Professional Documents
Culture Documents
m
Kelompok 1:
Anggana Bayu Aji (04)
Arif Prajanata (05)
Sandi Parulian (17)
j
m
m
ëulanya pajak = upeti (pemberian secara cuma-cuma)
bersifat wajib, memaksa, dan harus dilaksanakan oleh
rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau
penguasa.
Upeti yang diberikan berbentuk hasil alam seperti:
padi, ternak, pisang, kelapa, dan lain-lain.
j
m
m
Pemberian dari rakyat (upeti) dipakai untuk
keperluan/kepentingan raja.
Tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan
kepada rakyat karena upeti dulunya bersifat :
-hanya untuk kepentingan sepihak
-ada tekanan secara psikologis.
j
m
m
halam perkembangannya, sifat upeti tidak lagi hanya
untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah
kepada kepentingan rakyat itu sendiri.
` ë
Rasas kepastian hukum): semua pungutan pajak
harus berdasarkan UU, yang melanggar dikenai sanksi hukum.
` ë
Rasas pemungutan tepat waktu):
pajak harus dipungut pada saat yang tepat (paling baik), misalnya
disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau saat
menerima hadiah.
` ë
Rasas efesien atau asas ekonomis): biaya
pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan
pajak.
h m
m
Ä.ëenurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah:
` ë : besar kecilnya pajak=besar kecilnya
penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka
semakin tinggi pajak yang dibebankan. dan sebaliknya
` ë
: pajak yang dipungut digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
` ë
pajak yang dipungut oleh negara
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
` ë
: dalam kondisi yang sama, jumlah wajib pajak
yang satu = jumlah wajib pajak yang lain(diperlakukan sama).
` ë
: pemungutan pajak
diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
h
0. ëenurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak sebagai
berikut.
`ë
: pajak yang dipungut negara
jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau
mendorong semua kegiatan negara
`ë
: penentuan obyek pajak harus tepat
ëisalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang
mewah
`ë
yaitu pungutan pajak berlaku secara
umum tanpa diskriminasi.
`ë
: menyangkut masalah kepastian
perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak),
keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan
besarnya biaya pajak.
`ë segala pungutan pajak harus berdasarkan
Undang-Undang.
h m
m
ëenurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam
bukunya mengantar Ilmu Hukum majak, ada beberapa
teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
Teori asuransi,
Negara bertugas melindungi warganya dari segala
kepentingannya baik keselamatan jiwan dan harta
bendanya. Sehingga diperlukan adanya pembayaran pajak
yang sifatnya seperti pembayaran premi. Pembayaran
pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada
negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak
boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
h m
m
Teori kepentingan,
hasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari
masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan
dalam perlindungan jiwa dan harta.
Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka
semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini
banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa
tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih
tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan
sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin
justru dibebaskan dari beban pajak.
j ! m
1. Sumber hukum ëaterial
` aitu faktor-faktor yang membantu pembentukan
hukum (hukum pajak), misal: faktor-faktor hubungan
sosial, politik, ekonomi, maupun hubungan
internasional.
j ! m
Ä. Sumber hukum Formal
` Sumber dimana peraturan hukum punya kekuatan
hukum atau,
` Cara yang membuat peraturan hukum tersebut
berlaku formal.
` ëisalnya, peraturan perundang-undangan (asas
Pancasila, UUh 1945, dll), kebiasaan, traktat (Tax
Treaty), urisprudensi, dan hoktrin.
j ! m
Sifat-Sifat dari Hukum Pajak:
` Kaidah hukum pajak hanya lahir karena tertulis.
Kebiasaan sebagai sumber hukum pada umumnya
tidak dikenal dalam hukum pajak.
` Bersumber dasar Pancasila.
Pancasila merupakan alat penguji terhadap sumber
hukum tertulis, apakah sudah sesuai atau tidak dan
juga tolok ukur untuk menentukan kebenaran
substansi hukum yang terkandung dalam setiap UU
Pajak.
j ! m
Sumber hukum pajak yang sifatnya tertulis, terdiri dari:
1. UUh 1945
-ëengandung asas legalitas
-ëeletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak
jika diperlukan, tapi harus berdasar UU. DzNo taxation without
representationdz.
` Setelah UUh 1945 diamandemen, terjadi perubahan ketentuan
pajak yang sangat prinsipil.
hibuktikan dalam Pasal Ä0A UUh 1945:Dzpajak dan pugutan yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang.dz Bukan hanya pajak, melainkan pungutan yang bersifat
memaksa juga harus diatur dengan undang-undang. Hal ini
agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam pembebanan
pungutan yang bersifat memaksa.
j ! m
Ä. Perjanjian Perpajakan
` Karena tiap negara memiliki peraturan pajak yang berbeda
dengan negara lain, maka dapat timbul pengenaan pajak
ganda internasional sehingga menimbulkan beban yang
tinggi terhadap Wajib Pajak.
` Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang
berkepentingan mengadakan Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P0B), agar Wajib pajak dari tiap negara
yang bersangkutan tidak dikenakan pajak ganda.
` Perjanjian perpajakan juga dapat mencegah terjadinya
penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan
pajak (tax evasion).
j ! m
0. urisprudensi Perpajakan
` urisprudensi perpajakan adalah putusan pengadilan mengenai
perkara pajak yang meliputi sengketa pajak dan tindak pidana
pajak yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.
` Putusan pengadilan yang terkait dengan sengketa pajak adalah
Putusan Pegadilan Pajak maupun ëahkamah Agung yang telah
mempunyai kekuatan hukum mengikat para pihak yang
bersengketa, sedangkan putusan pengadilan yang terkait dengan
tindak pidana pajak adalah Putusan Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Umum maupun ëahkamah Agung yang
telah mempunyai kekuatan hukum mengikat.
j ! m
4. hoktrin Perpajakan
` Agar doktrin menjadi sumber hukum pajak,
substansinya harus dalam konteks bidang perpajakan,
dan dikemukakan ahli hukum pajak.
` Substansi hukum pajak berbeda secara prinsipil
dengan hukum lain karena memiliki ciri khas
tersendiri.
m
m
` Hukum pajak,
halam bahasa Inggris disebut tax law.
halam bahasa Belanda disebut belasting recht.
hi Indonesia, selain hukum pajak, dikenal pula hukum
fiskal, meski keduanya berbeda substansi. Hukum
pajak objek kajiannya hanya sekadar membicarakan
tentang pajak.
Hukum fiskal objek kajiannya. meliputi pajak dan
sebagian keuangan Negara.
m
m
Hukum Pajak
dalam arti luas: hukum yang berkaitan dengan pajak.
dalam arti sempit: seperangkat kaidah hukum tertulis
yang memuat sanksi hukum.
Sebagai bagian ilmu hukum, hukum pajak tidak lepas
dari sanksi hukum (sanksi administrasi dan pidana)
sebagai substansi di dalamnya agar Pejabat Pajak dan
Wajib Pajak taat kaidah hukum.
m
m
ëenurut Rochmat Soemitro R ):
Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang
engatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Jadi, hukum pajak menerangkan :
` Siapa-siapa Wajib Pajak (subjek pajak);
` Objek-objek yang dikenakan pajak (objek pajak);
` Kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah;
` Timbulnya dan hapusnya utang pajak;
` Cara penagihan pajak;
` Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan
pajak
m
! m
` Undang-undang No. Ä Tahun Ä007 (UU KUP)hanya
menyatakan kedudukan Hukum Pajak sebagai Dzketentuan
umumdz bagi peraturan perundang-undangan perpajakan
yang lain.
` UU KUP merupakan kaderwet yang berfungsi sebagai
payung terhadap undang-undang pajak yang sifatnya
sektoral.
` Pengertian hukum pajak dapat memberi :
m
, bagi penegak hukum pajak dalam
menggunakan wewenang dan kewajibannya untuk
menegakkan hukum pajak.
m
, bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban dan menggunakan hak umtuk memperoleh
perlindungan hukum sebagai konsekuensi dari penegakan
hukum pajak.
j
!m
Sejak zaman kolonial Belanda, telah diberlakukan undang-
undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu :
` Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
` Aturan Bea ëeterai;
` Ordonansi Bea Balik Nama;
` Ordonansi Pajak Kekayaan;
` Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
` Ordonansi Pajak Upah;
` Ordonansi Pajak Potong;
` Ordonansi Pajak Pendapatan;
` Undang-undang Pajak Radio;
` Undang-undang Pajak Pembangunan I;
` Undang-undang Pajak Peredaran.
j
!m
Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang,
antara lain:
` ¢¢mm
yang diubah dengan UU
No. Ä Tahun 196 ;
` ¢¢
tentang Pajak hividen yang diubah
dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1967 tentang Pajak
atas Bunga, hividen, dan Royalti;
` ¢¢
tentang Penagihan Pajak Negara
dengan Surat Paksa;
` ¢¢
! tentang Pajak Bangsa Asing;
` ¢¢!
"tentang Tata Cara Pemungutan PPd,
PKK, dan PPs atau Tata Cara ëPS-ëPO.
j
!m
Karena t erlalu banyak undang-undang, masyarakat
mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Beberapa
undang-undang tersebut juga tidak memenuhi rasa
keadilan, dan masih memuat unsur-unsur kolonial.
Pada tahun 19 0, Pemerintah bersama-sama hPR
melakukan
yang ada dengan mencabut semua undang-undang
yang ada dan mengundangkan O Rlima) paket undang-
undang perpajakan yang lebih mudah dipelajari,
dipraktikkan, tidak menimbulkan duplikasi dalam hal
pemungutan, dan unsur keadilan diutamakan, Sistem
perpajakan yang semula
diubah
menjadi
.
j
!m
Kelima undang-undang tersebut adalah:
` ¢¢"
!#tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP);
` ¢¢
!#tentang Pajak Penghasilan
(PPh);
` ¢¢!
!#tentang PPN dan PPnBë;
` ¢¢
!tentang PBB (masih
menggunakan official assessment);
` ¢¢#
!tentang Bea ëeterai (Bë).
j
!m
Tahun 1994, empat dari kelima undang-undang mengalami
perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang
dipandang perlu, akibatnya:
` UU No.6 Tahun 19 0 diubah dengan ¢¢
;
` UU No. 7 Tahun 19 0 diubah dengan ¢¢$
%
` UU No. Tahun 19 0 diubah dengan ¢¢
%
` UU No. 1Ä Tahun 19 5 diubah dengan ¢¢
%
j
!m
hi tahun 1997, Pemerintah membuat beberapa undang-
undang perpajakan untuk mendukung undang-undang
yang sudah ada, yaitu:
` ¢¢
tentang Badan Penyelesaian dan
Sengketa Pajak;
` ¢¢!
tentang Pajak haerah dan Retribusi
haerah;
` ¢¢
tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa;
` ¢¢$
tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak;
` ¢¢
tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.
j
!m