Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt, Tuhan yang maha esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini, yang berjudul ”Penerapan Etika Bisnis di Indonesia”. Yang ditujukan
sebagai syarat dalam pembelajaran tugas mata kuliah Etika Bisnis.
Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.. Terutama kepada Ibu
Aprinawati, S.E, M.M selaku dosen pembimbing mata kuliah Etika Bisnis .
Penulisan ini ditujukan sebagai bahan pembelajaran mata mata kuliah Etika
Bisnis, yang mana juga sebagai tugas bagi saya selaku seorang mahasiswa. Semoga
makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi saya selaku seorang mahasiswa, dan
bagi kita semua.
Saya menyadari sepenuhnya makalah ini belumlah sempurna. Seperti kata
pepatah “Tiada gading yang tak retak”, oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi
kita semua.
Dhani Haris
NIM. 709210018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah............................................................................................ 2
BAB II ISI.......................................................................................................... 3
A.Teori Keadilan Distributif............................................................................. 3
B.Teori Utiliarismen......................................................................................... 4
C.Konsep Deontologi....................................................................................... 6
D.Teori Keutamaan.......................................................................................... 8
E.Teori Hukum Abadi ( Hukum Alam )........................................................... 10
F.Teori Personal Libertarianisme...................................................................... 12
G.Teori Ethical Egoisme................................................................................... 13
H.Teori Exisistensialisme.................................................................................. 15
I.Teori Relatifisme............................................................................................. 18
J.Teori Hak........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Di pandang dari segi aspek informasi menurut R.A. Supriyono akuntansi dapat
didefinisikan sebagai berikut :
“Akuntansi adalah aktivitas yang menghasilkan jasa yaitu berfungsi menyajikan
informasi kuantitatif yang pada dasarnya bersifat keuangan dari suatu satuan usaha atau
organisasi tertentu, informasi tersebut akan dapat dipakai oleh pihak eksternal maupun
pihak internal untuk pengambilankeputusan dengan memilih beberapa alternatif”.
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan selalu menghadapi berbagai
masalah. Diantaranya adalah bagairnana agar perusahaan dapat beroperasi seefisien
mungkin, sehingga dapat tercaya keuntungan yang maksimal. Untuk menghadapi
masalah tersebut, diperlukan suatu sistem pelaporan intern yang memadai, sehingga
kalau terjadi penyelewengan ataupun pemborosan dalam proses produksi dapat segera
diatasi. Dalam sistem pelaporan intern ini diperlukan akuntansi manajemen. Akuntansi
manajemen merupakan jaringan penghubung yang sistematis dalam penyajian informasi
yang berguna dan dapat daya untuk membantu pimpinan perusahaan dalam usaha
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Informasi akuntansi manajemen ini terdiri dari informasi akuntansi biaya penuh
(full cost accounting), informasi akuntansi deferensial (differential accounting), dan
akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting). Jika informasi akuntansi
manajemen dihubungkan dalgan objek informasi seperti produk departemen dan
aktivitas perusahaan maka akan dihasilkan informasi akuntansi penuh. Jika informasi
akuntansi manajemen dihubungkan dengan alternatif yang akan dipilih, maka akan
dihasilkan konsep informasi akuntansi diferensial, yang sangat dibutuhkan oleh
manajemen untuk tujuan pengambilan keputusan pemilihan beberapa alternatif. Jika
informasi akuntansi manajemen dihubungakan dengan wewenang yang dimiliki oleh
manajer, maka akan dihasilkan konsep informasi akuntansi pertanggungjawaban yang
terutama bermanfaat untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam organisasi.
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Apa defenisi dari akutansi manajemen?
2. Bagaimana hubungan akutansi dengan manajemen?
3. Apa yang dimaksud akutansi manajemen sebagai suatu informasi?
4. Apa saja jenis informasi manajemen?
5. Bagaimana persamaan dan perbedaan akutansi manajemen dengan akutansi
keuangan dan akutansi biaya?
C.Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami defenisi dari akutansi manajemen?
2. Memahami bagaimana hubungan akutansi dengan manajemen?
3. Memahami apa yang dimaksud akutansi manajemen sebagai suatu informasi?
4. Memahami apa saja jenis informasi manajemen?
5. Memahami bagaimana persamaan dan perbedaan akutansi manajemen dengan
akutansi keuangan dan akutansi biaya?
BAB II
ISI
2. Mengarahkan Operasi
Penerapan Etika Bisnis di Indonesia_Dhani Haris_709210018_Manajemen B_09 vi
Etika Bisnis
3. Memecahkan Masalah
Informasi akutansi sering merupakan faktor penting dlam menganalisis alternatif
penyelesaian masalah. Alasannya ialah bahwa berbagai altenatif , biasanya dapat di
ukur dan mempunyai masukan dalam alternatif terbaik.
karena motif yang lain tidak dapat dianggap sebagai bajik. ...(Dan Russell
berkesimpulan bahwa jika Kant) mempercayai apa yang dia pikir percayai, dia tidak
memandang sorga sebagai tempat yang di situ kebahagiaan adalah kebahagiaan, namun
sebagai tempat yang di situ mereka memiliki kesempatan yang tidak pernah berakhir
untuk melakukan keramahan pada orang yang tidak mereka senangi" (Henry Hazlitt ,
178-9).
Kritik Russell di atas menunjukkan bahwa melakukan kewajiban tidak serta
merta menunjukkan suatu perbuatan yang sesuai dengan moral. Dalam situasi tertentu,
kewajiban bisa bertentangan dengan tuntutan moral, terlebih jika kewajiban itu
merupakan kewajiaban yang berdasarkan pada hukum yang bersifat relatif.
D.Teori Keutamaan
Teori keutamaan (virtue) yaitu suatu teori yang lebih mengutamakan atau
memandang pada sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu
perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan apakah orang itu bersikap
adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Artinya bahwa Etika keutamaan tidak
mempersoalkan akibat suatu tindakan dan tidak mengacu pada norma-norma dan nilai-
nilai universal untuk menilai moral seseorang.
Etika keutamaan lebih mengfokuskan pada pengembangan watak moral pada
diri setiap orang. Professor K.Bertens (2000) mendefinisikan keutamaan sebagai suatu
disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral. Definisi tersebut dapat diuraikan sebagai suatu
pandangan seseorang terhadap suatu tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Definisi lain mengenai
teori keutamaan adalah bahwa orang bermoral atau pribadi bermoral ditentukan oleh
kenyataan seluruh hidupnya, yaitu bagaimana dia hidup baik sebagai manusia, jadi
bukan tindakan satu persatu yang menentukan kualitas moralnya, di mana dalam setiap
situasi yang dihadapi, dia mempunyai posisi, kecenderungan, bersikap, dan berperilaku
terpuji sepanjang hidupnya (Rooswiyanto, Tony. Maret 2006. Definisi lain mengatakan
bahwa keutamaan adalah merupakan aktivitas jiwa (Riyanto, Armada.2007. Course on
Fundamental Ethics for Business). Karena itu pembagian keutamaan bersesuaian
dengan bagian-bagian dari jiwa, yaitu keutamaan pikiran dan keutamaan karakter.
Kedua keutamaan tersebut mewajibkan setiap pebisnis untuk terus menggunakan
pikiran mereka sebagai suatu kekuatan untuk bisa secara terus-menerus mengerakkan
bisnis mereka ke arah yang lebih baik dan kekuatan berpikir tersebut akan menjadi
karakter yang kuat dari setiap pebisnis dalam langkah menuju kesuksesan.
Pencarian mendasar tentang nilai-nilai yang lebih mendalam atas sikap dan
perlakuan yang berbeda-beda itu akan membawa kita memasuki teori etika. Dasar
tentang nilai-nilai tersebut adalah pencarian asas-asas hakiki atau fundamental manusia
atas dirinya. Hidup yang baik adalah virtous life, hidup keutamaan, di mana keutamaan
tidak boleh dibatasi pada taraf pribadi saja, tetapi harus selalu ditempatkan dalam
konteks komuniter.
Ada beberapa hal dalam keutamaan, seperti kebijaksanaan yaitu suatu
keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan secara tepat dalam setiap
situasi. Keadilan merupakan keutamaan lain yang membuat seseorang selalu
memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya. Kerendahan hati adalah
keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi
mengijinkannya. Suka berkerja keras adalah keutamaan yang membuat seseorang
mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas-malasan.
Di antara ke empat keutamaan itu yang harus dimiliki oleh pebisnis perorangan
bisa disebut seperti kejujuran, fairness, keadilan, dan keuletan. Kejujuran secara umum
diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis.
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan
dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat
dalam suatu transaksi. Kepercayaan (trust) adalah keutamaan yang penting dalam
konteks bisnis. Keuletan dapat diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh
pebisnis hdalam menghadapi segala situasi yang sulit.
Kelompok keutamaan lain menandai orang bisnis pada taraf perusahaan dengan
kata lain, keutamaan-keutamaan ini dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka
mewakili perusahaan. Keutamaan-keutamaan yang berhubungan dengan manajer dan
karyawan adalah keramahan, loyalitas, kehormatan, dan rasa malu. Keramahan
bukan merupakan taktik saja untuk memikat para pelanggan, tapi menyangkut inti
kehidupan bisnis itu sendiri. Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-
mata hanya untuk mendapat gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan
perusahaan. Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka
terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Sedangkan rasa malu
membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
Penerapan Etika Bisnis di Indonesia_Dhani Haris_709210018_Manajemen B_09 xi
Etika Bisnis
(Natural Law), seharusnya diikuti. Masalah pertama adalah bagaimana menemukan apa
yang diketemukan oleh Hukum Alam. Hukum Alam (Natural Law) memberikan tempat
utama kepada moralitas.
Hukum hanya dapat dilihat dari pedoman-pedoman yang ditawarkan pada
penerapan prinsip-prinsip tersebut terhadap kasus-kasus tertentu. Ahli ekonomi Adam
Smith, seorang gurubesar yang memberi kuliah juga tentang Philosophy of Law.
Konsepsi Adam Smith tentang filsafat dibentuk oleh pandangannya tentang asal mula
adanya universe (alam semesta).
Thomas Aquinas membagi keadilan ekonomi kedalam 3 jenis : Commutative
Justice, Distributive Justice dan Social Justice. Pertama, Commutative Justice adalah
berkaitan dengan beroperasinya ekonomi pasar yaitu penghormatan terhadap kontrak
dan hak milik pribadi. Individu mempunyai kepentingan yang alamiah, asal tidak
melukai orang lain. Kedua, Distributive Justice adalah penting untuk berfungsinya
ekonomi. Hal ini berkenaan dengan pertanyaan bagaimana membagikan keuntungan
kegiatan ekonomi.
Bagaimana membagi “kue ekonomi”, adalah penting untuk alasan kegiatan
ekonomi. Ketiga, Social Justice berkenaan dengan kebutuhan ekonomi untuk
mempunyai structures dan institutions – jika hubungan ekonomi tidak baik akan
berakibat kurangnya produktivitas.8 Pertumbuhan ekonomi tidak selalu mampu
mengurangi tingkat kemiskinan. Campur tangan pemerintah, menurut pendapat ekonom
konservative, menyebabkan tambahnya kemiskinan daripada mengentaskannya.
Program pemerintah menyebabkan masyarakat tergantung kepada bantuan publik, yang
mencegahnya belajar keahlian untuk bekerja secara mandiri.9 Kelaziman model Homo
Economicus dari kemanusian telah meramaikan pertimbangan pentingnya dimensi non
ekonomi dari manusia, yang terpenting adalah dimensi moral dari pemikiran dan
tingkah laku manusia.
Oleh karenanya pengertian kita mengenai dunia bisnis dan market ekonomi
sekarang ini menjadi tidak sempurna. Menurut Aristoteles manusia adalah makhluk
yang pada dasarnya “moral creatures”. Enron, Im Clone, Global Crossing, Tyco, World
Com. Skandal tersebut timbul mewakili tidak semata-mata tindakan pasar yang tidak
biasa, tetapi symptom atau gejala yang dalam, masalah sistemik dari kapitalisme saat
ini. Nama-nama lain kemudian muncul seperti Samuel Israel, Mare Dreier, Bernard
Madoff, menyebabkan kita menyelidiki akar permasalahan sebenarnya. Ini sebenarnya
adalah masalah moral : “kehilangan kepercayaan kepada standar etika yang obyektif”,
meletakan tujuan mencari keuntungan diatas segala-segalanya.
Ekonomi pasar (market economy) tidak akan berfungsi bila tidak ada moral dan
etika. Sebenarnya manusia itu “homo moralis”, pada dasarnya adalah “moral
creatures”. Aristoteles mengajarkan, bahwa tindakan manusia sesuai dengan hukum
moral yang menghasilkan kebahagian. Tindakan manusia yang tidak sesuai dengan
moral, akan menjadi hambatan mencapai kebahagian dan kemajuan. Aristoteles selalu
mencap sebagai “good”, “virtuous” atau “natural” mereka yang bertindak sesuai dengan
“natural moral law”, dan sebagai “evil”, “vice”, atau “unnatural” bagi tindakan yang
melanggar hukum moral alam.10
sekarang. Apalagi di saat mendekati pilpres saat ini,banyak sekali calon presiden yang
berkunjung ke media massa,apabila kita lihat,minggu lalu Jk-Wiranto berkunjung ke
Kredulatan Rakyat,SBY berkunjung ke Sindo dan Seputar Indonesia.Secara terbuka
mereka jelas meminta dukungan dari media, karena tidak dapat kita pungkiri bahwa
betapa besarnya peran media dalam memberi pengaruh pada masyarakat.
Kebebasan ini telah menjadi kebablasan,contoh kecil, maraknya majalah orang
dewasa (porno)yang di jual bebas,bagai jual kacang goreng,hingga anak di bawah umur
pun dapat membelinya,hal ini justru mempengaruhi moral generasi bangsa yang
semakin buruk,bahkan ada yang berakhir ke tindakan pencabulan, kriminalitas yang di
lakukan anak di bawah umur.contoh lain seperti kasus manohara yang begitu heboh di
beritakan hingga dua minggu berturut-turut,menurut saya sangat mempengaruhi psikis
para pendengar birita,hingga sebagian orang membenci negara malaysia,padahal ini
adalah kasus personal atau pribadi dari manohara.
Kasus lain yang lagi hangat-hangatnya adalah berita ambalat yang mulai di
kuasai oleh malaysia,pemberitaan yang secara berturut-turut di ekspos media massa,
hingga terjadinya demontrasi yang di lakukan mahasiswa untuk mengkritik pemerintah
indonesia agar bertindak tegas ke pada malaysia,namun alih-alih justru terjadi aksi
anarkis yang di lakukan mahasiswa dengan aparat kepolisian di negeri sendiri.Hingga
ketahanan dan keamanan bangsa tidak terjamin.
Ini tidak berarti bahwa kepentingan orang lain harus senantiasa diabaikan.
Karena, bisa jadi demi pencapaian hasil yang paling menguntungkan untuk diri sendiri,
orang justru perlu mengindahkan kepentingan orang lain. Namun dalam hal ini
kenyataan bahwa tindakan itu membawa keuntungan atau kebaikan untuk orang lain
bukanlah hal yang membuat tindakan tersebut benar. Yang membuat tindakan itu benar
adalah fakta bahwa tindakan itu menunjang usaha untuk memperoleh apa yang paling
menguntungkan bagi dirinya.
Faham ini juga tidak bermaksud menganjurkan untuk mencari nikmat pribadi
sepuas-puasnya, seperti halnya diajarkan oleh faham Hedonisme. Justru dalam banyak
hal faham Egoisme Etis melarang pencarian nikmat pribadi, karena hal itu dalam jangka
panjang justru tidak menguntungkan. Yang dianjurkan oleh Egoisme Etis adalah agar
setiap orang melakukan apa yang sesungguhnya dalam jangka panjang akan
menguntungkan untuk dirinya (“A person ought to do what really is to his or her own
best advantage, over the long run.”) Egoisme Etis memang menganjurkan
“selfishness” tetapi bukan “foolishness”.
Dengan menyakiti orang lain, akhirnya kita sendiri akan rugi. Maka pada
dasarnya merupakan keuntungan bagi diri kita sendiri apabila kita tidak menyakiti orang
lain. Logika pemikiran yang sama dapat dipakai untuk menjelaskan aturan-aturan lain
yang wajib kita patuhi setiap hari.
H.Teori Exisistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para
pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada. Karena
memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah kursi. Pohon mangga adalah
pohon mangga. Harimau adalah harimau. Manusia adalah manusia. Namun, mereka
mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada. Oleh karena
itu, mereka menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Dengan mencari
cara berada dan eksis yang sesuai, esensia pun akan ikut terpengaruhi. Dengan
pengolahan eksistensia secara tepat, segala yang ada bukan hanya berada, tetapi berada
dalam keadaan optima.
Untuk manusia, ini berarti bahwa dia tidak sekadar berada dan eksis, tetapi
berada dan eksis dalam kondisi ideal sesuai dengan kemungkinaan yang dapat dicapai.
Dalam kerangka pemikiran itu, menurut kaum eksistensialis, hidup ini terbuka. Nilai
hidup yang paling tinggi adalah kemerdekaan. Dengan kemerdekaan itu, keterbukaan
hidup dapat ditanggapi secara baik. Segala sesuatu yang menghambat, mengurangi, atau
meniadakan kemerdekaan harus dilawan. Tata tertib, peraturan, hukum harus
disesuaikan atau, bila perlu, dihapus dan ditiadakan. Karena adanya tata tertib,
peraturan, hukum dengan sendirinya sudah tak sesuai dengan hidup yang terbuka dan
hakikat kemerdekaan. Semua itu membuat orang terlalu melihat ke belakang dan
mengaburkan masa depan, sekaligus membuat praktik kemerdekaan menjadi tidak
leluasa lagi.
Dalam hal etika, karena hidup ini terbuka, kaum eksistensialis memegang
kemerdekaan sebagai norma. Bagi mereka, manusia mampu menjadi seoptima
mungkin. Untuk menyelesaikan proyek hidup itu, kemerdekaan mutlak diperlukan.
Berdasarkan dan atas norma kemerdekaan, mereka berbuat apa saja yang dianggap
mendukung penyelesaian proyek hidup. Sementara itu, segala tata tertib, peraturan,
hukum tidak menjadi bahan pertimbangan. Karena adanya saja sudah mengurangi
kemerdekaan dan isinya menghalangi pencapaian cita-cita proyek hidup. Sebagai ganti
tata-tertib, peraturan, dan hukum, mereka berpegang pada tanggung jawab pribadi.
Mereka tak mempedulikan segala peraturan dan hukum, dan tidak mengambil pusing
akan sanksi-sanksinya. Yang mereka pegang adalah tanggung jawab pribadi dan siap
menanggung segala konsekuensi yang datang dari masyarakat, negara, atau lembaga
agama.
Satu-satunya hal yang diperhatikan adalah situasi. Dalam menghadapi perkara
untuk menyelesaikan proyek hidup dalam situasi tertentu, pertanyaan pokok mereka
adalah apa yang paling baik yang menurut pertimbangan dan tanggung jawab pribadi
seharusnya dilakukan dalam situasi itu. Yang baik adalah yang baik menurut
pertimbangan norma mereka, bukan berdasarkan perkaranya dan norma masyarakat,
negara, atau agama.
Segi positif yang sekaligus merupakan kekuatan dan daya tarik etika
eksistensialis adalah pandangan tentang hidup, sikap dalam hidup, penghargaan atas
peran situasi, penglihatannya tentang masa depan. Berbeda dengan orang lain yang
Penerapan Etika Bisnis di Indonesia_Dhani Haris_709210018_Manajemen B_09 xvii
Etika Bisnis
berpikiran bahwa hidup ini sudah selesai, yang harus diterima seperti adanya, dan tak
perlu diubah, etika eksistensialis berpendapat bahwa hidup ini belum selesai, tidak harus
diterima sebagai adanya, dan dapat diubah, bahkan harus diubah. Ini berlaku untuk
hidup manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa, dan dunia seanteronya.
Dalam arti itulah hidup dimengerti sebagai proyek. Orang yang memandang
hidup sebagai sudah selesai, mempunyai sikap pasrah dan "menerima", sementara kaum
eksistensialis yang memahami hidup sebagai belum selesai mempunyai sikap berusaha
dan berjuang. Hidup ini perlu dan harus diperbaiki. Faktor penting untuk perbaikan
hidup itu adalah tanggung jawab. Setiap orang harus bertanggungjawab atas hidupnya
dan dengan sungguh-sungguh berupaya untuk mengembangkannya. Bagi orang yang
merasa hidup sudah jadi, situasi hidup menjadi sama saja.
Tidak ada situasi penting, mendesak, atau genting. Karena hidup selalu berjalan
normal. Namun, bagi kaum eksistensialis yang memahami hidup belum selesai, setiap
situasi membawa akibat untuk kemajuan kehidupan. Oleh karena itu, setiap situasi perlu
dikendalikan, dimanfaatkan, diarahkan sehingga menjadi keuntungan bagi kemajuan
hidup. Akhirnya, bagi orang yang menerima hidup sudah sampai titik dan puncak
kesempurnaannya, masa depan tidak amat berperan karena masa depan pun keadaannya
akan sama saja dengan masa yang ada sekarang. Namun, bagi kaum eksistensialis yang
belum puas dengan hidup yang ada dan yang merasa perlu untuk mengubahnya, masa
depan merupakan faktor yang penting. Karena hanya dengan adanya masa depan itu,
perbaikan hidup dimungkinkan dan pada masa depan pula hidup baik itu terwujud.
Dengan demikian, gaya hidup kaum eksistensialis menjadi serius, dinamis, penuh
usaha, dan optimis menuju ke masa depan. Berikutnya.
Ekstensialis itu menjadi berkurang positifnya. Kelemaham-kelemahan etika
eksistensialis dapat disebut beberapa. Pertama, etika eksistensialis terperosok ke dalam
pendirian yang individualistis. Dengan pendirian itu, di bawah nama melaksanakan
proyek hidup, bisa-bisa para pengikut aliran eksistensialis hanya mencari dan mengejar
kepentingan diri. Karena yang baik ditentukan sendiri, bukan berdasarkan norma, maka
yang dianggap baik bukanlah kebaikan sejati, melainkan baik menurut dan bagi diri
mereka sendiri. Cara memandang kebaikan yang individualistis itu dapat merugikan
sesama, masyarakat dan dunia.
Kedua, dengan mengabaikan tata tertib, peraturan, hukum, kaum eksistensialis
menjadi manusia yang anti-sosial. Tidak dapat disangkal bahwa ada norma masyarakat
yang sudah usang. Namun, menyatakan segala norma tak berlaku sungguh melawan
Penerapan Etika Bisnis di Indonesia_Dhani Haris_709210018_Manajemen B_09 xviii
Etika Bisnis
akal sehat. Karena norma masyarakat merupakan hasil perjalanan pencarian yang tidak
begitu saja mudah ditiadakan. Jika tidak dapat dipergunakan sepenuhnya, paling sedikit
masih dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan titik tolak pencarian nilai
hidup lebih lanjut. Kecuali itu, sikap para penganut aliran eksistensialis yang asosial
merugikan usaha perbaikan hidup dan dunia. Karena usaha itu merupakan usaha raksasa
sehingga tidak dapat diselesaikan secara perorangan, melainkan harus digarap bersama
seluruh masyarakat.
Ketiga, dengan mengambil sikap bebas merdeka, kaum eksistensialis
memandang kemerdekaan sebagai tidak terbatas. Padahal, dalam hidup ini tidak ada
kemerdekaan yang tanpa batas. Karena dalam perwujudannya selalu akan dibatasi.
Pembatasan itu berasal dari si pelaksana sendiri dan masyarakat. Seberapa "hebat"-nya
manusia, tidak mungkinlah dia mampu mewujudkan kemerdekaannya secara penuh.
Pembatasan juga datang dari masyarakat. Selama orang hidup dakam masyarakat,
pelaksanaan kemerdekaan akan selalu dibatasi oleh pelaksanaan kebebasan orang lain.
Mau tidak mau, dalam hidup masyarakat orang harus mau "memberi" dan "menerima",
alias berkompromi.
Keempat, kaum eksistensialis amat memperhitungkan situasi. Namun, situasi itu
mudah goyah. Kelemahan ini masih diperkuat oleh sikap individualistis yang dipegang
kaum eksistensialis. Bila orang bersandar pada situasi dan diri sendiri saja,
pandangannya menjadi terbatas, lingkup perbuatannya dipersempit, dan pendiriannya
rapuh. Begitulah, etika eksistensialis memiliki unsur-unsur kebaikan yang positif.
Namun, bila tak mengurangi dan melepaskan kelemahan-kelemahannya,
eksistensialisme akan melemahkan arti dan sumbangan-sumbangannya yang memang
berharga.
Nama "eksistensialisme" memang hanya disenangi oleh Jean-Paul Sartre. Filsuf-
filsuf lain dari aliran ini lebih senang disebut "filsuf-eksistensi". Di antara mereka
adalah S. Aabye Kierkegaard (1813-1855), Friedrich Nietzsche (1844-1900), Karl
Jaspers (1883-1969), Martin Heidegger (1889-1976), Gabriel Marcel (1889-1973) dan
M. Merleau-Ponty (1908-1961).
I.Teori Relatifisme
Pernyataan tentang relativisme pertama kali muncul dari filosof sophis,
Protagoras (490-420 BC) lima ratus tahun sebelum Masehi. Pernyataan Protagoras
dikutip oleh Plato: “The way things appear to me, in that way they exist for me; and the
way things appears to you, in that way they exist for you”(Theaetetus 152a). Maksud
kata-kata Protagoras demikian: sesuatu nampak di hadapanku dalam caranya yang khas,
dan dalam cara yang khas itu pula sesuatu ada untukku; demikian juga apabila kamu
berhadapan dengan sesuatu, sesuatu itu secara khas ada untukmu.
Kalimat Protagoras ini mengandaikan satu dua prinsip sederhana untuk
mengertinya. Yaitu, prinsip yang pertama, setiap pengetahuan atau pengenalan
(knowledge) selalu merupakan pengetahuan atau pengenalan akan sesuatu (thing).
Prinsip kedua, setiap pengetahuan berasal dari pengamatan inderawi (as it appears to
me). Pengetahuan saya mengenai langit, i.e., bahwa langit itu biru, memiliki introduksi
instrumen inderawi saya (mata) yang menangkap penampakan langit sebagai demikian.
Tetapi, harus diakui, ketika mata orang lain melihat langit berwarna putih abu-abu (as it
appears to him/her), ia akan berkata bahwa langit tidak biru, melainkan abu-abu.
Tampaknya pemahaman filosof Protagoras ini sederhana. Tetapi, halnya akan
menjadi masalah serius ketika berkaitan dengan ranah persoalan yang lebih luas. Mari
kita memahami sedikit lebih dalam pernyataan Protagoras ini. Karena langit (thing) bisa
biru atau abu-abu atau putih atau hitam atau juga tidak berwarna sekalipun, maka apa
pun yang kita maksudkan untuk menjelaskan pengetahuan kita mengenai warna langit
selalu benar tergantung dari mata yang menangkapnya. Konsekuensi runyamnya, tidak
ada pengetahuan salah. Atau, malahan tidak ada pengetahuan apa-apa tentang langit. Ya
… tidak ada pengetahuan salah, sebab apa pun yang kita katakan mengenai sesuatu
(thing) memiliki relasi dengan indera yang menangkapnya (as it appears).
Inilah asal muasal relativisme. Istilah “relativisme” diambilkan dari bahasa
Latin, relativus, yang artinya “menunjuk ke.” Setiap pengetahuan, menurut paham
relativisme, selalu memiliki rujukan, referensi. Dengan demikian, setiap pengetahuan
memiliki logika dan ranah kebenarannya sendiri bergantung kepada rujukannya.
Relativisme meniadakan kebenaran universal. Jika tidak ada pengetahuan yang
salah, karena setiap pengetahuan memiliki rujukannya sendiri, maka juga tidak ada
pengetahuan yang benar secara universal. Jika tidak ada pengetahuan yang benar secara
universal, tidak perlu ada pendidikan, tidak perlu ada sekolah, tidak perlu ada seminar,
tidak perlu ada pembelajaran, tidak perlu ada diskusi hukum-hukum, tidak perlu ada
komunikasi (malahan). Sebab, semuanya benar belaka. Inilah konsekuensi paling telak
dari relativisme protagorasian.
J.Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak
berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dua sisi
dari uang logam yang sama. Dalam teori etika dulu diberi tekanan terbesar pada
kewajiban, tapi sekarang kita mengalami keadaan sebaliknya, karena sekarang segi hak
paling banyak ditonjolkan.
Biarpun teori hak ini sebetulnya berakar dalam deontologi, namun sekarang ia
mendapat suatu identitas tersendiri dan karena itu pantas dibahas tersendiri pula. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu
teori hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak sekarang begitu
populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang memiliki
harkat tersendiri. Karena itu manusia individual siapapun tidak pernah boleh
dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain.
Menurut perumusan termasyur dari Immanuel Kant : yang sudah kita kenal
sebagai orang yang meletakkan dasar filosofis untuk deontologi, manusia merupakan
suatu tujuan pada dirinya (an end in itself). Karena itu manusia selalu harus dihormati
sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata – mata sebagai
sarana demi tercapainya suatu tujuan lain.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan
salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu
diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk
memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang
yang ada di dalam organisasi.
Dari setiap teori diatas memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
namun terdapat perbedaan pada fokus kajian. Adapun perbedaannya adalah sebagai
berikut:
Etika bisnis mengacu kepada hal yang baik dan yang benar, serta mengajarkan
kepad akita tentang yang mana yang baik dan yanmg buruk. Yang benar dan yang salah
untuk dilakukan didalam dunia bisnis. Etika bisnis menjadi benteng kepada kita agar
kita dapat menjahui perilaku bisnis yang menyimpang yang tentunya akan merugiakn
orang lain.
Setiap pelaku bisnis harus menyandarkan kegiatan bisnis yang dijalankannya
kepada nilai dan norma yang terdapat dan berlaku di dunia bisnis. Etika inilah yang
menjadi rambu-rambu bagi kita semua agar tidak menyimpang dan agar lebih memiliki
tanggung jawab sosial, sehingga kegiatan bisnis yang kita lakukan tidak merugikan
orang lain, bahkan dapat membawa dampak kebaikan kepada orang lain yang ada
disekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Penerapan Etika Bisnis di Indonesia_Dhani Haris_709210018_Manajemen B_09 xxiv
Etika Bisnis
Buku:
Salam Burhanuddin.1996.Etika Sosisal (Asas Moral Dalam Kehidupan
Manusia).Bandung:Penerbit Rineka Cipta
Bahan Kulaih Eika Bisnis Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UNIMED
Internet:
http://www.scibd.com
http://www.wikipedia .com
http://zizou-dhimasblog.blogspot.com/2009/10/bab-ii-teori-etika.html
http://gostadiskusi.blogspot.com/2008/11/bisnis.html
http://initugasku.wordpress.com/2010/03/03/sekilas-teori-etika/
http://filsafatkita.co.id
http://kharismaupnkj.blogspot.com/2009/06/kelebihan-dan-kelemahan-teori.html
http://blograsacola.wordpress.com/2009/01/21/teori-libertarian/