Professional Documents
Culture Documents
Pengertian
Usaha hewan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap konstan dan tidak terjadi
perbedaan drastis dengan suhu lingkungannya disebut thermoregulasi. Di dalam tubuh hewan
yang hidup selalu terjadi proses metabolisme. Dengan demikian selalu dihasilkan panas,
karena tidak semua energi yang terbentuk dari metabolisme dimanfaatkan. Panas yang
terbentuk dibawa oleh darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas dan disebut
sebagai suhu tubuh.
Pelepasan Panas
Panas disingkirkan dari tubuh oleh radiasi dan konduksi (70%), evaporasi
(27%), dan sejumlah kecil panas juga dibuang dalam urine (2%), dan feses
(1%).
1. Radiasi
Yaitu panas dibebaskan atau dikeluarkan dengan cara pemancaran. Perpindahan
panas antara dua benda terjadi tanpa harus ada sentuhan. Contohnya
perpindahan panas dari matahari ke tubuh hewan. Tubuh hewan selain dapat
memancarkan panas juga dapat menyerap panas. Kulit, rambut, dan bulu
merupakan penyerap radiasi yang baik. Kulit dan rambut yang berwarna gelap
akan lebih banyak menyerap radiasi daripada kulit dan rambut yang berwarna
terang.
2. Konduksi
Adalah penghantaran panas yang terjadi karena bersentuhan dengan benda
yang lebih rendah suhunya. Laju aliran panas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti luas permukaan benda yang saling bersentuhan, perbedaan suhu
awal antara kedua benda, dan konduktivitas panas dari kedua benda tersebut.
Konduktivitas panas merupakan tingkat kemudahan untuk mengalirkan panas
yang dimiliki suatu benda. Setiap benda memiliki konduktivitas yang berbeda.
Hewan memiliki konduktivitas panas yang rendah dengan kata lain merupakan
penahan panas (isolator) yang baik. Contohnya lagi adalah juga rambut dan
bulu. Karena hal inilah aves dan mamalia yang banyak memiliki bulu dan rambut
hanya akan melepas sejumlah kecil panas dari tubuhnya ke benda lain yang
bersentuhan dengannya.
3. Konveksi
Ialah gerakan molekul-molekul gas atau cairan dengan suhu tertentu ke tempat
lain yang suhunya berbeda, membantu konduksi. Dalam hal ini panas dari tubuh
hewan dapat berpindah ke lingkungan sekitar atau sebaliknya, panas dari
lingkungan yang masuk ke tubuh hewan.
4. Evaporasi
Merupakan proses perubahan benda dari fase cair ke fase gas. Dapat melalui
penguapan lewat kulit dan saluran pernafasan dan dapat juga sebagian kecil
pembebasan panas lewat feses dan urin. Evaporasi merupakan salah satu
mekanisme penting pada hewan untuk menurunkan suhu/melepaskan panas
dari tubuh. Contohnya saat tubuh panas, hewan akan menanggapi kenaikan
suhu tersebut dengan berkeringat. Keringat yang keluar akan membasahi kulit
dan menyerap kelebihan panas tersebut dan menjadi uap. Setelah keringat
kering suhu tubuh akan turun. Hanya saja tidak semua hewan memiliki kelenjar
keringat. Hewan yang tidak dapat berkeringat seperti anjing akan meningkatkan
penguapan melalui saluran pernapasan mereka. Pada anjing akan terengah-
engah sambil menjulurkan lidahnya untuk mengurangi panas tubuh.
Kulit merupakan tempat pembuangan panas yang utama, karena 85% dari
panas dibuang oleh tubuh melalui kulit secara radiasi, konveksi, konduksi dan
evaporasi.
Pengeluaran panas dari tubuh tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh
temperatur sekelilingnya. Kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi suhu tubuh
sehingga menyebab kan terjadinya variasi suhu tubuh antara lain umur, jenis
kelamin, musim, aktivitas (latihan), iklim, waktu tidur, makan, minum.
Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup di
dalamnya tidak mengalami permasalahan terhadap suhu lingkungan yang
rumit. Dalam lingkungan akuatik tidak dapat terjadi secara evaporasi,
dengan radiasi juga kemungkinan terjadi sangat kecil, karena air
merupakan penyerap radiasi inframerah yang efektif dan juga merupakan
peredam panas yang baik. Pelepasan panas dari tubuh hewan akuatik
(ikan) terutama terjadi melelui insang. Kelebihan panas dari tubuh hewan
akuatik akan diserap atau dihamburkan oleh air sehingga suhu tubuh ikan
akan stabil dan relatif sama dengan suhu air di sekitarnya. Meskipun
hewan poikiloterm memproduksi panas dengan cara metabolisme, namun
karena proses pelepasan panas ke lingkungannya sangat efektif, padahal
hewan akuatik tidak memiliki insulasi yang memadai maka akan
membuat perbedaan suhu tubuh dan lingkungan menjadi sangat kecil. Di
dalam air hanya ada dua parameter yang dapat dimanipulasi untuk
menaikkan panas tubuh yakni total produksi panas yang dinaikkan atau
konduksi panas diturunkan.
Namun pada beberapa jenis ikan seperti ikan hiu dan ikan tuna memiliki
kemampuan untuk mempertahankan adanya perbedaan suhu antara
bagian tubuh yang satu dengan yang lain. Ikan tuna juga mampu
meningkatkan laju reaksi metabolik di tubuhnya, terutama pada otot
yang digunakan untuk berenang dan pada saluran pencernaannya
sehingga bagian tersebut selalu lebih panas dibandingkan bagian tubuh
yang lain. Hal ini karena adanya heat exchanger (penukar panas) pada
tubuh ikan tersebut yang bekerja dengan prinsip counter current (arus
bolak-balik). Selama heat exchanger bekaerja, darah pada pembuluh
arteri yang lebih dingin mengalir dari insang berdampingan dengan
pembuluh vena yang suhunya lebih tinggi, yang mengalir ke insang.
Dengan cara tersebut, panas dapat dipindahkan dari darah vena ke darah
arteri, dan masuk kembali ke dalam organ tubuh sehingga suhu pada otot
renang tetap berkisar antara 12-15oC, lebih tinggi daripada suhu air.
Pada hewan poikiloterm yang hidup di darat, seperti katak dan keong,
suhu tubuhnya dapat lebih mendekati suhu udara lingkungannya.
Absorbsi panas melalui radiasi matahari atau dari sumber lain dapat
meningkatkan suhu tubuh di atas suhu lingkungannya. Hewan tersebut
dapat memelihara suhu tubuhnya dengan cara mengurangi penguapan
dan kehilangan panas melalui konduksi, dan memaksimalkan
penambahan panas melalui metabolisme dan radiasi yang dapat
dilakukan secara stimulan. Sekalipun dapat bertahan hidup pada kisaran
suhu tubuh yang relatif luas, hewan memiliki kisaran suhu tubuh tertentu
yang ideal dan lebih disukai yang memungkinkan terselenggaranya
proses fisiologis yang optimal. Kisaran suhu yang lebih luas dan dapat
diterima hewan dinamakan kisaran toleransi termal. Berkaitan dengan
adanya kisaran toleransi termal tersebut dikenal istilah suhu kritis
minimum dan suhu kritis maksimum, yaitu suhu pada titik terendah dan
tertinggi yang terdapat pada kisaran toleransi termal.
Adapun adaptasi yang dilakukan hewan terhadap suhu yang ektrem. Jika
suhu sangat panas, maka hewan tersebut akan meningkatkan laju
pendinginan dengan penguapan melalui kulit (untuk hewan berkulit
lembab seperti katak,cacing), berkeringat untuk hewan berkelenjar
keringat, dan melalui saluran napas pada reptil dan terengah-engah pada
anjing. Selain itu juga dapat dengan mengubah mesin metaboliknya agar
bisa bekerja pada suhu tinggi seperti yang dilakukan reptil/kadal gurun.
Jika suhu sangat dingin maka tubuh hewan tersebut akan menambah zat
terlarut, seperti gula berupa fruktosa atau gliserol ke dalam cairan tubuh
untuk meningkatkan konsentrasi osmotik sehingga titik beku cairan tubuh
dapat diturunkan hingga dibawah 0 oC.
Aklimatisasi
Adalah penyesuaian tubuh terhadap suhu sekeliling dalam waktu yang lama
(adaptasi) ini akan menghasilkan penurunan sifat-sifat fisiologik sebagai hasil
kehidupan hewan dalam suhu sekeliling yang cukup dingin/panas dalam waktu
yang berkepanjangan.
Penyesuaian fisiologik terhadap udara dingin yang dingin dapat dibagi dalam tiga
kategori:
Terhadap perubahan yang terjadi selama udara dingin dalam beberapa minggu
apabila faktor lain tidak berubah (aklimasi dingin/cold acclimation)
Modifikasi yang berkembang secara perlahan-lahan selama perubahan musim
yang berjalan perlahan-lahan, dari iklim panas ke iklim winter (aklimatisasi
dingin/cold acclimatization)
Perubahan genetik dalam hewan lebih dari beberapa generasi akibat hasil seleksi
sehingga menghasilkan individu yang mampu hidup dengan wajar dalam iklim
yang dingin (adaptasi klimatik/climatic adaptation)
Aklimatisasi terhadap suhu sekeliling yang cukup panas :
Hipotermia
Hewan yang hidup dalam cold stress atau zona hipotermia maka hewan untuk
sementara masih mampu melakukan proses-proses metabolisme di samping
menaikkan isolator (isolasi).
Suhu tubuh demikian rendahnya, mengakibatkan jantung berdenyut secara
perlahan dibarengi dengan hemokonsentrasi (kepekatan darah bertambah).
Akibatnya proses metabolisme di dalam otak berhenti, hilangnya kesadaran,
berhentinya denyut jantung yang diikuti dengan terdepresnya respirasi dan
biasanya diikuti dengan kematian.
Hipertermia
Hewan yang hidup dalam heat stress, biasanya tidak mampu bertahan dalam
waktu lama.
Mula-mula hewan masih dapat mengatur suhu tubuhnya dengan cara melakukan
perkeringatan yang kemudian dilanjutkan dengan panting. Pengaruh panas yang
tinggi menyebabkan kerusakan protein termasuk enzim metabolisme, maka
hewan dengan cepat akan kehabisan tenaga.
Biasanya kematian akan lebih cepat terjadi dibandingkan dengan pada keadaan
hipotermia.
Demam
Meningkatnya suhu tubuh di atas normal, yang merupakan suatu tanda/gejala
dari penyakit. Sebagai respon terhadap infeksi atau penyakit-penyakit lainnya,
terjadi pada mamalia maupun burung, reptilia, amphibia, dan ikan.
Apabila diperlukan kehilangan panas (misalnya panas diperoleh dari
exercise/latihan), maka pembuluh darah kulit akan berdilatasi sehingga aliran
darah meningkat akibatnya panas hilang dengan cara radiasi. Akan tetapi
apabila dengan cara radiasi masih kurang maka kelenjar keringat dirangsang
untuk melepaskan panas secara evasporasi.
Sebaliknya, untuk memperoleh panas (misalnya karena suhu lingkungan yang
rendah), pembuluh darah kulit berkonstriksi dan aliran darah kulit menurun.
Dengan demikian kehilangan panas secara radiasi dikurangi. Jika panas perlu
dihasilkan, terdapat konstraksi serabut otot berulang-ulang (spasmodik) yang
menimbulkan penggigilan. Semua fenomena fisiologis ini diproduksi selama
demam, sering dengan urutan yang cepat. Penggigilan ini dikenal sebagai rigor.
Pada hewan homeoterm, mekanisme thermoregulasinya bertindak seperti
disesuaikan untuk mempertahankan suhu tubuhnya pada suhu yang lebih tinggi
daripada normal. Yaitu thermostatnya dipasang pada titik yang baru di atas
37oC.
Suhu yang tinggi akan membahayakan hewan. Apabila suhu rektum lebih dari
41oC untuk waktu yang lama, akan mengakibatkan beberapa kerusakan otak
yang menetap. Apabila suhu rektum lebih dari 43oC, akan timbul pukulan panas
(heat stroke), yang biasanya mendatangkan kematian.
Daftar Pustaka
Frandson, R. D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Guyton, Arthur C.1988. Buku Teks Fisiologi Kedokteran.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Isnaeni, Wiwi.2002. Fisiologi Hewan.Jakarta:Kanisius