Professional Documents
Culture Documents
A.PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan tuhan yang paling berhasil dalam persaingan
hidup di bumi ini, meski banyak keterbatasan fisik,seperti ukuran, kekuatan, kecepatan,
dan panca inderanya, bila dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya. Keberhasilan itu
disebabkan oleh manusia memiliki kemampuan otak yang lebih baik daripada makhluk
lainnya, yang memungkinkan lebih mudah untuk beradabtasi dengan lingkungannya.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan suatu ciri
khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekelilingnya,
alam sekitarnya, angkasa luar, bahkan tentang dirinya sendiri.
Rasa ingin tahu seperti itu tidak dimiliki oleh makhluk lain. Jelas kiranya bahwa rasa
ingin tahu itu tidak dimiliki oleh benda-benda tak hidup seperti batu, tanah, api, angina,
dan sebagainya. Air dan udara memang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, namun
gerakannya itu bukan atas kehendaknya tetapi sekedar akibat dari pengaruh alamiah yang
bersifat kekal.
Bagaimana dengan makhluk-makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang?
Sebatang pohon misalnya, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan atau gerakan, namun
gerakan itu terbatas pada mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap.
Misalnya, daun-daun yang selalu cenderung untuk mencari sinar matahari atau akar-akar
yang selalu cenderung untuk mencari air yang kaya mineral untuk kebutuhan hidupnya.
Kecenderungan semacam ini nampak berlangsung sepanjang zaman.
Bagaimana dengan binatang yang menunjukkan adanya kehendak berpindah (eksplorasi)
dari satu tempat ke tempat yang lain? Misalnya ikan, burung, harimau atau binatang yang
sangat dekat dengan manusia yaitu monyet? Tentunya burung-burung bergerak dari satu
tempat didorong oleh suatu keinginan, antara lain rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah di
sana ada cukup makanan untuk disantap sendiri atau bersama yang lain. Ingin tahu
apakah disuatu tempat cukup aman untuk membuat sarang. Setelah mengadakan
eksplorasi tentu mereka menjadi tahu. Itulah “pengetahuan” dari burung tadi. Burung
juga memiliki “pengetahuan” bagaimana caranya membuat sarang di atas pohon. Burung
manyar atau burung tempua begitu pandai menganyam sarangnya yang begitu indah
bergelantungan pada daun kelapa, namun pengetahuannya itu ternyata tidak berubah-
ubah dari zaman ke zaman.
Bagaimana dengan monyet yang begitu pandai? Bila kita perhatikan baik-baik kehidupan
monyet-monyet tersebut, ternyata kehendak mereka ingin mengeksplorasi alam sekitar itu
didorong oleh rasa ingin tahu yang tetap sepanjang zaman atau yang oleh Isaac Asimov
(1972) disebut sebagai “Idle Curiousity” atau “Instinct” Instink itu berpusat pada satu hal
saja yaitu untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu mereka perlu makan,
melindungi diri dan berkembang biak.
Bagaimana dengan manusia? Manusia juga memiliki instink seperti yang dimiliki oleh
hewan dan tumbuh-tumbuhan. Namun, manusia memiliki kelebihan, yaitu “kemampuan
berpikir” dengan kata lain “curiousity-nya” tidak “idle” tidak tetap seperti itu sepanjang
zaman. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang atau dengan kata lain,
manusia mempunyai kemampuan berpikir. Ia bertanya terus setelah tahu tentang “apa”-
nya, mereka juga ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu. Manusia mampu
menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan
pengetahuannya yang baru, menjadi pengetahuannya yang lebih baru. Hal demikian itu
berlangsung berabad-abad lamanya, sehingga terjadi suatu akumulasi pengetahuan.
Sebagai ilustrasi, kita bayangkan saja manusia purba zaman dulu yang hidup di gua-gua
atau di atas pohon. Namun karena kemampuannya berpikir tidak semata-mata didorong
oleh sekedar kelestarian hidupnya tetapi juga untuk membuat hidupnya lebih
menyenangkan, maka mereka mampu membuat rumah di atas tiang-tiang kayu yang
kokoh dan bahkan sekarang manusia mampu membuat istana atau gedung-gedung
pencakar langit. Bandingkan dengan burung tempua dengan sarangnya yang indah yang
nampak tak mengalami perubahan sepanjang masa. Demikianlah juga dengan harimau
yang hidup dalam gua-gua atau monyet yang membuat sarang di atas pohon tidak
mengalami perubahan sepanjang zaman.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan
perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi
kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau
membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi pengetahuan
manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan.
Dengan selalu berlangsungnya perkembangan pengetahuan itu, tampak lebih nyata bahwa
manusia berbeda dengan hewan. Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal serta
mempunyai derajat yang tinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya.
Manusia mempunyai rasa ingin tahu ( curiousty ) yang tinggi dan selalu berkembang.
Meskipun makhluk lainnya juga memiliki rasa ingin tahu tetapi itu hanya sebatas
digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Perkembangan rasa ingin tahu pada
manusia dimulai dengan timbulnnya pertanyaan dari sesuatu yang dilihat dan diamatinya.
Adanya kemampuan berpikir pada manusia menyebabkan terus berkembangnya rasa
ingin tahu manusia terhadap alam semesta ini . jawaban tehadap berbagai banya
pertanyaan manusia terhadap peristiwa dan gejala yang terjadi di alam semesta ini
akhirnya menjadi ilmu pengetahuan.
Pada zaman Yunani ( 600 – 200 SM ) terjadi pola piker yang lebih maju dari pola piki
motos ,dimana terjadi penggabungan antara pengamatan, pengalaman dan akal sehat,
logika atau rasional .Aliran ini disebut rasionalisme.
Lebih lanjut lagi dikenal dengan metode deduksi yaitu penarikan suatu kesimpulan
didasarkan pada suatu yang bersifat umum ( Premis mayor ) menuju ke yang khusus
( Premis Minor )
Dasa metode ilmiah sekarang adalah metode induksi ,yang intinya adalah nahwa
pengambilan keputusan dan kesimpilan dilakukan berdasarkan data pengaamatan atau
eksperimen.
Tegaknya jalan manusia, dengan kepalanya tertonggok di atas badannya dengan baik,
maka perkembangan otaknya baik. Tempurung kepala manusia relatif lebih besar
dibandingkan dengan binatang menyusui lainnya yang jalannya masih horizontal.
Manusia memiliki sistem syaraf sentral yang berpusat di otaknya, di samping sistem
syaraf periferi yang ada di seluruh tubuh. Selain secara biologis keadaan otak manusia
demikian, otak perlu selalu memperoleh latihan berpikir terus menerus , sehingga
memiliki ketajaman.
Dalam kondisi otak demikianlah, manusia memiliki sifat ingin tahu. Dalam benaknya
manusia selalu bertanya karena keingintahunan : apa sesungguhnya (know why).
Seseorang merasa kurang puas, bila apa yang ingin diketahui tidak terjawab. Sebagai
contoh adalah perkembangan rasa ingin tahu anak-anak terhadap suatu benda, maka
pertanyaan yang diajukan oleh anak pada usia dua tahun adalah “apa” nama benda
tersebut, misalnya benda tersebut adalah pensil. Pertanyaan selanjutnya yang akan
muncul pada usia menjelang masuk TK adalah “bagaimana” menggunakannya. Setelah
usianya lebih dewasa lagi maka mungkin akan muncul pertanyaan lain yaitu “mengapa”
pensil dapat digunakan untuk menulis. Dengan mendapatkan jawaban yang sesuai dengan
usia saat pertanyaan itu diajukan, maka anak tersebut akan mendapatkan pengetahuan
baru dan sekaligus hasrat ingintahunya terjawab.
Pada anak remaja rasa ingin tahu membuatnya gelisah dan berusaha keras dan akhirnya ia
dapat tahu, sedangkan di kalangan ilmuwan keingintahuannya mendorongnya terus,
sehingga teka-teki yang ada dalam otaknya dapat terjawab.
Bila dibandingkan dengan hewan, maka tubuh manusia lemah, sedangkan rohaninya,
yaitu akal budi dan kemauannya sangat kuat. Manusia tidak dapat terbang seperti burung,
tidak dapat berenang secepat buaya, tidak mampu mengangkat benda berat seperti gajah,
dan sebagainya, tetapi dengan akal budinya dan kemauannya, manusia dapat menjadi
makhluk yang lebih dari makhluk lain. Kelebihan manusia itu karena memiliki akal budi
dan kemauan yang keras sehingga dapat mengendalikan jasmaninya.
Manusia sebagai makhluk berpikir dibekali hasrat ingin tahu tentang benda dan peristiwa
yang terjadi di sekitarnya termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin
tahu inilah mendorong manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam,
baik alam besar (makrokosmos) mapun alam kecil (mikrokosmos), serta berusaha
memecahkan masalah yang dihadapi. Dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk
memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi, menyebabkan manusia dapat
mengumpulkan pengetahuan.
Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka
menjadi berkembang. Setiap hari mereka berhubungan dan mengamati benda-benda dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam sekitarnya. Pengamatan-pengamatan yang
ditangkap melalui panca indera-nya merupakan objek rasa ingin tahunya. Manusia tidak
akan merasa puas jika belum memperoleh jawaban mengenai hal-hal yang diamatinya.
Mereka berusaha mencari jawabannya dan untuk itu mereka harus berpikir. Rasa ingin
tahunya terus berlanjut. Bukan hanya “apa”-nya saja yang ingin diketahui jawabannya,
tetapi juga jawaban dari “bagaimana” dan kemudian berlanjut “mengapa” tentang hal-hal
yang bersangkutan dengan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang diamatinya.
BAB I
PENDAHULUAN