You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prestasi ekonomi suatu Negara atau bangsa dapat dinilai dengan berbagai
ukuran agregat. Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran
dengan istilah pendapatan nasional. Meskipun bukan merupakan satu-satunya
ukuran untuk menila suatu prestasi suatu Negara atau bangsa, pendapatan nasional
cukup representative dan sangat lazim digunakan. Pendapatan nasional bukan
hanya berguna untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara atau bangsa
dari waktu ke waktu, tetapi juga membandingkannya dengan nilai Negara lain.
Rincian secara sektoral dapat menerangkan struktur perekonomian Negara yang
bersangkutan. Di samping itu, dari angka pendapatan nasional selanjutnya akan
diperoleh pula ukuran turunan (derived measure) seperti pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan per kapita.
Seperti yang kita ketahui, bahwa Indonesia merupakan Negara yang
sedang berkembang. Sejak masa reformasi, Indonesia mulai melakukan inovasi-
inovasi dan membangun perekonomian di Negara. Selain itu usaha-usaha untuk
mensejahterakan rakyat juga selalu di prioritaskan. Sebagai contoh, program lima
tahunan (pelita) yang selalu diadakan dan dilaksanakan oleh Indonesia sejak
beberapa tahun yang lalu.
Namun, dalam mengimplementasikan hal-hal tesebut, pemerintahan
masih mengalami kesulita. Terutama dalam pengalokasian APBD maupun
pendanaan-pendanaan lainnya. Sehingga maih banyak rakyat yang masih berada
dibawah garis kemiskinan. Selain itu pertumbuhan penduduk tanpa diimbangi
dengan lapangan pekerjaan maupun skill yang baik, maka banyak penduduk
Indonesia yang masih menjadi pengangguran. Anak-anak yang kurang beruntung
atau terlantar juga banyak dan bias kita temui di sisi jalan maupun di tengah jalan
dengan membawa sebuah kaleng maupun berkeliling membawa Koran dan barang
asongan.
Masalah lain yang terkait dengan hal ini adalah masalah struktur
ekonomi Indonesia. Dimana yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin

1
menjadi semakin miskin. Hal itu tidak lain dikarenakan adanya ketidakadilan
maupun ketidak- seimbangan dan kurangnya pemerataan di masyarakat, terutama
pada kalangan menengah ke bawah. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk
mendiskripsikan pengertian dari pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi dan
struktur ekonomi, khususnya di Indonesia dalam makalah dengan judul
“Pendapatan Nasional, Pertumbuhan, dan Struktur Ekonomi”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep-konsep pendapatan nasional Indonesia?
1.2.2 Bagaimanakah pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia?
1.2.3 Bagaimanakah pendapatan per kapita dan kemiskinan di Indonesia?
1.2.4 Bagaimanakah struktur ekonomi di Indonesia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami konsep-konsep pendapatan nasional
Indonesia.
1.3.2 Mengetahui dan memahami pendapatan nasional dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia.
1.3.3 Mengetahui dan memahami pendapatan per kapita dan kemiskinan di
Indonesia
1.3.4 Mengetahui dan memahami struktur ekonomi di Indonesia.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep-Konsep Pendapatan Nasional Indonesia


Istilah “pendapatan nasional” dapat berarti sempit maupun luas. Dalam arti
sempit, “pendapatan nasional” adalah terjemahan langsung dari nation
income.Sedangkan dalam arti luas, “pendapatan nasional” dapat merujuk ke:
1. Gross Domestic product (GDP) atau Produk Domestik Buto (PDB);
2. Gross Nation Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB);
3. Net National Product (NNP) atau Produk Nasional Netto (PNN);
4. National Income (NI) atau Pendapatan nasional (PN)
Keempat konsep pendapatan nasional (PDB; PNB; PNN; dan PN) berbeda
satu sama lain. Teori makroekonomi menjelaskan dengan rinci pengertian dari
masing-masing konsep tersebut, sehingga dapat merujuk ke salah satu dari
konsep-konsep tersebut. Kecuali dalam spesifikasi, istilah “pendapatan nasional’
digunakan untuk menyatakan secara umum prestasi suatu negara atau bangsa.
2.1.1 Sejarah Konsep pendapatan nasional
Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir
William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional
negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan
anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup
(konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para
ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi
bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut
mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk
Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut
harga pasar pada suatu negara. Berikut adalah beberapa konsep pendapatan
nasional.
1. Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah
produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam
batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan

3
GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.
Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor.
2. Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai
produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara
(nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk
hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
3. Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi
depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement).
Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang
dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja
kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
4. Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang
dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai
pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak
tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya
dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
5. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan
yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang
diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga
menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah
penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini,
melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh
pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas
pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah

4
pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan
(pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak
dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa
tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun
(iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan
maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi
bekerja).
6. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi.
Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan
pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib
pajak, contohnya pajak pendapatan.
2.1.2 Manfaat Pendapatan Nasional
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan
untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional
juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah
struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk
menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa.
Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa
Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara
industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan
besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional,
misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan
sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan
perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara
atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
2.1.3 Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

5
Di Indonesia,data mengenai pendapatan nasional dikumpulkan dan diolah
oleh Badan Pusat statistika (BPS). Perhitungan pendapatan nasionl indonesia
dimulai dengan produk domestik bruto. PDB (Produk Domestik Bruto) dapat
dihitung melalui tiga cara, yaitu:
1. Menurut Pendekatan Produksi
PDB (Produk Domestik Bruto) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu Negara dalam jangka
waktu setahun. Unit-unit produksi dimaksud secrara garis besar dipilih menjadi 11
sektor pengolahan, yaitu: a). Pertanian; b).Pertambangan dan penggalian; c).
Industri pengolahan; d). Listrik, gas dan air minum; e).Bangunan; f).Perdagangan;
g). Pengangkutan dan komunikasi; h).Bank dan lembaga keuangan lainnya;
i).Sewa rumah; j). Pemerintahan; k).Jasa-jasa.
2. Menurut Pendekatan Pendapatan
PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang
turut serta dalam proses produksi wilayah suatu negara dalam jangka waktu
setahun. Balas jasa produksi berupa: a). Upah dan gaji; b). Sewa tanah; c). Bunga
modal; dan d). Keuntungan. Semua itu, dihitung sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDB juga
mencangkup penyusutan dan pajak-pajak tidak langsung neto. Jumlah semua
komponen pendapatan ini per sector disebut nilai tambah bruto sektoral.
3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
PDB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir dalam jangka
setahun. Komponen permintaan akhir, meliputi: a). Pengeluaran konsumsi rumah
tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; b). Pembentukan
modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; c). Pengeluaran konsumsi
pemerintah; d). Eksor neto (dikurangi impor)
2.1.4 Metode Perhitungan Riil
PDB, PNB, PNN, dan PN secara umum disebut agregat ekonomi;
maksudnya angka besaran total yang menunjukkan prestasi ekonomi suatu Negara
atau bangsa. Dari agregat ekonomi ini dapat diukur pertumbuhn ekonomi. Untuk
menghitung pertumbuhan ekonomi riil, terlebih dahulu harus menghilangkan
pengaruh perubahan harga yang melekat pada angka-angka agregat ekonomi

6
menurut harga berlaku (current prices), sehingga terbentuk angka agregat
ekonomi meurut harga konstan (constant prices) tahun tertentu. Dalam hal ini,
terdapat tiga metode untuk mengubah angka menurut harga berlaku menjadi
angka menurut harga konstan, yaitu:
1. Metode Revaluasi: menilai produksi dengan harga tahun dasar.
2. Metode Ekstrapolasi : memperbaharui nilai tahun dasar sesuai dengan
indeks produksi/tingkat pertumbuhan riil tahun sebelumnya.
3. Metode Deflasi : membagi nilai masing-masing tahun dengan harga
relatif (indeks harga x 1/100).
2.1.5 Metode Perhitungan Nilai Tambah
Nilai tambah (added value) adalah selisih antara nilai akhir (harga jual)
suatu produk dengan nilai bahan bakunya. Nilai tambah sektoral suatu produk
mencerminkan nilai tambah produk tersebut di sector yang bersangkutan. Nilai
tambah dapat dihitung berdasarkan harga konstan maupun harga berlaku, dimana
dapat dihitung melalui empat cara; yaitu:
1. Metode Deflasi Ganda
Perhitungan nilai tambah, dilakukan jika keluaran (output) menurut harga
konstan dihitung terpisah dari masukan-antara (intermediate-input) menurut harga
konstanUntuk menghitung keluran antara dan masukan-antara menurut harga
konstannya sendiri, dapat digunakan salah satu atau kombinasi dari tiga metode
(revaluasi, ekstrapolasi dan deflasi).
2. Metode Ekstrapolasi Langung
Perhitungan ini, dilakukan dengan menggunakan perkiraan-perkiraan dari
perhitungan keluaran menurut harga konstan atau langsung menggunakan indeks
produksi yang sesuai. Metode ini bertolak dari asumsi bahwa keluaran menurut
harga konstan berubah sejalan dengan masukan menurut harga konstan; dengan
kata lain adalah nisbah msukan-antara (intermediate input-output).
3. Metode Deflasi Langsung
Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan indeks harga implisit dari
keluaran atau secara langsung menggunakan indeks harga produksi yang sesuai,
kemudian dijadikan angka pembagi terhadap nilai tambah menurut harga yang
berlaku. Metode ini berasumsi bahwa inflasi yang terjadi pada keluaran sama

7
dengan inflasi pada masukan-antara.
4. Metode Deflasi komponen Pendapatan
Perhitungan ini, dilakukan dengan cara mendeflasikan komponen-
komponen nilai tambah atas pendapatan-pendapatan yang membentuk unsur nilai
tambah tersebut; yakni: tenaga kerja, modal, dan manajemen. Metode ini hanya
cocok bila komponen nilai tambah terutama terdiri dari komponen nilai tambah
terutama terdiri dari kompensasi tenaga kerja dan penyusutan dan biasanya
diterapkan untuk sektor-sektor tertentu dimana ketiga metode sebelumnya susah
diterapkan.

2.2 Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia


Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa yang
dihasilkan dalam suatu Negara (Sukirno, 2008, p36). Pengertian berbeda
dituliskan dengan huruf besar P dan N, dimana pendapatan nasional adalah jumlah
pendapatan yang diterima oleh factor produksi yang digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu (Sukirno, 2008, p36).
Selain itu, Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima
oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan
faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi
suatu Negara.
Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk
kenaikan pendapatan nasional (Pertumbuhan Ekonomi =
pertumbuhan output). Suatu negara dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di
negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan
indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Sedangkan
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan
pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan
memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai
dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu

8
negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu
negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari
pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan
ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan
ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi
keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan
dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang
dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat
kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga
terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan
alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam
lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Laju Pertumbuhan Ekonomi dapat dihitung dengan dua
cara, yaitu:

Laju Pertumbuhan dan Distribusi PDB Menurut Lapangan


Usaha Tahun 2005-2009 (persen)
Keterangan Laju Pertumbuhan1' Distribusi2'
2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian,peternakan,
kehutanan, & Perikanan 2,7 3,4 3,5 4,8 4,1 13,1 13,0 13,7 14,5 15,3

2. Pertambangan dan
Penggalian 3,2 1,7 1,9 0,7 4,4 11,1 11,0 11,2 10,9 10,5
3. Industri Pengolahan 4,6 4,6 4,7 3,7 2,1 27,4 27,5 27,0 27,9 26,4
4. Listrik, Gas & Air Bersih 6,3 5,8 10,3 10,9 13,8 1,0 0,9 0,9 0,8 0,8
5. Konstruksi 7,5 8,3 8,5 7,5 7,1 7,0 7,5 7,7 8,5 9,9
6. Perdagangan, Hotel dan
8,3 6,4 8,9 6,9 1,1 15,6 15,0 15,0 14,0 13,4
Restoran
7. Pengangkutan dan
12,8 14,2 14,0 16,6 15,5 6,5 6,9 6,7 6,3 6,3
Komunikasi

9
8. Keuangan, Real Estat dan
Jasa Perusahaan 6,7 5,5 8,0 8,2 5,0 8,3 8,1 7,7 7,4 7,2
9. Jasa-jasa 5,2 6,2 6,4 6,2 6,4 10,0 10,1 10,1 9,7 10,2
PDB 5,7 5,5 6,3 6,0 4,5 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
PDB Tanpa Migas 6,6 6,1 6,9 6,5 4,9 88,6 88,9 89,5 89,4 91,7
1)Atasdasarhargakonstan2000 2)Atasdasarhargaberlaku *sumber:BadanPusatStatistika

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Dimensi Sektoral, Pengeluaran, dan


Spasial
Dimensi Sektoral
Dari dimensi sektoral, pertumbuhan ekonomi ini, ditopang oleh beberapa
sector kunci. Rekor paling tertinggi adalah: Sektor pertanian (16,8%); sektor jasa-
jasa (2,1%); sektor keuangan-real estate-jasa perusahaan (1%); sektor
perdagangan-hotel-restoran (0,9%); dan sektor listrik, gas, dan air bersih (0,6%).
Dimensi Pengeluaran
Dari dimensi pengeluaran, semua komponen pengeluaran mengalami
peningkatan, pengeluaran ini meliputi: pengeluaran konsumsi rumah tangga naik
sebesar 4,5%; pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 4,3%; pembentukan
modal tetap bruto sebesar 7,5%; ekspor barang-jasa sebesar 8,9%; dan impor
barang-jasa sebesar 8,4%. Akan tetapi, kontribusi masing-masing terhadap
pengeluaran PDB tidak terjadi banyak perubahan, masih didominasi oleh
konsumsi. Oleh karena itu, pola pertumbuhan Indonesia masih bercirikan
consumption driven growth.
Dimensi Spasial
Dari dimensi spasial, pulau Jawa merupakan penyumbang terbesar dalam
pembentukan PDB Indonesia. PDB pulau Jawwa didominasi oleh sector industry
pengolahan perdagangan-hotel-restoran, dan sector pertanian. Namun, masih
terdapat ketimpangan yang besar jika dilihat dari sisi PDRB per kapita. PDRB per
kapita yang tinggi terpusat pada daerah provinsi yang kaya SDA serta daerah ibu
kota.
Pertumbuhan dan Struktur Perekonomian Indonesia Secara Spasial Triwulan III-2010 (persen)
Pertumbuhan Konstribusi
Provinsi q-to-q y-on- c-to-c Terhada Terhadap Total
y p Pulau 33 Provinsi
Sumatra 3,3 5,4 5,1 100,0 23,7
01.Aceh 2,1 4,8 3,0 6,3 1,5

10
02. Sumatra Utara 3,6 6,4 6,3 22,3 5,3
03. Sumatra Barat 3,9 6,0 4,8 7,1 1,7
04. Riau 2,5 3,2 2,7 29,2 6,9
05. Kepulauan 1,2 6,2 7,6 5,7 1,3
RiauJambi
06. 2,4 7,2 6,8 4,1 1,0
07. Sumatra 6,0 5,3 5,6 13,1 3,1
Selatan
08. Kep. Bangka 2,9 5,1 6,1 2,0 0,5
Belitung
09. Bengkulu 0,9 6,2 6,3 1,4 0,3
10. Lampung 3,2 6,3 5,3 8,8 2,1
Jawa 2,7 5,9 6,1 100,0 57,6
11. DKI Jakarta 2,8 6,5 6,5 28,7 16,5
12. Jawa Barat 2,7 4,0 5,8 23,7 13,7
13. Banten 3,7 6,1 5,8 5,0 2,9
14. Jawa Tengah 2,1 5,6 5,6 14,7 8,5
15. Dl Yogyakarta 6,5 6,3 5,1 1,6 0,9
16. Jawa Timur 2,6 7,1 6,5 26,3 15,1
Bali dan Nusa 5,4 8,0 7,9 100,0 2,8
Tenggara
17. Bali 2,6 6,7 5,6 44,3 1,2
18. Nusa Tenggara 10,1 11,3 13,0 36,6 1,0
Barat
19. Nusa Tenggara 4,4 5,5 5,1 19,1 0,6
Timur
Kalimantan 2,8 4,8 6,0 100,0 9,2
20. Kalimantan 4,4 5,8 5,4 12,5 1,1
Barat
21. Kalimantan 3,9 6,7 6,4 8,6 0,8
Tengah
22. Kalimantan 9,1 5,0 5,3 13,2 1,2
Selatan
23. Kalimantan 0,4 4,2 6,3 65,7 6,1
Timur
Sulawesi 3,3 8,1 8,4 100,0 4,6
24. Sulawesi Utara 4,4 7,0 6,9 14,8 0,7
25. Gorontalo 4,9 5,7 7,1 3,5 0,2
26. Sulawesi 4,5 10,4 9,8 15,5 0,7
Tengah
27. Sulawesi 2,4 7,3 8,1 50,0 2,3
Selatan
28. Sulawesi Barat 1,5 15,6 12,0 4,3 0,2
29. Sulawesi 4,2 8,3 8,5 11,9 0,5
Tenggara
Maluku dan Papua 11,4 3,5 -4,2 100,0 2,1
30. Maluku 1,8 7,0 6,5 7,5 0,2
31. Maluku Utara 3,4 7,7 8,4 5,0 0,1
32. Papua 17,8 1,6 -10,4 72,4 1,5
33. Papua Barat 2,6 5,9 5,8 15,1 0,3
*sumber: Badan Pusat Statistika
Pertumbuhan ekonomi secara spasial pada triwulan III-2010 menurut
kelompok provinsi, dipengaruhi oleh empat provinsi penyumbang terbesar dengan
total kontribusi sebesar 53,9 persen. Keempat provinsi tersebut adalah DKI Jakarta,
Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah, dengan pertumbuhan y-on-y masing-masing
sebesar 6,5 persen, 7,1 persen, 4,0 persen, dan 5,6 persen.

11
2.2.2 Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Adapun faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi adalah SDA, SD Manusia, SD Modal, dan
keahlian atau kewirausahaan.
a. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam
seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan,
tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan
industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan
baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan
dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi
sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai
proses produksi).
b. Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan
pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk.
Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk
memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas
penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang
ada.
c. Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk
mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan
investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan.
Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat
penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan
ekonomi karena barang-barang modal juga dapat
meningkatkan produktivitas.
2. Faktor non-ekonomi
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang

12
ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem
yang berkembang dan berlaku.
a. Sosial : Bangsa Indonesia terdiri dari banyak suku (heterogin) dengan
beraagam budaya, adat istiadat, tata nilai, agama dan kepercayaan yang
berbeda-beda. Karena perbedaan latar belakang, pengetahuan dan
kemampuan yang tidak sama, maka visi, persepsi, interpretasi dan
reaksi (aksi) mereka terhadap isu-isu yang sama bisa berbeda-beda,
yang sering kali menimbulkan konflik sosial (SARA).
b. Budaya : Bangsa Indonesia memiliki banyak budaya daerah, tapi
sebenarnya kita belum memiliki budaya nasional (kecuali bahasa
Indonesia). Namun sebagai salah satu bangsa “Timur” (bangsa yang
merdeka dan membangun ekonomi sejak akhir Perang Dunia II),
mayoritas bangsa Indonesia sampai sekarang masih terpengaruh
(menganut) “budaya” Timur, budaya status orientation. Budaya status
orientation bercirikan: semangat hidupunya mengejar pangkat,
kedudukan, status (dengan simbol-simbol sosial); etos kerjanya lemah;
senang bersantai-santai; tingkat disiplinnya rendah, kurang menghargai
waktu (jam karet). Lawannya “budaya” barat, budaya achievement
orientation dengan ciri-ciri sebaliknya.
c. Politik : sebelum kolonialis Belanda datang, bangsa Indonesia hidup di
bawah kekuasaan raja-raja. Ratusan tahun bangsa Indonesia hidup di
bawah pengaruh feodalisme dan kolonialisme. Ciri utama feodalisme
antara lain adalah kultus individu (raja selalu diagungkan). Ciri utama
kolonialisme antara lain adalah otoriter (laksana tuan terhadap budak).
Perbandingan pertumbuhan PDB dalam tahun 2009-2010 adalah sebagai
berikut: Pertumbuhan triwulan 111-2010 dibanding triwulan 111-2009 (y-on-y)
sebesar 5,8 persen, Pertumbuhan triwulan 111-2010 dibanding triwulan 11-2010
(q-to-q) sebesar 3,5 persen, dan Pertumbuhan kumulatif sampai triwulan 111-
2010 dibanding pertumbuhan kumulatif sampai triwulan 111-2009 (c-to-c)
sebesar 5,9 persen.

2.3 Pendapatan Per Kapita dan Kemiskinan di Indonesia

13
2.3.1 Pendapatan Per Kapita
Pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan kenaikan nilai riil PDB,
bukan semata-mata menunjukkan peningkatan produk atau pendapatan secara
makro. Pertumbuhan ekonomi itu, juga telah menaikkan pendapatan per kapita
masyarakat.
Pendapatan per kapita adalah besarnya rata-rata penduduk disuatu Negara.
Rumus dari pendapatan per kapita adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Negara berdasarkan PNB perkapita - Bank Dunia


Kelompok Negara PNB Per Kapita (US$)
Berpendapatan Tinggi > 8,625
Berpendapatan Menengah-Atas 2,786 - 8,625
Berpendapatan Menengah 696 - 2,786
Berpendapatan Atas < 696
*Sumber: Badan Pusat Statistika

PDB dan PNB Per Kapita Indonesia Tahun 2005-2009


Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
PDB Per Kapita
Atas Dasar Harga Berlaku
a. Nilai (Juta Rupiah) 12,7 15,0 17,5 21,7 24,3
b. Indeks Peningkatan 19,5 18,6 16,5 23,7 12,0
c. Nilai (US$)
(Persen) 1 1 1 2 2
317, 662, 938, 269, 590,
6 5 2 9 1
PNB Per Kapita
Atas Dasar Harga Berlaku
a. Nilai (Juta Rupiah) 12,1 14,4 16,8 20,9 23,4
b. Indeks Peningkatan 19,1 19,3 16,7 24,5 12,0
c. Nilai (US$)
(Persen) 1 1 1 2 2
*Sumber: Badan Pusat Statistika 253, 591, 858, 189, 499,
Dalam hal ini, Upah nominal harian buruh tani dan bangunan Desember
2010 masing-masing sebesar Rp38.577 dan Rp60.214. NTP pada Desember 2010
tercatat 102,75, turun 0,13 persen dibanding NTP November 2010 yang sebesar 102,89.
Penurunan NTP Desember 2010 disebabkan turunnya NTP di tiga Subsektor yaitu Tanaman

14
Perkebunan Rakyat (0,08 persen), Peternakan (1,40 persen) dan Perikanan (0,24 persen).
Sedangkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Umum tanpa migas Desember 2010
sebesar 177,87, naik 0,68 persen dari bulan sebelumnya. Indeks Tendensi Bisnis
(ITB) triwulan III-2010 sebesar 107,29, naik dari triwulan sebelumnya.

2.3.2 Kemiskinan
Kemiskinan adalah salah satu masalah pembangunan yang dihadapi oleh
negara yang sedang berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang
juga mengahadapi masalah yang sama.
Kemiskinan merupakan kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam
distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan
kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah
orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua
masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di
Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia Mei 2010 sebanyak 237,6 juta orang (Hasil SP2010)
Jumlah penduduk Indonesia menurut hasil olah cepat Sensus Penduduk 2010 (SP2010) yang
dilaksanakan pada Mei 2010 berjumlah 237,6 juta orang. Dibanding hasil SP2000 terjadi
pertambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan laju
pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun.
Jumlah penganggur pada Agustus 2010 sebanyak 8,32 juta orang dengan tingkat
pengangguran terbuka (TPT) sebesar 7,14 persen. TPT Agustus 2010 lebih rendah
dibanding TPT Februari 2010 (7,41 persen) dan TPT Agustus 2009 (7,87 persen).

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang (13,33
persen), turun 1,51 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009
yang sebesar 32,53 juta orang (14,15 persen). Selama periode Maret 2009-Maret 2010,
penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah
perdesaan berkurang 0,69 juta orang. Sebagian besar (64,23 persen) penduduk miskin
berada di daerah perdesaan. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan
sangat besar yaitu 73,5 persen.

2.4 Struktur Ekonomi di Indonesia

15
Struktur ekonomi sebuah Negara dapat dilihat dari berbagai sudut tinjauan.
Dalam hal ini, struktur ekonomi dapat dilihat setidak-tidaknya berdasarkan empat
macam sudut tinjauan yaitu:
1. Tinjauan makro-sektoral (sektor ekonomi);
2. Tinjauan keruangan (desa, kota);
3. Tinjauan penyalenggaraan kenegaraan (etatis, egaliter);
4. Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan (sentralisasi, desentralis).
Tinjauan makro-sektoral dan Tinjauan keruangan merupakan tinjauan
ekonomi murni, sedangkan Tinjauan penyalenggaraan kenegaraan dan Tinjauan
birokrasi pengambilan keputusan merupakan tinjauan politik.
Berdasarkan tinjauan makro-sektoral sebuah perekonomian dapat
berstruktur –misalnya– agraris (agricultural), industrial (industrial), atau niaga
(commercial); tergantung pada sector produksi apa/mana yang menjadi tulang
punggung perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan tinjauan keruangan
(spasial), suatu perekonomian dapat dinyatakan berstruktur kedesaan/tradisional
dan berstruktur kekotaan/modern. Hal itu bergantung pada apakah wilayah
pedesaan dengan teknologinya yang tradisional yang mewarnai kehidupan
perekonomian itu, ataukah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah
relative modern yang mewarnainya.
Orang dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggaraan
kenegaraan, menjadi perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter, atau borjuis.
Predikat struktur ini tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi
pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan; apakah
pemerintah/Negara, ataukah rakyat kebanyakan, ataukah kalangan pemodal +
usahawan (kapitalis). Bisa pula struktur ekonomi dilihat berdasarkan tinjauan
birokrasi pengambilan keputusannya. Dengan sudut tinjauan ini, dapat dibedakan
antara struktur ekonomi yang sentralistis dan yang disentralistis.
1. Tinjauan Makro-Sektoral
Dilihat secara makro-sektoral [berdasarkan kontribusi sektor-sektor
produksi (lapangan usaha) dalam membentuk produk domestik bruto]
perekonomian Indonesia –yang hingga tahun 1990 masih agraris– kini sudah
berstruktur industrial. Sumbangan sektor pertanian dalam pembentukan PDB

16
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Sektor-sektor lainnya juga mengalami
peningkatan peran, sehingga sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor yang
mengalami penurunan peran. Hal penting yang patut dicatat ialah bahwa
penurunan peran sektor pertanian tadi bukanlah cerminan kemunduran absolute
sektor itu, ia hanya menurun secara relatif.
Keindustrian struktur ekonomi Indonesia sesungguhnya belum sejati,
masih sangat dini. Keindustriannya barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam
membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional. Keindustrian yang
ada belum didukung dengan kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan
dan dalam menyerap pekerja ini dihadapkan atau diperbandingkan, maka struktur
ekonomi Indonesia secara makro-sektoral terjadi struktur dualistis. Hal ini
dikarenakan dari segi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian hingga saat ini
masih merupakan sektor utama sumber kehidupan rakyat.
Fakta bahwa pada tahun 1992 sektor pertanian adalah sektor utama di
Indonesia, ini agaknya membenarkan kembali tesis Boeke, seorang ekonom
Belanda, yang pernah menyatakan bahwa perekonomian Indonesia berstruktur
dualistis. Hanya saja, dualisme yang berlangsung sekarang tidak sepenuhnya
identik dengan dualisme yang dulu dikemukakannya.
Jadi, ditinjau secara makro-sektoral struktur ekonomi Indonesia
sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian besar
penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut masih
agraris. Akan tetapi penyumbang utama pendapatan nasional adalah sector
industry pengolahan. Dalam kaitan ini berarti struktur tersebut sudah industrial.
Semua itu berarti bahwa secara makro-sektoral ekonomi Indonesia baru bergeser
dari struktur yang agraris ke sruktur yang industrial.
2. Tinjauan Lain
Pergeseran struktur ekonomi secara makro-sektoral ini senada dengan
pergeserannya secara spasial. Ditilik dari kacamata spasial, perekonomian telah
bergeser dari semula berstruktur kedesaan/tradisional menjadi kini berstruktur
kekotaan/modern. Kemajuan perekonomian di kota-kota jauh lebih pesat daripada
di desa-desa. Porsi penduduk yang tinggal di kawasan pedesaan menjadi lebih
sedikit bukan semata mata karena urbanisasi, tetapi juga karena mekar dan

17
berkembangnya kota-kota. Kehidupan sehari-hari yang semakin modern tercermin
tidak saja dari perilaku konsumsi masyarakat, tapi juga dari teknologi produksi
yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan.
Dilihat dengan kacamata politik, sejak awal Orde Baru hingga pertengahan
dasawarsa 1980-an perekonomian Indonesia berstruktur etatis. Pemerintah atau
Negara, dengan BUMN-BUMN dan BUMD-BUMD sebagai kepanjangan
tangannya, merupakan pelaku utama ekonomi. Baru mulai pertengahan dasawarsa
kemarin peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur berkurang,
sesudah pemerintah secara eksplisit –melalui GBHN 1983/Pelita IV–mengundang
kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam perekonomian nasional.
Arahnya, untuk sementara ini, adalah ke perekonomian yang berstruktur borjuis;
belum mengarah ke struktur perekonomian yang egaliter, karena baru kalangan
pemodal dan wirausahawan dapat cepat menanggapi “undangan” pemerintah itu.
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya, beralasan
untuk mengatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia selama era
pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralistis. Pembuatan keputusan
(decision making) lebih banyak ditetapkan oleh pemerintah pusat atau kalangan
atas pemerintahan, apalagi rakyat dan mereka yang tidak memiliki acces ke
pemerintah(an), lebih cenderung menjadi pelaksana atau (dalam hal perencanaan)
sekadar sebagai ”pendengar”. Mengapa struktur birokrasi pengambilan keputusan
yang sentralistis ini terpelihara rapi, alasannya adalah karena budaya atau kultur
masyarakat Indonesia yang paternalistic.
Struktur ekonomi yang elastis dan sentralistis, berkaitan erat. Argumentasi
yang sering dijadikan legitimasinya adalah karena, sebuah Negara berkembang,
kita baru memulai proses panjang perjalanan pembangunan. Dalam kondisi seperti
itu, diperlukan peran sekaligus dukungan pemerintah sebagai agen pembangunan,
sehingga menjadikannya etatis; sekaligus dibutuhkan pemerintah pusat yang kuat,
sehingga menjadikannya sentralistis. Namun demikian patut dicatat, sejak awal
era pembangunan jangka panjang tahap kedua struktur ekonomi yang etatis dan
sentralistis ini mulai berkurang kadarnya. Keinginan untuk desentralisasi dan
demokratisasi ekonomi kian besar akhir-akhir ini.
Sementara itu, pembangunan ekonomi yang memang sengaja diarahkan ke

18
industrialisasi tentu saja mengurangi kadar agraritas struktur perekonomian. Ini
memang tak perlu disesalkan, karena perekonomian yang industrial sudah menjadi
consensus nasional. Hal yang barangkali agak disayangkan ialah belum semua
lapisan dan golongan masyarakat kita siap menghadapinya. Akibatnya, tatkala
pemerintah mengajak masyarakat luas untuk bermitra dalam pembangunan, hanya
kaum pemodal dan pengusaha yang bisa berperan-serta aktif. Sebagian besar rakat
terpaksa harus puas menjadi “supporter”. Oleh karenanya tidaklah mengherankan
jika kini perekonomian kita, lebih cenderung berstruktur borjuis.
Struktur ekonomi yang tengah kita hadapi saat ini sesungguhnya
merupakan suatu struktur yang transisional. Kita sedang beralih dari struktur
yang agraris ke industrial; dari struktur yang etatis ke borjuis; dari struktur yang
kedesaan/tradisional ke kekotaan/modern; sementara dalam hal birokrasi dan
pengambilan keputusan mulai desentralistis.
Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan III 2010 masih
didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi
terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 57,6 persen, kemudian diikuti oleh Pulau
Sumatra sebesar 23,7 persen, Pulau Kalimantan 9,2 persen, dan Pulau Sulawesi 4,6 persen,
dan sisanya 4,9 persen di pulau-pulau lainnya.
Konsep-Konsep Pendapatan Ditinjau Kembali
Sejak beberapa tahun terakhir, konsep pendapatan nasional gencar digugat.
Konsep konvensional yang ada dianggap kurang memadai untuk konteks
sekarang. Terutama dalam kaitan dengan isu lingkungan hidup atau paradigma
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Konsep pendapatan
nasional yang selama ini diterapkan dianggap belum memasukkan faktor biaya
kerusakan lingkungan di dalam perhitungannya. Akibatnya, bukan saja angka
pendapatan nasional yang dihasilkan berlebihan (over-counted), tapi juga
menyebabkan orang menjadi kurang peduli akan lingkungan hidup.
Gugatan terhadap konsep konvensional perhitungan pendapatan nasional
mulai muncul dalam sebuah konferensi di Jenewa pada bulan Februari 1983, lalu
semakin galak ketika berlangsung sebuah konferensi lain di Brussels pada awal
Juni 1995. Gugatan-gugatan itu akhirnya membuahkan kesepakatan perlunya
memasukkan unsur lingkungan ke dalam perhitungan (taking nature into account)

19
pendapatan nasional. Konsep pendapatan nasional harus dimodifikasi, dikoreksi
dengan biaya kerusakan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan ekonomi.
Apabila pendapatan nasional yang dimaksud dihitung dengan konsep Gross
Domestic Product (GDP) dan biaya lingkungan dihitung dengan konsep
Enviromental Cost, maka secara sederhanaGDP yang dimodifikasi dapat
dirumuskan sebagai:
Modified GDP = Conventional GDP – Enviromental Cost
Alias
GDPmod = GDP – EC

Biaya kerusakan lingkungan (EC) meliputi nilai ekonomi yang hilang


akibat –misalnya– berkurangnya tingkat kesuburan tanah; keruhnya air sungai
sehingga penggunaannya menjadi terbatas; penipisan cadangan sumberdaya alam;
dan ongkos pemulihan kesehatan yang terpaksa dikeluarkan masyarakat karena
pencemaran lingkungan.
Dengan rumus tadi tentu saja angka pendapatan nasional akan menjadi
lebih rendah. Sebagai contoh, kasus perhitungan EC untuk Meksiko menunjuk
angka 23 persen dari PDB konvensionalnya, akibatnya GDPmod untuk Negara
tersebut hanya tinggal 77 persen saja dari angka sebelum dikoreksi. Bagaimana
dengan Indonesia? Sebuah studi oleh The World Research Institute di Washington
DC menyimpulkan bahwa (dengan metode perhitungan konsep pendapatan
nasional yang baru ini) pertumbuhan PDB periode 1971-1984 terkoreksi sekitar
3,1 persen. Angka pertumbuhannya yang dengan konsep PDB konvensional
sebesar 7,1 persen berkurang menjadi hanya 4 persen. Biaya-biaya lingkungan
yang timbul untuk masa itu terutama diakibatkan oleh pengurasan minyak bumi,
penebangan kayu (pengundulan hutan), dan pemiskinan mutu tanah.
Tinjauan ulang konsepsional bukan hanya terhadap pendapatan nasional
secara agregat. Akan tetapi juga terhadap konsep pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita dianggap kurang memadai untuk perbandingan
internasional. Penyeragaman satuannya ke dalam dollar Amerika Serikat (US$),
dengan argumentasi agar dapat diperbandingkan, secara metodologi kini didasari
potensial menyesatkan. Daya beli riil pendapatan perkapita tersebut di masing-
masing Negara tidak tercermin. Sebagai alternatifnya, maka diajukan konsep baru

20
bernama purchasing power parity (PPP).
PPP mencerminkan daya beli riil pendapatan penduduk suatu Negara,
angkanya dapat dikonversikan serta diperbandingkan langsung secara
internasional. Bank Dunia menaksirnya berdasarkan angka produk nasional bruto
per kapita masing-masing Negara, kemudian diindeksikan terhadap dollar
Amerika Serikat (dengan kata lain: US$ = 100). Satuan mata uang yang “resmi
dan umum” untuk nilai PPP ialah dollar international (I$), sebuah satuan hitung
yang menyetarakan tingkat harga Negara-negara di dunia.
Perbedaan hakiki antara konsep nilai PPP dengan konsep pendapatan per
kapita terletak pada metode penyeragaman satuan mata uangnya. Dalam
menghitung pendapatan per kapita yang dinominasikan dalam satuan US$,
pendapatan per kapita masing-masing Negara langsung dikonversikan
berdasarkan kurs mata uang Negara yang bersangkutan terhadap US$. Dalam
konsep nilai PPP, pendapatan per kapita dikonversikan berdasarkan paritas daya
beli mata uang Negara yang bersangkutan. Nilai PPP ini sendiri, yang dinyatakan
dalam satuan US$ dengan memperhitungkan indeks PPP-nya terhadap US$

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Istilah “pendapatan nasional” dapat berarti sempit maupun luas. Dalam arti
sempit, “pendapatan nasional” adalah terjemahan langsung dari nation
income.Sedangkan dalam arti luas, “pendapatan nasional” dapat merujuk ke:
Produk Domestik Buto; Produk Nasional Bruto; Produk Nasional Netto; dan
Pendapatan nasional. Sejarah Konsep pendapatan nasional pertama kali
dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan
nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665.
Manfaat Pandapatan Nasional adalah: 1. untuk mengukur tingkat kemakmuran
suatu Negara; 2. untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh
barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode; 3.untuk
menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa;
4. untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu,
membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai
landasan perumusan kebijakan pemerintah.
Berdasarkan Metode Perhitungan Pendapatan Nasional, PDB dapat
dihitung dengan tiga cara: 1. Menurut Pendekatan Produksi; 2. Menurut
Pendekatan Pendapatan ; 3. Menurut Pendekatan Pengeluaran. Berdasarkan
Metode Perhitungan Riil, terdapat tiga metode untuk mengubah angka menurut
harga berlaku menjadi angka menurut harga konstan, yaitu: 1.Metode Revaluasi;
2. Metode Ekstrapolasi; dan 3. Metode Deflasi . Pada Metode Perhitungan Nilai
Tambah, Nilai tambah dapat dihitung berdasarkan harga konstan maupun harga
berlaku, dimana dapat dihitung melalui empat cara; yaitu: 1. Metode Deflasi

22
Ganda, 2. Metode Ekstrapolasi Langung, 3. Metode Deflasi Langsung, 4. Metode
Deflasi komponen Pendapatan
Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa yang
dihasilkan dalam suatu Negara (Sukirno, 2008, p36). Pertumbuhan Ekonomi
adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Pertumbuhan Ekonomi =
pertumbuhan output). Laju Pertumbuhan Ekonomi dapat dihitung dengan dua
cara, yaitu:

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi: 1. Faktor


ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah
SDA, SD Manusia, SD Modal, dan keahlian atau kewirausahaan. 2. Faktor
nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan
politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.

Pendapatan per kapita adalah besarnya rata-rata penduduk disuatu Negara.


Rumus dari pendapatan per kapita adalah sebagai berikut:

Kemiskinan adalah salah satu masalah pembangunan yang dihadapi oleh


negara yang sedang berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang
juga mengahadapi masalah yang sama. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2010
sebanyak 31,02 juta orang (13,33 persen), turun 1,51 juta orang dibandingkan dengan
penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta orang (14,15 persen).

Struktur ekonomi dapat dilihat setidak-tidaknya berdasarkan empat macam


sudut tinjauan yaitu: 1. Tinjauan makro-sektoral (sektor ekonomi); 2. Tinjauan
keruangan (desa, kota); 3. Tinjauan penyalenggaraan kenegaraan (etatis, egaliter);

23
dan 4. Tinjauan birokrasi pengambilan keputusan (sentralisasi, desentralis).
Gugatan terhadap konsep konvensional perhitungan pendapatan nasional
mulai muncul dalam sebuah konferensi di Jenewa pada bulan Februari 1983.
Sebagai alternatifnya, maka diajukan konsep baru bernama purchasing power
parity (PPP). Perbedaan hakiki antara konsep nilai PPP dengan konsep
pendapatan per kapita terletak pada metode penyeragaman satuan mata uangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dumairy, Drs. 1996. Perekonomian Indonesia, Jakarta : Erlangga.

Kuncoro, Mudrajat. 2009. Ekonomika Indonesia, Yogyakarta : UPP STIM

YKPN.

Tambunan, Tulus, T.H., Dr. 2001. Perekonomian Indonesia,

Jakarta : Ghalia Indonesia.

www.Google.com.

Badan Pusat Statistika

Bank Indonesia

24
LEMBAR KONSTRIBUSI

KONSTRIBUSI
NO NAMA MENGETIK MENGETIK
FOTOCOPY NGEPRINT
MAKALAH SLIDE
1 Dewi Rahmawati
2 M. Agus Aqib
3 Nur Oktavia
4 Yasintha

25

You might also like