You are on page 1of 15

Evolusi: Doktrin Ateis Berkedok Sains

Catatan Fosil Membantah Evolusi

HARUN YAHYA

Kirim
artikel ini

Segala sesuatu sekecil apapun di alam ini memperlihatkan adanya penciptaan yang luar biasa. Akan
tetapi paham materialisme yang diwakili oleh Darwinisme, yakni teori evolusi, telah bersembunyi
di balik kedok sains untuk menolak fakta penciptaan di alam. Teori yang mengatakan bahwa
kehidupan berasal dari materi tak hidup melalui serangkaian peristiwa kebetulan ini sebenarnya
telah diluluhlantakkan dengan pengakuan bahwa alam ini diciptakan oleh Allah. Seorang
astrofisikawan Amerika, Hugh Ross mengatakan hal ini:

"Atheisme, Darwinisme, dan bahkan bisa dikatakan semua "isme-isme" yang lahir dari filsafat-
filsafat abad ke-18 hingga abad ke-20 dibangun di atas sebuah asumsi, yakni asumsi yang salah,
bahwa jagat raya adalah kekal dan tak hingga. Keganjilan ini telah menempatkan kita berhadap-
hadapan dengan sebab - atau penyebab - di luar/di balik/di hadapan alam semesta dan segala isinya,
termasuk kehidupan itu sendiri."

Kendatipun doktrin evolusi telah ada sejak jaman Yunani kuno, teori evolusi dikemukakan secara
lebih mendalam di abad 19. Yang menjadikan teori tersebut sebagai bahasan terpenting dalam dunia
ilmiah adalah kemunculan buku "The Origin of Species" karya Charles Darwin di tahun 1859.
Dalam buku ini, Darwin mengingkari penciptaan spesies yang berbeda-beda jenis secara terpisah
oleh Allah seraya mengatakan bahwa semua makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang yang
sama yang kemudian berkembang menjadi spesies-spesies yang berbeda dalam kurun waktu yang
lama melalui perubahan bentuk sedikit demi sedikit.

Kalau memang demikian yang terjadi, maka seharusnya pernah terdapat sangat banyak spesies
peralihan selama periode perubahan yang panjang ini. Sebagai contoh, seharusnya terdapat
beberapa jenis makhluk setengah ikan-setengah reptil di masa lampau, dengan beberapa ciri reptil
sebagai tambahan pada ciri ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya terdapat beberapa jenis
burung-reptil dengan beberapa ciri burung di samping ciri reptil yang telah mereka miliki.
Evolusionis menyebut makhluk-makhluk khayalan yang mereka yakini hidup di masa lalu ini
sebagai bentuk "transisi"
Jika binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka seharusnya mereka muncul dalam
jumlah dan variasi sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi, sisa-sisa makhluk-makhluk
aneh ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah bentuk-bentuk peralihan ini pun semestinya jauh
lebih besar daripada spesies binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya diketemukan di
seluruh penjuru dunia. Dalam "The Origin of Species" Darwin menjelaskan:

"Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang tak terhitung
jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama…Sudah tentu bukti
keberadaan mereka di masa lampau hanya dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan fosil."

Teori Darwin sama sekali tidak didasarkan pada penemuan ilmiah yang nyata sebagaimana yang
diakuinya, jadi ini hanya sekedar "dugaan". Di samping itu, sebagaimana yang diakui Darwin dalam
satu bab panjang berjudul "Difficulties of the Theory (Kesulitan-Kesulitan Teori Ini)" dalam buku
"The Origin of Species" di mana ia mengatakan:

"…Jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit,
mengapa kita tidak melihat sejumlah besar bentuk transisi di manapun? Mengapa alam tidak berada
dalam keadaan kacau balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup dengan bentuk
sebaik-baiknya?… Menurut teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah besar, tetapi
mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah yang tidak terhitung?
… Dan pada daerah peralihan, yang memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita
temukan jenis-jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? Telah lama kesulitan ini sangat
membingungkan saya."

Ini berarti bahwa: Allah tidak menciptakan makhluk hidup melalui proses evolusi!

Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan
(penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk… (QS. Al-
A'laa, 87:1-3)

Kebohongan Ilmiah

Allah swt telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna, begitu pula berbagai jenis
makhluk hidup yang ada di bumi, masing-masing diciptakan Allah dengan bentuknya yang khusus
dan telah sempurna.

Namun, sepanjang sejarah hingga zaman ini, masih saja kita temui golongan yang menentang fakta
ini. Mereka memunculkan teori tandingan yang tidak memiliki bukti ilmiah nyata. Dengan kedok
sains, para ilmuwan ini bahkan berani terang-terangan berbohong dan mengingkari fakta penciptaan
tiap-tiap jenis makhluk hidup secara khusus dan sempurna, termasuk manusia. Di bawah ini adalah
sedikit dari sekian banyak kebohongan dan manipulasi ilmiah yang ada di dunia sains:

Manusia Piltdown: Fosil palsu!

Manusia Piltdown: Fosil palsu yang dibuat dengan menempelkan rahang Orang Utan pada
tengkorak manusia. Agar tampak kuno, fosil ini dicelup dalam larutan potasium dikromat.

Pada tahun 1912, seorang dokter terkenal yang juga ahli paleoantropologi amatir, Charles Dawson,
mengklaim telah menemukan tulang rahang dan fragment tengkorak di dalam sebuah lubang di
Piltdown, Inggris. Kendatipun gigi dan tengkoraknya terlihat berasal dari manusia, akan tetapi
tulang rahang tersebut lebih menyerupai kera. Spesimen ini lalu dinamakan "Manusia Piltdown".
Fosil yang diduga berusia 500 ribu tahun ini dipajang di beberapa museum sebagai bukti kuat
terjadinya evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun, telah banyak artikel ilmiah tentang
"Manusia Piltdown" ditulis, sejumlah penafsiran dan gambar dibuat, dan fosil tersebut dikemukakan
sebagai bukti penting yang menunjukkan terjadinya evolusi manusia. Tidak kurang dari 500 tesis
doktor mengenai subyek ini telah dihasilkan. Seorang ahli paleoantropologi asal Amerika, Henry
Fairfield Osborn, ketika berkunjung ke British Museum di tahun 1935 berkomentar: "…kita harus
selalu diingatkan bahwa alam dipenuhi keanehan, dan ini adalah sebuah temuan yang
mengejutkan tentang manusia prasejarah…"

Pada tahun 1949, Kenneth Oakley dari departemen paleontologi British Museum mencoba
melakukan "pengujian fluorin", metode baru yang digunakan untuk menentukan umur fosil-fosil
kuno. Setelah pengujian fluorin dilakukan pada fosil manusia Piltdown, hasilnya sungguh
mengejutkan. Ternyata tulang rahang Manusia Piltdown tidak mengandung fluorin. Ini berarti
tulang rahang tersebut terkubur kurang dari beberapa tahun yang lalu. Sedangkan tengkoraknya
yang hanya mengandung fluorin dalam kadar rendah menunjukkan bahwa umurnya hanya beberapa
ribu tahun.

Penemuan selanjutnya mengungkapkan bahwa gigi pada tulang rahang berasal dari orang utan yang
direkayasa agar tampak usang, dan bahwa peralatan-peralatan "primitif" yang ditemukan bersama
fosil tersebut hanyalah imitasi sederhana yang telah diasah dengan menggunakan peralatan baja.
Berdasarkan hasil penelitian terperinci yang dilakukan oleh Weiner, pemalsuan ini kemudian
diumumkan tahun 1953. Tengkorak tersebut ternyata milik manusia yang hanya berusia 500 tahun,
sedangkan tulang rahang pada fosil tersebut ternyata milik kera yang baru saja mati! Kemudian
gigi-gigi pada fosil telah disusun berderet dan ditempatkan pada rahangnya secara khusus, dan
sendinya dirancang menyerupai sendi manusia. Lalu semua bagian diwarnai dengan potasium
dikromat agar tampak kuno. Warna ini memudar ketika fosil palsu tersebut dicelup dalam larutan
asam. Le Gros Clark, anggota tim yang membongkar skandal penipuan ini, tidak mampu
menyembunyikan rasa kagetnya atas kejadian tersebut dan berkomentar: "bukti-bukti abrasi tiruan
dengan segera tampak di depan mata. Begitu gamblangnya sampai-sampai patut dipertanyakan
bagaimana hal ini sampai bisa lolos dari pengamatan sebelumnya?"

Setelah skandal ini terbongkar, fosil "Manusia Piltdown" dengan segera disingkirkan dari British
Museum setelah lebih dari 40 tahun dipajang.

Manusia Nebraska: Gigi Babi!

Lukisan di atas dibuat hanya berdasarkan fosil satu gigi dan


diterbitkan di majalah Illustrated London News edisi 24 Juli 1922.
Akan tetapi, kaum evolusionis sangat kecewa ketika terungkap
bahwa gigi ini ternyata bukan milik makhkluk mirip kera atau
manusia, tetapi berasal dari spesies babi yang telah punah.

Di tahun 1922, Henry Fairfield Osborn, manajer American Museum of Natural History,
mengumumkan telah menemukan sebuah fosil gigi geraham yang berasal dari periode Pliosin, di
Nebraska Barat dekat Snake Brook. Gigi ini dinyatakan memiliki ciri gigi manusia dan gigi kera.
Argumentasi ilmiah yang seru pun terjadi. Sebagian orang menafsirkan gigi ini berasal dari
Pithecanthropus erectus, sedangkan sebagian yang lain menyatakan gigi tersebut lebih mirip gigi
manusia. Selain diberi nama "Manusia Nebraska", fosil yang memunculkan polemik sengit ini
diberi "nama ilmiah": Hesperopithecus haroldcooki.

Banyak ahli yang memberikan dukungan kepada Osborn. Berdasarkan satu gigi ini, rekonstruksi
kepala dan tubuh Manusia Nebraska pun digambar. Lebih jauh, Manusia Nebraska bahkan dilukis
bersama dengan istri dan anak-anaknya sebagai sebuah keluarga dengan latar belakang
pemandangan alam.

Semua skenario ini dibangun berdasarkan atas fosil satu gigi saja. Evolusionis (golongan yang
mempercayai teori evolusi) begitu meyakini keberadaan "manusia bayangan" ini, hingga ketika
seorang peneliti bernama William Bryan menolak penafsiran yang menyimpang ini, ia dikritik
dengan pedas.

Di tahun 1927, bagian lain dari kerangkanya diketemukan. Berdasarkan serpihan tulang ini, gigi
tersebut ternyata bukan berasal dari kera ataupun manusia, akan tetapi milik spesies babi liar
Amerika yang telah punah bernama prosthennops. William Gregory memberi judul artikelnya yang
dimuat majalah Science dengan: "Hesperopithecus: Apparently Not An Ape Nor A Man
(Hesperopithecus: Ternyata Bukan Kera Ataupun Manusia)". Dalam tulisan tersebut ia
mengumumkan kekeliruan ini. Segera setelah kejadian itu, semua gambar Hesperopithecus
haroldcooki dan "keluarganya" segera dihapus dari literatur evolusi.

Ota Benga: Bunuh Diri Karena Merana

OTA BENGA:
"Orang Pigmi di Kebun Binatang"

Setelah Darwin mengklaim bahwa manusia berevolusi dari makhluk hidup mirip kera dalam
bukunya The Descent of Man, ia lalu mulai mencari fosil-fosil yang mendukung argumentasinya.
Sejumlah evolusionis bahkan percaya bahwa makhluk "separo manusia-separo kera" tidak hanya
ditemukan dalam bentuk fosil, tetapi juga dalam keadaan masih hidup di berbagai tempat di bumi.
Di awal abad 20, pencarian "mata rantai transisi yang masih hidup" ini menghasilkan sejumlah
peristiwa yang mengenaskan, dan yang paling tidak berperikemanusiaan di antaranya adalah yang
menimpa seorang Pigmi (suku di Afrika Tengah dengan tinggi badan rata-rata kurang dari 127 cm)
bernama Ota Benga.

Ota Benga ditangkap di tahun 1904 oleh seorang peneliti evolusionis di Kongo, Afrika. Dalam
bahasanya, Ota Benga berarti "teman". Ia memiliki seorang istri dan dua anak. Dengan dirantai dan
ditempatkan dalam kurungan, ia dibawa ke Amerika Serikat. Di sana para ilmuwan evolusionis
memamerkannya di hadapan khalayak ramai pada Pekan Raya Dunia di St. Louis bersama spesies
kera lain dan memperkenalkannya sebagai "mata rantai transisi terdekat dengan manusia". Dua
tahun kemudian, ia dibawa ke Kebun Binatang Bronx di New York di mana ia dipamerkan dalam
kelompok "nenek moyang manusia" bersama beberapa sipanse, gorila bernama Dinah, dan orang
utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, seorang evolusionis direktur kebun binatang
tersebut memberikan sambutan panjang lebar tentang betapa bangganya ia mempunyai "bentuk
transisi" yang luar biasa tersebut di kebun binatangnya dan memperlakukan Ota Benga dalam
kandang bak seekor binatang. Setelah tidak tahan dengan perlakuan ini, Ota Benga akhirnya bunuh
diri.

Sumber:

1. Harun Yahya: Before You Regret, Al-Attique Publishers Inc. Canada, 2001, hal.: 62-64.
2. Harun Yahya: Keruntuhan Teori Evolusi, Dzikra Bandung, 2001, hal.: 20-30.

Pengertian & Arti Definisi Evolusi Serta Jenis dan Macam


Evolusi: Evolusi Kosmik dan Evolusi Organik - Pengetahuan
Sains Biologi
Sun, 08/10/2006 - 8:24pm — godam64

Evolusi adalah merupakan kata yang berasal dari bahasa latin yang artinya membuka gulungan atau
membuka lapisan. Kemudian bahasa itu diserap menjadi bahasa inggris evolution yang berarti
perkembangan secara bertahap.

Pada teori evolusi berpendapat bahwa terjadi perubahan pada makluk hidup menyimpang dari struktur
awal dalam jumlah yang banyak beraneka ragam dan kemudian menyebabkan terjadinya dua
kemungkinan. Yang pertama adalah makhluk hidup yang berubah akan mampu bertahan dan tidak
punah atau disebut juga dengan istilah evolusi progresif. Sedangkan kemungkinan atau opsi yang
kedua adalah mahluk hidup yang berubah atau berevolusi tadi gagal bertahan hidup dan akhirnya
punah atau disebut dengan evolusi regresif.

A. Pengertian Evolusi Berdasarkan Ilmu Sejarah

Evolusi adalah perkembangan ekonomi, sosial dan politik tanpa adanya paksaan dari waktu ke waktu
secara sedikit demi sedikit dan dalam jangka waktu yang lama.

B. Pengertian Evolusi Menurut Ilmu IPA / Ilmu Pengetahuan Alam

Evolusi adalah perkembangan makhluk hidup dari bentuk yang sederhana ke betuk yang lebih
kompleks menuju kesempurnaan secara bertahap dan memakan waktu yang sangat lama. Contoh dari
binatang atau hewan kera menjadi manusia, ikan menjadi reptil, dan lain sebagainya.

C. Jenis-Jenis dan Macam-Macam Evolusi di Alam

1. Evolusi Kosmik
Evolusi kosmik adalah evolusi yang terjadi pada lingkungan abiotik atau lingkungan tidak hidup / tak
hidup.

2. Evolusi Organik / Organis


Evolusi organik adalah evolusi yang terjadi pada lingkungan biotik pada mahluk hidup dari generasi
ke generasi.

---

Tambahan :

Evolusi pada makhluk hidup adalah sudah terbukti tidak benar. Apabila anda masih menemukan
pelajaran atau media yang mengulas evolusi, itu dinamakan propaganda atau doktrin dari para atheis
untuk mengaburkan agama anda. Evolusi adalah teori yang gagal.

Temukan artikel evolusi lainnya melalui fitur search atau pencarian di situs organisasi.org ini. Thanks

TEORI EVOLUSI: PENIPUAN ILMIAH


PALING TERSOHOR SEPANJANG
SEJARAH

TEORI EVOLUSI: PENIPUAN ILMIAH PALING TERSOHOR


SEPANJANG SEJARAH
Sebagian orang yang pernah mendengar "teori evolusi" atau "Darwinisme" mungkin beranggapan
bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi dan tidak berpengaruh
sedikit pun terhadap kehidupan sehari-hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih
dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan
sebagian besar manusia. Filsafat tersebut adalah "materialisme", yang mengandung sejumlah
pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka bumi.
Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari
segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme
mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta.

Di abad ke-20, teori evolusi telah terbantahkan tidak hanya oleh ilmu biologi molekuler, tapi juga oleh
paleontologi, yakni ilmu tentang fosil. Tidak ada sisa fosil yang mendukung evolusi yang pernah
ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di seluruh penjuru dunia

Fosil adalah sisa jasad makhluk hidup yang pernah hidup di masa lampau. Bentuk dan susunan
kerangka makhluk hidup, yang tubuhnya segera terlindungi dari sentuhan udara, dapat terawetkan
secara utuh. Sisa kerangka ini memberi kita keterangan tentang sejarah kehidupan di bumi. Jadi,
catatan fosil lah yang memberikan jawaban ilmiah terhadap pertanyaan seputar asal usul makhluk
hidup.

PENDAPAT DARWIN

Teori evolusi menyatakan bahwa semua makhluk hidup yang beraneka ragam berasal dari satu nenek
moyang yang sama. Menurut teori ini, kemunculan makhluk hidup yang begitu beragam terjadi
melalui variasi-variasi kecil dan bertahap dalam rentang waktu yang sangat lama. Teori ini
menyatakan bahwa awalnya makhluk hidup bersel satu terbentuk. Selama ratusan juta tahun
kemudian, makhluk bersel satu ini berubah menjadi ikan dan hewan invertebrata (tak bertulang
belakang) yang hidup di laut. Ikan-ikan ini kemudian diduga muncul ke daratan dan berubah menjadi
reptil. Dongeng ini pun terus berlanjut, dan seterusnya sampai pada pernyataan bahwa burung dan
mamalia berevolusi dari reptil.

Seandainya pendapat ini benar, mestinya terdapat sejumlah besar “spesies peralihan” (juga disebut
sebagai spesies antara, atau spesies mata rantai) yang menghubungkan satu spesies dengan spesies
yang lain yang menjadi nenek moyangnya. Misalnya, jika reptil benar-benar telah berevolusi menjadi
burung, maka makhluk separuh-burung separuh-reptil dengan jumlah berlimpah mestinya pernah
hidup di masa lalu. Di samping itu, makhluk peralihan ini mestinya memiliki organ dengan bentuk
yang belum sempurna atau tidak lengkap. Darwin menamakan makhluk dugaan ini sebagai “bentuk-
bentuk peralihan antara”.

Skenario evolusi juga mengatakan bahwa ikan, yang berevolusi dari invertebrata, di kemudian hari
merubah diri mereka sendiri menjadi amfibi yang dapat hidup di darat. (Amfibi adalah hewan yang
dapat hidup di darat dan di air, seperti katak). Tapi, sebagaimana yang ada dalam benak Anda, skenario
ini pun tidak memiliki bukti. Tak satu fosil pun yang menunjukkan makhluk separuh ikan separuh
amfibi pernah ada.

Dia saat mengemukakan teori ini, ia tidak dapat menunjukkan bukti-bukti fosil bentuk peralihan ini.
Dengan kata lain, Darwin sekedar menyampaikan dugaan yang tanpa disertai bukti.

COELACANTH TERNYATA MASIH HIDUP

Hingga 70 tahun yang lalu, evolusionis mempunyai fosil ikan yang mereka yakini sebagai "nenek
moyang hewan-hewan darat". Namun, perkembangan ilmu pengetahuan meruntuhkan seluruh
pernyataan evolusionis tentang ikan ini. Ketiadaan fosil bentuk peralihan antara ikan dan amfibi
adalah fakta yang juga diakui oleh para evolusionis hingga kini. Namun, sampai sekitar 70 tahun yang
lalu, fosil ikan yang disebut coelacanth diterima sebagai bentuk peralihan antara ikan dan hewan darat.
Evolusionis menyatakan bahwa coelacanth, yang diperkirakan berumur 410 juta tahun, adalah bentuk
peralihan yang memiliki paru-paru primitif, otak yang telah berkembang, sistem pencernaan dan
peredaran darah yang siap untuk berfungsi di darat, dan bahkan mekanisme berjalan yang primitif.
Penafsiran evolusi ini diterima sebagai kebenaran yang tak perlu diperdebatkan lagi di dunia ilmiah
hingga akhir tahun 1930-an.

Namun, pada tanggal 22 Desember 1938, penemuan yang sangat menarik terjadi di Samudra Hindia.
Seekor ikan dari famili coelacanth, yang sebelumnya diajukan sebagai bentuk peralihan yang telah
punah 70 juta tahun yang lalu, berhasil ditangkap hidup-hidup! Tak diragukan lagi, penemuan ikan
coelacanth "hidup" ini memberikan pukulan hebat bagi para evolusionis. Ahli paleontologi
evolusionis, J. L. B. Smith, mengatakan ia tidak akan terkejut lagi jika bertemu dengan seekor
dinosaurus yang masih hidup. (Jean-Jacques Hublin, The Hamlyn Encyclopædia of Prehistoric
Animals, New York: The Hamlyn Publishing Group Ltd., 1984, hal. 120). Pada tahun-tahun
berikutnya, 200 ekor coelacanth berhasil ditangkap di berbagai tempat berbeda di seluruh dunia.

BERAKHIRNYA SEBUAH MITOS


Coelacanth ternyata masih hidup!
Tim yang menangkap coelacanth
hidup pertama di Samudra Hindia
pada tanggal 22 Desember 1938
terlihat di sini bersama ikan tersebut
Keberadaan coelacanth yang masih hidup mengungkapkan sejauh mana evolusionis dapat mengarang
skenario khayalan mereka. Bertentangan dengan pernyataan mereka, coelacanth ternyata tidak
memiliki paru-paru primitif dan tidak pula otak yang besar. Organ yang dianggap oleh peneliti
evolusionis sebagai paru-paru primitif ternyata hanyalah kantung lemak. (Jacques Millot, "The
Coelacanth", Scientific American, Vol 193, December 1955, hal. 39). Terlebih lagi, coelacanth, yang
dikatakan sebagai "calon reptil yang sedang bersiap meninggalkan lautan untuk menuju daratan", pada
kenyataannya adalah ikan yang hidup di dasar samudra dan tidak pernah mendekati rentang
kedalaman 180 meter dari permukaan laut. (Bilim ve Teknik (Science and Technology), November
1998, No. 372, hal. 21).

MANUSIA BERAHANG KERA

Tengkorak Manusia Piltdown dikemukakan kepada dunia selama lebih dari 40 tahun sebagai bukti
terpenting terjadinya "evolusi manusia". Akan tetapi, tengkorak ini ternyata hanyalah sebuah
kebohongan ilmiah terbesar dalam sejarah.

Rekonstruksi tengkorak manusia


Piltdown yang pernah
diperlihatkan di berbagai museum

Pada tahun 1912, seorang dokter


terkenal yang juga ilmuwan
paleoantropologi amatir, Charles
Dawson, menyatakan dirinya telah
menemukan satu tulang rahang dan satu
fragmen tengkorak dalam sebuah lubang
di Piltdown, Inggris. Meskipun tulang rahangnya lebih menyerupai kera, gigi dan tengkoraknya
menyerupai manusia. Spesimen ini diberi nama "Manusia Piltdwon". Fosil ini diyakini berumur
500.000 tahun, dan dipamerkan di berbagai museum sebagai bukti nyata evolusi manusia. Selama
lebih dari 40 tahun, banyak artikel ilmiah telah ditulis tentang "Manusia Piltdown", sejumlah besar
penafsiran dan gambar telah dibuat, dan fosil ini diperlihatkan sebagai bukti penting evolusi manusia.
Tidak kurang dari 500 tesis doktoral telah ditulis tentang masalah ini. (Malcolm Muggeridge, The End
of Christendom, Grand Rapids, Eerdmans, 1980, hal. 59.)

Pada tahun 1949, Kenneth Oakley dari departemen paleontologi British Museum mencoba melakukan
"uji fluorin", sebuah cara uji baru untuk menentukan umur sejumlah fosil kuno. Pengujian dilakukan
pada fosil Manusia Piltdown. Hasilnya sungguh mengejutkan. Selama pengujian, diketahui ternyata
tulang rahang Manusia Piltdown tidak mengandung fluorin sedikit pun. Ini menunjukkan tulang
tersebut telah terkubur tak lebih dari beberapa tahun yang lalu. Sedangkan tengkoraknya, yang
mengandung sejumlah kecil fluorin, menunjukkan umurnya hanya beberapa ribu tahun.

Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa Manusia Piltdown merupakan penipuan ilmiah terbesar
dalam sejarah. Ini adalah tengkorak buatan; tempurungnya berasal dari seorang lelaki yang hidup 500
tahun yang lalu, dan tulang rahangnya adalah milik seekor kera yang belum lama mati! Kemudian
gigi-giginya disusun dengan rapi dan ditambahkan pada rahang tersebut, dan persendi-annya diisi agar
menyerupai pada manusia. Kemudian seluruh bagian ini diwarnai dengan potasium dikromat untuk
memberinya penampakan kuno.
Le Gros Clark, salah seorang anggota tim yang mengungkap pemalsuan ini, tidak mampu
menyembunyikan keterkejutannya dan mengatakan: "bukti-bukti abrasi tiruan segera tampak di depan
mata. Ini terlihat sangat jelas sehingga perlu dipertanyakan - bagaimana hal ini dapat luput dari
penglihatan sebelumnya?" (Stephen Jay Gould, "Smith Woodward's Folly", New Scientist, 5 April
1979, hal. 44) Ketika kenyataan ini terungkap, "Manusia Piltdown" dengan segera dikeluarkan dari
British Museum yang telah memamerkannya selama lebih dari 40 tahun.

Manusia Piltdown
merupakan pemalsuan yang
dilakukan dengan
merekatkan rahang kera pada
tengkorak manusia

Skandal Piltdown dengan jelas


memperlihat-kan bahwa tidak
ada yang dapat menghentikan
para evolusionis dalam rangka
membuktikan teori-teori mereka. Bahkan, skandal ini menunjukkan para evolusionis tidak memiliki
penemuan apa pun yang mendukung teori mereka. Karena mereka tidak memiliki bukti apa pun,
mereka memilih untuk membuatnya sendiri.

KEKELIRUAN PEMIKIRAN TENTANG REKAPITULASI

Teori Haeckel ini menganggap bahwa embrio hidup mengalami ulangan proses evolusi seperti yang
dialami moyang-palsunya. Haeckel berteori bahwa selama perkembangan di dalam rahim ibunya,
embrio manusia kali pertama memperlihatkan sifat-sifat seekor ikan, lalu reptil, dan akhirnya manusia.

Sejak itu telah dibuktikan bahwa teori ini sepenuhnya omong kosong. Kini telah diketahui bahwa
“insang-insang” yang disangka muncul pada tahap-tahap awal embrio manusia ternyata adalah taraf-
taraf awal saluran telinga dalam, kelenjar paratiroid, dan kelenjar gondok. Bagian embrio yang
diserupakan dengan “kantung kuning telur” ternyata kantung yang menghasilkan darah bagi si janin.
Bagian yang dikenali sebagai “ekor” oleh Haeckel dan para pengikutnya sebenarnya tulang belakang,
yang mirip ekor hanya karena tumbuh mendahului kaki.

Inilah fakta-fakta yang diterima luas di dunia lmiah, dan bahkan telah diterima oleh para evolusionis
sendiri. Dua pemimpin neo-Darwinis, George Gaylord Simpson dan W. Beck telah mengakui:

Haeckel keliru menyatakan azas evolusi yang terlibat. Kini telah benar-benar diyakini bahwa ontogeni
tidak mengulangi filogeni

Segi menarik lain dari


“rekapitulasi” adalah Ernst
Haeckel sendiri, seorang pemalsu
yang mereka-reka gambar-
gambar demi mendukung teori
yang diajukannya. Pemalsuan Haeckel bermaksud menunjukkan bahwa embrio-embrio ikan dan
manusia mirip satu sama lain.

Pada terbitan 5 September


1997 majalah ilmiah Science,
sebuah artikel diterbitkan
yang mengungkapkan bahwa
gambar-gambar embrio
Haeckel adalah karya
penipuan. Artikel berjudul
“Haeckel’s Embryos: Fraud
Rediscovered” (Embrio-
embrio Haeckel:
Mengungkap Ulang Sebuah
Penipuan) ini mengatakan:

Kesan yang dipancarkan


[gambar-gambar Haeckel]
itu, bahwa embrio-embrio
persis serupa, adalah keliru,
kata Michael Richardson,
seorang ahli embriologi pada St. George’s Hospital Medical School di London… Maka, ia dan para
sejawatnya melakukan penelitian perbandingan, memeriksa kembali dan memfoto embrio-embrio
yang secara kasar sepadan spesies dan umurnya dengan yang dilukis Haeckel.Sim salabim dan
perhatikan! Embrio-embrio “sering dengan mengejutkan tampak berbeda,” lapor Richardson dalam
Anatomy and Embryology terbitan Agustus [1997].

Pada terbitan 5
September 1997,
majalah terkemuka
Science
menyajikan sebuah
artikel yang
menyingkapkan
bahwa gambar-
gambar embrio
milik Haeckel telah
dipalsukan. Artikel
ini
menggambarkan
bagaimana embrio-
embrio sebenarnya
sangat berbeda satu
sama lain...
Penelitian di
tahun-tahun
terakhir telah
menunjukkan
bahwa embrio-
embrio dari spesies
yang berbeda tidak saling mirip, seperti yang ditunjukkan Haeckel. Perbedaan besar di antara
embrio-embrio mamalia, reptil, dan kelelawar di atas adalah contoh nyata hal ini

Sciencemenjelaskan bahwa, demi menunjukkan bahwa embrio-embrio memiliki kemiripan, Haeckel


sengaja menghilangkan beberapa organ dari gambar-gambarnya atau menambahkan organ-organ
khayalan. Belakangan, di dalam artikel yang sama, informasi berikut ini diungkapkan:

Bukan hanya menambahkan atau mengurangi ciri-ciri, lapor Richardson dan para sejawatnya, namun
Haeckel juga mengubah-ubah ukuran untuk membesar-besarkan kemiripan di antara spesies-spesies,
bahkan ketika ada perbedaan 10 kali dalam ukuran. Haeckel mengaburkan perbedaan lebih jauh
dengan lalai menamai spesies dalam banyak kesempatan, seakan satu wakil sudah cermat bagi
keseluruhan kelompok hewan. Dalam kenyataannya, Richardson dan para sejawatnya mencatat,
bahkan embrio-embrio hewan yang berkerabat dekat seperti ikan cukup beragam dalam penampakan
dan urutan perkembangannya.

Artikel Sciencemembahas bagaimana pengakuan-pengakuan Haeckel atas masalah ini ditutup-tutupi


sejak awal abad ke-20, dan bagaimana gambar-gambar palsu ini mulai disajikan sebagai fakta ilmiah
di dalam buku-buku acuan:

Pengakuan Haeckel lenyap setelah gambar-gambarnya kemudian digunakan dalam sebuah buku tahun
1901 berjudul Darwin and After Darwin (Darwin dan Sesudahnya) dan dicetak ulang secara luas di
dalam buku-buku acuan biologi berbahasa Inggris.

Singkatnya, fakta bahwa gambar-gambar Haeckel dipalsukan telah muncul di tahun 1901, tetapi
seluruh dunia ilmu pengetahuan terus diperdaya olehnya selama satu abad.

TATKALA MANUSIA MENCARI NENEK MOYANGNYA

Walaupun para evolusionis tidak berhasil menemukan bukti ilmiah untuk mendukung teori mereka,
mereka sangat berhasil dalam satu hal: propaganda. Unsur paling penting dari propaganda ini adalah
gambar-gambar palsu dan bentuk tiruan yang dikenal dengan "rekonstruksi".

Rekonstruksi dapat diartikan sebagai membuat lukisan atau membangun model makhluk hidup
berdasarkan satu potong tulang yang ditemukan dalam penggalian. "Manusia-manusia kera" yang kita
lihat di koran, majalah atau film semuanya adalah rekonstruksi.
Ketika mereka tidak mampu menemukan makhluk "setengah manusia setengah kera" dalam catatan
fosil, mereka memilih membohongi masyarakat dengan membuat gambar-gambar palsu.

Persis seperti pernyataan evolusionis yang lain tentang asal-usul makhluk hidup, pernyataan mereka
tentang asal-usul manusia pun tidak memiliki landasan ilmiah. Berbagai penemuan menunjukkan
bahwa "evolusi manusia" hanyalah dongeng belaka.

Darwin
mengemukakan
pernyataannya bahwa
manusia dan kera
berasal dari satu nenek
moyang yang sama
dalam bukunya The Descent of Man yang terbit tahun 1971. Sejak saat itu, para pengikut Darwin telah
berusaha untuk memperkuat kebenaran pernyataan tersebut. Tetapi, walaupun telah melakukan
berbagai penelitian, pernyataan "evolusi manusia" belum pernah dilandasi oleh penemuan ilmiah yang
nyata, khususnya di bidang fosil.

Penemuan ini jelas menunjukkan pendapat tentang sifat-sifat perolehan yang terkumpul dari satu
keturunan ke turunan berikutnya, sehingga memunculkan spesies baru, tidaklah mungkin. Dengan kata
lain, mekanisme seleksi alam rumusan Darwin tidak berkemampuan mendorong terjadinya evolusi.
Jadi, teori evolusi Darwin sesungguhnya telah ambruk sejak awal di abad ke-20 dengan ditemukannya
ilmu genetika. Segala upaya lain dari para pendukung evolusi di abad ke-20 selalu gagal.

Teori evolusi
menyatakan bahwa
kelompok makhluk
hidup yang berbeda-
beda (filum) terbentuk
dan berkembang dari
satu nenek moyang
bersama, dan berubah
menjadi bentuk yang
semakin berbeda satu
sama lain seiring
berlalunya waktu.
Gambar paling atas
menampilkan
pernyataan ini, yang
dapat digambarkan
menyerupai proses
percabangan pohon.
Namun, fakta catatan
fosil malah membuktikan kebalikannya. Sebagaimana diperlihatkan gambar paling bawah,
beragam kelompok makhluk hidup muncul serentak dan tiba-tiba dengan ciri tubuh masing-
masing yang khas. Sekitar 100 filum mendadak muncul di zaman Kambrium. Setelah itu, jumlah
mereka menurun (karena punahnya sejumlah filum) , dan bukannya meningkat.

YANG TERSEMBUNYI DI BALIK PERCOBAAN MILLER

Penelitian yang paling diterima luas


tentang asal usul kehidupan adalah
percobaan yang dilakukan peneliti
Amerika, Stanley Miller, di tahun 1953.
(Percobaan ini juga dikenal sebagai
“percobaan Urey-Miller” karena
sumbangsih pembimbing Miller di
University of Chicago, Harold Urey).
Percobaan inilah satu-satunya “bukti”
milik para evolusionis yang digunakan untuk membuktikan pendapat tentang “evolusi kimiawi”.
Mereka mengemukakannya sebagai tahapan awal proses evolusi yang mereka yakini, yang akhirnya
memunculkan kehidupan.

Melalui percobaan, Stanley Miller bertujuan membuktikan bahwa di bumi yang tak berkehidupan
miliaran tahun lalu, asam amino, satuan molekul pembentuk protein, dapat terbentuk dengan
sendirinya secara alamiah tanpa campur tangan sengaja apa pun di luar kekuatan alam. Dalam
percobaannya, Miller menggunakan campuran gas yang ia yakini terdapat pada bumi purba (yang
kemudian terbukti tidak tepat). Campuran ini terdiri dari gas amonia, metana, hidrogen, dan uap air.
Karena gas-gas ini takkan saling bereaksi dalam lingkungan alamiah, ia menambahkan energi ke
dalamnya untuk memicu reaksi antar gas-gas tersebut. Dengan beranggapan energi ini dapat berasal
dari petir pada atmosfer purba, ia menggunakan arus listrik untuk tujuan tersebut.

Atmosfer purba yang Miller coba tiru dalam percobaannya tidaklah sesuai dengan kenyataan. Di tahun
1980-an, para ilmuwan sepakat bahwa seharusnya gas nitrogen dan karbon dioksidalah yang
digunakan dalam lingkungan buatan itu dan bukan metana serta amonia.

Ilmuwan Amerika, J. P. Ferris dan C. T. Chen mengulangi percobaan Miller dengan menggunakan
lingkungan atmosfer yang berisi karbon dioksida, hidrogen, nitrogen, dan uap air; dan mereka tidak
mampu mendapatkan bahkan satu saja molekul asam amino. (J. P. Ferris, C. T. Chen,
"Photochemistry of Methane, Nitrogen, and Water Mixture As a Model for the Atmosphere of the
Primitive Earth," Journal of American Chemical Society, vol. 97:11, 1975, h. 2964.)

Terdapat sejumlah temuan yang menunjukkan bahwa kadar oksigen di atmosfer kala itu jauh lebih
tinggi daripada yang sebelumnya dinyatakan para evolusionis. Berbagai penelitian juga menunjukkan,
jumlah radiasi ultraviolet yang kala itu mengenai bumi adalah 10.000 lebih tinggi daripada perkiraan
para evolusionis. Radiasi kuat ini dipastikan telah membebaskan oksigen dengan cara menguraikan
uap air dan karbon dioksida di atmosfer.
Keadaan ini sama sekali bertentangan dengan percobaan Miller, di mana oksigen sama sekali
diabaikan. Jika oksigen digunakan dalam percobaannya, metana akan teruraikan menjadi karbon
dioksida dan air, dan amonia akan menjadi nitrogen dan air. Sebaliknya, di lingkungan bebas oksigen,
takkan ada pula lapisan ozon; sehingga asam-asam amino akan segera rusak karena terkena sinar
ultraviolet yang paling kuat tanpa perlindungan dari lapisan ozon. Dengan kata lain, dengan atau tanpa
oksigen di bumi purba, hasilnya adalah lingkungan mematikan yang bersifat merusak bagi asam
amino.

Anehnya, mengapa percobaan Miller masih saja dimuat di buku-buku pelajaran dan dianggap sebagai
bukti penting asal usul kehidupan secara kimiawi? Ini sekali lagi menunjukkan betapa evolusi
bukanlah teori ilmiah, melainkan keyakinan buta yang tetap dipertahankan meskipun bukti
menunjukkan hal sebaliknya.

Kalangan masyarakat awam adalah yang umumnya tidak mengetahui kenyataan ini, dan menganggap
pernyataan evolusi manusia didukung oleh berbagai bukti kuat. Anggapan yang salah tersebut terjadi
karena masalah ini seringkali dibahas di media masa dan disampaikan sebagai fakta yang telah
terbukti. Tetapi mereka yang benar-benar ahli di bidang ini mengetahui bahwa kisah "evolusi manusia"
tidak memiliki dasar ilmiah.Hamdan Nasrullah

ARTIKEL: Keruntuhan Teori Evolusi

#_DIKUTIP DARI ARTIKEL-ARTIKEL


HARUN YAHYA_#
-----------
Sebuah detail yang ada di alam ini
menunjukkan pada adanya satu penciptaan
yang superior. Sebaliknya materialisme, yang berusaha keras untuk menolak fakta adanya penciptaan
di alam semesta ini, tak menghadirkan apa-apa kecuali suatu kerancuan teori sains.

Sekali saja materialisme dianggap tidak valid maka semua teori yang didasarkan pada teori ini menjadi
sangat tidak berdasar. Di antara yang paling menonjol dari materialisme adalah Darwinisme yang
terkenal dengan teori evolusinya. Teori ini yang menyatakan bahwa kehidupan ini berasal dari materi
yang mati melalui teori kebetulan, telah dihancurkan dengan adanya pengakuan bahwa alam semesta
ini diciptakan oleh Allah. Hugh Ross seorang astro-psikis asal amerika menerangkan, ´´Ateisme,
Darwinisme, dan semua ´isme´ yang berasal dari filsafat abad kedelapan belas dan kesembilan belas
didasarkan pada asumsi, tepatnya asumsi yang tidak benar, bahwa semesta ini adalah sesuatu yang
infinit (tak terbatas). Ketunggalan telah membawa kita untuk berhadapan dengan satu sebab -atau
penyebab- diatas/disamping/dan sebelum alam serta semua kandungannya, termasuk kehidupan itu
sendiri.´´ (Huge Ross, The Fingerfrint of God, hlm. 50).

Allah-lah yang menciptakan semesta ini dan Dia pulalah yang telah merancangnya dalam detailnya
yang paling kecil. Dengan demikian, sangat tidak mungkin bagi teori evolusi, yang menyatakan bahwa
kehidupan ini tidak diciptakan oleh Allah dan hanya sebagai produk dari kebetulan, untuk dianggap
sebagai sebuah teori yang benar.
Yang sangat menakjubkan adalah bahwa tatkala kita semua melihat pada teori evolusi ini, kita melihat
bahwa teori ini ditolak oleh penemuan-penemuan ilmiah, dimana desain dalam hidup ini demikian
kompleks dan rumit. Dalam sebuah dunia yang mati, misalnya, kita bisa mengeksplorasi sejauh mana
sensitivitas keberimbangan dimana atom masih tersisa, kemudian bagaimana didunia yang mati, kita
bisa mengobservasi bagaimana kompleksnya desain atom itu dimana mereka bisa bersatu, dan
bagaimana anehnya mekanisme dan
struktur dari protein-protein, enzim, sel, yang diproduksi olehnya.

Kehebatan yang luar biasa dari desain dalam kehidupan ini telah menjadikan teori darwin kehilangan
validitasnya diakhir abad ke-20.

Beberapa contoh teori-teori dari pemikiran darwinisme, atheisme dan materialisme yang tidak
terbukti:

* Darwinisme tidak lagi mampu mengatakan bahwa protein dapat terbentuk melalui evolusi. Sebab
peluang terbentuknya satu protein saja dengan urutan yang benar secara acak adalah 1 per 10<950>
(10 pangkat 950) sebuah angka yang menunjukkan kemustahilan secara logika matematis.

* Darwinisme tidak mampu lagi merujuk kepada fosil-fosil sebagai bukti terjadinya evolusi. Hal ini
dikarenakan seluruh penggalian yang dilakukan diseluruh dunia dari pertengahan abad ke-19 hingga
hari ini, tak satupun dari ´´bentuk-bentuk peralihan´´ yang menurut para evolusionis seharusnya ada
dalam jumlah jutaan ternyata tidak pernah ditemukan. telah
disadari bahwa bentuk-bentuk ´´mata rantai´´ ini tidak lain hanyalah sebuah kisah khayalan.

* para Evolusionis berputus asa dihadapan fosil-fosil yang berjumlah tak terhingga yang telah berhasil
digali hingga saat ini. Hal ini disebabkan semua fosil-fosil ini memiliki seluruh ciri-ciri yang
mendukung dan membuktikan penciptaan.

* para Evolusionis tidak lagi mampu menyatakan bahwa ARCHAEOPTERYX adalah nenek moyang
burung, sebab penelitian terkini terhadap fosil-fosil ARCHAEOPTERYX telah sama sekali
menggugurkan pernyataan bahwa ARCHAEOPTERYX adalah makhluk ´´setengah-burung´´. Telah ...

http://peperonity.com/go/sites/mview/syahran7/11453633

You might also like