You are on page 1of 4

Perbandingan TAP MPR no.XX/1966, TAP MPR no.

III/2000, dan Pasal 7 UU


no. 10/2004

Oleh : Muhammad Yusuf Pradhana


NIM : 030610025
Kampus FH Unair Sorbejeh jebeh temor

Tugas :

Bandingkan tata susunan aturan hukum menurut TAP MPRS No. XX tahun 1966, Tap
MPR No. III tahun 2000, dan pasal 7 Undang – undang No. 10 tahun 2004!
Buat analisis, apakah TAP MPR dan Peraturan menteri masih diperlukan?

Jawaban :

Perbandingan tata susunan aturan hukum :


Tata Susunan Aturan Hukum berdasarkan :
Tap MPR no. XX Tap MPR no III Pasal 7 UU no 10 tahun 2004

tahun 1966 tahun 2000


1 Lampiran II TAP Sedangkan pada TAP Sedangkan pada pasal 7 Undang – undang
MPRS No. XX MPR No. III tahun No. 10 tahun 2004 ;
tahun 1966 2000 ; Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
adalah sebagai Tentang Sumber undangan adalah sebagai berikut:
berikut, Bentuk - Hukum dan Tata Undang-Undang Dasar Negara Republik
Bentuk Peraturan Urutan Peraturan Indonesia Tahun 1945;
Perundangan Perundang- Undang - Undang/ Peraturan Pemerintah
Republik undangan; Pengganti Undang-Undang;
Indonesia: Undang-Undang Peraturan Pemerintah;
UUD RI 1945 Dasar 1945 Peraturan Presiden;
Ketetapan MPR Ketetapan Majelis Peraturan Daerah.
Undang-Undang/ Permusyawaratan Pasal 7 Ayat (2)
Peraturan Rakyat RI Peraturan Daerah sebagaimana
Pemerintah Undang-Undang dimaksud pada ayat (1) huruf e
Pengganti Peraturan meliputi:
Undang- Pemerintah Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh
Undang Pengganti dewan perwakilan rakyat daerah
Peraturan Undang-undang provinsi bersama dengan gubernur;
Pemerintah (Perpu) Peraturan Daerah kabupaten/ kota
Keputusan Peraturan dibuat oleh dewan perwakilan
Presiden, dan; Pemerintah rakyat daerah bersama bupati/
Peraturan Keputusan Presiden walikota; kabupaten/ kota
Pelaksanaan 7. Peraturan Daerah Peraturan Desa/ peraturan yang
lainnya: setingkat, dibuat oleh badan
Peraturan Menteri perwakilan desa atau nama lainnya
Instruksi Menteri bersama dengan kepala desa atau
nama lainnya.
Analisis, apakah TAP MPR dan Peraturan Menteri masih diperlukan?

Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR No. I tahun 2003, maka seluruh


Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan ke
dalam 6 pasal (kategori) sesuai dengan materi dan status hukumnya. Substansi
Ketetapan MPR tersebut adalah:

Kategori I: TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8
Ketetapan)
Kategori II: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan
ketentuan (3 Ketetapan)
Kategori III: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan)
Kategori IV: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya Undang-Undang (11 Ketetapan)
Kategori V: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan
ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5
Ketetapan)
Kategori VI: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan
hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut,
maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)
Jadi dengan demikian, meskipun TAP MPR tidak ada dalam hirarki
perundang-undangan berdasarkan undang – undang no. 10 tahun 2004, tapi
ada TAP MPR yang masih diperlukan dan ada yang sudah tidak
diperlukan (tidak dipakai).

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang


Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002 merupakan
Ketetapan MPR pengunci dari seluruh Ketetapan MPRS dan MPR. Di masa
mendatang MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan garis-garis besar haluan
negara dalam bentuk ketetapan MPR sebagaimana masa lalu dikarenakan
perubahan sistem ketata negaraan dimana MPR hanya menjadi lembaga negara
yang sejajar dengan lembaga negara lainnya dan bukan lembaga tertinggi
negara lagi. Untuk menghindari kekosongan hukum akibat perubahan sistem
ketata negaraan ini maka Aturan Tambahan Pasal I memerintahkan MPR untuk
melakukan peninjauan yang digunakan sebagai payung hukum status seluruh
Ketetapan MPRS dan MPR.
Selain Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003,
MPR juga mengeluarkan ketetapan terakhir MPR yaitu Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/2003 tentang Perubahan Kelima atas
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia yang juga hanya berlaku sampai dengan ditetapkannya
Peraturan Tata Tertib oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
hasil Pemilihan Umum 2004. Ketetapan MPR yang terakhir kalinya ini juga
ditetapkan di Jakarta pada hari yang sama yaitu tanggal 7 Agustus 2003.

Ketetapan MPR isinya kadang-kadang sama dengan Keputusan Presiden


yang hanya bersifat penetapan biasa. Sebagai contoh, Ketetapan MPR tentang
pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, sifatnya sama dengan Keputusan
Presiden yang ditetapkan untuk mengangkat atau memberhentikan pejabat.
Lebih-lebih lagi, menjelang berlangsungnya Sidang Umum MPR pada bulan
Nopember 1999 yang lalu, karena adanya kebutuhan untuk melakukan
perubahan terhadap pasal-pasal UUD 1945, timbul polemik mengenai bentuk
hukum perubahan UUD itu sendiri. Jika perubahan itu dituangkan dalam bentuk
Ketetapan MPR yang jelas ditentukan bahwa kedudukannya berada di bawah
UUD, maka akan timbul kekacauan dalam sistematika berpikir menurut tata urut
peraturan yang diatur menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 tersebut.
Bagaimana mungkin UUD yang lebih tinggi diubah dengan peraturan yang lebih
rendah. Karena itu, sebagai jalan keluar, telah disepakati bahwa bentuk hukum
perubahan itu dinamakan ‘Perubahan UUD’ sebagai nomenklatur baru yang
tingkatnya sederajat dengan UUD. Karena itu, otomatis, ketentuan TAP MPRS
No.XX/1966 tersebut tidak dapat lagi dipertahankan dan perlu segera diadakan
penyempurnaan dalam rangka penataan kembali sumber tertib hukum dan
bentuk-bentuk serta tata urut peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia di masa yang akan datang.

Peraturan Menteri

Peraturan Menteri tidak disebutkan dalam UU no 10 tahun 2004, tapi


dalam praktek, di beberapa kementerian, digunakan istilah Peraturan Menteri,
tetapi di beberapa kementerian lainnya digunakan istilah Keputusan Menteri,
padahal isinya jelas-jelas memuat materi-materi yang mengatur kepentingan
publik seperti di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengatur
mengenai penyelenggaraan pendidikan nasional, dan sebagainya. Di samping itu,
untuk mengatur secara bersama berkenaan dengan materi-materi yang bersifat
lintas departemen berkembang pula kebiasaan menerbitkan Keputusan Bersama
antar Menteri. Padahal, bentuk Keputusan Bersama itu jelas tidak ada dasar
hukumnya.

Jadi peraturan menteri pada prakteknya masih diperlukan dan digunakan


meskipunn tidak ada dalam Undang-undang no. 10 tahun 2004.

You might also like