Professional Documents
Culture Documents
Melacak sejarah perkembangan tasawuf tidak dapat dimulai hanya ketika tasawuf mulai
dikaji sebagai sebuah ilmu, melainkan perlu diteliti sejak zaman Rasulullah. Pada masa
Rasulullah dan masa sebelum datangnya agama Islam, istilah tasawuf belum ada. Istilah sufi itu
pun baru pertama kali digunakan oleh Abu Hasyim (w. 780 M), seorang zahid dari Syria.
Namun, tidak bisa disangkal lagi bahwa hidup seperti yang digambarkan dalam kalangan ahli-
ahli sufi itu sudah banyak ditemukan, baik pada diri Nabi Muhammad SAW. maupun pada diri
sahabat-sahabatnya. Sikap zuhud, misalnya, telah banyak ditanamkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya.
Untuk melihat sejarah tasawuf, perlu dilihat perkembangan peradaban Islam sejak zaman
Rasulullah SAW. Sebab, pada hakikatnya kehidupan rohani itu telah ada pada diri Rasulullah
SAW sebagai panutan umat. Kesederhanaan hidup dan sikap menghindari bentuk-bentuk
kemewahan sudah tumbuh sejak Islam dating, ketika Rasulullah SAW. dan para sahabatnya
hidup dalam keserdehanaan.
Dalam perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan dalam beberapa periode, dan
setiap periode tersebut mempunyai karakteristik dan tokoh masing-masing. Periode tersebut
adalah:
5. Salman Al-Farisi
Di kalangan ahli tasawuf, Salman al-Farisi dikenal sebagai sahabat yang suka hidup
keras (menderita) dan zuhud, bahkan dikatakan termasuk ahl as-suffah (penganut
tasawuf) dan pendiri tasawuf yang dikaruniai ilmu laduni (ilmu yang dianugerahkan
Allah SWT. kepada orang-orang tertentu secara langsung, tanpa melalui proses
belajar-mengajar). Dikatakan juga bahwa ia adalah orang pertama yang melontarkan
ide tentang khilafah (wakil guru sufi) dan nur Muhammad. Ia melontarkan pemikiran
itu kepada Sa’saah bin Suhan, yang kemudian menegaskan bahwa khilafah manusi
pertama adalah Muhammad SAW. lalu Ali. Salman berteriak sambil meletakkan
tangan di kepalanya, seraya berlari keluar selam tiga hari. Kejadian ini ditafsirkan oleh
ahli tasawuf sebagai keadaan sedang mabuk dan fana’ (tidak sadar karena khusyuk)
sehingga tidak mendengar apapun dan hanya melihat diri Tuhan.