You are on page 1of 8

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Standar prasarana dan sarana pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan


yang berkaitan dengan persyaratan minimal tentang lahan, ruang kelas, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi, perabot, alat dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain, yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.

Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia telah terjadi kemerosotan kualitas


sumber daya manusia yang sangat mengkhawatirkan. Seperti dilaporkan dalam Human
Development Report UNDP tahun 1997, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada
pada peringkat 99. Tahun 2000 peringkat ini merosot menjadi 109 dan bahkan tahun 2003
peringkatnya menjadi 112. Peringkat Indonesia tersebut masih berada di bawah
Vietnam.Begitu berat tantangan pendidikan yang harus dihadapi, yakni tantangan globalisasi,
otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan guna pengembangan pendidikan yang relevan
dengan lingkungan kehidupan warga belajar yang didukung oleh masyarakat. Tantangan
yang lebih berat lagi berkaitan dengan rendahnya mutu dan relevansi pendidikan.
Berdasarkan survei The Political And Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di
Hongkong disimpulkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia berada di urutan 12 di Asia.
Urutan pertama dan kedua masing-masing diduduki Korea Selatan dan Singapura. Hasil
survei yang berdasarkan kualitas tenaga kerja ini menunjukkan bahwa rendahnya kualitas
tenaga kerja kita itu berhubungan dengan rendahnya kualitas sistem pendidikan sehingga
dengan dibandingkan dengan negara-negara tetangga Indonesia masih tertinggal.
Kualitas pendidikan merosot karena banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut
antara lain manajemen pendidikan, kualitas guru, sarana dan prasarana yang ada dan peran
serta masyarakat. Disamping itu perlu peninjauan kembali peraturan-peraturan pemerintah
yang mendukung terciptanya kondisi aktual tersebut. Oleh sebab itu perlu pemikiran kembali
pembangunan pendidikan dengan melakukan berbagai perbaikan yang mengikutsertakan
berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah:

1) Menghimpun masukan dari berbagai pihak dan mengkaji isu-isu strategis pendidikan.
2) Melakukan telah kritis terhadap kondisi pendidikan.
3) Mendorong terbangunnya wacana baru dan opini publik yang konstruktif dan terarah
di bidang pendidikan.
4) Guna menjawab tantangan, permasalahan dan kondisi aktual pendidikan telah diambil

kebijakan dan penetapan kesepakatan pusat dan daerah yang berwujud.

Berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran


yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan
kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus
berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan
yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan
sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar,
serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya
pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi Pendidikan.
Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi
dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas
pembelajaran merupakan tanggung jawab profesional seorang dosen atau guru, misalnya
melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat
siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem
pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap
pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap
perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota
masyarakat.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses baik secara eksternal maupun


internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksternal mencakup guru, materi,
pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar, dan sistem. Masih ada pendidik/guru yang
kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi mahasiswa menuntut jawaban yang persis
seperti yang ia jelaskan; dengan kata lain, siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif.
Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia
mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of the art) dan kemungkinan
perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge).
Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memberi
contoh-contoh yang kontekstual. Metode penyampaian bersifat monoton, kurang
memanfaatkan berbagai media secara optimal.Dengan adanya hal-hal tersebut lembaga
pendidikan dituntut untuk terus berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran dan proses
penyelenggaraan pendidikan, sehingga perlu dicari strategi pencapaian kualitas pembelajaran
di lembaga pendidikan. Aspek Sistem Pengajaran ( Kurikulum ), daya serap kurikulum
nasional dan daya serap kurikulum lokal sebagian besar masih belum memenuhi standard
pelayanan minimal, hal ini karena masih adanya input yang rendah, media dan sarana
prasarana yang kurang memadai, motivasi siswa rendah dan peran wali murid belum optimal.

Aspek Pembiayaan, Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan idealnya 20% sesuai dengan


amandemen UUD 1945. Namun pemerintah Kabupaten Sidoarjo belum mampu
mengalokasikan Anggaran sesuai amandemen tersebut untuk biaya penyelenggaraan
pendidikan baik fisik maupun non fisik. Alokasi anggaran pendidikan 20% direncanakan
secara bertahap dan pemerintah daerah mempunyai komitmen untuk mewujudkanya.
Aspek Pendukung ( Sarana dan Prasarana ) Secara umum sarana dan prasarana pendidikan
masih relatif rendah meliputi gedung sekolah, laboratorium alat dan media pendidikan (buku,
laboratorium dan lapangan olah raga). Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius agar
dapat mendukung terciptanya SDM yang berkualitas dan siap pakai. Guna meningkatkan
kualitas dan relevansi pendidikan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas antara lain:

1) Faktor kebijakan
2) Manajemen sekolah dan pendidikan
3) Fasilitas
4) Sarana dan prasarana
5) Tenaga kependidikan
6) Pelayanan pendidikan.

Penekanannya pada dua hal yaitu pendidikan yang berorientasi pada akademis dan
yang berorientasi pada ragam keterampilan hidup yang esensial. prasyarat pokok dalam
menunjang peingkatan kualitas pendidikan dan relevansi pendidikan adalah : siswa yang
sehat memiliki gizi yang cukup untuk memperoleh kesiapan belajar dan berpartisipasi aktif.
Lingkungan belajar yang sehat, aman dan memiliki kohesi sosial serta memberikan sumber
dan fasilitas yang mencukupi bagi proses belajar mengajar. Kurikulum yang relevan dengan
peralatan belajar untuk memperoleh berbagai ketrampilan dasar; Proses belajar mengajar
yang dilaksanakan oleh guru profesional dan mampu meng gunakan pendekatan siswa belajar
aktif serta dapat mengelola kelas secara baik. Hasil belajar yang mencakup pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang memadai sehingga mampu bersaing dan mandiri.

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan berbagai usaha telah dilakukan


pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun hasilnya belum
seperti yang diharapkan. Pada tingkat Asia saja mutu pendidikan kita berada pada rangking
yang tergolong rendah. Kondisi seperti itu cukup memprihatinkan apabila kita berbicara
tentang persaingan global. Dari segi kurikulum, semenjak tahun 1974, sudah beberapa kali
disempurnakan, diantaranya menjadi kurikulum 1984, disempurnakan lagi menjadi
kurikulum 1994, disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2004, disempurnakan lagi menjadi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan sekarang disempurnakan lagi menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Untuk mendongkrak mutu pendidikan
dilakukan juga penyempurnaan sistem ujian akhir bagi siswa yang akan menamatkan
studinya pada jenjang SD, SLTP, SLTA, dengan berbagai istilah Ujian Akhir Nasional
(EBTANAS), disempurnakan lagi menjadi Ujian Akhir Sekolah (UAS), disempurnakan lagi
menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN), dan sekarang disempurnakan lagi menjadi Ujian Akhir
Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) dengan berbagai aturan-aturan teknis seperti standar
kelulusan harus mencapai pada skor tertentu, dan sebagainya. Namun demikian mutu lulusan
dari segi nilai prestasi belajar yang diperoleh masih belum menggembirakan. Berbagai
penataran, penulisan buku ajar, perumusan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP),
dan lain sebagainya, ternyata belum dapat menaikkan standar kelulusan.

Persoalan inilah yang perlu dicari alternatif pemecahannya. Untuk melacak atau
mendiagnosa sumber permasalahan yang berkontribusi mempengaruhi mutu lulusan.
Menurut salah seorang ahli pendidikan yaitu Bapak Mar’at, yang menyatakan bahwa
pendidikan itu terdiri atas lima komponen. Komponen tersebut adalah:

(1) Masukan (raw input),


(2) Alat pendidikan (instrumental input),
(3) Lingkungan pendidikan (environmental input),
(4) Proses pembelajaran (through put),
(5) Keluaran atau lulusan (output).

Usaha meningkatkan mutu pendidikan harus memperhatikan lima komponen


pendidikan, apapun usaha yang dilakukan tanpa memperhatikan dan menggarap masing-
masing komponen itu kiranya akan sulit untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Apa yang dilakukan selama ini masih bersifat sepotong-sepotong dan belum menyeluruh
membenahi semua aspek tersebut. Meskipun telah ada sebagian lembaga pendidikan yang
berusaha menyentuh kelima komponen tersebut namun karena jumlahnya relatif sedikit, juga
belum dapat menaikkan mutu pendidikan secara nasional. Untuk itu marilah kita analisa
masing-masing komponen pendidikan tersebut seberapa jauh kontribusinya terhadap
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

(1) Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses
pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajarnya,
kepribadian siswa, dan sebagainya. Apabila kualitas masukan itu rendah atau tidak
mendukung terwujudnya prestasi belajar yang baik atau tinggi, tentunya tidak dapat
diharapkan menjadi lulusan yang bermutu tinggi, meskipun aspek-aspek lainnya
mendukung, seperti proses pembelajarannya baik, alat pendidikannya bagus. Kualitas
potensi ini terutama yang bersifat tetap seperti tingkat intelegensinya rendah, hasil
belajarnya cenderung berbeda dengan anak yang memang potensi atau tingkat
kecerdasannya tinggi, sebab hal itu akan mempengaruhi daya tangkapnya, daya
analisanya, kemampuan berhitungnya, dan lain sebagainya selama mengikuti pelajaran.
Pendidikan hanyalah mengoptimalkan berfungsinya potensi-potensi yang dimiliki oleh
siswa yang bersangkutan. Dengan kata lain tidak mungkin membuat anak yang
kecerdasannya rendah menjadi anak yang kecerdasannya tinggi, sehingga prestasi
belajarnya juga tinggi seperti anak yang memang pintar. Aspek lain yang sumbernya
dari siswa sebagai masukan yaitu kurang menguasai prasyarat penguasaan materi yang
akan dipelajari. Misal rendahnya prestasi belajar matematika seorang siswa bukan
berarti ia bodoh, tetapi ia tidak menguasai konsep-konsep tentang matematika sejak ia
belajar matematika pada jenjang pendidikan yang paling rendah (di SD). Siswa ada juga
yang tidak mampu membuat catatan yang baik, tidak berani bertanya kepada guru
meskipun ia tidak mengerti, belajar hanya apabila mau ujian saja, dan sebagainya.
Kondisi seperti itulah yang memberikan pengaruh rendahnya mutu lulusan.
(2) komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental input) adalah
semua faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses
pembelajaran, misalnya kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar,
fasilitas/sarana dan prasarana, guru, dan sejenisnya. Disamping aspek kualitas masukan
(raw input), mutu lulusan juga dipengaruhi oleh faktor instrumental input. Betapapun
tingginya kualitas masukan (peserta didik), tetapi tidak didukung oleh kurikulum yang
tepat, alat evaluasi hasil belajar yang valid, kualitas guru dan komitmennya yang baik,
dan sebagainya niscaya akan sulit untuk mewujudkan tercapainya mutu pendidikan
yang tinggi.
(3) Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) dapat berupa sosial budaya
masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua siswa, kondisi fisik sekolah, kafetaria
sekolah, dan sejenisnya. Secara langsung maupun tidak langsung aspek ini akan
mempengaruhi proses pembelajaran dan muaranya pada masalah mutu lulusan.
Misalnya jam belajar efektif banyak yang hilang karena anak mengikuti acara budaya
setempat, seperti “balimau”, menyambut pejabat yang datang, guru mengisi rapor.
Aspirasi pendidikan orang tua rendah juga tidak mendukung terwujudnya proses
pembelajaran yang baik. Misalnya untuk membayar uang SPP atau foto copy buku
susahnya bukan main, tetapi untuk membeli kebutuhan lainnya begitu mudah (beli
sepeda motor, perabot rumah tangga, dsb). Hal ini menandakan perhatian orang tua
terhadap kemajuan belajar anak rendah. Anak tidak dapat konsentrasi belajar dengan
baik karena menahan kencing, sebab kalau mau ke WC air tidak ada; anak perutnya
lapar tetapi kafetaria sekolah tidak ada atau tidak menarik anak untuk berbelanja. Pada
jam belajar anak duduk-duduk, merokok di warung, yang punya warung/kedai tidak
mau peduli apalagi menyuruh anak untuk pergi belajar, yang penting dagangannya laku.
Kondisi lingkungan yang demikian jelas tidak kondusif untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang baik.
(4) Komponen proses pembelajaran (through put) juga punya peranan penting dalam
mewujudkan mutu lulusan yang baik. Menurut tokoh pendidikan Prayitno-guru besar
UNP-proses pendidikan terlaksana dengan baik apabila dalam pembelajaran bersifat
profesional, termasuk didalamnya ada aplikasi high-touch dan high-tech. Aplikasi high-
touch yaitu adanya kewibawaan dari guru, adanya keteladanan, kasih sayang dan
kelembutan, adanya penguatan dan adanya tindakan tegas yang mendidik. Sedangkan
penerapan higt-tech yaitu penggunaan metode pembelajaran yang tepat, materi
pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran juga menyangkut kesiapan siswa untuk
belajar, sudahkah siswa benar-benar ingin menimba ilmu dari guru? Begitu pula halnya
dengan kesiapan guru untuk membelajarkan siswa, benarkah mereka betul-betul siap
untuk melaksanakan tugas sebagai guru/ pendidik?, konsentrasikah pada saat mereka
mengajar?. Ternyata masih banyak lagi persoalan yang memberikan kontribusi terhadap
rendahnya mutu pendidikan.
(5) Komponen keluaran atau lulusan (out put). Meminjam konsep tokoh pendidikan yaitu
belum yang membagi tiga ranah kehidupan manusia yaitu ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Apabila mutu lulusan dilihat dari kualitas ketiga ranah tersebut, sudahkah
kurikulum, metode/strategi pembelajaran, dan tagihan-tagihan pembelajaran
mendukung untuk itu?. Untuk mengukur keberhasilan yang bersifat kognitif pada
umumnya tidak sulit dan dapat menciptakan alat ukurnya dengan mudah, namun untuk
mengukur mutu afektif, dan psikomotor, tidak semudah mengukur aspek kognitif.
Misalnya mengukur kualitas prestasi belajar agama, tidak semudah mengukur prestasi
belajar matematika.

Jadi macam apakah lulusan yang bermutu itu? Apabila prestasi yang bersifat
kognitif itu tinggi sedangkan aspek afektifnya rendah sudahkah lulusan itu dikatakan
bermutu. Penguasaan aspek kognitif tinggi afektif tinggi, tetapi tidak gesit menghadapi
tantangan kehidupan, pemalas, penakut, tidak menguasai keterampilan dalam bidang mereka
tekuni sesuai dengan tuntutan pasar kerja, sedangkan nilai hasil ujian nasionalnya tinggi,
dapatkah ia dikatakan mutu lulusan yang baik?. Aspek keluaran ini perlu dirumuskan
sebagaimana yang perlu mendapat penekanan sehingga lulusan itu dikatakan bermutu, dan
bagaimana implementasinya dalam penyusunan kurikulum dan proses pembelajaran.

Berbicara tentang usaha meningkatkan mutu pendidikan, kita harus


memperhatikan lima komponen pendidikan tersebut, dan lima komponen pendidikan itu
mesti mendapat penanganan secara proporsional. Selama ini usaha yang dilakukan masih
bersifat sepotong-sepotong (parsial) belum bersifat menyeluruh terhadap lima komponen
tersebut. Misalnya pelatihan guru bidang studi, perbaikan kurikulum, penulisan buku ajar,
sistem evaluasi, namun lupa bahwa masih ada komponen lain yang belum tertangani dengan
baik. Akibatnya mutu pendidikan Indonesia masih tergolong rendah bila dibandingkan
dengan negara-negara tetangga kita, dibandingkan dengan tuntutan kompetensi yang
seharusnya dikuasai. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, perlu memperhatikan dan
menangani secara serius lima komponen pendidikan tersebut, janganlah hanya aspek
komponen-komponen tertentu saja.

You might also like