You are on page 1of 4

Sejarah Perkembangan Tasawuf dari Masa ke Masa

Melacak sejarah perkembangan tasawuf tidak dapat dimulai hanya ketika tasawuf mulai
dikaji sebagai sebuah ilmu, melainkan perlu diteliti sejak zaman Rasulullah. Pada masa
Rasulullah dan masa sebelum datangnya agama Islam, istilah tasawuf belum ada. Istilah sufi itu
pun baru pertama kali digunakan oleh Abu Hasyim (w. 780 M), seorang zahid dari Syria.
Namun, tidak bisa disangkal lagi bahwa hidup seperti yang digambarkan dalam kalangan ahli-
ahli sufi itu sudah banyak ditemukan, baik pada diri Nabi Muhammad SAW. maupun pada diri
sahabat-sahabatnya. Sikap zuhud, misalnya, telah banyak ditanamkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya.

Untuk melihat sejarah tasawuf, perlu dilihat perkembangan peradaban Islam sejak zaman
Rasulullah SAW. Sebab, pada hakikatnya kehidupan rohani itu telah ada pada diri Rasulullah
SAW sebagai panutan umat. Kesederhanaan hidup dan sikap menghindari bentuk-bentuk
kemewahan sudah tumbuh sejak Islam dating, ketika Rasulullah SAW. dan para sahabatnya
hidup dalam keserdehanaan.

Dalam perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan dalam beberapa periode, dan
setiap periode tersebut mempunyai karakteristik dan tokoh masing-masing. Periode tersebut
adalah:

1. Abad pertama dan kedua hijriah


2. Abad ketiga dan keempat hijriah

I. Perkembangan Tasawuf pada Abad Pertama dan Kedua Hijriah


Tahap pertama tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian masih sangat sederhana.
Yaitu, ketika pada abad ke-1 dan ke-2 H, sekelompok kaum Muslim memusatkan perhatian
dan memprioritaskan hidupnya hanya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar keuntungan
akhirat.
a. Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat
Para sahabat dalam kehidupan kesehariannya selalu mencontoh kehidupan Rasulullah
SAW. yang serba sederhana, yang hidupnya semata-mata diabdikan kepada Tuhannya.
Beberapa sahabat yang tergolong shufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai Mahaguru
bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan shufi dan yang
selalu mengikuti kesederhanaan Rasulullah SAW. adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (w. 13 H)
Abu Bakar pada mulanya adalah seorang saudagar Quraisy yang kaya. Setelah masuk
Islam, ia menjadi seorang yang sangat sederhana.Ketika Perang Tabuk, beliau bersedia
memberikan seluruh harta kekayaannya untuk jalan Allah SWT. Diceritakan pula
bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata, “Jika seorang hamba
begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai meninggalkan
hiasan itu”. Oleh karena itu, Abu Bakar memilih takwa sebagai ‘pakaiannya’. Ia
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu
memdekatkan diri kepada Allah SWT. dengan ibadah dan zikir.

2. Umar bin Khathtab (w.23 H)


Beliau termasuk orang yang sangat berkasih sayang terhadap sesama manusia. Ketika
menjadi khalifah, ia selalu melihat langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam,
Umar mendapatkan seorang ibu yang sedang memasak untuk menghentikan tangis
anak-anaknya yang kelaparan. Ketika melihat bahwa yang dimasak adalah batu, ia
bertanya kepada wanita tersebut, mengapa Anda tidak memasak roti, tetapi hanya
memasak batu?”Wanita itu menjawab, “Saya tidak mempunyai gandum”. Mendengar
jawaban wanita miskin itu, Umar langsung pergi ke Baitul Mal untuk mengambil
gandum dan memanggulnya, kemudian menyerahkannya kepada si wanita miskin
tersebut.
Umar juga sangat takut mengambil harta kaum muslimin tanpa alasan yang kuat.
Umar berpakaian sangat sederhana, yang tak pantas dipakai oleh seorang pembesar
seperti dirinya. Ia meneladani sikap Rasulullah dalam seluruh kehidupannya. Prinsip
hidup sederhana ini juga ia terapkan di lingkungan keluarganya. Ia melarang istri dan
anak-anaknya untuk menerima pemberian dalam bentuk apapun dari pembesar
maupun dari rakyatnya.

3. Ustman bin Affan (w. 35 H)


Sebelum masuk Islam, Ustman bin Affan dikenal sebagai pedagang besar dan
terpandang. Kekayaannya berlimpah ruah. Akan tetapi, setelah masuk Islam, dengan
penuh kerelaannya, ia menyerahkan sebagian besar harta kekayaannya untuk
perjuangan Islam dan membela orang-orang miskin dan teraniaya. Dalam kehidupan
kesehariannya, ia selalu hidup sederhana. Dengan hal ini, jelaslah bahwa pada diri
Ustman terdapat jiwa-jiwa sufi yang tidak tertarik pada gemerlapnya kekayaan dan
kesenangan duniawi.

4. Ali bin Abi Thalib (w. 40 H)


Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak
perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat
sebagai khalifah sehingga diriwayatkan bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya,
“Mengapa Khalifah senang memakai baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali
menjawab, “Aku senang memakainya agar menjadi teladan bagi orang banyak
sehingga mereka mengerti bahwa hidup sederhana merupakan sikap yang mulia”.
Sikap dan pernyataan inilah yang menandakan Ali bin Abi Thalib sebagai seorang
sufi.

5. Salman Al-Farisi
Di kalangan ahli tasawuf, Salman al-Farisi dikenal sebagai sahabat yang suka hidup
keras (menderita) dan zuhud, bahkan dikatakan termasuk ahl as-suffah (penganut
tasawuf) dan pendiri tasawuf yang dikaruniai ilmu laduni (ilmu yang dianugerahkan
Allah SWT. kepada orang-orang tertentu secara langsung, tanpa melalui proses
belajar-mengajar). Dikatakan juga bahwa ia adalah orang pertama yang melontarkan
ide tentang khilafah (wakil guru sufi) dan nur Muhammad. Ia melontarkan pemikiran
itu kepada Sa’saah bin Suhan, yang kemudian menegaskan bahwa khilafah manusi
pertama adalah Muhammad SAW. lalu Ali. Salman berteriak sambil meletakkan
tangan di kepalanya, seraya berlari keluar selam tiga hari. Kejadian ini ditafsirkan oleh
ahli tasawuf sebagai keadaan sedang mabuk dan fana’ (tidak sadar karena khusyuk)
sehingga tidak mendengar apapun dan hanya melihat diri Tuhan.

6. Abu Zar Al-Ghifary


Ia adalah seorang sufi yang selalu mengamalkan ajaran zuhud yang telah dirintis oleh
Abu Bakar dan Umar. Ia lebih senang memilih hidup miskin dan tidak pernah merasa
menderita bila ditimpa cobaan. Bahkan, ia sangat senang menerima berbagai cobaan
dari Allah SWT. kepadanya, karena menganggap bahwa cobaan merupakan perhatian
Tuhan terhadapnya. Oleh karena itu, setiap kali merasa dicoba oleh Allah SWT., ia
mengucapkan kalimat syukur dan tahmid.

7. Ammar bin Yasir


Ia adalah seorang sufi yang sangat setia kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib sehingga
ajaran tasawufnya sama dengan ajaran tasawuf yang telah diamalkan oleh Ali. Ia pun
termasuk salah seorang dari Ahlus Suffah, yang mengatakan bahwa bila amalan zuhud
merupakan perhiasan dalam segala kebaikan, harta benda itu merupakan kebanggaan
bagi pemuka-pemuka masyarakat Mekah yang telah diberantas oleh agama Islam.
Menurutnya, seorang hamba yang menginginkan kemuliaan dari Allah, harus
menghiasi dirinya dengan amalan zuhud dan menjauhkan dirinya dari kemewahan
harta benda. Ia tidak bersikap seperti orang-orang Mekah yang telah di berantas oleh
ajaran Islam.

8. Huzaidah bin Al-Yaman


Ia adalah salah seorang sufi yang setia kepada Ali bin Abi Thalib, sebagaimana halnya
Ammar bin Yasir. Ia tergolong pula sebagai alim yang bijaksana sehingga banyak
orang yang datang belajar tasawuf kepadanya. Dalam mengajarkan tasawuf, ia selalu
mendapatkan bimbingan dari Ali, terutama cara mengajarkan ilmu kepada murid-
muridnya. Ali sering memerintahkannya agar tidak menerima sembarang orang
sebagai muridnya dalam pengajaran tasawuf, sebab bisa membahayakan murid-murid
yang tidak mampu menerimanya. Menurut Ali, ilmu tasawuf merupakan ilmu yang
sangat tinggi, dan orang yang akan diajarkan tasawuf, harus memiliki kemampuan akal
dan perasaan yang tinggi.
9. Miqdad bin Aswad
Ia adalah seorang sufi yang berpegang teguh kepada ajaran zuhud dan termasuk salah
seorang ulama sufi yang sangat menentang kebijakan politik yang dijalankan oleh
Khalifah Ustman. Namun, setelah Miqdad wafat, Khalifah Ustman sering
mengemukakan kekagumannya, dan memuji cara hidup Miqdad, yang dinilainya
sebagai salah seorang ulama sufi yang terkemuka.
Kepopuleran nama Miqdad, bukan karena seringnya ia menentang dan menunjukkan
kesalahan Ustman, tetapi karena banyak muridnya yang menjadi ulama besar, dan
mereka sering menunjukkan kelebihan gurunya, terutama ketekunannya dalam
mengamalkan ajaran zuhud. Kealimannya sangat memukau orang-orang yang pernah
melihatnya, terutama pemuka masyarakat dan pegawai pemerintahan ketika itu.

b. Perkembangan Tasawuf pada Masa Tabiin


Tokoh-tokoh sufi dari kalangan tabiin merupakan murid dari para tokoh sufi dari
kalangan sahabat. Kalau pada perkembangan tasawuf abad pertama, yang dikemukakan
adalah tokoh-tokoh dari kalangan sahabat, pembicaraan perkembangan tasawuf pada abad
kedua, yang dikemukakan adalah tokoh-tokoh dari kalangan tabiin, meskipun masih ada
beberapa ulama sufi tabiin yang masih hidup pada masa abad pertama, dan meninggal
pada permulaan abad kedua hijriah.

You might also like