You are on page 1of 14

A.

AKHLAK TERPUJI / AKHLAK MAHMUDAH

Akhlak berasal dari perkataan Al Khuluq. Al-Khuluq bererti tabiat atau tingkah laku. Menurut
Iman Al Ghazali, akhlak merupakan gambaran tentang keadaan dalam diri manusia yang telah sebati
dan daripadanya terbit tingkah laku secara mudah dan senang tanpa memerlukan pertimbangan atau
pemikiran. Akhlak sangat penting dan pengaruhnya sangat besar dalam membentuk tingkah laku
manusia. Apa saja yang lahir dari manusia atau segala tindak-tanduk manusia adalah sesuai dengan
pembawaan dan sifat yang ada dalam jiwanya.
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” disebutkan bahwa akhlak adalah budi pekerti atau
kelakuan. ( Balai Pustaka, 1989 : 267 ). Sebagaimana dikutip oleh Fariq ( 2000 : 13 ) Ibnu Atsir
menyebutkan “alkhulqu” dan “alkhulqu” dalam AnNihayah (2/70), berarti dien, tabiat dan sifat.
Hakikatnya adalah potret batin manusia, yaitu jiwa dan kepribadiannya.
Al-Utsaimin menegaskan bahwa : “ Akhlak sebagaimana pendapat para ahli , merupakan
bentuk gambaran batin manusia. Karena pada manusia ada dua bentuk yaitu bentuk dzahirah dan
bathinah.
a) Bentuk dzahirah ( eksternal ), yaitu bentuk penciptaan yang Allah jadikan pada tubuh.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa diantara bentuk dzahir ada yang indah dan
baik, ada yang jelek lagi buruk, dan ada pula bentuk dzahir yang tengah-tengah atau biasa-biasa
saja.
b) Bentuk bathinah( internal ), bentuk gambaran ini pun sama ada yang baik dan ada yang buruk.
Yang dimaksud adalah gambaran yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar darinya
perbuatan-perbuatan, baik yang terpuji ataupun tercela yang dapat dilakukan tanpa berfikir atau
kerja otak. Dan inilah hal yang biasa disebut sebagai akhlak. Dengan demikian akhlak adalah
gambaran bathin manusia yang manusia diciptakan atasnya. “ ( Al Utsaimin, 2007: 6).
Al Jazairi ( 2005 : 217 ) menjelaskan bahwa akhlak merupakan sifat yang bersemayam dalam
hati, dimana hati merupakan tempat muculnya tindakan-tindakan secara spontan, baik tindakan itu
benar maupun salah. Menurut tabiatnya sifat ini siap menerima pengaruh pembinaan yang baik, atau
pembinaan yang salah kepadanya.
Tepatlah apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin,
“Sesungguhnya semua sifat yang ada dalam hati akan lahir pengaruhnya (tandanya) pada anggota
manusia, sehingga tidak ada suatu perbuatan pun melainkan semuanya mengikut apa yang ada dalam
hati manusia”.
Menurut Al-Ghazali, Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih
dahulu. Akhlak umumnya disama artikan dengan arti kata budi pekerti, kesusilaan atau sopan santun
dalam bahasa Indonesia, atau tidak berbeda pula dengan arti kata ethic (etika).
Akhlak Terpuji (Al-Mahmudah) atau Akhlak Al-Karimah artinya sikap dan sifat yang mulia
atau terpuji, yang terkadang disebut dengan budi pekerti yang luhur. Akhlak mulia suatu sikap atau
sifat yang terpuji yang pantas melekat pada diri setiap Muslim, sehingga menjadi orang yang berbudi
baik atau luhur dan memiliki karakter yang baik pula.
Tingkah laku atau perbuatan manusia mempunyai hubungan yang erat dengan sifat dan
pembawaan dalam hatinya. Umpama pokok dengan akarnya. Bermakna, tingkah laku atau perbuatan
seseorang akan baik apabila baik akhlaknya, sepertimana pokok, apabila baik akarnya maka baiklah
pokoknya. Apabila rusak akar, maka akan rusaklah pokok dan cabangnya. Allah SWT
berfirman: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah
yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-
tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”. (Al- A’raf : 58)
Akhlaq yang mulia adalah matlumat utama bagi ajaran Islam. Ini telah dinyatakan oleh
Rasulullah SAW dalam hadits (yang bermaksud), antara lain : “Sesungguhnya aku diutuskan hanyalah
untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”. Hal ini ditegaskan lagi oleh ayat al-Qur’an dalam firman
Allah: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Al-Qalam : 4)
Juga dalam firman Allah SWT : “Orang –orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah kembali segala urusan”. (Al
Hajj : 41)
Firman Allah SWT : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak–anak yatim, orang-orang miskin, (yang memerlukan pertolongngan) dan orang-orang yang
meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan solat, dan menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan, peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa”. (Al-Baqarah : 177)
Akhlaq yang mulia adalah merupakan tanda dan hasil dari iman yang sebenar. Tidak ada nilai
bagi iman yang tidak disertai oleh akhlak. Sebuah athar menyatakan (antara lain, bermaksud) :
“Bukanlah iman itu hanya dengan cita – cita tetapi iman itu ialah keyakinan yang tertanam didalam
hati dan dibuktikan dengan amalan”
Rasulullah SAW pernah ditanya : “Apa itu agama”? Baginda menjawab: “Kemuliaan akhlaq
(Husnul Khulq)”. Bila ditanya tentang kejahatan, Baginda menjawab : “Akhlaq yang buruk (Su’ul
Khalq)”.
Diriwayatkan dari Annawas bin Sam’an RA berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang bakti dan dosa”, maka jawab Nabi SAW. “Bakti itu baik budi pekerti, dan dosa itu ialah
semua yang meragukan dalam hati dan tidak suka diketahui orang”. (HR. Muslim)
Abu Darda berkata, “Rasulullah SAW bersabda”, “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam
timbangan seorang mukmin di hari kiamat daripada husnul Khulq (akhlak yang baik)”. (HR. At
Tirmidzi)
Aisyah RA berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
seorang mukmin yang dapat mengejar budi pekerti yang baik, darjat orang itu sama seperti orang
yang terus menerus berpuasa dan solat malam”. (HR. Abu Daud)
Jabir RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang sangat saya kasihi
dan terdekat denganku pada hari kiamat nanti adalah orang terbaik akhlaknya. Dan orang yang
sangat aku benci dan terjauh dariku pada hari kiamat nanti adalah orang yang banyak bicara,
sombong dalam pembicaraannya, dan berlagak menunjukan kepandaiannya”. (HR. At Tirmidzi).
Kekuatan akhlak lahir melalui proses panjang yang memerlukan kesediaan untuk sentiasa
memberi komitmen dengan nilai-nilai Islam. Seorang ulama menjelaskan thariqah (jalan) untuk
membina akhlak islami adalah dengan kemahuan untuk melaksanakan latihan (tadribat) dan pendidikan
(tarbiyah). Setiap muslim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi baik atau buruk, masalahnya
adalah sejauh mana usaha kita untuk mendisiplinkan diri dengan nilai-nilai dan amalan Islam bagi
melahirkan muslim yang berakhlak ampuh. Malangnya keampuhan akhlak inilah yang sering
dilupakan. Malah kian rapuh sehingga hilangnya jatidiri muslim hakiki. Justeru menjadi punca
lunturnya sinar Islam pada penghujung zaman. Gejala keruntuhan akhlak yang berlegar di sekeliling
kita seperti zina hati, mata, lisan dan seumpamanya meruntun jiwa kita selaku pendokong agama.
Keruntuhan yang tidak dikawal pada satu tahap yang minima membawa insan kepada bertuhankan
nafsu, lantas terus melupakan Allah SWT.
Islam adalah ajaran yang benar untuk memperbaiki manusia dan membentuk akhlaknya demi
mencapai kehidupan yang baik. Islam memperbaiki manusia dengan cara terlebih dahulu memperbaiki
jiwa, membersihkan hati dan menanamkan sifat-sifat terpuji. Islam benar-benar dapat membawa
manusia untuk mencapai kebahagiaan, kelapangan dan ketenteraman.
Sebaliknya manusia akan menjadi hina apabila ia merosakkan sifat, pembawaan dan keadaan
dalam jiwanya. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d: 11)

Berikut adalah indikasi dari akhlaq terpuji :


1) Shiddiq 17) Al-Manah
2) Tabligh 18) Fathana
3) Istiqamah 19) Ikhlas berbuat atau beramal
4) Bersyukur 20) Sabar
5) Iffah 21) Tawadhu’, adalah sikap sabar yang dapat
22) mengendalikan hawa nafsu
6) Syaja’ 23) Hikmah
7) Tasamuh 24) Adil
8) Qana’ah 25) Intiqad atau mawas diri
9) Al-Afwu atau pemaaf 26) Anisatun atau bermuka manis
10) Khusyu’ atau tenang dala beribadah 27) Wara’, adalah sikap batin yang yang selalu
menjaga dan waspada dari segala bentuk
perbuatan dosa,baik itu dosa kecil atau dosa
besar
11) Belas kasihan 28) Beriman kepada Allah
12) Ta’awun atau tolong menolong 29) Tadarru atau merendah
13) Shalihah 30) Sakhaa’
14) Nadhief 31) Ihsan
15) Malu 32) Uswatun Khasanah
16) Hifdu Al-Lisan 33) Hub Al-Wathan
Di antara ciri-ciri akhlaq yang sewajarnya menghiasi diri seseorang insan supaya ia menjadi
seorang muslim yang benar adalah akhlaq-akhlaq berikut:
a. Bersifat warak dari melakukan perkara-perkara yang syubhat
Seorang muslim mestilah menjauhkan dirinya dari segala perkara yang dilarang oleh Allah dan
juga perkara-perkara yang samar-samar di antara halal dan haramnya (syubhat) berdasarkan dari hadits
Rasulullah yang berbunyi:
“Daripada Abu Abdullah al-Nu'man ibn Basyer r.a. beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah
Sallallahu’alaihiwasallam bersabda: Sesungguhnya yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata
(terang) dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang kesamaran, yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Maka barangsiapa memelihara (dirinya dari) segala yang kesamaran,
sesungguhnya ia memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa jatuh kedalam perkara
kesamaran jatuhlah ia kedalam yang haram, seperti seorang pengembala yang mengembala di
sekeliling kawasan larangan, hampir sangat (ternakannya) makan di dalamnya. Ketahuilah! Bahawa
bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan. Ketahuilah! Bahawa larangan Allah ialah segala yang
diharamkan-Nya. Ketahuilah! Bahawa di dalam badan ada seketul daging, apabila ia baik, baiklah
badan seluruhnya dan apabila ia rosak, rosakkalah sekeliannya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan
hati”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Adapun setinggi-tinggi pencapaian darjat wara’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Rasulullah SAW dalam hadits Baginda (antara lain, bermaksud):
“Seorang hamba (Allah) itu tidaklah termasuk dalam martabat golongan muttaqin sehinggalah ia
meninggalkan sesuatu perkara yang tidaklah menjadi kesalahan (jika dilakukan tetapi ia
meninggalkannya) kerana sikap berhati-hati dari terjerumus ke dalam kesalahan”.

b. Memelihara penglihatan.
Seseorang muslim itu mestilah memelihara pandangan daripada melihat perkara-perkara yang
diharamkan oleh Allah kerana pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) boleh merangsang
syahwat dan boleh membawa ke kancah pelanggaran dan maksiat. Sehubungan dengan ini Al-Quranul
Karim mengingatkat orang –orang mu’min supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak
memberi faedah, firman Allah SWT :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (An-Nur: 30)
Rasulullah SAW bersabda : “Pandangan itu ada satu panahan dari panahan iblis”. Baginda
juga mengingatkan : “Hendaklah kamu memelihara pandangan kamu, menjaga kehormatan
(kemaluan) kamu atau Allah akan menghodohkan wajah kamu”. (Hadith Riwayat At Tabrani)

c. Memelihara Lidah
Seseorang muslim itu mestilah memelihra lidahnya dari menuturkan kata-kata yng tidak
berfaedah, perbualan-perbualan yang buruk dan kotor, percakapan-percakapan kosong, mengumpat,
mengeji dan mengadu domba. Imam Nawawi mengatakan. “Ketahuilah, seorang mukallaf itu
sewajarnya menjaga lidahnya dari sebarang percakapan kecuali percakapan yang menghasilkan
kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama sahaja hasilnya, maka mengikut sunnahnya
adalah lebih baik berdiam diri kerana percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang
haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah jarang.”
Sebenarnya banyak dari hadits-hadits Rasulullah SAW yang menerangkan keburukan dan
bencana lidah ke atas empunya diri (antara lain) : “Tidaklah dihumbankan muka manusia kedalam
neraka itu sebagai hasil tuaian (jelek) lidahnya” (Hadits riwayat Al Tarmizi)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Bukanlah ia seorang mu’min (jika) jika ia suka
menuduh, melaknat, bercakap kotor dan keji.”(Hadith riwayat At Tarmizi). Sabda baginda lagi:
“Siapa yang banyak bercakap, maka banyaklah kesalahannya. Siapa yang banyak kesalahannya,
maka banyaklah dosanya. Dan siapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk
dirinya.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)

d. Bersifat Pemalu.
Seorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat tersebut
tidak seharusnya menghalangnya memperkatakan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia
tidak masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri, tidak meninggikan
suara ketika bercakap, berasa cukup seta memadai sekadar yang ada dan sifat-sifat seumpamanya.
Diceritakan dari Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bahawa baginda adalah seorang yang sangat
pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir.
Rasulullah SAW bersabda: “Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang,
maka yang paling utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada Tuhan yang sebenar melainkan
Allah) dan yang paling rendah ialah menyingkirkan duri dari jalan. Dan sifat malu ialah satu
cabang dari Iman”
Berhubung dengan sifat malu ini para ulama’ mengatakan: “Hakikat malu itu ialah sifat yang
menggerakkan seseorang itu meninggalkan kejahatan, dan menghalangnya dari mencuaikan hak orang
lain.

e. Bersifat Lembut dan Sabar


Di antara sifat-sifat yang paling ketara yang wajib tertanam di dalam diri seseorang Muslim
ialah, sifat sabar dan berlemah lembut kerana kerja-kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-
perkara yang tidak menyenangkan, malah jalan da’wah sememangnya penuh dengan kepayahan,
penyiksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan persendaan yang memalukan. Halangan–halangan ini
sering dihadapi oleh para petugas ‘amal Islami sehingga himmah mereka menjadi pudar, gerakan
menjadi lumpuh malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan da’wah.
Dari keterangan ini jelaslah, tugas dan tanggungjawab seorang pendakwah adalah satu tugas
yang amat sukar. Ia bertanggungjawab menyampaikan dakwah kepada seluruh lapisan manusia yang
berbeza kebiasaan, taraf pemikiran dan tabi’atnya. Da’i akan menyampaikan da’wahnya kepada orang-
orang jahil dan orang-orang ‘alim, orang yang berfikiran terbuka dan yang emosional (sensitif), orang
yang mudah bertolak ansur dan yang keras kepala, orang yang tenang dan yang mudah tersinggung.
Oleh yang demikian ia wajib menyampaikan da’wah kepada semua golongan itu sesuai dengan kadar
kemampuan penerimaan akal mereka. Ia mestilah berusaha menguasai dan memasuki jiwa mereka
seluruhnya. Semua ini sudah pasti memerlukan kekuatan dari kesabaran yang tinggi, ketabahan dan
lemah lembut. Oleh itu kita dapati banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi menganjur dan
mengarahkan agar seorang da’i itu berakhlak dengan sifat-sifat sabar, lemah lembut dan berhati-hati.
A. Arahan-arahan Dari Al-Qur’an
Di antara arahan-arahan al-qur’an ialah firman-firman Allah SWT :
a) “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan”. (Asy-Syura : 43)
b) “Maafkanlah mereka dengan cara yang baik” (Al-Hijr : 85)
c) “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas”. (Az-Zumar : 10)
d) “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin Allah
mengampunimu”? (An-Nur : 22)
e) “Dan apabila orang-oran jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandungi) keselamatan”. (Al-Furqan : 63)

B. Arahan-arahan dari hadits-hadits Nabi Muhammad SAW


Di antara arahan-arahan dari hadits-hadits Rasulullah SAW ialah sabda-sabda Beliau :
a) “Sesungguhnya seorang hamba itu akan mencapai darjat orang-orang yang berpuasa
serta bersembahyang malam dengan sifat lemah-lembutnya.”
b) “Mahukah aku memberitahu kamu suatu perkara yang dengannya, Allah SWT akan
memuliakan binaan (kedudukan seseorang) dan mengangkatnya kepada beberapa
darjat ketinggian. Mereka menjawab: Ya wahai Rasulullah. Baginda bersabda:
“Berlemah-lembutlah kamu terhadap orang jahil, maafkanlah orang yang menzalimi
kamu, hulurkanlah pemberian kepada orang yang menahan pemberiannya kepadamu
dan sambunglah ikatan silaturrahim terhadap orang yang memutuskannya terhadap
kamu.”
c) “Apabila Allah Subhanahuwata’ala telah menghimpunkan makkhluknya di hari
kiamat, penyeru pada hari itu pun menyeru; “Di manakah orang-orang yang
mempunyai keistimewaan”. Baginda bersabda: Lalu bangun segolongan manusia dan
bilangan mereka adalah sedikit. Mereka semua bergerak dengan cepat memasuki
syurga lalu disambut oleh para malaikat. Kemudian mereka ditanya: “Apakah
keistimewaan kamu”. Mereka menjawab: “Adalah kami ini apabila dizalimi kami
bersabar, apabila dilakukan kejahatan kepada kami, kami berlemah-lembut”, lalu
dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu ke dalam syurga kerana ia adalah sebaik-
baik ganjaran bagi orang yang beramal”

C. Contoh-contoh praktikal dari Nabi:


1. Pada hari peperangan Hunain seorang (yang tidak puas hati dengan pembahagian
rampasan perang) berkata : “Demi Allah, sesungguhnya ini adalah pembahagian yang tidak
adil dan tidak bertujuan mendapat ridho Allah SWT”. Setelah diceritakan kepada Rasulullah
SAW Baginda bersabda: “Semoga Allah merahmati Nabi Musa AS kerana ia disakiti lebih dari
ini tetapi ia sabar”.
2. Anas RA telah berkata : “Pada suatu hari Rasulullah SAW telah memasuki sebuah masjid. Ia
memakai kain selendang buatan najran yang kasar buatannya. Tiba-tiba seorang Arab Badwi
datang dari arah belakang baginda lalu menarik kain tersebut dari belakang sehingga
meninggalkan bekas di leher baginda. Badwi tersebut berkata : “Wahai Muhammad,
berikanlah kepada kami harta Allah yang ada di sisimu, lalu Rasulullah berpaling kepadanya
dengan wajah yang tersenyum dan baginda bersabda: “Perintahkan kepada yang berkenaan
supaya berikan kepadanya.”
3. Abu Hurairah menceritakan : “Bahawa seorang Arab Badwi telah berkata kepada Rasulullah
SAW : “Wahai Muhammad bawalah gandum ke atas dua ekor untaku, kerana kalau engkau
buat begitu ia bukan harta engkau dan bukan juga harta bapa engkau”. Kemudian ia menarik
kain selendang Rasulullah sehingga meninggalkan kesan kemerahan di leher baginda. Lalu
Rasulullah memerintahkan supaya membawa kepada Badwi tersebut seguni gandum dan
tamar”.
4. Al-Tabrani menceritakan : “Bahwa seorang wanita berkata lucah (yakni ucapan yang
menimbulkan berahi) kepada sekelompok lelaki, kemudian ia lalu dihadapan Nabi SAW ketika
Nabi sedang memakan roti berkuah di atas tanah. Kemudian wanita itu berkata: “Lihatlah
kamu kepadanya, ia duduk seperti seorang hamba abdi dan ia makan seperti seorang hamba
abdi”.
5. Abu Hurairah radiallahu anh menceritakan : “Bahwa seorang lelaki berkata : “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai kaum kerabat yang selalu saya hubungi mereka
tetapi mereka semua memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat baik kepada mereka
tetapi mereka berbuat jahat terhadap saya, saya berlemah-lembut dengan mereka tetapi
mereka bersikap keras terhadap saya.” Lalu Baginda bersabda : “Jika sekiranya engkau
berbuat seperti yang engkau katakan seolah-olah engkau menjemukan mereka dan engkau
tetap akan mendapat pertolongan dari Allah SWT selama engkau berbuat demikian”.
6. Pada suatu ketika datang seorang yahudi menuntut hutang dengan Rasulullah dengan berkata:
“Kamu dari Bani Abd.Manaf adalah bangsa yang suka melambat-lambatkan pembayaran
hutang”. Ketika itu Umar Ibn Al-Khattab ada bersama dan ia hampir memenggal leher Yahudi
itu, lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Wahai Umar, sepatutnya engkau menyuruhnya
meminta kepadaku dengan cara yang baik dan menuntut aku juga membayar dengan baik”.
7. Diriwayatkan bahawa Nabi Isa Alaihissalam bersama para pengikut setianya (Hawariyyun) dari
satu kampung ke satu kampung yang lain kerana berdakwah. Lalu di dalam da’wahnya itu ia
bercakap kepada manusia dengan cara yang baik, sebaliknya mereka membalasnya dengan
kata-kata yang buruk, kutukan dan maki-hamun. Para pengikut setia itu merasa hairan terhadap
tindakan itu lalu mereka bertanya tentang rahsia perbuatan sedemikian. Baginda berkata:
“Setiap orang itu mengeluarkan (membelanjakan) apa yang ada padanya”.
Semua peristiwa di atas dan peristiwa lainnya menjadi bukti yang menguatkan lagi tuntutan ke atas
para penda’wah supaya bersifat lemah-lembut, sabar dan belapang dada khususnya apabila cabaran-
cabaran yang menyakitkan itu datangnya dari kaum kerabat, sahabat-handai, orang-orang yang
dikasihi, teman-teman rapat dan saudara mara kerana sifat-sifat lemah-lembut, sabar dan berlapang
dada itu akan menghasilkan kasih-sayang, kelembutan hati dan menghapuskan perpecahan serta
perbezaan. Cukuplah oleh seorang penda’wah itu mendapat apa yang diredhai oleh Allah.

6. Bersifat Benar dan Jujur.


Seorang muslim itu mestilah bersifat benar dan tidak berdusta. Berkata benar sekalipun kepada
diri sendiri kerana takut kepada Allah dan tidak takut kepada celaan orang. Sifat dusta adalah sifat yang
paling jahat dan hina malahan ia menjadi pintu masuk kepada tipu daya syaitan. Seorang yang
memelihara dirinya dari kebiasaan berdusta bererti ia memiliki pertahanan dan benteng yang dapat
menghalang dari was-was syaitan dan lontaran-lontarannya. Berhati-hati dan memelihara diri dari sifat
dusta akan menjadikan jiwa seorang itu mempunyai pertahanan dan benteng yang kukuh menghadapi
hasutan dan tipu daya syaitan. Dengan demikian jiwa seseorang akan sentiasa bersih, mulia dan
terhindar dari tipu daya syaitan. Sebaliknya sifat dusta meruntuhkan jiwa dan membawa kehinaan
kepada peribadi insan. Lantaran itu Islam mengharamkan sifat dusta dan menganggap sebagai satu
penyakit dari penyakit-penyakit yang dilaknat.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya sifat benar membawa kepada kebajikan dan
sesungguhnya kebajikan itu membawa ke syurga. Seseorang yang sentiasa bersifat benar hinggalah
dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang benar. Dan sesungguhnya sifat dusta itu membawa kepada
kezaliman (kejahatan) dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seorang lelaki yang sentiasa berdusta
sehinggalah dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta”. (Muttafaqun ‘Alaihi)

7. Bersifat rendah diri


Seseorang mislim mestilah bersifat tawadhu’ atau merendah diri khususnya terhadap saudara-
maranya yang muslim dengan cara tidak membezakan (dalam memberi layanan) sama ada yang miskin
maupun yang kaya. Rasulullh SAW sendiri memohon perlindungan kepada Allah SWT agar dijauhkan
dari sifat-sifat takbur (membanggakan diri). Baginda bersabda : “Tidak akan memasuki surga siapa
yang di dalam hatinya terdapat sebesar zarah (sedikit) sifat takbur.” (HR. Muslim)
Di dalam hadits qudsi Allah berfirman : “Kemuliaan itu ialah pakaianKu dan membesarkan
diri itu ialah selendangKu. Sesiapa yang cuba merebut salah satu dari keduanya pasti Aku akan
menyeksanya”. (Hadith Qudsi riwayat Muslim)

8. Menjauhi sangka buruk dan mengumpat


Menjauhi sangka buruk dan mengintai-intai keburukan orang lain. Oleh itu seorang itu mestilah
menjauhi sifat-sifat ini kerana mematuhi firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian
dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi penyayang”. (Al-Hujurat : 12)
Allah SWT berfirman lagi:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka
perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab :
58)

Dan Rasulullah SAW bersabda :


“Wahai golongan yang beriman dengan lidahnya sahaja, sedang iman belum memasuki hatinya,
janganlah kamu mengumpat orang-orang Islam yang lain dan janganlah kamu mengintai-intai
keburukan mereka, kerana sesiapa yang mengintai-intai keburukan saudaranya, Allah akan
membongkar keburukannya sekalipun ia berada di dalam rumahnya.” (Hadits riwayat Abu Daud)

9. Bersifat pemurah
Seorang muslim mestilah bersifat pemurah, sanggup berkorban dengan jiwa dan harta bendanya
pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat menyingkap kebakhilan seseorang itu ialah dengan cara
memintanya membelanjakan wang ringgit kerana berapa banyak dari kalangan mereka yang
berkedudukan, berharta dan berpangkat gugur dari jalan ini, lantaran rakus terhadap mata benda. Di
dalam Al-Qur’an Al-Karim sendiri terdapat berpuluh-puluh ayat yang menjelaskan ciri-ciri keimanan
yang dikaitkan dengan sifat pemurah.
Diantaranya:
“Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan
kepada mereka.” (Al-Anfal : 3)

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah) maka pahalanya itu untuk diri
kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan kerana mencari keredhaan
Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan nescaya kamu akan diberikan pahalanya
dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak dianiayai”. (Al-Baqarah : 272)

Orang-orang yang bakhil atau kikir seharusnya mendengar dan mengambil pelajaran dari pesanan
Rasulullah SAW :
“Tidak ada suatu haripun yang dilalui oleh seorang hamba kecuali (hari-hari) didatangi oleh dua
malaikat lalu seorang darinya berdo’a : “Ya Allah, berikanlah ganti kepada si hamba yang
menafkahkan hartanya”. Manakala malaikat yang ke dua berdo’a : “Ya Allah, berikanlah kebinasaan
kepada sihamba yang bakhil ini”.

10. Qudwah Hasanah (Suri teladan yang baik)


Selain dari sifat-sifat yang disebutkan di atas, seorang muslim mestilah menjadikan dirinya
contoh ikutan yang baik kepada orang ramai. Segala tingkah lakunya adalah menjadi gambaran kepada
prinsip-prinsip Islam serta adab-adabnya seperti dalam hal makan minum, cara berpakaian, cara
pertuturan, dalam suasana aman, dalam perjalanan malah dalam seluruh tingkah laku dan diamnya.
Membina diri menajdi suri teladan merupakan peranan besar yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah
saw. Firman Allah SWT yang bermaksud:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (Al-
Ahzab : 21 )
B. AKHLAK TERCELA / AKHLAK MADZMUMAH

Akhlak tercela adalah semua sifat dan tingkah laku yang berbeda atau berlawanan, bahkan
bertentangan dengan sifat-sifat yang telah disebutkan pada bagian terdahulu (akhlak mulia) tersebut di
atas.
1) Dusta 16) Khiyanat
2) Hasad 17) Iri hati
3) Ar-Riya 18) Takabbur
4) At-Tabdzir 19) Al-Bukhlu
5) Bakhil 20) Adz-Dzulmu
6) Ceroboh 21) Ananiyah
7) Al-Baghyu 22) Al-Buhtaan
8) Ingkar janji 23) Al-Kamru
9) Al-Jubnu 24) Al-Fawahisy
10) Saksi palsu 25) Fitnah
11) Al-Israf 26) Al-Liwathah
12) An-Namimah 27) Al-Kufran
13) Qatlun Nafs 28) Ar-Riba
14) As-Sikhriyah 29) Tanabazu bil Al-Qad
15) As-Syakhwat
Dari berbagai kesimpulan di atas kami menarik kesimpulan bahwa akhlak adalah sesuatu sifat
yang harus dijaga dan dipelihara, karena merupakan kunci sukses untuk hidup. akhak ialah bunga diri,
indah dipandang mata, nikmat dirasa oleh hati dan memberi manfaat. Intinya adalah mencapai
keridhoan Allah SWT.
Sifat-sifat tercela yang bersemi dalam hati banyak macamnya, dan cara penyembuhannya
cukup rumit. Beberapa pokok cabang akhlak tercela, diantaranya:
a. Rakus Terhadap Makanan
Makanan adalah sumber pokoknya, sebab lambung adalah sumber syahwat yang dapat
memunculkan syahwat seksual. Jika syahwat makan dan seksual telah menguasai diri, maka
tumbuhlah kerakusan terhadap harta sebab kedua nafsu tersebut mustahil dapat tersalurkan
secara maksimal kecuali dengan adanya harta. Kemudian dapat tumbuh nafsu terhadap jabatan
(kehormatan), karena untuk mendapatkan harta akan sulit tanpa didukung oleh jabatan, dan
akan timbul bahaya-bahaya lain seperti sombong, riya, dengki dan lain-lain.
Lapar dapat mendatangkan kelembutan dan mengalahkan syahwat, serta menolak kejahatan dan
kesombongan. Diantara hikmah lapar adalah tidak melupakna bencana dan orang yang
ditimpanya tidak melupakan siksaan dan mengalahkan syahwat lainnya. Dengan lapar, nafsu
dan syaitan dapat dikuasai, sehingga keduanya dapat ditundukkan. Lapar dapat melanggengkan
keterjagaan dan menolak tidur.
b. Bahaya Berbicara

Semua tingkah laku anggota badan memiliki pengaruh dalam hati khususnya lidah, sebab lidah
mengungkapkan gambaran yang terkandung dalam hati. Jika lidah mengatakan sesuatu yang
berlebihan dan tidak memiliki arti, maka akan mematikan hati. Mu’az Ibn Jabal bertanya
kepada Rasulullah SAW. “Perbuatan apakah yang paling utama ya Rasul ?” Rasulullah SAW
kemudian menjulurkan lidah dan menunjuknya dengan jarinya, dan berkata : ”Sesungguhnya
kebanyakan kesalahan anak Adam terletak pada lidahnya.” Dari pembicaraan yang tidak
berguna akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

a) Al-Buthan, yaitu suka berdusta. Berdusta adalah berbohong baik dengan ucapan, tulisan
maupun dengan isyarat. Seseorang dapat berdusta karena untuk kepentingan dirinya, membela
orang lain, atau untuk menjatuhkan orang lain.

b) Al-Ghibah, yaitu menggunjing atau mengumpat. Menggunjing adalah menceritakan


kejelakkan oarang lain kepada seseorang atau sekelompok orang.

c. Marah

Marah adalah kilatan api yang dinyalakan dari neraka Allah swt. yang menyala-nyala, dan
membakar sampai ke hati. Orang yang dikuasai marah, maka ia telah terseret dalam setan yang
telah diciptakan dari api. Mematahkan maerah merupakan hal yang penting. Persoalan marah
tidak besar,sebab dari segi fisik akan menyebabkan pemukulan, pencacimakian dan adu mulut,
sedangkan dari segi batiniah menimbulkan dendam, hasud, membeberkan keburukan orang
yang dibenci, hasrat melakukan kejahatan dan tidak senang jika mendapat kebahagiaan.

d. Hasad (Dengki)

Dengki atau hasad adalah perbuatan seseorang yang berakibat negatif bahkan merusak terhadap
orang lain. Seseorang yang dengki biasanya menginginkan agar nikmat dan anugerah yang
diterima orang lain bisa segera hilang. Dengki dapat timbul karena seseorang merasa benci dan
dendam atas kegagalan yang dialami.

Adapun bahayanya dalam agama, hal itu berarti kebencian terhadap nikmat Allah swt. maka
orang yang mendapat nikmat itu mendapat pahala sementara dosa diberikan kepadamu karena
kamu hasad terhadapnya.

e. Kikir

Sumber kikir adalah kecintaan terhadap harta yang menyebabkan seseorang lupa untuk
mengingat Allah swt. dan memalingkan hati serta terpaut oleh dunia, sehingga kematian akan
terasa berat baginya. Orang yang kikir akan sulit berderma kepada orang lain.

f. Cinta Dunia
Cinta dunia merupakan pangkal dari segala keburukan. Secara terperinci Allah SWT berfirman
dalam QS. Al-Hadid : 20 yang artinya : “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia
ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara
kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.”

Di dalamnya juga termasuk semua hal merusakyang sifatnya bathiniah seperti sombong,
berbangga –bangga dengan harta, gila pujian dan lain-lain.

g. Sombong

Hakikat sombong adalah apabila seseorang memandang dirinya lebih unggul dari pada orang
lain dalam segi kesempurnaan sifat. Sifat ini menyebabkan kehinaan dan menggoyahkan
akidah. Kesombongan dianggap dosa terbesar kepada Tuhan. Oleh karena itu, Al-Ghazali
mengatakan bahwa kesombongan itu sama dengan penyembahan diri, satu macam dari
politheisme.

h. Ujub

Hakikat ‘ujub adalah menghitung diri berikut segenap kenikmatan-kenikmatan yang dimiliki
sebagai sesuatu yang agung, namun lupa menyadarkannya kepada Zat Pemberi Kenikmatan dan
yang menjaganya dari kemusnahan. Allah SWT dalam QS. An-Najm 32 yang artinya : “Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci.”

Maksudnya adalah jangan sekali-kali hatimu menyangka bahwa dirimu itu sudah suci dan
bersih dari segala kesalahan, sebab dengan sangkaan yang keliru ini nantinya akan timbul rasa
ujub pada diri sendiri.

i. Riya

Riya adalah menginginkan posisi di hati manusia dengan cara ibadah atau perbuatan-perbuatan
baik yang lain. Sifat yang ingin disanjng dan ingin diagungkan, menurut AL-Ghazali, sulit
utnuk menerima kebesaran orang lain, termasuk untuk menerima keagungan Allah swt. Sebab
hasrat ingin disanjung itu sebenarnya tidak lepas dari adanya perasaan paling unggul, rasa
superioritas, dan ingin menang sendiri karena merasa unggul dari yang lain.

Cara Pencegahan dan Penanggulangan Akhlak Tercela

• Rakus Terhadap Makanan


a) Menyedikitkan makanan secara bertahap
b) Membatasi diri dengan satu kali makan dalam sehari semalam
c) Melatih diri dalam sehari semalam hanya makan setengah muud
• Bahaya Berbicara
a) Terapi jiwa untuk mengekang kebiasaan ghibah dengan mengingat ancaman pada mereka
b) Berpikir tentang aibnya sendiri
c) Jika ucapannya terlanjur pada ghibah segera beristighfar kepada Allah dan meminta maaf kepada
orang yang digunjing

• Marah
a) Melemahkan marah dengan cara latihan. Seperti membiasakan diri berbuat lembut,dan mengontrol
diri dari rasa marah
b) Menahan marah dengan waktu datang, seperti dengan ilmu dan amal.
c) Menguasai diri ketika marah dengan diam

• Hasad (Dengki)
a) Menumbuhkan kesadaran bahwa permusuhan dan kemarahan akan membawa petaka dan
kesengsaraan baik lahir maupun batin
b) Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran
c) Jadilah orang yang teguh pendirian
d) Mengamalkan ajaran agama
• Kikir

a) Menyadari bahwa harta tidak akan menyertai seseorang kedalam kuburnya


b) Menyadari bahwa harta itu adalah milik Allah swt
c) Melatih diri untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah
d) Menyadari bahayanya kikir menyebabkan kehancuran di akhirat dan kehinaan di dunia

• Cinta Dunia
a) Menyadari bahwa dunia itu tidak kekal
b) Menyadari semua perbuatan di dunia akan di pertanggungjawabkan di akhirat
c) Menyadari bahwa pengetahuan tidak bisa didapatkan kecuali dengan pencarian dan tafakur dengan
terus menerus

• Sombong
a) Memahami bahaya sombong
b) Selalu membiasakan diri untuk tawadlu atau rendah hati
c) Selalu mengingat diri bahwa Allah maha segalanya

• Ujub
a) Selalu kagum dan bersyukur terhadap Allah swt terhadap nikmat yang diberikan
b) Menyadari bahwa segala sesuatu akan luluh lantah dalam sekejap.
c) Seorang hamba, amalan-amalannya serta keadaan-keadaan dirinya itu semuanya adalah milik Allah
SWT

• Riya
a) Menolak segala sesuatu yang menyebabkan riya. Seperti menyembunyikan ibadah seperti
menyembunyikan perbuatan keji.
b) Menyadari bahaya riya

You might also like