You are on page 1of 11

Teori Hukum Murni. Pembahasan makalah ini tentang Teori Hukum Murni.

 
Hans Kelsen (Reine Recthslehre: I), menyatakan ada dua hal yang penting bagi
seseorang yang mempelajari Teori Hukum : pertama untuk memahami unsur-unsur
penting dari teori hukum (teori hukum murni), kedua untuk merumuskan teori tersebut
agar dapat mencakup masalah-masalah dan institusi-institusi hukum terutama berkaitan
dengan tradisi dan suasana hukum sipil, anglo saxon.

Teori hukum umum menurut Kelsen adalah berguna untuk menerangkan hukum
positif sebagai bagian dari suatu masyarakat tertentu. Jadi teori ini berusaha untuk
menerangkan secara ilmiah tentang tata hukum tertentu yang menggambarkan
komunitas hukum terkait (misalnya: hukum Perancis, hukum Amerika dll). Ini berarti
teori hukum umum bekerja secara analisis komparatf dari sejumlah hukum positif yang
berbeda-beda. Kajian utama dari teori hukum umum adalah norma-norma hukum,
unsur-unsur hukum (norma tersebut), interrelasinya (hubungan antara berbagai tata
hukum), tata hukum sebagai satu kesatuan, strukturnya termasuk hukum dalam
pluralitas tata hukum positif.

Disebut teori hukum murni karena teori ini tidak boleh dicemari oleh motif-motif
yang menggambarkan keinginan atau kepentingan baik individu atau kelompok dari
sipembentuk undang-undang. Jadi titik beratnya adalah substansi serta analisis struktur
hukum positif, bukan kepada kondidisi-kondisi atau penilaian moral atau politik
menyangkut tujuannya. Kedua hal tersebut di atas di latar belakangi oleh dua hal yang
menjadi pertimbangan entitas (realita),yaitu:

1. Antara hukum disatu pihak yang dipandang hanya sebagai norma (rechts als
norm) dan hukum hukum sebagai kenyataan (rechts als feit) dengan masing-
masing metode pendekatan juridische dogmatisch disatu pihak berhadapan
dengan metode jurisdische histories in ruime zjin di lain pihak ;
2. Hukum bersifat non analytical dan hukum bersifat analytical. 
Pendapat di atas dikemukakan tentunya dengan beberapa alasan yang
menjadi dasar pertimbangan timbulnya istilah tersebut. Pendapat pertama
memiliki latar belakang yang diawali adanya suatu pemikiran atau asumsi
bahwa hukum adalah bersifat imperatif (pandangan yang bersifat dogmatis)
dengan pendapat lain, hukum bersifat fakultatif. Berangkat dari hal tersebut,
maka teori hukum terbagi atas:
1. Seperangkat gagasan tentang bagaimana seharusnya kehidupan
masyarakat atau gagasan bagaimana seharusnya suatu bangunan hukum
dalam masyarakat. Jadi teori ini berkaitan dengan substantif dari suatu
hukum yaitu lebih menekankan kepada kajian hukum normatif. Para ahli
hukum menyatakan teori hukum ini disebut teori hukum tradisional.
2. Seperangkat gagasan tentang bagaimana kenyataan hukum/perilaku
kehidupan masyarakat atau bagaimana hukum dalam kaitannya dengan
interaksi masyarakat. Jadi teori ini berkaitan dengan kenyataan hukum
dalam bentuk perilaku, sikap, pendapat, atau dengan kata lain yuridis
empiris. Teori hukum ini disebut teori hukum modern.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana Teori Hukum Murni Hans Kelsen?

2. Sejauh mana Teori Hukum Murni memandang hukum sebagai suatu sistem norma?

C. METODOLOGI PENULISAN

Penulisan ini terdiri dari tiga bab. Bab I, Pendahuluan berisi latar belakang masalah
Teori Hukum Murni, Identifikasi masalah dan metodologi penulisan. Bab II,
Pembahasan, berisi tinjauan pustaka tentang sekilas mengenal Hans Kelsen, Ajaran
Hans Kelsen, Hukum sebagai Sistem Norma, dan Nilai Normatif Hukum. Bab III,
Penutup, terdiri dari simpulan dan saran.
BAB II PEMBAHASAN TEORI HUKUM MURNI

A. SEKILAS TENTANG HANS KELSEN

Teori Hukum Murni (The Pure Theory of Law) diperkenalkan oleh seorang filsuf dan
ahli hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen lahir di
Praha pada 11 Oktober 1881. Keluarganya yang merupakan kelas menengah
Yahudi pindah ke Vienna. Pada 1906, Kelsen mendapatkan gelar doktornya pada
bidang hukum. Kelsen memulai karirnya sebagai seorang teoritisi hukum pada awal
abad ke-20. Oleh Kelsen, filosofi hukum yang ada pada waktu itu dikatakan telah
terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas di satu sisi, dan telah mengalami
reduksi karena ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Kelsen menemukan bahwa dua
pereduksi ini telah melemahkan hukum. Oleh karenanya, Kelsen mengusulkan
sebuah bentuk kemurnian teori hukum yang berupaya untuk menjauhkan bentuk-
bentuk reduksi atas hukum.

Hans Kelsen meninggal dunia pada 19 April 1973 di Berkeley. Kelsen


meninggalkan hampir 400 karya, dan beberapa dari bukunya telah diterjemahkan
dalam 24 bahasa. Pengaruh Kelsen tidak hanya dalam bidang hukum melalui The
Pure Theory of Law, tetapi juga dalam positivisme hukum kritis, filsafat hukum,
sosiologi, teori politik dan kritik ideologi. Hans Kelsen telah menjadi referensi penting
dalam dunia pemikiran hukum. Dalam hukum internasional misalnya, Kelsen
menerbitkan Principles of International Law. Karya tersebut merupakan studi
sistematik dari aspek-aspek terpenting dari hukum internasional termasuk
kemungkinan adanya pelanggaran atasnya, sanksi-sanksi yang diberikan, retaliasi,
spektrum validitas dan fungsi esensial dari hukum internasional, pembuatan dan
aplikasinya.

B. AJARAN HANS KELSEN

Kelsen menemukan bahwa filosofi hukum yang ada pada waktu itu telah
terkontaminasi oleh ideologi politik dan moralitas di satu sisi, dan telah mengalami
reduksi karena ilmu pengetahuan di sisi yang lain, dua pereduksi ini telah
melemahkan hukum. Oleh karenanya, Kelsen mengusulkan sebuah bentuk
kemurnian teori hukum yang berupaya untuk menjauhkan bentuk-bentuk reduksi
atas hukum.Yurisprudensi ini dikarakterisasikan sebagai kajian kepada hukum,
sebagai satu objek yang berdiri sendiri, sehingga kemurnian menjadi prinsip-prinsip
metodolgikal dasar dari filsafatnya. Perlu dicatat bahwa paham anti-reduksionisme
ini bukan hanya merupakan metodoligi melainkan juga substansi. Kelsen meyakini
bahwa jika hukum dipertimbangkan sebagai sebuah praktek normatif, maka
metodologi yang reduksionis semestinya harus dihilangkan. Akan tetapi, pendekatan
ini tidak hanya sebatas permasalahan metodologi saja. Ajaran dari Hans Kelsen ini
menimbulkan reaksi terhadap mazhab-mazhab hukum lain yang telah memperluas
batas-batas Ilmu Pengetahuan hukum. Ajarannya didasarkan pada konsepsi
Immanuel Kant, yang memisahkan secara tajam antara pengertian hukum sebagai
Sollen, dan pengertian hukum sebagai Sien. Oleh karena itu ajaran dari Hans
Kelsen disebut sebagai Neo Kantiaan. Hans Kelsen ingin memurnikan hukum dari
unsur-usnur pikiran yang filosofis-metafisis, dan ingin memusatkan perhatianya
pada teori hukum yang abstrak dengan maksud untuk memperoleh Ilmu
pengetahuan hukum yang murni. Ia tidak sependapat dengan definisi hukum yang
diartikan sebagai perintah. Karena itu ajarannya dianggap reaksi terhadap mazhab-
mazhab lain.  Menurut Kelsen, hukum tidak menggambarkan apa yang sebenarnya
terjadi, tetapi menentukan peraturan-peraturan tertentu yaitu meletakkan norma-
norma bagi tindakan yang harus dilakukan orang. 

Objek ilmu pengetahuan hukum adalah sifat normatif yang diciptakan hukum
yaitu : sifat keharusan untuk melakukan suatu perbuatan sesuai dengan peraturan
hukum. Jadi pokok persoalan ilmu pengetahuan hukum adalah : Norma hukum yang
terlepas dari pertimbangan-pertimbangan semua isinya baik dari segi etika maupun
sosiologis. Karena itu ajarannya disebut dengan Ajaran Hukum Murni (Reine
Rechtslehre) Dinyatakan oleh Kelsen bahwa Hukum adalah sama dengan negara.
Suatu tertib hukum menjadi suatu negara apabila tertib hukum itu sudah menyusun
suatu badan-badan atau lembaga-lembaga guna menciptakan dan mengundangkan
serta melaksanakan hukum. Dinamakan tertib hukum, apabila ditinjau dari sudut
peraturan-peraturan yang abstrak. Dinamakan negara, apabila objek diselidiki
adalah badab-badan atau lembaga-lembaga yang melaksanakan hukum, Setiap
perbuatan hukum harus dapat dikembalikan pada suatu norma yang memberi
kekuatan hukum pada tindakan manusia tertentu itu.
Konstitusi menurut Kelsen kekuatan hukumnya berasal dari luar hukum.

Yaitu dari hypotese atau grundnorm yang pertama kali, maka kalau grondnorm
itu telah diterima oleh masyarakat harus ditaati. Jadi Ilmu Pengetahuan hukum
menyelidiki :

1. Tingkatan Norma-norma.

2. Kekuatan berlakunya dari tiap norma yang bergantung dari hubungan yang
logis dengan norma yang lebih tinggi, sampai akhirnya pada suatu hypothese yang
pertama.Hyphothese yang pertama bersifat abstrak - Konkrit.

Abstrak

Konkrit
Pandangan Kelsen tentang tata hukum sebagai suatu bangunan norma-norma yang
disusun secara hierachis disebut : Stufenbau teori. Menurut teori ini, karena ada
ikatan asas-asas hukum, hukum menjadi suatu sistem, ilmu hukum memenuhi
syarat sebagai ilmu dengan obyek yang bisa ditelaah secara empirik, dengan
analisa yang logis rational. Yang menjadi obyek studi adalah hukum positif.
Hans Kelsen (General Theory of Law and State), mengatakan bahwa grundnorm
nya adalah suatu sains, dan dia menyatakan dirinya sibagai positivist, padahal
dengan cara dia menerangkan tentang grundnorm, menunjukkan bahwa dia telah
berfilsafat. Kelsen memulai teorinya dengan Ground Norm atau yang dikenal
dengan hukum dasar, yang intinya bersifat dasar-dasar hukum seperti keadilan,
keseimbangan, perlindungan. Semua itu merupakan konteks filsafat.

C. HUKUM SEBAGAI SISTEM NORMA


Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem Norma. Norma adalah pernyataan
yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan menyertakan
beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk
dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David Hume yang membedakan
antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”, juga keyakinan Hume
bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari kejadian faktual bagi
das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang merupakan pernyataan-
pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.

Kemudian, bagaimana mungkin untuk mengukur tindakan-tindakan dan


kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal? Kelsen menjawab
dengan sederhana ; kita menilai sebuah aturan “seharusnya” dengan
memprediksinya terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa diturunkan dari
“kenyataan”, dan selama peraturan legal intinya merupakan pernyataan
“seharusnya”, di sana harus ada presupposition yang merupakan pengandaian.
Hans Kelsen berpendapat, bahwa suatu norma dibuat menurut norma yang lebih
tinggi, dan norma yang lebih tinggi ini pun, dibuat menurut norma yang lebih tinggi
lagi, dan demikian seterusnya sampai kita berhenti pada norma yang tertinggi yang
tidak dibuat oleh norma lagi, melainkan ditetapkan terlebih dahulu keberadaannya
oleh masyarakat atau rakyat. Hans Kelsen menamakan norma tertinggi tersebut
sebagai Grundnorm atau Basic Norm (Norma Dasar), dan Grund Norm pada
dasarnya tidak berubah-rubah. Grundnorm disebut juga sebagai “cita hukum”,
seperti cita hukum bangsa Indonesia yaitu, Pancasila yang tersurat dalam
Pembukaan UUD 1945. Untuk mengatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem
norma, maka Hans Kelsen menghendaki agar obyek hukum bersifat empiris dan
dapat ditelaah secara logis, sedangkan sumber yang mengandung penilaian etis
diletakkan di luar kajian hukum atau bersifat tanceden terhadap hukum positif, dan
oleh karenanya kajiannnya bersifat meta-yuridis. Dengan adanya Grundnorm atau
Basic Norm ini, maka Hans Kelsen mengatakan bahwa Basic Norm`s as the source
of validity and as the source of unity of legal system.
Melalui Grundnorm inilah semua peraturan hukum itu disusun dalam satu
kesatuan secara hirarkhis, dan dengan demikian ia juga merupakan suatu sistem.
Grundnorm merupakan sumber nilai bagi adanya sistem hukum, sehingga ia
merupakan “bensin” yang menggerakkan seluruh sistem hukum. Di samping itu
Grundnorm, menyebabkan terjadinya keterhubungan internal dari adanya sistem.
Sedangkan terminologi “norma” itu sendiri, oleh Hans Kelsen, diartikan sebagai the
expression of the idea...that a individual ought to behave in a certain way. Fungsi
norma adalah commando, permissions, authorizations and derogating norms. 
Hukum positip hanyalah perwujudan dari adanya norma-norma dan dalam rangka
untuk menyampaikan norma-norma hukum. Hans Kelsen mengatakan...every law is
norm.... Perwujudan norma nampak sebagai suatu bangunan atau susunan yang
berjenjang mulai dari norma positip tertinggi hingga perwujudan yang paling rendah
yang disebut sebagai individual norm. Teori Hans Kelsen ini, membentuk bangunan
berjenjang tersebut disebut juga stufen theory. Norma-norma yang terkandung
dalam hukum positif harus dapat ditelusuri kembali sampai pada norma yang paling
dasar yaitu Grundnorm. Oleh karena itu, dalam tata susunan norma hukum tidak
dibenarkan adanya kontradiksi antara norma hukum yang lebih rendah dengan
norma hukum yang lebih tinggi, agar keberadaan hukum sebagai suatu sistem tetap
dapat dipertahankan, maka ia harus mampu mewujudkan tingkat kegunaan
(efficaces) secara minimum Efficacy suatu norma ini dapat terwujud apabila;
1. Ketaatan warga dipandang sebagai suatu kewajiban yang dipaksakan oleh norma
2. Perlu adanya persyaratan berupa sanksi yang diberikan oleh norma.

Sebagai oposisi dari norma moral yang merupakan deduksi dari norma moral
lain dengan silogisme, norma hukum selalu diciptakan melalui kehendak (act of will).
Sebagaimana sebuah tindakan hanya dapat menciptakan hukum, bagaimana pun,
harus sesuai dengan norma hukum lain yang lebih tinggi dan memberikan otorisasi
atas hukum baru tersebut. Kelsen berpendapat bahwa inilah yang dimaksud sebagai
Basic Norm yang merupakan presupposition dari sebuah validitas hukum tertinggi.
Kelsen sangat skeptis terhadap teori-teori moral kaum objektivis, termasuk
Immanuel Kant. Kelsen juga tidak mengklain bahwa presupposition dari Norma
Dasar adalah sebuah kepastian dan merupakan kognisi rasional. Bagi Kelsen,
Norma Dasar adalah bersifat optional. Senada dengan itu, berarti orang yang
percaya bahwa agama adalah normatif maka ia percaya bahwa “setiap orang harus
percaya dengan perintah Tuhan”. Tetapi, tidak ada dalam sebuah nature yang akan
memaksa seseorang mengadopsi satu perspektif normatif.
Kelsen mengatakan bahkan dalam atheisme dan anarkhisme, seseorang harus
melakukan presuppose Norma Dasar. Meskipun, itu hanyalah instrumen intelektual,
bukan sebuah komitmen normatif, dan sifatnya selalu optional.

NILAI NORMATIF HUKUM

Nilai normatif Hukum bisa diperbandingkan perbedaannya dengan nilai normatif agama.
Norma agama, sebagaimana norma moralitas, tidak tergantung kepada kepatuhan
aktual dari para pengikutnya. Tidak ada sanksi yang benar-benar langsung
sebagaimana norma hukum. Misalnya saja ketika seorang lupa untuk berdoa di malam
hari, maka tidak ada instrumen langsung yang memberikan hukuman atas
ketidakpatuhannya tersebut. Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktik-pratik
aktualnya. Dikatakannya bahwa “perturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid
apabila normanya efektif (yaitu secara aktual dipraktikkan dan ditaati)”. Lebih jauh lagi,
kandungan sebenarnya dari Norma Dasar juga bergantung pada keefektifitasannya.
Sebagaimana yang telah berkali-kali ditekankan oleh Kelsen, sebuah revolusi yang
sukses pastilah revolusi yang mampu merubah kandungan isi Norma Dasar.
Perhatian Kelsen pada aspek-aspek normatifitasan ini dipengaruhi oleh pandangan
skeptis David Hume atas objektifitasan moral, hukum, dan skema-skema evaluatif
lainnya. Pandangan yang diperoleh seseorang, utamanya dari karya-karya akhir Hans
Kelsen, adalah sebuah keyakinan adanya sistem normatif yang tidak terhitung dari
melakuan presuppose atas Norma Dasar. Tetapi tanpa adanya rasionalitas maka
pilihan atas Norma Dasar tidak akan menjadi sesuatu yang kuat. Agaknya, sulit untuk
memahami bagaimana normatifitas bisa benar-benar dijelaskan dalam basis pilihan-
pilihan yang tidak berdasar.
D. HUKUM DALAM PERSFEKTIF ISLAM

Dalam Islam, hukum selalu bersumber pada aturan hukum yang sudah ditetapkan oleh
pembuat hukum tertinggi yaitu Alloh, SWT yang Maha Adil. Terdapat dalam surat,
diantaranya surat An Nisa (4) : 59

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. Sumber hukum Islam diantaranya secara berurutan
adalah : 

a. Al Quran

b. As Sunnah (Al hadits)

c. Ijtihad 

i. Ijmak

ii. Qiyas

iii. Istidal (menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan)

iv. Al masalih al mursalah (berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau

kepentingan umum).

v. Istihsan (cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang

sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial)


vi. Istishab (menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya,

sampai ada dalil yang mengubahnya)

vii. Urf (adat istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan
tetap terus berlaku bagi msyarakat yang bersangkutan).

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Hans Kelsen ingin memurnikan hukum dari unsur-usnur pikiran yang filosofis-
metafisis, dan ingin memusatkan perhatianya pada teori hukum yang abstrak
dengan maksud untuk memperoleh Ilmu pengetahuan hukum yang murni.
Pandangan Kelsen tentang tata hukum sebagai suatu bangunan norma-norma yang
disusun secara hierachis yang disebut Stufenbau teori. Menurut teori ini, karena ada
ikatan asas-asas hukum, hukum menjadi suatu sistem, ilmu hukum memenuhi
syarat sebagai ilmu dengan obyek yang bisa ditelaah secara empirik, dengan
analisa yang logis rational. Yang menjadi obyek studi adalah hukum positif.
Hukum positip, menurut Hans Kelsen, harus dipahami sebagai suatu sistem norma.
Pemahaman ini penting artinya untuk mencegah terjadinya kontradiksi atau
pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang
lebih rendah, sehingga hukum dapat berguna bagi masyarakat. Norma-norma yang
terkandung dalam hukum positif harus dapat ditelusuri kembali sampai pada norma
yang paling dasar yaitu Grundnorm.

SARAN

Menurut teori hukum murni tersebut, aturan hukum harus selalu berdasarkan kaidah
yang lebih tinggi yang akhirnya sampai pada Grundnorm, yang intinya bersifat
dasar-dasar hukum seperti keadilan, keseimbangan, perlindungan, dan lain-lain.
Hans Kelsen mengatakan bahwa hal itu berada di luar ilmu hukum. Oleh karena itu,
para penegak hukum, terutama hakim, dalam bekerja menegakkan hukum
sebaiknya bukan hanya sebagai corong undang-undang saja, tetapi harus
memperhatikan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Grundnorm. 

You might also like