Professional Documents
Culture Documents
Akhlak berasal dari perkataan Al Khuluq. Al-Khuluq bererti tabiat atau tingkah laku. Menurut
Iman Al Ghazali, akhlak merupakan gambaran tentang keadaan dalam diri manusia yang telah sebati
dan daripadanya terbit tingkah laku secara mudah dan senang tanpa memerlukan pertimbangan atau
pemikiran. Akhlak sangat penting dan pengaruhnya sangat besar dalam membentuk tingkah laku
manusia. Apa saja yang lahir dari manusia atau segala tindak-tanduk manusia adalah sesuai dengan
pembawaan dan sifat yang ada dalam jiwanya.
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” disebutkan bahwa akhlak adalah budi pekerti atau
kelakuan. ( Balai Pustaka, 1989 : 267 ). Sebagaimana dikutip oleh Fariq ( 2000 : 13 ) Ibnu Atsir
menyebutkan “alkhulqu” dan “alkhulqu” dalam AnNihayah (2/70), berarti dien, tabiat dan sifat.
Hakikatnya adalah potret batin manusia, yaitu jiwa dan kepribadiannya.
Al-Utsaimin menegaskan bahwa : “ Akhlak sebagaimana pendapat para ahli , merupakan
bentuk gambaran batin manusia. Karena pada manusia ada dua bentuk yaitu bentuk dzahirah dan
bathinah.
a) Bentuk dzahirah ( eksternal ), yaitu bentuk penciptaan yang Allah jadikan pada tubuh.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa diantara bentuk dzahir ada yang indah dan
baik, ada yang jelek lagi buruk, dan ada pula bentuk dzahir yang tengah-tengah atau biasa-biasa
saja.
b) Bentuk bathinah( internal ), bentuk gambaran ini pun sama ada yang baik dan ada yang buruk.
Yang dimaksud adalah gambaran yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar darinya
perbuatan-perbuatan, baik yang terpuji ataupun tercela yang dapat dilakukan tanpa berfikir atau
kerja otak. Dan inilah hal yang biasa disebut sebagai akhlak. Dengan demikian akhlak adalah
gambaran bathin manusia yang manusia diciptakan atasnya. “ ( Al Utsaimin, 2007: 6).
Al Jazairi ( 2005 : 217 ) menjelaskan bahwa akhlak merupakan sifat yang bersemayam dalam
hati, dimana hati merupakan tempat muculnya tindakan-tindakan secara spontan, baik tindakan itu
benar maupun salah. Menurut tabiatnya sifat ini siap menerima pengaruh pembinaan yang baik, atau
pembinaan yang salah kepadanya.
Tepatlah apa yang dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin,
“Sesungguhnya semua sifat yang ada dalam hati akan lahir pengaruhnya (tandanya) pada anggota
manusia, sehingga tidak ada suatu perbuatan pun melainkan semuanya mengikut apa yang ada dalam
hati manusia”.
Menurut Al-Ghazali, Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih
dahulu. Akhlak umumnya disama artikan dengan arti kata budi pekerti, kesusilaan atau sopan santun
dalam bahasa Indonesia, atau tidak berbeda pula dengan arti kata ethic (etika).
Akhlak Terpuji (Al-Mahmudah) atau Akhlak Al-Karimah artinya sikap dan sifat yang mulia
atau terpuji, yang terkadang disebut dengan budi pekerti yang luhur. Akhlak mulia suatu sikap atau
sifat yang terpuji yang pantas melekat pada diri setiap Muslim, sehingga menjadi orang yang berbudi
baik atau luhur dan memiliki karakter yang baik pula.
Tingkah laku atau perbuatan manusia mempunyai hubungan yang erat dengan sifat dan
pembawaan dalam hatinya. Umpama pokok dengan akarnya. Bermakna, tingkah laku atau perbuatan
seseorang akan baik apabila baik akhlaknya, sepertimana pokok, apabila baik akarnya maka baiklah
pokoknya. Apabila rusak akar, maka akan rusaklah pokok dan cabangnya. Allah SWT
berfirman: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah
yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-
tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”. (Al- A’raf : 58)
Akhlaq yang mulia adalah matlumat utama bagi ajaran Islam. Ini telah dinyatakan oleh
Rasulullah SAW dalam hadits (yang bermaksud), antara lain : “Sesungguhnya aku diutuskan hanyalah
untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”. Hal ini ditegaskan lagi oleh ayat al-Qur’an dalam firman
Allah: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Al-Qalam : 4)
Juga dalam firman Allah SWT : “Orang –orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi nescaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah kembali segala urusan”. (Al
Hajj : 41)
Firman Allah SWT : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak–anak yatim, orang-orang miskin, (yang memerlukan pertolongngan) dan orang-orang yang
meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan solat, dan menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan, peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa”. (Al-Baqarah : 177)
Akhlaq yang mulia adalah merupakan tanda dan hasil dari iman yang sebenar. Tidak ada nilai
bagi iman yang tidak disertai oleh akhlak. Sebuah athar menyatakan (antara lain, bermaksud) :
“Bukanlah iman itu hanya dengan cita – cita tetapi iman itu ialah keyakinan yang tertanam didalam
hati dan dibuktikan dengan amalan”
Rasulullah SAW pernah ditanya : “Apa itu agama”? Baginda menjawab: “Kemuliaan akhlaq
(Husnul Khulq)”. Bila ditanya tentang kejahatan, Baginda menjawab : “Akhlaq yang buruk (Su’ul
Khalq)”.
Diriwayatkan dari Annawas bin Sam’an RA berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang bakti dan dosa”, maka jawab Nabi SAW. “Bakti itu baik budi pekerti, dan dosa itu ialah
semua yang meragukan dalam hati dan tidak suka diketahui orang”. (HR. Muslim)
Abu Darda berkata, “Rasulullah SAW bersabda”, “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam
timbangan seorang mukmin di hari kiamat daripada husnul Khulq (akhlak yang baik)”. (HR. At
Tirmidzi)
Aisyah RA berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
seorang mukmin yang dapat mengejar budi pekerti yang baik, darjat orang itu sama seperti orang
yang terus menerus berpuasa dan solat malam”. (HR. Abu Daud)
Jabir RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang sangat saya kasihi
dan terdekat denganku pada hari kiamat nanti adalah orang terbaik akhlaknya. Dan orang yang
sangat aku benci dan terjauh dariku pada hari kiamat nanti adalah orang yang banyak bicara,
sombong dalam pembicaraannya, dan berlagak menunjukan kepandaiannya”. (HR. At Tirmidzi).
Kekuatan akhlak lahir melalui proses panjang yang memerlukan kesediaan untuk sentiasa
memberi komitmen dengan nilai-nilai Islam. Seorang ulama menjelaskan thariqah (jalan) untuk
membina akhlak islami adalah dengan kemahuan untuk melaksanakan latihan (tadribat) dan pendidikan
(tarbiyah). Setiap muslim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi baik atau buruk, masalahnya
adalah sejauh mana usaha kita untuk mendisiplinkan diri dengan nilai-nilai dan amalan Islam bagi
melahirkan muslim yang berakhlak ampuh. Malangnya keampuhan akhlak inilah yang sering
dilupakan. Malah kian rapuh sehingga hilangnya jatidiri muslim hakiki. Justeru menjadi punca
lunturnya sinar Islam pada penghujung zaman. Gejala keruntuhan akhlak yang berlegar di sekeliling
kita seperti zina hati, mata, lisan dan seumpamanya meruntun jiwa kita selaku pendokong agama.
Keruntuhan yang tidak dikawal pada satu tahap yang minima membawa insan kepada bertuhankan
nafsu, lantas terus melupakan Allah SWT.
Islam adalah ajaran yang benar untuk memperbaiki manusia dan membentuk akhlaknya demi
mencapai kehidupan yang baik. Islam memperbaiki manusia dengan cara terlebih dahulu memperbaiki
jiwa, membersihkan hati dan menanamkan sifat-sifat terpuji. Islam benar-benar dapat membawa
manusia untuk mencapai kebahagiaan, kelapangan dan ketenteraman.
Sebaliknya manusia akan menjadi hina apabila ia merosakkan sifat, pembawaan dan keadaan
dalam jiwanya. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d: 11)
b. Memelihara penglihatan.
Seseorang muslim itu mestilah memelihara pandangan daripada melihat perkara-perkara yang
diharamkan oleh Allah kerana pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) boleh merangsang
syahwat dan boleh membawa ke kancah pelanggaran dan maksiat. Sehubungan dengan ini Al-Quranul
Karim mengingatkat orang –orang mu’min supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak
memberi faedah, firman Allah SWT :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (An-Nur: 30)
Rasulullah SAW bersabda : “Pandangan itu ada satu panahan dari panahan iblis”. Baginda
juga mengingatkan : “Hendaklah kamu memelihara pandangan kamu, menjaga kehormatan
(kemaluan) kamu atau Allah akan menghodohkan wajah kamu”. (Hadith Riwayat At Tabrani)
c. Memelihara Lidah
Seseorang muslim itu mestilah memelihra lidahnya dari menuturkan kata-kata yng tidak
berfaedah, perbualan-perbualan yang buruk dan kotor, percakapan-percakapan kosong, mengumpat,
mengeji dan mengadu domba. Imam Nawawi mengatakan. “Ketahuilah, seorang mukallaf itu
sewajarnya menjaga lidahnya dari sebarang percakapan kecuali percakapan yang menghasilkan
kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama sahaja hasilnya, maka mengikut sunnahnya
adalah lebih baik berdiam diri kerana percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang
haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah jarang.”
Sebenarnya banyak dari hadits-hadits Rasulullah SAW yang menerangkan keburukan dan
bencana lidah ke atas empunya diri (antara lain) : “Tidaklah dihumbankan muka manusia kedalam
neraka itu sebagai hasil tuaian (jelek) lidahnya” (Hadits riwayat Al Tarmizi)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Bukanlah ia seorang mu’min (jika) jika ia suka
menuduh, melaknat, bercakap kotor dan keji.”(Hadith riwayat At Tarmizi). Sabda baginda lagi:
“Siapa yang banyak bercakap, maka banyaklah kesalahannya. Siapa yang banyak kesalahannya,
maka banyaklah dosanya. Dan siapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk
dirinya.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
d. Bersifat Pemalu.
Seorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat tersebut
tidak seharusnya menghalangnya memperkatakan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia
tidak masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri, tidak meninggikan
suara ketika bercakap, berasa cukup seta memadai sekadar yang ada dan sifat-sifat seumpamanya.
Diceritakan dari Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bahawa baginda adalah seorang yang sangat
pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir.
Rasulullah SAW bersabda: “Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang,
maka yang paling utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada Tuhan yang sebenar melainkan
Allah) dan yang paling rendah ialah menyingkirkan duri dari jalan. Dan sifat malu ialah satu
cabang dari Iman”
Berhubung dengan sifat malu ini para ulama’ mengatakan: “Hakikat malu itu ialah sifat yang
menggerakkan seseorang itu meninggalkan kejahatan, dan menghalangnya dari mencuaikan hak orang
lain.
9. Bersifat pemurah
Seorang muslim mestilah bersifat pemurah, sanggup berkorban dengan jiwa dan harta bendanya
pada jalan Allah. Di antara cara yang dapat menyingkap kebakhilan seseorang itu ialah dengan cara
memintanya membelanjakan wang ringgit kerana berapa banyak dari kalangan mereka yang
berkedudukan, berharta dan berpangkat gugur dari jalan ini, lantaran rakus terhadap mata benda. Di
dalam Al-Qur’an Al-Karim sendiri terdapat berpuluh-puluh ayat yang menjelaskan ciri-ciri keimanan
yang dikaitkan dengan sifat pemurah.
Diantaranya:
“Orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan
kepada mereka.” (Al-Anfal : 3)
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah) maka pahalanya itu untuk diri
kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan kerana mencari keredhaan
Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan nescaya kamu akan diberikan pahalanya
dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak dianiayai”. (Al-Baqarah : 272)
Orang-orang yang bakhil atau kikir seharusnya mendengar dan mengambil pelajaran dari pesanan
Rasulullah SAW :
“Tidak ada suatu haripun yang dilalui oleh seorang hamba kecuali (hari-hari) didatangi oleh dua
malaikat lalu seorang darinya berdo’a : “Ya Allah, berikanlah ganti kepada si hamba yang
menafkahkan hartanya”. Manakala malaikat yang ke dua berdo’a : “Ya Allah, berikanlah kebinasaan
kepada sihamba yang bakhil ini”.
Akhlak tercela adalah semua sifat dan tingkah laku yang berbeda atau berlawanan, bahkan
bertentangan dengan sifat-sifat yang telah disebutkan pada bagian terdahulu (akhlak mulia) tersebut di
atas.
1) Dusta 16) Khiyanat
2) Hasad 17) Iri hati
3) Ar-Riya 18) Takabbur
4) At-Tabdzir 19) Al-Bukhlu
5) Bakhil 20) Adz-Dzulmu
6) Ceroboh 21) Ananiyah
7) Al-Baghyu 22) Al-Buhtaan
8) Ingkar janji 23) Al-Kamru
9) Al-Jubnu 24) Al-Fawahisy
10) Saksi palsu 25) Fitnah
11) Al-Israf 26) Al-Liwathah
12) An-Namimah 27) Al-Kufran
13) Qatlun Nafs 28) Ar-Riba
14) As-Sikhriyah 29) Tanabazu bil Al-Qad
15) As-Syakhwat
Dari berbagai kesimpulan di atas kami menarik kesimpulan bahwa akhlak adalah sesuatu sifat
yang harus dijaga dan dipelihara, karena merupakan kunci sukses untuk hidup. akhak ialah bunga diri,
indah dipandang mata, nikmat dirasa oleh hati dan memberi manfaat. Intinya adalah mencapai
keridhoan Allah SWT.
Sifat-sifat tercela yang bersemi dalam hati banyak macamnya, dan cara penyembuhannya
cukup rumit. Beberapa pokok cabang akhlak tercela, diantaranya:
a. Rakus Terhadap Makanan
Makanan adalah sumber pokoknya, sebab lambung adalah sumber syahwat yang dapat
memunculkan syahwat seksual. Jika syahwat makan dan seksual telah menguasai diri, maka
tumbuhlah kerakusan terhadap harta sebab kedua nafsu tersebut mustahil dapat tersalurkan
secara maksimal kecuali dengan adanya harta. Kemudian dapat tumbuh nafsu terhadap jabatan
(kehormatan), karena untuk mendapatkan harta akan sulit tanpa didukung oleh jabatan, dan
akan timbul bahaya-bahaya lain seperti sombong, riya, dengki dan lain-lain.
Lapar dapat mendatangkan kelembutan dan mengalahkan syahwat, serta menolak kejahatan dan
kesombongan. Diantara hikmah lapar adalah tidak melupakna bencana dan orang yang
ditimpanya tidak melupakan siksaan dan mengalahkan syahwat lainnya. Dengan lapar, nafsu
dan syaitan dapat dikuasai, sehingga keduanya dapat ditundukkan. Lapar dapat melanggengkan
keterjagaan dan menolak tidur.
b. Bahaya Berbicara
Semua tingkah laku anggota badan memiliki pengaruh dalam hati khususnya lidah, sebab lidah
mengungkapkan gambaran yang terkandung dalam hati. Jika lidah mengatakan sesuatu yang
berlebihan dan tidak memiliki arti, maka akan mematikan hati. Mu’az Ibn Jabal bertanya
kepada Rasulullah SAW. “Perbuatan apakah yang paling utama ya Rasul ?” Rasulullah SAW
kemudian menjulurkan lidah dan menunjuknya dengan jarinya, dan berkata : ”Sesungguhnya
kebanyakan kesalahan anak Adam terletak pada lidahnya.” Dari pembicaraan yang tidak
berguna akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut :
a) Al-Buthan, yaitu suka berdusta. Berdusta adalah berbohong baik dengan ucapan, tulisan
maupun dengan isyarat. Seseorang dapat berdusta karena untuk kepentingan dirinya, membela
orang lain, atau untuk menjatuhkan orang lain.
c. Marah
Marah adalah kilatan api yang dinyalakan dari neraka Allah swt. yang menyala-nyala, dan
membakar sampai ke hati. Orang yang dikuasai marah, maka ia telah terseret dalam setan yang
telah diciptakan dari api. Mematahkan maerah merupakan hal yang penting. Persoalan marah
tidak besar,sebab dari segi fisik akan menyebabkan pemukulan, pencacimakian dan adu mulut,
sedangkan dari segi batiniah menimbulkan dendam, hasud, membeberkan keburukan orang
yang dibenci, hasrat melakukan kejahatan dan tidak senang jika mendapat kebahagiaan.
d. Hasad (Dengki)
Dengki atau hasad adalah perbuatan seseorang yang berakibat negatif bahkan merusak terhadap
orang lain. Seseorang yang dengki biasanya menginginkan agar nikmat dan anugerah yang
diterima orang lain bisa segera hilang. Dengki dapat timbul karena seseorang merasa benci dan
dendam atas kegagalan yang dialami.
Adapun bahayanya dalam agama, hal itu berarti kebencian terhadap nikmat Allah swt. maka
orang yang mendapat nikmat itu mendapat pahala sementara dosa diberikan kepadamu karena
kamu hasad terhadapnya.
e. Kikir
Sumber kikir adalah kecintaan terhadap harta yang menyebabkan seseorang lupa untuk
mengingat Allah swt. dan memalingkan hati serta terpaut oleh dunia, sehingga kematian akan
terasa berat baginya. Orang yang kikir akan sulit berderma kepada orang lain.
f. Cinta Dunia
Cinta dunia merupakan pangkal dari segala keburukan. Secara terperinci Allah SWT berfirman
dalam QS. Al-Hadid : 20 yang artinya : “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia
ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara
kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak.”
Di dalamnya juga termasuk semua hal merusakyang sifatnya bathiniah seperti sombong,
berbangga –bangga dengan harta, gila pujian dan lain-lain.
g. Sombong
Hakikat sombong adalah apabila seseorang memandang dirinya lebih unggul dari pada orang
lain dalam segi kesempurnaan sifat. Sifat ini menyebabkan kehinaan dan menggoyahkan
akidah. Kesombongan dianggap dosa terbesar kepada Tuhan. Oleh karena itu, Al-Ghazali
mengatakan bahwa kesombongan itu sama dengan penyembahan diri, satu macam dari
politheisme.
h. Ujub
Hakikat ‘ujub adalah menghitung diri berikut segenap kenikmatan-kenikmatan yang dimiliki
sebagai sesuatu yang agung, namun lupa menyadarkannya kepada Zat Pemberi Kenikmatan dan
yang menjaganya dari kemusnahan. Allah SWT dalam QS. An-Najm 32 yang artinya : “Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci.”
Maksudnya adalah jangan sekali-kali hatimu menyangka bahwa dirimu itu sudah suci dan
bersih dari segala kesalahan, sebab dengan sangkaan yang keliru ini nantinya akan timbul rasa
ujub pada diri sendiri.
i. Riya
Riya adalah menginginkan posisi di hati manusia dengan cara ibadah atau perbuatan-perbuatan
baik yang lain. Sifat yang ingin disanjng dan ingin diagungkan, menurut AL-Ghazali, sulit
utnuk menerima kebesaran orang lain, termasuk untuk menerima keagungan Allah swt. Sebab
hasrat ingin disanjung itu sebenarnya tidak lepas dari adanya perasaan paling unggul, rasa
superioritas, dan ingin menang sendiri karena merasa unggul dari yang lain.
• Marah
a) Melemahkan marah dengan cara latihan. Seperti membiasakan diri berbuat lembut,dan mengontrol
diri dari rasa marah
b) Menahan marah dengan waktu datang, seperti dengan ilmu dan amal.
c) Menguasai diri ketika marah dengan diam
• Hasad (Dengki)
a) Menumbuhkan kesadaran bahwa permusuhan dan kemarahan akan membawa petaka dan
kesengsaraan baik lahir maupun batin
b) Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran
c) Jadilah orang yang teguh pendirian
d) Mengamalkan ajaran agama
• Kikir
• Cinta Dunia
a) Menyadari bahwa dunia itu tidak kekal
b) Menyadari semua perbuatan di dunia akan di pertanggungjawabkan di akhirat
c) Menyadari bahwa pengetahuan tidak bisa didapatkan kecuali dengan pencarian dan tafakur dengan
terus menerus
• Sombong
a) Memahami bahaya sombong
b) Selalu membiasakan diri untuk tawadlu atau rendah hati
c) Selalu mengingat diri bahwa Allah maha segalanya
• Ujub
a) Selalu kagum dan bersyukur terhadap Allah swt terhadap nikmat yang diberikan
b) Menyadari bahwa segala sesuatu akan luluh lantah dalam sekejap.
c) Seorang hamba, amalan-amalannya serta keadaan-keadaan dirinya itu semuanya adalah milik Allah
SWT
• Riya
a) Menolak segala sesuatu yang menyebabkan riya. Seperti menyembunyikan ibadah seperti
menyembunyikan perbuatan keji.
b) Menyadari bahaya riya