
berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan pada
umumnya.
Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum.
Baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung
tinggi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang
mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.
Selanjutnya, Brown dan Brown mengemukakan pula tentang pentingnya disiplin dalam proses
pendidikan dan pembelajaran untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut :
Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang
kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus
hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan
sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa
dengan lingkungannya.
Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam
diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar
mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan
menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan selalu dijumpai hal
yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk
mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada
umumnya dan dalam proses belajar mengajar pada khususnya.
memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak
disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan
yang tidak disiplin.
Sementara itu, Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum merancang
disiplin siswa, yaitu : (1) konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat
berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka; (2)
keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima
perasaan dan mendorong kepatuhan siswa; (3) konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru
disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam
mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah; (4)
klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan
membentuk sistem nilainya sendiri; (5) analisis transaksional; guru disarankan guru belajar sebagai
orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah; (6) terapi
realitas; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu
bersikap positif dan bertanggung jawab; dan (7) disiplin yang terintegrasi; metode ini menekankan
pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan;
( modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif; (9) tantangan bagi disiplin; guru
diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari
pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam
posisi sebagai pemimpin.

Teori Motivasi McClelland & Teori Dua Faktor Hezberg

Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapi.
Menurut Robbins (2001:166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan
tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk
memenuhi beberapa kebutuhan individual.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004:36)
menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan,
tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya
dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang
telah ditentukan sebelumnya.

Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan
akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan
meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya,
maka kepentingan-kepentingan pribadinya akan terpelihara pula.
Sunarti (2003:22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi yaitu
perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik
lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas kerja yang optimal maka
seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan
hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat
memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan
meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi.

Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu

(1) kemungkinan untuk berkembang,

(2) jenis pekerjaan, dan

(3) apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari

perusahaan tempat mereka bekerja.

Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu
rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang
menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan
melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang,
kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta
bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.

Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras
sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang
berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Disamping itu ada beberapa aspek yang
berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang
adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan
perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan,
pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan,
kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi
faktor pemicu kerja karyawan

Sekilas David McClelland


David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar doktor dalam psikologi di Yale pada
1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada
pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan
pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian
karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di
berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.

David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The
Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)

2. Motivasi untuk berkuasa (n-pow)

3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)

Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland

David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment


Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa
yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa
individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan
tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.

Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment),
kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.

Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa
karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

A. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan


dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang
menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan
untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab
pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai
prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan
dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk
pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

B. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)

Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam
suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk
ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori
Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland
menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk
mencapai suatu posisi kepemimpinan.

n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh
terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk
menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan
akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh
sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi
umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut,


akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.

Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:

a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.

b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi

yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.

c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses

(umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).


Penelitian David Mcclelland

Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna
mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para
usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.

Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat
dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan
mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang
(Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan
masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan
(McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul
risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan
yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang
hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil.

Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan
‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang
wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini
dijalankan karena dia membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko
yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif
(Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang
mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian-
atau pada prestasi - dibanding pekerjaan lain.

Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif.
Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama
waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang.
Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan masyarakat atas sukses
mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang
telah dilakukan.

Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari


pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap
prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak
begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses
bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.
Sekilas Frederick Herzberg

Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog klinis dan dianggap sebagai
salah satu pemikir besar dalam bidang manajemen dan teori motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan
di Massachusetts pada 18 April 1923. Sejak sarjana telah bekerja di City College of New York. Lalu
tahun 1972, menjadi Profesor Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hezberg
meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.

Teori Dua Faktor Hezberg

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua
faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu
kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan
aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan
memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang
memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai
maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).

Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam
memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup
perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya
pengakuan atas semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-
embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi
sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua
faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :

a. Maintenance Factors
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung
terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

b. Motivation Factors

Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan
sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan
terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.

Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat
penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh
Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri
kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama
dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi
kepada bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati
dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus mengkaji
lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang
berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh
Herzberg:

Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau
pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya
berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan
oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki
kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam
memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini
membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 :
13).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai
Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138).
Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor
kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor
intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik
yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang
memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang
tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan
perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor
ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan
kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang,
2002 : 107).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri
(the work it self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan
orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para
pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan
dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu
dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat


guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor
motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih
rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini
mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan
karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat
memenuhi kebutuhan dasar mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Diposkan oleh Phyrman di 11:28

Berdasarkan uraian diatas, maka kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia
pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global
semakin ketat. Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja
itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi disamping cara-cara yang lain.

Winardi (2001: 207) menyatakan Motivasi merupakan suatu


kekuatan potensial yang ada pada diri seseorang manusia, yang dapat
dikembangkannya sendiri, atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar
yang pada intinya sekitar imbalan moneter, dan imbalan non moneter, yang
dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, hal mana
tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan
Motivasi juga bukan merupakan hal yang mudah dilakukan,
karena seorang pimpinan sulit untuk mengetahui kebutuhan (needs) dan
keinginan (wants) yang diperlukan oleh seorang bawahan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Motivasi bukan timbul dari dalam diri
manusia saja melainkan juga dari kekuatan-kekuatan lingkungan yang
mempengaruhi individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan tujuan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dicapai. Dorongan
tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi individu kalau
tidak diarahkan, baik oleh diri sendiri maupun orang lain yang juga
mengetahui potensi-potensi yang dimiliki oleh individu tertentu.
Dorongan kearah positif akan meningkatkan hasil yang optimal bagi diri
sendiri maupun orang lain yang merupakan rekan kerja maupun yang
berada di luar lingkungan kerja tersebut. Sebaliknya, kalau yang terjadi
adalah dorongan kearah negatif, maka yang terjadi adalah kerugian dari
kegiatan-kegiatan yang dijalankan baik untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain dan lingkungan sekitarnya sehingga dampak seperti ini harus diarahkan kembali kearah
positif demi kepentingan yang sebenarnya untuk kemajuan.

Ada berbagai macam motivasi dalam diri manusia yang tergantung kepada kebutuhan mana yang
akan diutamakan. Apabila kebutuhan utama tersebut telah terpenuhi maka akan timbul kebutuhan
lain yang sebelumnya dimiliki, sehingga akan berlanjut terus sampai kepada kebutuhan yang belum
pernah dimiliki oleh orang lain. Artinya, manusia dapat saja menggunakan orang lain sebagai
patokan terhadap suatu kebutuhan untuk memotivasi mencapai hal yang sama tetapi dapat juga
untuk mencapai hal-hal lain karena berbeda terhadap sesuatu yang diinginkan. Manusia umumnya
cenderung mendapatkan sesuatu yang sama atau berbeda dengan orang lain bila kondisi internal
maupun kondisi eksternal mendukung kearah tersebut. Hal ini yang secara tidak langsung
menunjukkan kuatnya motivasi berupa kemampuan diri guna meraih apa yang pernah maupun yang
belum pernah diraih oleh orang lain atau dengan kata lain bahwa individu tersebut juga mempunyai
kemampuan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, motivasi yang diharapkan dari guru adalah
bahwa fungsi dari motivasi tersebut dapat mempengaruhi kinerja guru. Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya gairah kerja guru, agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan
segenap kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Para guru
mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi tersebut akan dilepaskan atau digunakan
tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.
Dalam Hasibuan (2003:162-163), Mc. Clelland mengemukkan teorinya yaitu Mc. Clelland's
Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Prestasi Mc. Clelland. Teori ini berpendapat
bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang
tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan oleh : (1) kekuatan motif dan
kekuatan dasar yang terlibat, (2) harapan keberhasilannya, dan (3) nilai insentif yang terletak pada
tujuan. Menurut pendapat dari Maslow yang dikenal dengan "Teori Kebutuhan Manusia" adalah
bahwa seseorang mempunyai lima (5) tipe kebutuhan dan kebutuhan ini akan digunakan untuk
menyusun hirarki. Artinya, kebutuhan dibangun atas dasar dari bawah keatas atau dengan kata lain
bahwa kebutuhan harus dipenuhi sebelum dipicu oleh kebutuhan selanjutnya. Adapun kebutuhan
tersebut adalah kebutuhan :

1. Fisiologis
2. Kebutuhan Kemanan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi diri

Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka seseorang akan termotivasi dalam


melakukan serta menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya termasuk profesi sebagai guru. Teori
ini menyatakan bahwa seseorang berperilaku karena didorong oleh adanya keinginan untuk
memperoleh pemenuhan dalam bermacam-macam kebutuhan.
Berbagai kebutuhan yang dinginkan oleh seseorang berjenjang, artinya apabila kebutuhan pada
jenjang pertama telah dapat dipenuhi, maka kebutuhan jenjang kedua akan mengutamakan apabila
kebutuhan pada jenjang kedua telah dapat dipenuhi, maka kebutuhan jenjang ketiga akan menonjol,
demikian seterusnya sampai dengan kebutuhan jenjang kelima. Jika kebutuhan guru tersebut
terpenuhi berarti guru memperoleh dorongan dan daya gerak untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan baik. Ini berarti kinerja guru dapat tercapai dengan baik. Kinerja yang tercapai dengan baik
itu terlihat dari guru yang rajin hadir di sekolah dan rajin dalam mengajar, guru mengajar dengan
sungguh-sungguh menggunakan rencana pelajaran, guru mengajar dengan semangat dan senang
hati, menggunakan media dan metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran, melakukan
evaluasi pengajaran dan menindaklanjuti hasil evaluasi. Apa yang dilakukan oleh guru ini akan
berdampak kepada keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.
KOMPETENSI GURU

Konsep tentang profesionalisme sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kompetensi, tuntutan profesional

dari suatu pekerjaan pada dasarnya melukiskan persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan ditugaskan

memangku pekerjaan tersebut. Dalam hubungan ini Oteng Sutisna dalam buku Administrasi Pendidikan, Dasar

Teoritis Untuk Praktek Profesional mengatakan

Dalam menghadapi tantangan ini pembaharuan sistem pendidikan lebih memerlukan ide, ketrampilan, keberanian, dan
kemauan untuk penilaian diri, didukung oleh kemauan untuk berubah. Ini berarti bahwa kedudukan eksekutif dalam
administrasi harus diisi oleh orang-orang yang berwibawa dan cakap yaitu orang-orang yang memiliki kemampuan
untuk memperlihatkan prilaku yang memungkinkan untuk menjelaskan tugas dan kewajiban administrasi dengan cara
yang diingini atau dengan kata lain orang-orang yang tidak berbuat tidak sekedar menjalankan pekerjaan manajemen
pendidikan, tetapi untuk meningkatkan kualitas, efisiensi produktifitas dan relevansi perbuatan sistem pendidikan.
Singkatnya orang-orang yang mampu memperlihatkan perbuatan profesional yang bermutu (36:4).

Mutu dan kualitas kemampuan untuk menguasai tuntutan pekerjaan ditentukan oleh unsur-unsur pekerjaan,

teori dan kepandaian seperti yang dikatakan oleh Oteng Sutisna : cara yang paling baik untuk menjelaskan konsep

kemampuan adalah dengan melukiskan tiga unsurnya yaitu:j ob (pekerjaan),t heor y (teori), know how (kepandaian).

Kemampuan bertalian dengan pekerjaan. Pekerjaan tersebut mengandung tuntutan supaya dikerjakan dengan prilaku

yang diharapkan.

Untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan tuntutan yang dipersyaratkan maka orang yang dibebani tugas

harus memiliki teori, pengetahuan, pandangan, konsep-konsep yang dapat menjelaskan kepadanya tentang pekerjaan

tersebut dengan tuntutannya. Apabila tugas medidik dan mengajar yang dikerjakan oleh guru di sekolah adalah suatu

profesi, maka untuk menjalankan tugas tersebut sebagai tenaga profesional guru harus memiliki wibawa kecakapan

dan keahlian dalam menjalankan tugas mereka dengan cara yang paling diharapkan.
Kemam
puan
yang
dituntut
dari guru-
guru
adalah
kemampu
an untuk
mengajar
dan
mendidik
di
sekolah.
Kemamp
uan,
kecakapa
n,
keahlian
guru
meliputi
berbagi
unsur
perbuatan
yang
sipatnya
lebih
khusus
lagi.
Perincia
n
kegiatan
mengajar
dan
mendidik
di dalam
unsur-
unsur
yang
operasion
al adalah
hal yang
penting,
sehingga
tingkat
kemampu
an dapat
diukur
dan
dinilai
secara
aktual
dan
objektif.
Kemam
puan juga
menyang
kut
efisiensi,
efektifita
s, dan
kualitas
yang
ditentuka
n dalam
proses
evaluasi,
untuk itu
guru-
guru
dievaluas
i dari
tugasnya
sehingga
kemampu
an
mereka
dapat
terukur
Teori-
teori
Kompete
nsi
a. Theory
of
Compete
ncies
menurut
Mc
Clayland
Mc
Clayland
dalam
theori of
competen
cies
menyebut
time
conscious
ness
(kesadara
n
pentingn
ya waktu)
sebagai
kemampu
an yang
mutlak
harus
dimiliki
oleh
setiap
menejer
yang
efektif.
Jika
kemampu
an ini
dimiliki
oleh
setiap
guru,
dalam
interaksin
ya
dengan
anak-
anak
didiknya,
dalam
rapat
sekolah,
dalam
pertunjuk
kan
kesenian
sekolah,
pertandin
gan,
maka
wibawa
akan
terpelihar
a, bahkan
meningka
tkan
keberhasi
lan dari
tujuan
yang
diharapka
n.
b.
Gagasan
Norman
Dodl
mengenai
Taxonom
y for
Teachers
Compete
ncies.
Dalam
dunia
kependidi
kan
Taxonom
y for
Teachers
Compete
ncies
gagasan
Norman
Dodl
adalah
sebagai
berikut:
1)
Kompete
nsi guru
untuk
³Assesing
and
evaluatin
g student
behavior
³
Anak-
anak
didik
yang
dihadapi
dalam
proses
belajar
mengajar,
merupaka
n
mahluq-
mahluq
hidup
yang
dalam
dunianya
tersendiri
. Kadang-
kadang
sulit
dimenger
ti orang
dewasa,
sehingga
dapat
mengham
bat
interaksi
guru-
siswa
dalam
upaya
mendidik
atau
mengajar.

You might also like