Professional Documents
Culture Documents
Robin Tatu
dari Universitas Hawaii.
Babad Buleleng
I Gusti Putu Jelantik
Naskah yang memuat "catatan sejarah" atau "garis silsilah keluarga" yang dikenal di
Bali sebagai babad masih tetap merupakan tantangan bagi cendekiawan Barat untuk
dimengerti dan diteliti kebenarannya. Pada mulanya ilmuwan Belanda telah meneliti
kebenaran naskah tersebut: H.J. de Graaf menyelusuri "kebenaran fakta" sedangkan
C.C. Berg berpendapat terdapatnya unsur magis dan nilai esoterik.[1] Terakhir, Peter
Worsley dan M.C. Ricklefs melihat bahwa babad adalah hasil karya sastra yang kurang
dalam bobot sejarah, [2] sedangkan Henk Schulte Nordholt memandangnya sebagai
sebuah dokumen politik untuk kepentingan identitas dan posisi suatu golongan
keluarga.[3] Raechelle Rubenstein dalam penemuannya menyimpulkan adanya unsur
ajaran agama dalam Babad Brahmana, sedangkan Helen Creese dan Heidi Hinzler
keduanya menganggap bahwa babad berfungsi untuk memuja leluhur. [4]
Perbedaan interpretasi yang sedemian lebar menjelaskan bahwa babad di Ball
merupakan tulisan yang sangat kompleks dalamn bentuk bait-bait sajak bersyair
mengandung bentuk dan kepentingan suatu riwayat tertentu, sastra dan agama. Para
peneliti ahkir-ahkir ini meyakini, bahwa untuk mengerti perihal isi babad, perlu
dipahami "pemikran lokal" yang melatar belakanginya dan bagaimana cara orang Bali
menampilkannya. Seperti pendapat Schulte Nordholt. `babad bukan apa-apa tanpa
tindakan nyata'- babad tidak seperti naskah cerita biasa, hanya akan bermakna bilamana
diucapkan (mantram) dalam upacara di pura, dinyanyikan dan dibahas (kakawin) di
kumpulan keluarga (shanti), ataupun dipetik menjadi lakon sendratari dan Topeng [S].
Dalam makalah ini saya menemukan bentuk politik dalam babad dan teristimewa bila
mengingat situasi tahun1920 yang medorong penulisan Babad Buleleng. Studi saya ini
diilhami oleh karya Schulte Nordholt yang mengkaitkan babad yang mulai digarap
pada awal abad ke 20 ini dengan konteks historis dan politik. Namun bila Schulte
Nordholt menunjukkan bahwa penulisan babad telah mengalami perubahan dibawah
pengaruh kolonial Belanda malahan saya berpendapat lain, bahwa Babad Buleleng
tidak terlepas dari tradisi babad. Walaupun Babad Buleleng juga dirancang untuk
mencapai manfaat baru dalam kekuasaan pemerintahan Belanda, namun tetap dalam
tata bahasa sebagaimana tradisi penyuratan babad, melebar hingga menyentuh politik
dan sosial kemasyarakatan dan agama di Bali. Kelanjutan sebuah tradisi dijelaskan
Babad Buleleng perihal babad itu sendiri dan pandangan orang Bali terhadap sejarah.
Sedikit sekali didapat bukti yang bisa mengungkap masa lalu Bali, namun Babad
Buleleng mungkin mengandung beberapa petunjuk untuk itu.
Pebaca yang ingin membaca tulisan asli silahkan kilik di bawah ini:
www.hawaii.edu/cseas/pubs/explore/robin.html