Professional Documents
Culture Documents
Kata Pengantar
Atas rahmat Allah SWT kami telah berhasil membuat sebuah makalah
dengan judul Pengetahuan dan Kebenaran untuk tugas pada mata kuliah Filsafat
Ilmu di faklutas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bantuan atau bimbingan atas pembuatan makalah ini.
Jakarta, 2011
Penulis
BAB II
1
ISI
Pengetahuan dan Kebenaran
Seluruh catatan yang ada di sini masih berupa refleksi pendahuluan, karena itu
masih sangat jauh dari memadai. Sumbangan pemikiran dan gagasan Anda
melalui kolom tanggapan akan memperkaya refleksi filosofis mengenai
pengetahuan.
1. Jenis Pengetahuan
2
2. Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan
carak husus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui
lebih dalam dan luas mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada
pengalaman untuk mengetahui hal yang dianggap penting saja
3. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas,
sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki
sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
4. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan
lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemelu kagama.
2. Gejala Mengetahui
Gejala mengetahui manusia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
3. Pengetahuan Ilmiah
Adapun berbagai Pengertian Ilmu dapat dibedakan menjadi beberapa
bagian diantara adalah :
a. Hakekat Pengetahuan
Ada duateori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:
3
1. Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhada palam.
Pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dariapa yang ada dalam
alam nyata.
2. Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses
mental/ psikologis yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan
gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dala malam menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.
Pengetahuan pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam
alam semesta. Sebenarnya realisme dan idealisme mempunyai kelemahan-
kelemahan tertentu.
4. Sumber Pengetahuan
4
5. Ukuran Kebenaran
a. Teori Korespondensi
b. Teori Koherensi
5
kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini
digunakan oleh aliran metafisikus-rasionalis dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak pra Socrates, kemudian dikembangkan oleh
Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggap benar apabila telah
dibuktikan (justifikasi) benar dan tahan uji (testable). Kalau teori ini bertentangan
dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu
akan gugur atau batal dengan sendirinya.
c. Teori Pragmatisme
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan akal, budi, fakta, realitas dan
kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebenaran agama digunakan wahyu
yang bersumber dari Tuhan.
6
Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan
menemukan kebenaran melalui agama.
Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab
suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia,
termasuk kebenaran.
Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan
fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-
tahap metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat
menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan
yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun
yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan
kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu
pengetahuan diletakkan dengan ukuran. Pertama, pada dimensi fenomenalnya
yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai
proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu
pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang
hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik
henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya
diletakkan dalam satu kesatuan sistem (Wibisono, 1982). Tampaknya anggapan
yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan
pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan
manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak
atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
7
BAB III
ARTI KEBENARAN
8
dilihat dari jenis pengetahuan yang dibangun. Adapun pengetahuan itu berupa
berikut ini:
1. Pengetahuan biasa disebut juga Knowledge of the man in the street atau
ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini
memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif. Artinya sangat terikat pada
subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini
memiliki sifat selalu benar sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan
bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
2. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang telah menetapkan objek yang
khas dengan menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula.
Artinya, metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan di antara para ahli
yang sejenis. Maksudnya kandungan kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah
selalu mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh hasil penemuan yang
paling mutakhir. Dengan demikian, kenbenaran dalam pengetahuan ilmah
selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang paling
akhir dan mendapatkan persetujuan, adanya agreement konvensi para
ilmuwan sejenis.
3. Pengetahuan filsafat adalah sejenis pengetahuan yang pendekatanya melalui
metodologi pemikiran filsafat yang bersifat mendasar dan menyeluruh dengan
model pemikiran yang analistis, kritis dan spekulatif. Sifat kebenaran yang
terkandung dalam penegetahuan filsafati adalah absolute intersubjektif.
Maksudnya nilai kebenaran yang terkandung jenis pengetahuan filsafat
selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat dari
seorang pemikir filsafat serta selalu mendapat pembenaran dari filsafat
kemudian yang menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula. Jika
pendapat filsafat itu ditinjau dari sisi lain, artinya dengan pendekatan filsafat
yang lain sedah dapat dipastikan hasilnya akan berbeda atau bahkan
bertentangan atau menghilangkan sama sekali. Mis alnya, filsafat matematika
atau geometri dari Phytagoras sampai sekarang masih tetap seperti eaktu
Phytagoras itu pertama kali memunculkan pendapatnya pada abad VI SM.
9
4. Kebenaran jenis pengetahuan adalah kebenaran pengetahuan yang terkandung
dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis,
Artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang
telah tertentu sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci
agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan
untuk memahaminya itu. Implikasi makna dari kandungan kitab suci dapat
berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan waktu. Akan tetapi,
kandungan maksud dari ayat kitab suci itu tidak dapat diubah dan sifanya
absolut.
Kebenaran kedua dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana
cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuanya itu. Apakah
ia membangun dengan penginderaan atau sense experience, akal pikiran atau
ratio, intuisi, atau keyakinan. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh
pengetahuan melalui alat tertentu akan mengakibatkan karakteristik kebenaran
yang dikandung oleh pengetahuan itu akan memiliki cara tertentu untuk
membuktikanya. Artinya, jika seseorang membangunnya melalui indera atau
sense experience. Maka pada saat ia membuktikan kebenaran pengetahuan itu
harus melalui indera pula. Begitu juga dengan cara yang lain misalnya dengan
indra kimiawi. Jenis pengetahuan menurut kriteria karakteristiknya dibedakan
dalam jenis pengetahuan seperti berikut ini:
1. pengetahuan indrawi
2. pengetahuan akal budi
3. pengetahuan intuitif
4. pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoritatif dan pengetahuan
yang lainnya.
Kebenaran pengetahuan ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang
dikaitkan atau ketergantungan terjadinya pengetahuan. Artinya bagaimana relasi
atau hubungan antara subjek dan objek. Juka subjek yang berperan maka jenis
pengetahuan itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif. Artinya
nilai kebenaran dari pnegetahuan yang dikandungnya sangat tergantung pada
10
subjek yang memiliki pengetahuan itu atau jika objek yang berperan . Sifatnya
objektif seperti pengetahuan tentang alam dan ilmu-ilmu alam.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran
mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang
lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan
keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian
dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk
mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu
terdapat diluar jangkauan manusia.
11
Teori-teori di atas akan dijelaskan secara rinci pada uraian berikut:
12
pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima
kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Misalnya, bila kita
menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan
yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan
pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten
dengan pernyataan yang pertama.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori
koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna merupakan suatu idel
yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan
menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik,
dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan
timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan
pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa
melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap
kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel,
Bradley dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia;
dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem
kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan
memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus, 1987). Meskipun demikian
perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni
persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan tertentu.
13
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan
rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility),kemungkinan
dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan (Titus, 1987), Sehingga
dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa
yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah
logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis
(Hadiwijono, 1980) dalam kehidupan manusia.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan
kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan
dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar,
sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan
ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu
ditinggalkan (Jujun, 1990), demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran
cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah
yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan
dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan
hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan
pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling
bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang
kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide
kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi
karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan
tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang
kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya
yang praktis (Titus, 1987).
14
Para penganut teori kebenaran sintaksis berpangkal tolak pada keteraturan
sintaksis atau garamatika yang dipakai ole suatu pernyataan atau tata bahasa yang
melekatnya. Dengan demikian, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan
itu mengikuti aturan-aturan sinaksis yang baku atau apabila proporsisi itu tdak
mengikuti syarat atau keluar dari hal yang diisyaratkan proporsisi itu tidak
mempunyai arti. Teori ini berkembang diantara para pilsuf analisa bahasa,
terutama yang bgitu ketat terhadap pemakaian gramatikal, seperti Friederich
Schleiermacher (1768-1834).
15
mempunyai nilai benar yang sangat tergantung peran dan fungsi pada pernyataan
itu.
White (1978) menggambarkan tentang kebenaran sebagaimana
dikemukakanya berikut ini:
“….to say. It is true that not many people are likely to do that “is away of
agreeing with the opinion that not many people are likely to do that anda not a
way of talking about the opnion , much less of talking about the sentence used to
express the opinion.
Memiliki pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pengetahuan akan
memiliki nilai banar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang sangat praktis
dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan itu juga merupakan kesepakatan bersama
untuk menggunakan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
16
3.3 Sifat Kebenaran Ilmiah
Suatu kebenaran ilmiah lahir dari hasil penelitian ilmiah. Jadi agar
kebenaran tersebut dapat muncul maka harus melalui proses-proses atau suatu
prosedur. Prosedur baku yang harus dilalui adalah tahaan-tahapan untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah, yang pada hakikatnya berupa teori, melalui
metodologi ilmiah yang baku sesuai dengan sifat dasar ilmu. Maksudnya, adalah
setiap ilmu secara tegas menetapkan jenis objek secara ketat apakah objek itu
berupa hal konkrit atau abstrak. Selain itu ilmu menetapkan langkah-langkah
ilmiah sesuai dengan objek yang dihadapinya itu.
Kebanaran data ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif. Maksudnya,
bahwa kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi dan aksioma atau paradigma,
harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan
objektifnya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek. Kenyataan
yang dimaksud adalah kenyataan yang berupa suatu dapat dipakai sebagai acuan
atau kenyataan yang pada mulanya merupakan objek dalam pembentukan
pengetahuan ilmiah itu.
Mengacu pada status ontologisme objek, pada dasarnya kebenarana dalam
ilmu dapat digolongkan dalam dua jenis teori yaitu teori kebenaran koepondensi
atau teori kebenaran kohensi. Ilum-ilmu kealaman pada umumnya menuntut
kebenaran korespondensi karena fakta-fakta objektif sangat dituntut dalam
pembuktian terhadap setiap proposisi atau pernyataan (statement) . Akan tetapi,
berbeda dengan ilmu-ilmu kemausiaan, ilmu-ilmu social, ilmu logika dan
matematika. Ilmu-ilmu tersebut menuntut konsistensi dan keherensi diantara
proposisi-proposisi sehingga pembenaran bagi ilmu-ilmu itu mengikat teori
kebenaran koherensi.
Hal yang cukup penting dan perlu mendapatkan perhatian dalam
kebenaran ini adalah kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil
persetujuan dan konvensi dari para ilmuwan di bidangnya. Sifat kebenaran ilmu
memiliki sifat universal sejauh kebenaran ilmu itu dapat dipertahankan.
Pernyataan tersebut karena kebenaran ilmu harus selalu merupakan kebenaran
17
yang disepakati dalam konfensi sehingga keuniversalan sigat ilmu harus selalu
harus masih dibatasi oleh penemuan baru atau penemuan lainnya yang hasilnya
menolak pertemuan terdahulu atau bertentangan sama sekali. Apabila terdapat hal
semacam ini, diperlukan suatu penelitian yang mendalam apabila hasilnya
berbeda. Kebenaran yang lama harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-
duanya berjalan bersama dengan kekuatanya atas kebenaranya amasing-masing .
Contoh kasus yang terjadi adalah teori geometri, Euklides dan teori geometri.
Reinnan yang bersama-sama dengan Labocevsky tentang jumlah besar 3 sudut
dari suatu segitiga. Contoh yang lain adalah tentang peralihan teori tentang pusat
alam raya dari bumi nmenjadi matahari atau bahkan teori baru yang menunjukkan
bahwa pusat alam raya pada pusat galaksi bimasakti.
18
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebenaran ilmiah tidak bisa
dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan
dan dimanfaakan oleh manusia serta proses atau prosedur suatu penelitian ilmiah.
Teori-teori kebenaran ada tujuh, yakni korespondensi, koherensi, pragmatis,
sintaksis, semantis, non-deskripsi, dan kebenaran logis yang berlebihan. Teori-
teori tersebut mencoba untuk menjelaskan tentang apa itu kebenaran. Kebenaran
ilmiah bersifat obyektif dan universal.
Dalam teori keilmuan, untuk membuktikan kebenaran ilmiah dari suatu
pernyataan ilmiah harus sesuai dengan sifat dasar metodologis yang digunakan
dan sangat bergantung pada konvensi serta peran masyarakat dalam menentukan
karakteristik kebenaran ilmiah tersebut.
19
DAFTAR PUSTAKA
Awing, A.C. 1951. The Fundamental Questions of Philosophy. Routledge and
Kegan Paul. London.
Butler, J. Donald. 1951. Four Philosophies and Their Practice in Education and
Religion. Horper and Brothers. New York.
Dharmono, M.Si. 2008. Filsafat Saints & Bioetika. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan UNLAM. Banjarmasin.
Kneller, George F., Movement of Thought in Modern Education, New York: John
Witey and Sound, 1984
20