Professional Documents
Culture Documents
1) Menghimpun masukan dari berbagai pihak dan mengkaji isu-isu strategis pendidikan.
2) Melakukan telah kritis terhadap kondisi pendidikan.
3) Mendorong terbangunnya wacana baru dan opini publik yang konstruktif dan terarah
di bidang pendidikan.
4) Guna menjawab tantangan, permasalahan dan kondisi aktual pendidikan telah diambil
1) Faktor kebijakan
2) Manajemen sekolah dan pendidikan
3) Fasilitas
4) Sarana dan prasarana
5) Tenaga kependidikan
6) Pelayanan pendidikan.
Penekanannya pada dua hal yaitu pendidikan yang berorientasi pada akademis dan
yang berorientasi pada ragam keterampilan hidup yang esensial. prasyarat pokok dalam
menunjang peingkatan kualitas pendidikan dan relevansi pendidikan adalah : siswa yang
sehat memiliki gizi yang cukup untuk memperoleh kesiapan belajar dan berpartisipasi aktif.
Lingkungan belajar yang sehat, aman dan memiliki kohesi sosial serta memberikan sumber
dan fasilitas yang mencukupi bagi proses belajar mengajar. Kurikulum yang relevan dengan
peralatan belajar untuk memperoleh berbagai ketrampilan dasar; Proses belajar mengajar
yang dilaksanakan oleh guru profesional dan mampu meng gunakan pendekatan siswa belajar
aktif serta dapat mengelola kelas secara baik. Hasil belajar yang mencakup pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang memadai sehingga mampu bersaing dan mandiri.
Persoalan inilah yang perlu dicari alternatif pemecahannya. Untuk melacak atau
mendiagnosa sumber permasalahan yang berkontribusi mempengaruhi mutu lulusan.
Menurut salah seorang ahli pendidikan yaitu Bapak Mar’at, yang menyatakan bahwa
pendidikan itu terdiri atas lima komponen. Komponen tersebut adalah:
(1) Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses
pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajarnya,
kepribadian siswa, dan sebagainya. Apabila kualitas masukan itu rendah atau tidak
mendukung terwujudnya prestasi belajar yang baik atau tinggi, tentunya tidak dapat
diharapkan menjadi lulusan yang bermutu tinggi, meskipun aspek-aspek lainnya
mendukung, seperti proses pembelajarannya baik, alat pendidikannya bagus. Kualitas
potensi ini terutama yang bersifat tetap seperti tingkat intelegensinya rendah, hasil
belajarnya cenderung berbeda dengan anak yang memang potensi atau tingkat
kecerdasannya tinggi, sebab hal itu akan mempengaruhi daya tangkapnya, daya
analisanya, kemampuan berhitungnya, dan lain sebagainya selama mengikuti pelajaran.
Pendidikan hanyalah mengoptimalkan berfungsinya potensi-potensi yang dimiliki oleh
siswa yang bersangkutan. Dengan kata lain tidak mungkin membuat anak yang
kecerdasannya rendah menjadi anak yang kecerdasannya tinggi, sehingga prestasi
belajarnya juga tinggi seperti anak yang memang pintar. Aspek lain yang sumbernya
dari siswa sebagai masukan yaitu kurang menguasai prasyarat penguasaan materi yang
akan dipelajari. Misal rendahnya prestasi belajar matematika seorang siswa bukan
berarti ia bodoh, tetapi ia tidak menguasai konsep-konsep tentang matematika sejak ia
belajar matematika pada jenjang pendidikan yang paling rendah (di SD). Siswa ada juga
yang tidak mampu membuat catatan yang baik, tidak berani bertanya kepada guru
meskipun ia tidak mengerti, belajar hanya apabila mau ujian saja, dan sebagainya.
Kondisi seperti itulah yang memberikan pengaruh rendahnya mutu lulusan.
(2) komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental input) adalah
semua faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses
pembelajaran, misalnya kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar,
fasilitas/sarana dan prasarana, guru, dan sejenisnya. Disamping aspek kualitas masukan
(raw input), mutu lulusan juga dipengaruhi oleh faktor instrumental input. Betapapun
tingginya kualitas masukan (peserta didik), tetapi tidak didukung oleh kurikulum yang
tepat, alat evaluasi hasil belajar yang valid, kualitas guru dan komitmennya yang baik,
dan sebagainya niscaya akan sulit untuk mewujudkan tercapainya mutu pendidikan
yang tinggi.
(3) Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) dapat berupa sosial budaya
masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua siswa, kondisi fisik sekolah, kafetaria
sekolah, dan sejenisnya. Secara langsung maupun tidak langsung aspek ini akan
mempengaruhi proses pembelajaran dan muaranya pada masalah mutu lulusan.
Misalnya jam belajar efektif banyak yang hilang karena anak mengikuti acara budaya
setempat, seperti “balimau”, menyambut pejabat yang datang, guru mengisi rapor.
Aspirasi pendidikan orang tua rendah juga tidak mendukung terwujudnya proses
pembelajaran yang baik. Misalnya untuk membayar uang SPP atau foto copy buku
susahnya bukan main, tetapi untuk membeli kebutuhan lainnya begitu mudah (beli
sepeda motor, perabot rumah tangga, dsb). Hal ini menandakan perhatian orang tua
terhadap kemajuan belajar anak rendah. Anak tidak dapat konsentrasi belajar dengan
baik karena menahan kencing, sebab kalau mau ke WC air tidak ada; anak perutnya
lapar tetapi kafetaria sekolah tidak ada atau tidak menarik anak untuk berbelanja. Pada
jam belajar anak duduk-duduk, merokok di warung, yang punya warung/kedai tidak
mau peduli apalagi menyuruh anak untuk pergi belajar, yang penting dagangannya laku.
Kondisi lingkungan yang demikian jelas tidak kondusif untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang baik.
(4) Komponen proses pembelajaran (through put) juga punya peranan penting dalam
mewujudkan mutu lulusan yang baik. Menurut tokoh pendidikan Prayitno-guru besar
UNP-proses pendidikan terlaksana dengan baik apabila dalam pembelajaran bersifat
profesional, termasuk didalamnya ada aplikasi high-touch dan high-tech. Aplikasi high-
touch yaitu adanya kewibawaan dari guru, adanya keteladanan, kasih sayang dan
kelembutan, adanya penguatan dan adanya tindakan tegas yang mendidik. Sedangkan
penerapan higt-tech yaitu penggunaan metode pembelajaran yang tepat, materi
pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran juga menyangkut kesiapan siswa untuk
belajar, sudahkah siswa benar-benar ingin menimba ilmu dari guru? Begitu pula halnya
dengan kesiapan guru untuk membelajarkan siswa, benarkah mereka betul-betul siap
untuk melaksanakan tugas sebagai guru/ pendidik?, konsentrasikah pada saat mereka
mengajar?. Ternyata masih banyak lagi persoalan yang memberikan kontribusi terhadap
rendahnya mutu pendidikan.
(5) Komponen keluaran atau lulusan (out put). Meminjam konsep tokoh pendidikan yaitu
belum yang membagi tiga ranah kehidupan manusia yaitu ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Apabila mutu lulusan dilihat dari kualitas ketiga ranah tersebut, sudahkah
kurikulum, metode/strategi pembelajaran, dan tagihan-tagihan pembelajaran
mendukung untuk itu?. Untuk mengukur keberhasilan yang bersifat kognitif pada
umumnya tidak sulit dan dapat menciptakan alat ukurnya dengan mudah, namun untuk
mengukur mutu afektif, dan psikomotor, tidak semudah mengukur aspek kognitif.
Misalnya mengukur kualitas prestasi belajar agama, tidak semudah mengukur prestasi
belajar matematika.
Jadi macam apakah lulusan yang bermutu itu? Apabila prestasi yang bersifat
kognitif itu tinggi sedangkan aspek afektifnya rendah sudahkah lulusan itu dikatakan
bermutu. Penguasaan aspek kognitif tinggi afektif tinggi, tetapi tidak gesit menghadapi
tantangan kehidupan, pemalas, penakut, tidak menguasai keterampilan dalam bidang mereka
tekuni sesuai dengan tuntutan pasar kerja, sedangkan nilai hasil ujian nasionalnya tinggi,
dapatkah ia dikatakan mutu lulusan yang baik?. Aspek keluaran ini perlu dirumuskan
sebagaimana yang perlu mendapat penekanan sehingga lulusan itu dikatakan bermutu, dan
bagaimana implementasinya dalam penyusunan kurikulum dan proses pembelajaran.